Melayani 2 Wanita Setengah Baya Kesepian

Cerita Panas ~ Masa-masa lulus SMU adalah yang paling menjengkelkan, tidak diterima di perguruan tinggi negeri, kuliah di swasta mahal, mau kerja sulit sekali, teman-teman pada hilang, ada yang kuliah, kerja bahkan kawin. Beruntung sekali hanya 3 bulan aku menganggur, aku disuruh untuk menjaga toko milik Tante Ima, di bilangan Pasar *** (edited), Semarang.

Karena toko milik Tante Ima menjual sembako, maka pembelinya pun kebanyakan ibu-ibu ataupun perempuan. Saya yang bertugas untuk mengambilkan barang-barang seperti beras, gula ya hanya bersikap cuek saja terhadap banyaknya pembeli itu.

Sebut Bu Lina pemilik toko di sebelah tokonya Tanteku, sering datang sore hari setiap toko akan ditutup. Dia biasanya saling omong-omong, bersenda gurau dengan Tanteku, dan apabila telah begini tentu lama sekali selesainya. Dan seperti biasanya, aku pulang duluan ke rumah karena Tanteku biasanya dijemput oleh suaminya atau anaknya.

Tapi suatu saat, ketika mau pulang aku teringat bahwa harus mengantarkan Indomie ke pelanggan, aku cepat-cepat balik ke toko. Dan memang toko sudah sepi, pintu pun hanya ditutup tanpa dikunci. Aku pun langsung masuk menuju tempat penyimpanan Indomie. Ternyata aku menyaksikan peristiwa yang tidak kuduga sama sekali, kulihat Tanteku dengan posisi tetelentang di antara tumpukan karung beras sedang dioral kemaluannya oleh Bu Lina. Tanteku sangat menikmati dengan rintihannya yang ditahan-tahan dan tangannya memegang kepala Bu Lina untuk dirapatkan ke selangkangannya.

Karena terkejut atas kedatanganku, maka keduanya pun berhenti dengan memperlihatkan wajah sedikit malu-malu. Tapi tidak sampai lima detik, mereka pun tersenyum dengan penuh arti.
“Kamu belum pulang to Her (Hery namaku), kebetulan lho kita bisa rame-rame, ya kan Bu Lina..?” ucap Tanteku sambil menarik tangan Bu Lina ke arah kedua dadanya yang terbuka.
“Ayo sini Her.., jangan malu, ughh, ahh..!” desah Tanteku lagi, kali ini tangannya melambai ke arahku.

Dan aku pun sempat bingung tidak tahu harus berbuat apa, tapi karena kedua wanita dalam keadaan tanpa pakaian seperti itu memanggilku, nafsu kelelakianku bangkit walaupun aku belum pernah merasakan sebelumnya. Perlahan aku mendekati keduanya sambil melihat mereka berdua. Seperti seorang raja aku pun disambut, mereka yang tadinya telentang dan menindih kini mereka bangkit dan duduk sambil menata rambutnya masing-masing.

Hanya lima langkah aku pun sampai di hadapanya, dan dengan lihai mereka berdua langsung meremas selangkanganku.
“Her, ini pernah masuk ke sarangnya belum..?” tanya Tanteku manja.
“Be.., belum Tante..!” jawabku polos sambil menahan rasa geli yang begitu nikmat.
“Wah.., hebat dong belum pernah. Pertama kali langsung dapat dua lubang..!” canda Bu Lina, sementara tangannya menarik lepas celanaku hingga aku benar-benar telanjang di hadapan mereka.

Dan sesaat kemudian aku merasakan kehangatan pada batang kemaluanku. Terdengar srup, srup ahh. Tanteku dan Bu Lina seakan ingin berebut untuk menikmati batang kemaluanku yang berukuran normal-normal saja.
“Ayo Bu.., hisap yang lebih kenceng biar keluar isinya..!”
“Iya Bu.., ini kontol kok enak banget sih..?”
“Cupp.., crupp..!” kata mereka berdua saling menyahut.
Aku hanya pasrah menikmati perlakuannya dan sesekali kuusap pipi-pipi kedua Tante-Tante itu dengan nafsu juga.

Tidak sampai 10 menit, aku merasakan sesuatu kenikmatan luar biasa yang biasanya terjadi dalam mimipi, badanku menegang, mataku terpejam untuk merasakan sesuatu yang keluar dari kemaluanku. Tumpahan maniku memuncrat mengenai wajah Bu Lina dan Tanteku, dan dengan serta merta Tanteku mengalihkan lumatan dari punyaku ke wajah Bu Lina. Dengan buas sekali mereka saling berciuman bibir, berebutan untuk menelan air kenikmatan punyaku. Aku pun berjongkok dan membuka paha Tanteku, Tanteku hanya menurut.

“Mau apa kau Sayang..?” desah Tanteku.
Aku hanya diam saja dan mengarahkan wajahku ke arah selangkangannya yang berbau anyir dan tampak mengkilap karena sudah basah. Aku mencoba untuk melakukan seperti di film-film. Kumasukkan lidahku ke dalam rongga-rongga vaginanya serta menyedot-nyedot klitorisnya yang kaku itu. Kurasakan ketika aku menyedot benda kecil Tanteku, Tanteku selalu menggelinjang dan mengangkat pantatnya, sehingga kadang hidungku ikut mencium benda kecil itu.

“Her.., kamu kok pinter banget sih, terus, terus uggh.. ughh.. ahh, ehh, aahh..!” ceracau Tanteku.
“Terus Her, terus..! Beri Tantemu surga kenikmatan, ayo Her..!” ucap Bu Lina yang memilin dan mengemut puting susu Tante Ima.
“Terus Bu..! Her.., aku mau muncrat! Ayo Her.., sedot yang keras lagi..!” pinta Tante Ima.
Aku pun semakin liar memainkan vaginanya, dan dengan teriakan Tante Ima, “Aghh.., ughh..!” lidahku merasakan ada cairan kental keluar dari vagina Tante Ima. Aku cepat-cepat menangkapnya dan sedikit ragu untuk menelannya.

“Her, sudah Her.., Tante sudah puas nih..! Kamu gantian dengan Bu Lina ya..!” ucapnya sambil tangannya mengusap cairannya yang keluar dari liang senggamanya.
Aku pun tidak sadar bahwa batang kemaluanku sudah bangun lagi, tegak dengan sempurna walaupun sedikit terasa ngilu.
“Bentar Her.., kamu disini dulu ya..!” pinta Bu Lina sambil keluar ke tempat tumpukan koran dan mengambil beberapa lembar.
Kemudian Bu Lina masuk ke gudang lagi dengan menggelar koran yang dibawanya. Setelah kira-kira cukup, Bu Lina menelentangkan tubuhnya dan memanggilku, “Ayo sekarang giliran saya dong Her..!” katanya sambil tangannya meremas susunya sendiri.

Aku pun langsung mengangkanginya dan kedua tangan pun mengganti tangannya untuk meremas susu-susunya yang masih kenyal. Lembut, halus, enak rasanya memegang payudara orang dewasa.
“Her.., masukin dong tuh burung kamu ke lubang Lina, ayo dong Her..!” bisiknya lembut.
Aku pun berusaha untuk mengarahkan masuk ke liangnya, tapi dasar memang masih amatir, terasa terpeleset terus.
“Ayo Lina bantu biar nggak salah sasaran..!” ucapnya.
Dan tangannya pun memegang batang kemaluanku dengan lembut dan memberikan kocokan sebentar, dan akhirnya dibimbing masuk ke lubang kenikmatannya.

Ini pertama kali kurasakan penisku masuk ke sarangnya. Terasa hangat, lembab, nikmat dan seperti ditarik-tarik dari dalam kamaluan Bu Lina. Secara naluri aku pun mulai menggerakkan pantatku maju mundur secara pelan dan berirama.
“Terus Her.., masukkin lagi yang lebih dalam, ayoo, ughh..!” desah Bu Lina.
Tangan Bu Lina pun telah memegang pantatku dan menekan-nekan supaya doronganku lebih keras, sedangkan kakinya telah melingkar di pinggangku.

Kira-kira hanya 10 menit berlalu, Bu Lina menjerit sambil menggaruk punggungku dengan keras, “Ooohh.., aku ngejrot.., Her..! Yeess.., uhh..!”
Kemudian tubuhnya lunglai dan melepaskan kakinya yang melingkar di pinggangku. Aku pun bangkit meninggalkan Bu Lina yang telentang dan tampak dari liang kenikmatannya sangat banyak cairan yang keluar. Kuhampiri Tanteku yang mulai menutup pintu-pintu tokonya. Aku pun turut membantunya untuk mengemasi barang-barang.

Setelah beberapa menit menunggu jemputan, terdengar telpon berdering. Setelah kuangkat ternyata mobil yang dipakai menjemput dipakai suaminya untuk ngantar tetangga pindahan. Kemudian aku pun menawarkan untuk mengantarkan ke rumah Tanteku dengan Impresa 95 kesayanganku.

Di dalam perjalanan, Tante banyak bercerita bahwa hubungan lesbinya dengan Bu Lina sudah 3 tahun, karena Omku suka pulang malam (mabuk-mabukan, judi, nomor buntut, dan sebagainya) sehingga tidak puas bila dicumbu oleh Omku. Sedangkan Bu Lina memang janda karena suaminya minggat dengan wanita lain.

Sampai di rumah Tante Ima, suasananya memang sepi karena anaknya kuliah dan Omku sedang mengantar tetangga pindah rumah. Setelah aku angkat-angkat barang ke dalam rumah, aku pun lalu pamitan mau pulang kepada Tanteku. Aku terkejut, ternyata Tanteku bukannya memperbolehkan aku pulang, tetapi malah menarik tanganku menuju kamar Tanteku.

“Her.., Tante tolong dipuasin lagi ya Yang..!” pintanya sambil memelukku dan menempelkan kedua buah dadanya ke tubuhku.
Aku pun mencium bibirnya yang terbuka dan mengulumnya dengan nafsu, demikian pula Tante Ima. Kemudian dengan dorongan, jatuhlah tubuh kami berdua di kasurnya, dan dengan bersemangat kami saling meraba, menindih, merintih. Hingga akhirnya aku melepaskan maniku ke dalam kemaluan Tanteku.

Aku pun pamitan pulang dengan mencium bibirnya dan meremas susunya dengan lembut. Kemudian dari laci lemari diambilnya uang seratus ribuan, dan diberikan kepadaku, “Untuk rahasia kita..!” katanya.
Sampai saat ini lebih dari 2 tahun aku bekerja di toko Tanteku, dan hubungan badanku dengan Tante Ima dan Bu Lina masih berlangsung. Dan yang menyenangkan adalah Tanti, anak Bu Lina mau kupacari, dan aku ingin menjadikannya sebagai istri.

TAMAT


Pesta Seks Berempat Daun Muda Belia

Cerita Panas ~ Cerita ini berawal ketika aku pacaran dengan Dian. Dian adalah seorang gadis mungil dengan tubuh yang seksi dan dibalut oleh kulit yang putih mulus. Walaupun payudaranya tidak terlalu besar, ya.. kira-kira berukuran 34 lah. Selama pacaran, kami belum pernah berhubungan badan. Hanya saja kalau nafsu sudah tidak bisa ditahan, biasanya kami melakukan oral seks.

Dian memiliki dua orang adik perempuan yang cantik. Adiknya yang pertama, namanya Elsa, juga mempunyai kulit yang putih mulus. Namun payudaranya jauh lebih besar daripada kakaknya. Menurut kakaknya, ukurannya 36B. Inilah yang selalu menjadi perhatianku kalau aku sedang ngapel ke rumah Dian. Payudaranya yang berayun-ayun kalau sedang berjalan, membuat penisku berdiri tegak karena membayangkan betapa enaknya memegang payudaranya. Sedangkan adiknya yang kedua masih kelas 2 SMP. Namanya Agnes. Tidak seperti kedua kakaknya, kulitnya berwarna sawo matang. Tubuhnya semampai seperti seorang model cat walk. Payudaranya baru tumbuh. Sehingga kalau memakai baju yang ketat, hanya terlihat tonjolan kecil dengan puting yang mencuat. Walaupun begitu, gerak-geriknya sangat sensual.

Pada suatu hari, saat di rumah Dian sedang tidak ada orang, aku datang ke rumahnya. Wah, pikiranku langsung terbang ke mana-mana. Apalagi Dian mengenakan daster dengan potongan dada yang rendah berwarna hijau muda sehingga terlihat kontras dengan kulitnya. Kebetulan saat itu aku membawa VCD yang baru saja kubeli. Maksudku ingin kutonton berdua dengan Dian. Baru saja hendak kupencet tombol play, tiba-tiba Dian menyodorkan sebuah VCD porno.
“Hei, dapat darimana sayang?” tanyaku sedikit terkejut.
“Dari teman. Tadi dia titip ke Dian karena takut ketahuan ibunya”, katanya sambil duduk di pangkuanku.
“Nonton ini aja ya sayang. Dian kan belum pernah nonton yang kayak gini, ya?” pintanya sedikit memaksa.
“Oke, terserah kamu”, jawabku sambil menyalakan TV.

Beberapa menit kemudian, kami terpaku pada adegan panas demi adegan panas yang ditampilkan. Tanpa terasa penisku mengeras. Menusuk-nusuk pantat Dian yang duduk di pangkuanku. Dian pun memandang ke arahku sambil tersenyum. Rupanya dia juga merasakan.
“Ehm, kamu udah terangsang ya sayang?” tanyanya sambil mendesah dan kemudian mengulum telingaku. Aku hanya bisa tersenyum kegelian. Lalu tanpa basa-basi kuraih bibirnya yang merah dan langsung kucium, kujilat dengan penuh nafsu. Jari-jemari Dian yang mungil mengelus-elus penisku yang semakin mengeras.

Lalu beberapa saat kemudian, tanpa kami sadari ternyata kami sudah telanjang bulat. Segera saja Dian kugendong menuju kamarnya. Di kamarnya yang nyaman kami mulai melakukan foreplay. Kuremas payudaranya yang kiri. Sedangkan yang kanan kukulum putingnya yang mengeras. Kurasakan payudaranya semakin mengeras dan kenyal. Kuganti posisi. Sekarang lidahku liar menjilati vaginanya yang basah. Kuraih klitorisnya, dan kugigit dengan lembut.

“Aahh.. ahh.. sa.. sayang, Dian udah nggak kuat.. emh.. ahh.. Dian udah mau keluar.. aackh.. ahh.. ahh!” Kurasakan ada cairan hangat yang membasahi mukaku. Setelah itu, kudekatkan penisku ke arah mulutnya. Tangan Dian meremas batangku sambil mengocoknya dengan perlahan, sedangkan lidahnya memainkan buah pelirku sambil sesekali mengulumnya. Setelah puas bermain dengan buah pelirku, Dian mulai memasukkan penisku ke dalam mulutnya. Mulutnya yang mungil tidak muat saat penisku masuk seluruhnya. Tapi kuakui sedotannya memang nikmat sekali. Sambil terus mengulum dan mengocok batang penisku, Dian memainkan puting susuku. Sehingga membuatku hampir ejakulasi di mulutnya. Untung masih dapat kutahan. Aku tidak mau keluar dulu sebelum merasakan penisku masuk ke dalam vaginanya yang masih perawan itu.

Saat sedang hot-hotnya, tiba-tiba pintu kamar terbuka. Aku dan Dian terkejut bukan main. Ternyata yang datang adalah kedua adiknya. Keduanya spontan berteriak kaget.
“Kak Dian, apa-apan sih? Gimana kalau ketahuan Mama?” teriak Agnes. Sedangkan Elsa hanya menunduk malu. Aku dan Dian saling berpandangan. Kemudian aku bergerak mendekati Agnes. Melihatku yang telanjang bulat dengan penis yang berdiri tegak, membuat Agnes berteriak tertahan sambil menutup matanya.
“Iih.. Kakak!” jeritnya. “Itunya berdiri!” katanya lagi sambil menunjuk penisku. Aku hanya tersenyum melihat tingkah lakunya.
Setelah dekat, kurangkul dia sambil berkata, “Agnes, Kakak sama Kak Dian kan nggak ngapa-ngapain. Kita kan lagi pacaran. Yang namanya orang pacaran ya.. kayak begini ini. Nanti kalo Agnes dapet pacar, pasti ngelakuin yang kayak begini juga. Agnes udah bisa apa belum?” tanyaku sambil mengelus pipinya yang halus. Agnes menggeleng perlahan.
“Mau nggak Kakak ajarin?” tanyaku lagi. Kali ini sambil meremas pantatnya yang padat.
“Mmh, Agnes malu ah Kak”, desahnya.
“Kenapa musti malu? Agnes suka nggak sama Kakak?” kataku sambil menciumi belakang lehernya yang ditumbuhi rambut halus.
“Ahh, i.. iya. Agnes udah lama suka ama Kakak. Tapinya nggak enak sama Kak Dian”, jawabnya sambil memejamkan mata.

Tampaknya Agnes menikmati ciumanku di lehernya. Setelah puas menciumi leher Agnes, aku beralih ke Elsa.
“Kalo Elsa gimana? Suka nggak ama Kakak?” Elsa mengangguk sambil kepalanya masih tertunduk.
“Ya udah. Kalo gitu tunggu apa lagi”, kataku sambil menggandeng keduanya ke arah tempat tidur.
Elsa duduk di pinggiran tempat tidur sambil kusuruh untuk mengulum penisku. Pertamanya sih dia nggak mau, tapi setelah kurayu sambil kuraba payudaranya yang besar itu, Elsa mau juga. Bahkan setelah beberapa kali memasukkan penisku ke dalam mulutnya, Elsa tampaknya sangat menikmati tugasnya itu. Sementara Elsa sedang memainkan penisku, aku mulai merayu Agnes. “Agnes, bajunya Kakak buka ya?” pintaku sedikit memaksa sambil mulai membuka kancing baju sekolahnya. Lalu kulanjutkan dengan membuka roknya. Ketika roknya jatuh ke lantai, terlihat CD-nya sudah mulai basah.

Segera saja kulumat bibirnya dengan bibirku. Lidahku bergerak-gerak menjilati lidahnya. Agnes pun kemudian melakukan hal yang sama. Sambil tetap menciumi bibirnya, tanganku bermaksud membuka BH-nya. Tapi segera ditepiskannya tanganku.
“Jangan Kak, malu. Dada Agnes kan kecil”, katanya sambil menutupi dadanya dengan tangannya. Dengan tersenyum kuajak dia menuju ke kaca yang ada di meja rias. Kusuruh dia berkaca. Sementara aku ada di belakangnya. “Dibuka dulu ya!” kataku membuka kancing BH-nya sambil menciumi lehernya.

Setelah BH-nya kujatuhkan ke lantai, payudaranya kuremas perlahan sambil memainkan putingnya yang berwarna coklat muda dan sudah mengeras itu. “Nah, kamu lihat sendiri kan. Biar dada kamu kecil, tapi kan bentuknya bagus. Lagian kamu kan emang masih kecil, wajar aja kalo dada kamu kecil. Nanti kalo udah gede, dada kamu pasti ikutan gede juga”, kataku sambil mengusapkan penisku ke belahan pantatnya. Agnes mendesah keenakan. Kepalanya bersandar ke dadaku. Tangannya terkulai lemas. Hanya nafasnya saja yang kudengar makin memburu. Segera kugendong dia menuju ke tempat tidur. Kutidurkan dan kupelorotkan CD-nya. Bulu kemaluannya masih sangat jarang. Menyerupai bulu halus yang tumbuh di tangannya. Kulebarkan kakinya agar mudah menuju ke vaginanya. Kucium dengan lembut sambil sesekali kujilat klitorisnya. Sementara Elsa kusuruh untuk meremas-remas payudaranya adiknya itu. “Aahh.. ach.. ge.. geli Kak. Tapi nikmat sekali, aahh terus Kak. Jangan berhenti. Mmh.. aahh.. ahh.”

Setelah puas dengan vagina Agnes. Aku menarik Elsa menjauh sedikit dari tempat tidur. Dian kusuruh meneruskan. Lalu dengan gaya 69, Dian menyuruh Agnes menjilati vaginanya. Sementara itu, aku mulai mencumbu Elsa. Kubuka kaos ketatnya dengan terburu-buru. Lalu segera kubuka BH-nya. Sehingga payudaranya yang besar bergoyang-goyang di depan mukaku. “Wow, tete kamu bagus banget. Apalagi putingnya, merah banget kayak permen”, godaku sambil meremas-remas payudaranya dan mengulum putingnya yang besar. Sedangkan Elsa hanya tersenyum malu. “Ahh, ah Kakak, bisa aja”, katanya sambil tangan kirinya mengelus kepalaku dan tangan kanannya berusaha manjangkau penisku.

Melihat dia kesulitan, segera kudekatkan penisku dan kutekan-tekankan ke vaginanya. Sambil mendesah keenakan, tangannya mengocok penisku. Karena kurasakan air maniku hampir saja muncrat, segera kuhentikan kocokannya yang benar-benar nikmat itu. Harus kuakui, kocokannya lebih nikmat daripada Dian. Setelah menenangkan diri agar air maniku tidak keluar dulu, aku mulai melorotkan CD-nya yang sudah basah kuyup. Begitu terbuka, terlihat bulu kemaluannya lebat sekali, walaupun tidak selebat Dian, sehingga membuatku sedikit kesulitan melihat vaginanya. Setelah kusibakkan, baru terlihat vaginanya yang berair. Kusuruh Elsa mengangkang lebih lebar lagi agar memudahkanku menjilat vaginanya. Kujilat dan kuciumi vaginanya. Kepalaku dijepit oleh kedua pahanya yang putih mulus dan padat. Nyaman sekali pikirku.

“aahh, Kak.. Elsa mau pipiss..” erangnya sambil meremas pundakku.
“Keluarin aja. Jangan ditahan”, kataku.
Baru selesai ngomong, dari vaginanya terpancar air yang lumayan banyak. Bahkan penisku sempat terguyur oleh pipisnya. Wah nikmat sekali jeritku dalam hati. Hangat.

Setelah selesai, kuajak Elsa kembali ke tempat tidur. Kulihat Dian dan Agnes sedang asyik berciuman sambil tangan keduanya memainkan vaginanya masing-masing. Sementara di sprei terlihat ada banyak cairan. Rupanya keduanya sudah sempat ejakulasi. Karena Dian adalah pacarku, maka ia yang dapat kesempatan pertama untuk merasakan penisku. Kusuruh Dian nungging. “Sayang, Dian udah lama nunggu saat-saat ini”, katanya sambil mengambil posisi nungging. Setelah sebelumnya sempat mencium bibirku dan kemudian mengecup penisku dengan mesra.

Tanpa berlama-lama lagi, kuarahkan penisku ke vaginanya yang sedikit membuka. Lalu mulai kumasukkan sedikit demi sedikit. Vaginanya masih sangat sempit. Tapi tetap kupaksakan. Dengan hentakan, kutekan penisku agar lebih masuk ke dalam. “Aachk! Sayang, sa.. sakit! aahhck.. ahhck..” Dian mengerang tetapi aku tak peduli. Penisku terus kuhunjamkan. Sehingga akhirnya penisku seluruhnya masuk ke dalam vaginanya. Kuistirahatkan penisku sebentar. Kurasakan vaginanya berdenyut-denyut. Membuatku ingin beraksi lagi. Kumulai lagi kocokan penisku di dalam vaginanya yang basah sehingga memudahkan penisku untuk bergerak. Kutarik penisku dengan perlahan-lahan membuatnya menggeliat dalam kenikmatan yang belum pernah dia rasakan sebelumnya. Makin kupercepat kocokanku. Tiba-tiba tubuh Dian menggeliat dengan liar dan mengerang dengan keras. Kemudian tubuhnya kembali melemas dengan nafas yang memburu. Kurasakan penisku bagai disemprot oleh air hangat. Rupanya Dian sudah ejakulasi. Kucabut penisku dari vaginanya. Terlihat ada cairan yang menetes dari vaginanya.
“Kok ada darahnya sayang?” tanya Dian terkejut ketika melihat ke vaginanya.
“Kan baru pertama kali”, balas Dian mesra.
“Udah, nggak apa-apa. Yang penting nikmat kan sayang?” kataku menenangkannya sambil mengeluskan penisku ke mulut Elsa. Dian cuma tersenyum dan setelah kucium bibirnya, aku pindah ke Elsa.

Sambil mengambil posisi mengangkang di atasnya, kudekatkan penisku ke mulutnya. Kusuruh mengulum sebentar. Lalu kuletakkan penisku di antara belahan payudaranya. Kemudian kudekatkan kedua payudaranya sehingga menjepit penisku. Begitu penisku terjepit oleh payudaranya, kurasakan kehangatan. “Ooh.. Elsa, hangat sekali. Seperti vagina”, kataku sambil memaju-mundurkan pinggulku. Elsa tertawa kegelian. Tapi sebentar kemudian yang terdengar dari mulutnya hanyalah desahan kenikmatan.

Setelah beberapa saat mengocok penisku dengan payudaranya, kutarik penisku dan kuarahkan ke mulut bawahnya. “Dimasukin sekarang ya?” kataku sambil mengusapkan penisku ke bibir kewanitaannya. Kusuruh Elsa lebih mengangkang. Kupegang penisku dan kemudian kumasukkan ke dalam kewanitaannya. Dibanding Dian, vagina Elsa lebih mudah dimasuki karena lebih lebar. Kedua jarinya membuka kewanitaannya agar lebih gampang dimasuki. Sama seperti kakaknya, Elsa sempat mengerang kesakitan. Tapi tampaknya tidak begitu dipedulikannya. Kenikmatan hubungan seks yang belum pernah dia rasakan mengalahkan perasaan apapun yang dia rasakan saat itu. Kupercepat kocokanku. “Aahh.. aahh.. aacchk.. Kak terus Kak.. ahh.. ahh.. mmh.. aahh.. Elsa udah mau ke.. keluar.” Mendengar itu, semakin dalam kutanamkan penisku dan semakin kupercepat kocokanku. “Aahh.. Kak.. Elsa keluar! mmh.. aahh.. ahh..” Segera kucabut penisku. Dan kemudian dari bibir kemaluannya mengalir cairan yang sangat banyak. “Elsa, nikmat khan?” tanyaku sambil menyuruh Agnes mendekat. “Enak sekali Kak. Elsa belum pernah ngerasain yang kayak gitu. Boleh kan Elsa ngerasain lagi?” tanyanya dengan mata yang sayu dan senyum yang tersungging di bibirnya. Aku mengangguk. Dengan gerakan lamban, Elsa pindah mendekati Dian. Yang kemudian disambut dengan ciuman mesra oleh Dian.

“Nah, sekarang giliran kamu”, kataku sambil merangkul pundak Agnes. Kemudian, untuk merangsangnya kembali, kurendahkan tubuhku dan kumainkan payudaranya. Bisa kudengar jantungnya berdegup dengan keras. “Agnes jangan tegang ya. Rileks aja”, bujukku sambil membelai-belai vaginanya yang mulai basah. Agnes cuma mengangguk lemah. Kubaringkan tubuhku. Kubimbing Agnes agar duduk di atasku. Setelah itu kuminta mendekatkan vaginanya ke mulutku. Setelah dekat, segera kucium dan kujilati dengan penuh nafsu. Kusuruh tangannya mengocok penisku. Beberapa saat kemudian, “Kak.. aahh.. ada yang.. mau.. keluar dari memek Agnes.. aahh.. ahh”, erangnya sambil menggeliat-geliat. “Jangan ditahan Agnes. Keluarin aja”, kataku sambil meringis kesakitan. Soalnya tangannya meremas penisku keras sekali. Baru saja aku selesai ngomong, vaginanya mengalir cairan hangat. “Aahh.. aachk.. nikmat sekali Kak.. nikmat..” jerit Agnes dengan tangan meremas-remas payudaranya sendiri.

Setelah kujilati vaginanya, kusuruh dia jongkok di atas penisku. Begitu jongkok, kuangkat pinggulku sehingga kepala penisku menempel dengan bibir vaginanya. Kubuka vaginanya dengan jari-jariku, dan kusuruh dia turun sedikit-sedikit. Vaginanya sempit sekali. Maklum, masih anak-anak. Penisku mulai masuk sedikit-sedikit. Agnes mengerang menahan sakit. Kulihat darah mengalir sedikit dari vaginanya. Rupanya selaput daranya sudah berhasil kutembus. Setelah setengah dari penisku masuk, kutekan pinggulnya dengan keras sehingga akhirnya penisku masuk semua ke vaginanya. Hentakan yang cukup keras tadi membuat Agnes menjerit kesakitan.

Untuk mengurangi rasa sakitnya, kuraba payudaranya dan kuremas-remas dengan lembut. Setelah Agnes merasa nikmat, baru kuteruskan mengocok vaginanya. Lama-kelamaan Agnes mulai menikmati kocokanku. Kunaik-turunkan tubuhnya sehingga penisku makin dalam menghunjam ke dalam vaginanya yang semakin basah. Kubimbing tubuhnya agar naik turun. “Aahh.. aahh.. aachk.. Kak.. Agnes.. mau keluar.. lagi”, katanya sambil terengah-engah. Selesai berbicara, penisku kembali disiram dengan cairan hangat. Bahkan lebih hangat dari kedua kakaknya. Begitu selesai ejakulasi, Agnes terkulai lemas dan memelukku. Kuangkat wajahnya, kubelai rambutnya dan kulumat bibirnya dengan mesra.

Setelah kududukkan Agnes di sebelahku, kupanggil kedua kakaknya agar mendekat. Kemudian aku berdiri dan mendekatkan penisku ke muka mereka bertiga. Kukocok penisku dengan tanganku. Aku sudah tidak tahan lagi. Mereka secara bergantian mengulum penisku. Membantuku mengeluarkan air mani yang sejak tadi kutahan. Makin lama semakin cepat. Dan akhirnya, croott.. croott.. creet.. creet! Air maniku memancar banyak sekali. Membasahi wajah kakak beradik itu. Kukocok penisku lebih cepat lagi agar keluar lebih banyak. Setelah air maniku tidak keluar lagi, ketiganya tanpa disuruh menjilati air mani yang masih menetes. Lalu kemudian menjilati wajah mereka sendiri bergantian. Setelah selesai, kubaringkan diriku, dan ketiganya kemudian merangkulku. Agnes di kananku, Elsa di samping kiriku, sedangkan Dian tiduran di tubuhku sambil mencium bibirku. Kami berempat akhirnya tertidur kecapaian. Apalagi aku, sepanjang pengalamanku berhubungan seks, belum pernah aku merasakan yang senikmat ini. Dengan tiga orang gadis, adik kakak, masih perawan pula semuanya. That was the best day of my live.

TAMAT


Pengalaman Ngentot dengan Babysitter

Cerita Panas ~ Aku adalah seorang anak yang dilahirkan dari keluarga yang mampu di mana papaku sibuk dengan urusan kantornya dan mamaku sibuk dengan arisan dan belanja-belanja. Sementara aku dibesarkan oleh seorang baby sitter yang bernama Marni. Aku panggil dengan Mbak Marni.
Peristiwa ini terjadi pada tahun 1996 saat aku lulus SMP Swasta di Jakarta. Pada waktu itu aku dan kawan-kawanku main ke rumahku, sementara papa dan mama tidak ada di rumah. Adi, Dadang, Abe dan Aponk main ke rumahku, kami berlima sepakat untuk menonton VCD porno yang dibawa oleh Aponk, yang memang kakak iparnya mempunyai usaha penyewaan VCD di rumahnya. Aponk membawa 4 film porno dan kami serius menontonnya. Tanpa diduga Mbak Marni mengintip kami berlima yang sedang menonton, waktu itu usia Mbak Marni 28 tahun dan belum menikah, karena Mbak Marni sejak berumur 20 tahun telah menjadi baby sitterku.
Tanpa disadari aku ingin sekali melihat dan melakukan hal-hal seperti di dalam VCD porno yang kutonton bersama dengan teman-teman. Mbak Marni mengintip dari celah pintu yang tidak tertutup rapat dan tidak ketahuan oleh keempat temanku.
“Maaf yah, gue mau ke belakang dulu..”
“Ya.. ya.. tapi tolong ditutup pintunya yah”, jawab keempat temanku.
“Ya, nanti kututup rapat”, jawabku.
Aku keluar kamarku dan mendapati Mbak Marni di samping pintuku dengan nafas yang tersengal-sengal.
“Hmm.. hmm, Mas Ton”, Mbak Marni menegurku seraya membetulkan posisi berdirinya.
“Ada apa Mbak ngintip-ngintip Tonny dan kawan-kawan?” tanyaku keheranan.
Hatiku berbicara bahwa ini kesempatan untuk dapat melakukan segala hal yang tadi kutonton di VCD porno.
Perlahan-lahan kukunci kamarku dari luar kamar dan aku berpura-pura marah terhadap Mbak Marni.
“Mbak, apa-apaan sih ngintip-ngintip segala.”
“Hmm.. hmm, Mbak mau kasih minum untuk teman-teman Mas Tonny”, jawabnya.
“Nanti aku bilangin papa dan mama loh, kalo Mbak Marni ngintipin Tonny”, ancamku, sembari aku pergi turun ke bawah dan untungnya kamarku berada di lantai atas.
Mbak Marni mengikutiku ke bawah, sesampainya di bawah, “Mbak Marni, kamu ngintipin saya dan teman-teman itu maksudnya apa?” tanyaku.
“Mbak, ingin kasih minum teman-teman Mas Tonny.”
“Kok, Mbak nggak membawa minuman ke atas”, tanyaku dan memang Mbak Marni ke atas tanpa membawa minuman.
“Hmm.. Hmm..” ucap Mbak Marni mencari alasan yang lain.
Dengan kebingungan Mbak Marni mencari alasan yang lain dan tidak disadari olehnya, aku melihat dan membayangkan bentuk tubuh dan payudara Mbak Marni yang ranum dan seksi sekali. Dan aku memberanikan diri untuk melakukan permainan yang telah kutonton tadi.
“Sini Mbak”
“Lebih dekat lagi”
“Lebih dekat lagi dong..”
Mbak Marni mengikuti perintahku dan dirinya sudah dekat sekali denganku, terasa payudaranya yang ranum telah menyentuh dadaku yang naik turun oleh deruan nafsu. Aku duduk di meja makan sehingga Mbak Marni berada di selangkanganku.
“Mas Tonny mau apa”, tanyanya.
“Mas, mau diapain Mbak”, tanyanya, ketika aku memegang bahunya untuk didekatkan ke selangkanganku.
“Udah, jangan banyak tanya”, jawabku sembari aku melingkari kakiku ke pinggulnya yang seksi.
“Jangan Mas.. jangan Mas Tonny”, pintanya untuk menghentikanku membuka kancing baju baby sitterku.
“Jangan Mas Ton, jangan.. jangan..” tolaknya tanpa menampik tanganku yang membuka satu persatu kancing bajunya.
Sudah empat kancing kubuka dan aku melihat bukit kembar di hadapanku, putih mulus dan mancung terbungkus oleh BH yang berenda. Tanpa kuberi kesempatan lagi untuk mengelak, kupegang payudara Mbak Marni dengan kedua tanganku dan kupermainkan puting susunya yang berwarna coklat muda dan kemerah-merahan.
“Jangan.. jangaan Mas Tonny”
“Akh.. akh.. jangaan, jangan Mas”
“Akh.. akh.. akh”
“Jangan.. Mas Tonn”
Aku mendengar Mbak Marni mendesah-desah, aku langsung mengulum puting susunya yang belum pernah dipegang dan di kulum oleh seorang pria pun. Aku memasukkan seluruh buah dadanya yang ranum ke dalam mulutku sehingga terasa sesak dan penuh mulutku. “Okh.. okh.. Mas.. Mas Ton.. tangan ber..” tanpa mendengarkan kelanjutan dari desahan itu kumainkan puting susunya dengan gigiku, kugigit pelan-pelan. “Ohk.. ohk.. ohk..” desahan nafas Mbak Marni seperti lari 12 kilo meter. Kupegang tangan Mbak Marni untuk membuka celana dalamku dan memegang kemaluanku. Tanpa diberi aba-aba, Mbak Marni memegang kemaluanku dan melakukan gerakan mengocok dari ujung kemaluanku sampai pangkal kemaluan.
“Okh.. okh.. Mbak.. Mbaak”
“Teruss.. ss.. Mbak”
“Mass.. Mass.. Tonny, saya tidak kuat lagi”
Mendengar itu lalu aku turun dari meja makan dan kubawa Mbak Marni tiduran di bawah meja makan. Mbak Marni telentang di lantai dengan payudara yang menantang, tanpa kusia-siakan lagi kuberanikan untuk meraba selangkangan Mbak Marni. Aku singkapkan pakaiannya ke atas dan kuraba-raba, aku merasakan bahwa celana dalamnya sudah basah. Tanganku mulai kumasukkan ke dalam CD-nya dan aku merasakan adanya bulu-bulu halus yang basah oleh cairan liang kewanitaannya.
“Mbak, dibuka yah celananya.” Mbak Marni hanya mengangguk dua kali. Sebelum kubuka, aku mencoba memasukkan telunjukku ke dalam liang kewanitaannya. Jari telunjukku telah masuk separuhnya dan kugerakkan telunjukku seperti aku memanggil anjingku.
“Shs.. shss.. sh”
“Cepat dibuka”, pinta Mbak Marni.
Kubuka celananya dan kulempar ke atas kursi makan, aku melihat kemaluannya yang masih orisinil dan belum terjamah serta bulu-bulu yang teratur rapi. Aku mulai teringat akan film VCD porno yang kutonton dan kudekatkan mulutku ke liang kewanitaannya. Perlahan-lahan kumainkan lidahnku di sekitar liang surganya, ada rasa asem-asem gurih di lidahku dan kuberanikan lidahku untuk memainkan bagian dalam liang kewanitaannya. Kutemukan adanya daging tumbuh seperti kutil di dalam liang kenikmatannya, kumainkan daging itu dengan lidahku.
“Massh.. Mass..”
“Mbak mau kelluaar..”
Aku tidak tahu apa yang dimaksud dengan “keluar”, tetapi aku semakin giat memainkan daging tumbuh tersebut, tanpa kusadari ada cairan yang keluar dari liang kewanitaannya yang kurasakan di lidahku, kulihat liang kewanitaan Mbak Marni telah basah dengan campuran air liurku dan cairan liang kewanitaannya. Lalu aku merubah posisiku dengan berlutut dan kuarahkan batang kemaluanku ke lubang senggamanya, karena sejak tadi kemaluanku tegang. “Slepp.. slepp” Aku merasakan kehangatan luar biasa di kepala kemaluanku.
“Mass.. Mass pellann dongg..” Kutekan lagi kemaluanku ke dalam liang surganya. “Sleep.. sleep” dan, “Heck.. heck”, suara Mbak Marni tertahan saat kemaluanku masuk seluruhnya ke dalam liang kewanitaannya. “Mass.. Mass.. pelaan..” Nafsu birahiku telah sampai ke ubun-ubun dan aku tidak mendengar ucapan Mbak Marni. Maka kupercepat gerakanku. “Heck.. heck.. heck.. tolong.. tollong Mass pelan-pelan” tak lama kemudian, “Mas Tonny, Mbaak keluaar laagi” Bersamaan dengan itu kurasakan desakan yang hebat dalam kepala kemaluanku yang telah disemprot oleh cairan kewanitaan Mbak Marni. Maka kutekan sekuat-kuatnya kemaluanku untuk masuk seluruhnya ke dalam liang kewanitaan Mbak Marni. Kudekap erat tubuh Mbak Marni sehingga agak tersengal-sengal, tak lama kemudian, “Croot.. croot” spermaku masuk ke dalam liang kewanitaan Mbak Marni.
Setelah Mbak Marni tiga kali keluar dan aku sudah keluar, Mbak Marni lemas di sampingku. Dalam keadaan lemas aku naik ke dadanya dan aku minta untuk dibersihkan kemaluanku dengan mulutnya. Dengan sigap Mbak Marni menuruti permintaanku. Sisa spermaku disedot oleh Mbak Marni sampai habis ke dalam mulutnya. Kami melakukan kira-kira selama tiga jam, tanpa kusadari teman-temanku teriak-teriak karena kunci pintu kamarku sewaktu aku keluar tadi. “Tonny.. tolong bukain dong, pintunya” Maka cepat-cepat kuminta Mbak Marni menuju ke kamarnya untuk berpura-pura tidur dan aku naik ke atas membukakan pintu kamarku. Bertepatan dengan aku ke atas mamaku pulang naik taksi. Dan kuminta teman-temanku untuk makan oleh-oleh mamaku lalu kusuruh pulang.
Setelah seluruh temanku pulang dan mamaku istirahat di kamar menunggu papa pulang. Aku ke kamar Mbak Marni untuk meminta maaf
, atas perlakuanku yang telah merenggut keperawanannya.
“Mbak, maafin Tonny yah!”
“Nggak apa-apa Mas Tonny, Mbak juga rela kok”
“Keperawanan Mbak lebih baik diambil sama kamu dari pada sama supir tetangga”, jawab Mbak Marni. Dengan kerelaannya tersebut maka, kelakuanku makin hari makin manja terhadap baby sitterku yang merawatku semenjak usiaku sembilan tahun. Sejak kejadian itu kuminta Mbak Marni main berdiri, main di taman, main di tangga dan mandi bersama, Mbak Marni bersedia melakukannya.
Hingga suatu saat terjadi, bahwa Mbak Marni mengandung akibat perbuatanku dan aku ingat waktu itu aku kelas dua SMA. Papa dan mamaku memarahiku, karena hubunganku dengan Mbak Marni yang cantik wajahnya dan putih kulitnya. Aku dipisahkan dengan Mbak Marni, Mbak Marni dicarikan suami untuk menjadi bapak dari anakku tersebut.
Sekarang aku merindukan kebersamaanku dengan Mbak Marni, karena aku belum mendapatkan wanita yang cocok untukku. Itulah kisahku para pembaca, sekarang aku sudah bekerja di perusahaan ayahku sebagai salah satu pimpinan dan aku sedang mencari tahu ke mana Mbak Marni, baby sitterku tersayang dan bagaimana kabarnya Tonny kecilku.

TAMAT


Kenikmatan Ngentot Daun Muda

Cerita Panas - Meskipun telah belasan tahun meninggalkan Bandung keterikatanku kepada kota kembang itu tidak begitu saja lepas, terutama setelah kegagalan rumah tanggaku. Dalam setahun aku sempatkan 2-3 kali berkunjung ke Bandung bernostalgia bersama kawan-kawan yang tetap bertahan tinggal disana selepas kuliah. Walaupun kesemrawutan kota Bandung agak mengurangi kenyamanan namun tetap tidak mengurangi keinginanku untuk berkunjung. Banyak perubahan terjadi, Jl. Dago-juga daerah2 yg aku sebut kota lama-Cipaganti, Cihampelas, Setiabudhi, Pasteur dan daerah lainnya yang hancur keasriannya demi “pembangunan” namun ada dua hal yg masih bertahan, makanannya yang enak dan bervariasi dan..wanitanya yang terkenal cantik. “Di Bandung, beberapa kali kita melangkah akan selalu bertemu wanita cantik” anekdot kawan-kawan dan itu hampir sepenuhnya benar.
Oktober 1998 dengan kereta Parahyangan siang aku berangkat ke Bandung, liburan “nostalgia” selalu aku lakukan saat weekday menghindari hingar bingar Bandung saat weekend. Setelah menaruh tas bawaanku, menghempaskan tubuh dibangku dekat jendela dan langsung membuka novel John Grisham kegemaranku. Belum lagi selesai membaca satu paragraph aku dikejutkan sapaan suara halus: “Maaf, apakah tidak keberatan kalau kita bertukar bangku?” aku menengadah, kaget dan terpana! begitu mengetahui si pemilik suara. ” Hmm..sure..ehh maaf..tidak, maksud saya tidak apa-apa” jawabku dengan gagap.
Dia cukup tinggi untuk ukuran wanita Indonesia lebih kurang 170, putih, postur yang proporsional dengan rambut hitam lurus sebahu bak bintang iklan shampoo! Umurnya kira-kira sekitar akhir 20an mengenakan baju krem ketat dan celana hitam yang juga ketat sehingga menonjolkan semua lekak-lekuk tubuhnya! Saat aku berdiri bertukar bangku, semilir tercium aroma parfum lembut yang entah apa merknya, yang pasti pas sekali dengan penampilannya.
“Maaf mengganggu kenyamanan Anda tapi saya seringkali tertidur dalam perjalanan, kalau dekat jendela lebih mudah menyandarkan kepala” Ia menjelaskan sambil meminta maaf.
“Ngga apa-apa kok” sahutku, bagaimana mungkin menolak permintaannya gumamku dalam hati. Setelah selesai merapihkan bawaannya Iapun duduk dan membuka Elle edisi Australia yang dibawanya. Kamipun tenggelam dengan bacaan masing-masing. Ingin rasanya aku menutup John Grisham-ku dan memulai pembicaraan dengannya namun melihat Ia begitu asik dengan Elle-nya niat itu pun aku urungkan. Kesempatan itu muncul saat pesanan makanan kami tiba,
“Suka juga roti isi” tanyaku membuka pembicaraan
“Iya, entah kenapa aku suka sekali roti isi di kereta, padahal rasanya biasa-biasa aja” jawabnya
“Mungkin suasana kereta membuatnya enak” lanjutku sekenanya
“Mungkin, oh ya Mas kenalkan saya Vini” sambil menjulurkan tangannya
“Reno, ngga pake Mas” sahutku sambil menyambut tangannya
“Hihihi” tawanya renyah “Kamu lucu juga, dalam rangka apa ke Bandung”
“Main-main aja kangen sama Bandung dan kawan-kawan” jawabku.
“Vini sendiri ke Bandung dalam rangka apa” tanyaku.
“Tugas kantor” jawabnya singkat tegas sepertinya enggan untuk menceritakan pekerjaannya.
“Tinggal dimana Vin di Bandung” Ia menyebutkan salah satu hotel berbintang di Dago
“Lho kok sama? aku juga di kamar 313″ suatu kebetulan yg mengejutkan
“Oh ya?!! satu lantai pula” ujar Vini tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya. Selepas makan kami tidak lagi membuka bacaan masing-masing, obrolan-obrolan mengalir dengan lancar diselingi dengan joke-joke nakal yang ternyata disukainya. Perbendaharaanku yang satu ini cukup lumayan banyak, sisa perjalanan rasanya seperti hanya kami yang ada dikereta. Vini bahkan tidak lagi malu untuk memukul pundak atau mencubit kecil lenganku manakala ada joke yang “sangat” nakal. Tanpa terasa kami tiba di stasiun Bandung tepat jam 16.30, kami naik mobil jemputan hotel sambil terus bercengkerama dengan lebih akrab lagi.
Di hotel kami berpisah, kamarku dikanan lift sementara Vini dikiri. Dikamar aku langsung merebahkan diri membayangkan Vini dan mengingat-ingat semua kejadian di kereta, di mobil dan di lift aku memutuskan untuk mengajaknya makan malam atau jalan-jalan bahkan kalau bisa lebih dari itu. Karenanya aku urungkan menghubungi kawan-kawanku. Dan terlelap dengan senyum terukir di bibirku.
Jam 19.00 aku dikejutkan oleh dering telepon, belum lagi ‘napak bumi’ aku angkat telepon
“Hallo” jawabku dengan suara ngantuk.
“Hi Ren tidur ya?sorry ganggu” terdengar suara halus diseberang.
Vini!! langsung aku bangkit “Is ok, aku juga niatnya bangun jam segini tapi lupa pesan di front office tadi” jawabku. “Ada apa Vin?”
“Kamu jadi ngga ketemuan sama kawan-kawan Ren?”
“Hmm..aku belum sempat call mereka, ketiduran”
“Gimana kalau malam ini datang sama aku, soalnya aku ngga jadi dinner meeting”
“Sayangkan dandananku kalau harus dihapus” lanjutnya dengan tawanya yang khas
Aku shock mendengarkan ajakannya sampai-sampai tidak tahu harus berkata apa
“Halloo..anybody home? Kok diam sih?” serunya, mengejutkan
“Ooohh maaf..kaget..soalnya surprise..kaya ketiban bulan, diajak datang bidadari” jawabku. “Dasarr..kamu tuh..ketiban aku baru rasa, cepat mandi dong, casual aja ya” menutup pembicaraan.
Tidak usah disuruh dua kali akupun langsung mandi, keramas, berpakaian casual, parfum disemua ’sudut’ tubuh dan langsung menuju kekamarnya. Saat pintu terbuka aku hanya bisa ‘melongo’ melihat penampilannya yang ‘casual’, Vini mengenakan rok jeans sedikit diatas lutut dengan dengan belahan dipaha kiri depan yang cukup tinggi, atasan kaos melekat ketat ditubuhnya dengan bahu terbuka, sungguh pemandangan yg menyekat kerongkongan. “Hii..kok bengong lagi sih” tegur Vini menyadarkan aku dan kamipun segera bergegas. Setelah puas menyantap soto sulung dan sate ayam dipojok jl. Merdeka kami lanjutkan menghabiskan malam disalah satu kafe di daerah Gatsu, Vini memilih seat di bar yang agak memojok dengan cahaya lampu yang minim. Aku memesan tequila orange double dengan ekstra es sementara Vini memilih illusion, hentakan musik yg keras membuat kami harus berbicara dengan merapatkan telinga dengan lawan bicara, saat itulah, aku mencium aroma parfum malamnya, ditambah dengan nafas yang menerpa telingaku saat berbicara membuat sensor birahiku menangkap sinyal yang menggetarkan bagian sensitif ditubuhku.
Waktu band memainkan lagu yang disukainya Vini turun dari kursi, bergoyang mengikuti irama lagu, sebuah pemandangan yang menakjubkan, gerakan pundak telanjangnya, tangannya dan pinggulnya begitu serasi. Erotis namun tidak memberikan kesan vulgar, dan saat kami ‘turun’ ditempat (bukan di dance floor)-lebih tepat disebut berpelukan dengan sedikit gerakan-buah dadanya sesekali menyentuh tubuhku, aku merasakan getaran-getaran halus dan hangat menjalar diseluruh tubuhku. Entah pada ‘turun’ yg keberapa kali aku memberanikan diri, kukecup lembut lehernya dan..”Ehh..” hanya itu yg keluar dari bibirnya yang sensual. Seolah mendapat ijin akupun memeluknya lebih erat serta sekilas mengecup lembut bibirnya, setelah itu Vinilah yang memberikan kecupan-kecupan kecil di bibirku..Malam yang indah.
Sebelum tengah malam kami meninggalkan kafe, dalam taksi menuju hotel Vini menyandarkan kepalanya di dada kananku, kesempatan ini tidak aku sia-siakan, kuangkat dagunya membuatnya tengadah. Sekilas kami perpandangan, bibirnya bergetar, Vini memejamkan matanya seakan mengerti keinginanku segera saja kubenamkan bibirku di bibirnya, kecupan lembut yang semakin lama berganti dengan pagutan-pagutan birahi tanpa peduli pada supir taksi yang sesekali mengintip lewat kaca spion. Lidah kamipun menggeliat-geliat, saling memutar dan menghisap, sementara tanganku meraba-raba dadanya dengan lembut, belum sempat bertindak lebih tidak terasa taksi kami telah sampai di hotel.
Kamipun bergegas menuju lift dan melanjutkan lagi apa yang kami lakukan di taksi, kusandarkan tubuhnya di dinding lift memagut leher dan pundaknya yg putih telanjang. “Reno..eehh..” desahnya. Keluar lift Vini menarik tanganku kekamarnya, begitu pintu kamar ditutup Vini langsung menarik kepalaku memagut bibirku dengan bernafsu, lidahnya kembali menggeliat-geliat di mulutku
namun lebih liar lagi. Kusandarkan tubuhnya di dinding kamar agar tanganku lebih leluasa, tangan kananku memeluk pinggulnya sementara tangan kiri mulai meremas-remas buah kenikmatannya yang begitu kenyal. Kejantananku membatu, ingin rasanya segera kukeluarkan dari kungkungan celana tapi kutahan, aku ingin menikmati semua ini perlahan-lahan. Kutarik pinggul Vini sambil menekan pinggulku membuat “perangkat” kenikmatan kami beradu-walaupun masih terbungkus-membuat desiran darah kami meningkat dan semakin memanas saat kami menggesek-gesekannya. “Ahh..Ren..”desah Vini kembali dan saat itu kurasakan lidahnya yang hangat basah menjalar di telingaku melingkar-lingkar di leherku. “Eeehh..aahh..” giliran aku yang mendesah merasakan permainan lidahnya.
Lidahnya semakin turun kedadaku sementara jari-jari lentiknya membuka kancing bajuku satu per satu. Dan.. lidahnya berpindah keputing dadaku, berputar-putar jalang, mengecup, menghisap dan sesekali menggigit-gigit kecil. “Terus Vin..teruss..ahh..” suaraku bergetar meminta meneruskan kenikmatan yang diberikan mulutnya. Kurasakan Vini semakin liar memainkan mulutnya yang semakin turun. Ia berlutut saat lidahnya meliuk-liuk di pusar sambil tangannya membuka celanaku. Vini meremas, mengecup dan menggigit-gigit lembut kejantananku yang masih terbungkus CD dan setelah itu Ia memasukan tangannya kedalam CD dan mengeluarkan milikku yang sudah membatu. Ia menggenggam dan menggosok-gosokkan jempolnya di ujung kepala kejantananku yang sudah basah menimbulkan rasa ngilu yang nikmat..dan..akhirnya..lidahnya berputar-putar disana.
“..aakhh..sshh..”desahku tak tertahan manakala lidahnya semakin kencang bergerak dibawah kepala kemaluanku dan diteruskan keseluruh batang dan buah zakar. “Enakk Vin..
aahh..kamu pintar sekalii..hisap cantik..hisapp..” aku meracau tidak karuan memintanya melakukan lebih lagi.
Vini mengerti betul apa yang harus dilakukannya, dikecupnya kepala kejantananku dan dimasukannya..hanya sebatas itu!dan mulai menghisap-hisap sambil tetap lidahnya menjilat-jilat, berputar-putar..serangan ganda!!sunguh nikmatt!! Setelah itu barulah Ia menelan semuanya membuat seluruh tubuhku bergetar hebat dilanda kenikmatan. Kuraih kepalanya memasukan seluruh jari-jemariku dirambutnya yang halus dan menggenggamnya, dengan demikian memudahkan aku mengatur gerakan kepalanya. Namun semakin lama genggamanku tidak lagi berguna, karena ritme gerakan kepalanya semakin cepat mengkocok-kocok kemaluanku membuat tubuhku serasa melayang-layang, semakin aku mengerang kenikmatan semakin cepat Vini menggerakan ritme kocokannya. “Nikmat Vin..ahh..lagi..lebih cepat..oohh” pintaku diselah-selah erangan yang semakin tidak terkontrol. Dan begitu kurasakan akan meledak segera kutahan dan kutarik kepalanya, aku tidak ingin menyelesaikan kenikmatan ini dimulutnya.
Kuangkat tubuhnya dan kupeluk mesra. “Suka?”bisiknya bertanya. “Suka sekali..kamu hebat..” jawabku berbisik sekaligus menjilat dan menghisap kupingnya. “Ooohh..” erang Vini. Kubalas apa yang Ia lakukan tadi, kupagut leher dan pundaknya serta membuka atasan dan bra 34b-nya, dua bukit kenikmatannya yang bulat putih itupun menyembul dengan puting kecil pinkies yang sudah mengeras. Lidahkupun segera beraksi menjilat-jilat putingnya “Eeehh..Reno..” lenguh Vini dan membusungkan dadanya meminta lebih, kuhisap putingnya “Auuhh..akkhh..”erangannya semakin keras, hisapanku semakin menggila bukan lagi putingnya tapi sebagian buah dadanyapun mulai masuk kedalam mulutku. “Aaaghh.. Ren..aauuhh..kamu ganaas..”jeritnya.
Puas melumat buah kenikmatannya gilirin aku yang berlutut sambil melepas roknya, tampaklah CD mini putih menutupi kewanitaannya. Kuelus-elus bagian yang terhimpit paha dengan jari tengahku terasa lembab dan kumasukan dari sisi CDnya sehingga menyentuh daging lembut basah.
“Renoo..uugghh..”kembali erangan birahi keluar dari mulutnya waktu ujung jariku mulai bergerak-gerak di mulut kewanitaannya sementara mulutku sibuk mengecup dan menjilat sebelah dalam paha mulusnya. Beberapa saat kemudian penutup terakhir itu kulepaskan, rambut2 halus tipis menghias kewanitaannya dengan klitoris yang yang menyembul dari belahannya. Kuangkat kaki kirinya meletakan tungkainya di bahu kananku sehingga leluasa aku melihat seluruh bagian kenikmatannya.
Akupun mulai sibuk menjilati dan sesekali menghisap-hisap klitorisnya. “Aaa..Renoo..” jerit Vini tertahan sambil menjambak rambutku yang panjang, lidahku bergerak cepat menggeliat-geliat menjilat kewanitaannya yang semakin basah, sementara jariku berputar-putar didalamnya. “Ssshh..eehh” desis Vina merasakan hisapanku yang kuat di lubang kenikmatannya. Kubuka bibir kewanitaannya dan menjulurkan lidahku lebih dalam dalam lagi Vinipun membalas dengan menyorongkannya kemukaku, praktis semua sudah dimulutku, kumiringkan sedikit kepalaku sehingga memudahkan aku “memakan” semua kewanitaannya.”Renoo..stopp..aahh..aku ngga tahann..”aku tidak memperdulikan keingingannya bahkan semakin menggila “My godd..Renn..shhff..pleasee..stop” tangannya sekuat tenaga menarik rambutku agar mulutku terlepas dari kewanitaannya.
Akupun berdiri mengikuti keinginannya kurebahkan tubuhnya ditempat tidur dan kamipun bergumul saling memagut, menghisap dan meremas-remas bagian-bagian sensitif kami. “Sekarang Ren..sekarang.. pleasee..”pintanya berbisiknya. Aku merayap naik ketubuhnya, Vini membuka lebar kedua kakinya Iapun menggelinjang merasakan kepala kejantananku memasuki mulut kewanitaannya, kuhentikan sebatas itu dan mulai menggerakannya keluar masuk dengan perlahan. “Ooohh yaa..Renn..enakk..” Vinipun mulai mengayunkan pinggulnya mengikuti gerakan-gerakanku, sementara mulutku tidak henti-hentinya mengulum buah dadanya.”Aagghh..terus Ren..lebih dalamm..aagghh..” pintanya, kutekan batang kemaluanku lebih dalam dan..”Ssshh..”desisku merasakan kenikmatan rongga kewanitaanya yang sempit meremas-remas sekujur batang kemaluanku.”Aaaugghh..punya kamu enak Vin..” akupun semakin kencang memacu tubuhku membuat Vini semakin mengelepar-gelepar.
“Ahh..oucchh..nikmat Ren..sshh..”desahnya merasakan gesekan-gesekan batang kejantananku di dinding kemaluannya. Saat kami merasakan nikmatnya kemaluan masing-masing, tak henti-hentinya kami saling menghisap, memagut bahkan mengigit dengan liarnya..dan.. “Ugghh..Renn..fuck me..fuck me hard..I’m comingg honey..” tubuh Vini mengejang dan tangan serta kakinya memeluk tubuhku dengan kencang “Ouchh..oohh..aku keluar Renn..aaghh..” Iapun kejang sesaat kurasakan denyut-denyut di kewanitaannya dan..tubuh Vinipun lungai.
“Maaf Ren aku duluan..ngga tahan, habis udah lama ngga..” bisiknya, aku masih diatasnya dengan kemaluan yang masih terbenam didalam kewanitaannya. “Ngga apa-apa Vin cewekan multiple orgasm, masih ada yang kedua dan seterusnya kok..” jawabku menggoda. “Memangnya kuat..?” tantangnya. “Lihat aja nanti..”membalas tantangannya. “Ihh..itu sih doyan ..” seru Vini manja sambil mencubit pinggangku. Kubalas cubitannya dengan memagut lehernya dan menjilat telinganya sementara pinggulku mulai berputar-putar perlahan.”..Mmhhff..”kupagut bibirnya, lidah kamipun saling bertaut, meliuk dengan panasnya. Birahi kamipun kembali membara, tekanan pinggulku dibalasnya dengan putaran pinggulnya membuatku melayang-layang. “Shhff..agghh..ouch..” desahanpun tak tertahan keluar keluar dari mulutku. Dengan bahasa tubuh Vini mengajak pindah posisi, Ia diatas memegang kendali.
Vini menekan kewanitaanya dalam-dalam-sehingga kejantananku menyentuh ujung lorong kenikmatannya-dan mengayunkan pinggulnya mundur-maju. Semakin lama ayunannya semakin cepat, tak kuasa aku menahan hentakan-hentakan kenikmatan yang keluar dari seluruh sendi-sendi tubuhku.
“..teruss Vin..aahh..lagi Vin..oohh..punya kamu enak..”rintihku. “..punya kamu juga Renn..oucchh..want me to fuck you hardd..mmhh..” tidak perlu jawabanku, dengan di topang tangannya Vini membungkuk tambah mempercepat ayunannya. Buah dadanya yang indah berayun-ayun, kuremas-remas dan yang lainnya kulumat dengan rakus. “Ouchh..Rennoo..nikmatt..lumat semua Renn..auuhh..” jerit Vini sambil merendahkan tubuhnya memudahkan aku melumat buah dadanya membuat ayunan pinggulnya semakin tidak terkendali,
tidak berapa lama kemudian tubuhnya kembali mengejang, Vini menekan dalam-dalam kewanitaannya menelan seluruh batang kenikmatanku. “Renn..aku keluarr lagi..AAKKHH..” teriak Vini, tubuhnya pun rubuh diatasku cairan kenikmatannya kurasakan membasahi kejantananku.
Vini rebah diatasku tubuhnya bagai tidak bertulang, hanya desah napasnya menerpa dadaku. Beberapa menit kemudian suaranya memecah kesunyian “Punya kamu masih keras Ren..belum keluar?”
“Aku tidak ingin kenikmatan ini cepat berakhir” bisikku sambil mengecup pipinya.
“Mmmhh..” Vini bergumam “Aku juga..”bisiknya sambil mengigit mesra leherku lalu mengecup bibirku. Hanya beberapa saat, gigitan dan kecupan mesra itu kembali menjadi pagutan birahi.
Kamar itupun kembali dipenuhi suara-suara erangan dan desahan kenikmatan duniawi, kejantananku yang masih berada didalam kembali merasakan bagaimana nikmat yang diberikan oleh kewanitaannya. Aku bangun sambil mendorong tubuh Vini sehingga kami berada dalam posisi duduk, satu tanganku memeluk punggungnya, tangan lain meremas-remas buah pantatnya yang bulat padat. Gerakan-gerakan pinggulnya membuat rongga kenikmatannya seakan melumat seluruh batang kejantananku, “Agghh..sshh.. Reenn..” rintihannya membuat birahiku tambah memuncak. Kubalas gerakannya dengan menggoyang-goyangkan pinggulku sambil kuhisap putingnya dalam-dalam.”Reenn..achh..shh..fuck me..hardd..”
Kurasakan gerakan tubuh Vini semakin menggila dan bukan cuma itu bibirnya semakin mengganas memagut bahkan menggigit bibir, telinga dan leherku. Akupun tidak sanggup lagi menahan kenikmatan yang diberikan oleh Vini, kurebahkan tubuhnya dan segera menindihnya, kakinya melingkar di pinggulku dan kamipun kembali mendaki puncak kenikmatan. Batang kejantananku tak henti-henti menikam-nikam lubang kenikmatan Vini dengan keras, Ia tidak tinggal diam, diputar-putar pinggulnya seirama tikaman-tikamanku “Aghh..ngg..sshh..Vinn..nikmat sekali..putarr teruss Vinn..”pintaku merintih-rintih. “Auugghh..Renn..tekan yang dalamm ..” kami tenggelam dalam gelimang birahi yang memuncak..dan..”Vini..akuu mau keluar..”kurasakan kejantanku bertambah besar. “Yess..yess..I’m coming too honey..” kami berpelukan dengan kuatnya dan secara bersamaan mengejang. “AAKKHH..punya kamu enak sekalii Vinn..”pekikku, kutekan dalam-dalam kejantananku dan cairan kenikmatanku pun menyembur keluar membasahi relung-relung kewanitaannya, “Aauughh Renn..nikmatt..sshhekallii..AAKKGGHH..” Kamipun terkapar lemas.
Setelah malam panjang yang indah itu kami tak henti-hentinya mengulangi lagi di hari-hari berikutnya, bukan hanya di tempat tidur, tapi semua sudut dikamar hotel itu bahkan kamar mandipun menjadi saksi bisu birahi kami. Bandung kembali memberi coretan khusus dalam hidupku membuat keterikatanku semakin besar yang tak akan pernah kulupakan seumur hidup.

TAMAT


Cerita Seks Pengalaman Pertama

Cerita Panas - Ini adalah pengalaman pertama saya melakukan hubungan seksual. Kebetulan pula wanita itu juga baru pertama kali melakukannya. Dia adalah pacar saya. Sebutlah namanya Desi. Memang dia sudah beberapa kali saya ajak ke rumah saya. Tapi setiap kali ke rumah, kami hanya sekedar tiduran dan paling jauh cuma ciuman saja.

Ceritanya bermula ketika untuk kesekian kalinya dia saya ajak main ke rumah. Awalnya seperti biasanya kami cuma cium-ciuman saja. Cium pipi, cium bibir, hal biasa kami lakukan. Entah setan apa yang lewat di benak kami. Tangan kami mulai berani meraba-raba bagian lain, sebenarnya tidak pantas dilakukan oleh dua insan yang belum menikah. Ketika tangan saya meraba payudaranya (kami masih berpakaian lengkap), dia sama sekali tidak menolak. Ini membuat saya sedikit lebih berani untuk meremas payudaranya sedikit lebih keras. Ternyata dia menikmatinya. Saya mencoba untuk melakukannya lebih jauh lagi. Kali ini tangan saya perlahan-lahan saya arahkan ke bagian selangkangannya. Dia masih tidak menolak. Saat itu dia memakai celana panjang dari kain yang tipis, jadi saya bisa merasakan lembutnya bibir kemaluannya. Tanpa saya sadari tangannya juga telah mengelus-elus selangkangan saya. Mungkin karena pikiran saya terlalu tegang, sampai-sampai saya kurang memperhatikannya. Kurang masuk akal memang. Tapi itulah yang terjadi. Kepasrahannya semakin melambungkan kekurangajaran saya. Tangan saya mulai menyelinap ke balik pakaiannya. Saya kembali meremas-remas payudaranya. Kali ini langsung menyentuh permukaan kulitnya. Saya lakukan sambil mencium lehernya dengan lembut. Suara desahan lembut mulai terdengar dari bibirnya, di saat saya menyelipkan tangan saya ke balik celana dalamnya. Ada sedikit rasa ragu ketika meraba bibir kemaluannya secara langsung. Saya kumpulkan segenap keberanian saya yang tersisa. Jari tengah saya, saya tekan sedikit demi sedikit dan perlahan ke belahan kemaluannya. Saat itulah dia tersentak dan menahan tangan saya. Dia menatap mata saya.

“Jangan dimasukkan ya Mas”, katanya.
Saya hanya tersenyum dan mengangguk. Serta merta dia mencium bibir saya. Sementara jari saya masih mengelus-elus bibir kemaluannya. Lendir yang membasahi dinding vaginanya, mulai merembes hingga ke bibir kemaluannya. Saya mencoba memintanya untuk menyentuh dan memegang kemaluan saya. Ternyata dia tidak menolak. Terlihat jelas di raut mukanya, dia sedikit gugup ketika membuka rensleting celana saya. Dan seakan malu memandang wajah saya ketika dia mulai menggenggam kemaluan saya. Untuk mengurangi ketegangannya saya mencium bibirnya. Selama lebih dari setengah jam kami hanya berani melakukan itu-itu saja. Kemudian saya beranikan diri untuk mengajaknya menanggalkan semua pakaian. Dia terlihat ragu, dan hanya menunduk. Mungkin dia ingin menolak tapi takut membuat saya kecewa.
“Kamu bener berani tanggung jawab”, katanya lagi.
Saya terdiam sejenak dan kemudian mengangguk. Padahal dalam hati, saya bertanya-tanya, benarkah saya mampu bertanggungjawab? Dia menanyakannya sekali lagi. Dan saya mengiyakannya untuk kedua kalinya. Diapun mulai melepaskan kancing bajunya. Ketika saya membantunya, dia menolak.

“Biar Saya sendiri saja.., Kamu lepas bajumu.”, sahutnya.
Saya menurut saja. Dan tak lama kemudian, tak ada selembar benangpun pada tubuh kami. Telanjang bulat, walaupun dia masih menutupi payudaranya dengan tangan dan menyilangkan pahanya untuk menutupi kemaluannya. Saya memeluknya sambil berusaha menurunkan tangannya. Dia menurut, saat saya kembali meremas payudaranya dengan lembut. Kali ini tanpa diminta dia mau memegang kemaluan saya sambil mengelus-elusnya. Entah karena terangsang atau karena saya mengatakan mau bertanggung jawab tadi, dia menuntun tangan saya untuk mengelus selangkangannya. Agar dia tidak merasa malu, saya terus mencumbunya. Dia menikmatinya sambil menekan jari saya ke bibir kemaluannya, yang saya rasakan semakin basah oleh lendir. Dia kemudian merebahkan tubuhnya. Dan saya pun merebahkan tubuh saya di atas tubuhnya. Kami kembali bercumbu. Kali ini sedikit lebih liar. Suara desahan terdengar lebih nyaring daripada sebelumnya, ketika saya mencubit clitorisnya. Ketika saya sudah tidak tahan lagi, saya mencoba “minta ijin” padanya untuk berbuat lebih jauh. Dia mengangguk sambil sedikit meregangkan belahan pahanya.

Setelah “mendapatkan ijin”, saya mencoba memasukkan kemaluan saya ke liang vaginanya. Tapi sulitnya luar biasa. Berkali-kali saya coba, tetapi belahan itu seakan-akan direkatkan oleh lem yang kuat. Ujung kemaluan saya sampai sakit rasanya. Dan dia pun meringis kesakitan, sambil sesekali memekik kecil, “Aduh.., aduh”. Saya sedikit tidak tega juga. Saya hentikan sejenak usaha saya itu, sambil kembali mengelus bibir kemaluannya, agar sakitnya sedikit berkurang.
“Masih sakit?”, tanya saya.
“Udah nggak begitu sakit”, jawabnya.
Saya mencobanya lagi. Kali ini saya minta dia membuka bibir vaginanya lebih lebar. Tetapi masih susah juga. Padahal kata teman-teman saya yang sudah sering berhubungan seks, kalau sudah basah pasti gampang. Kenyataannya ujung kemaluan saya sampai sakit gara-gara saya paksa masuk. Saya hampir putus asa. Kemaluan saya mulai lemas lagi karena saya menjadi kurang konsentrasi.

Tiba-tiba saya teringat bahwa saya pernah baca di majalah, ada jenis selaput dara yang sangat elastis dan relatif lebih tebal daripada yang normal. Kepercayaan diri saya mulai timbul lagi. Saya “mengusulkan” padanya, pakai jari saja dulu. Maksud saya supaya agak lebar lubangnya. Dia setuju saja. Walaupun saya sadar selaput dara itu justru akan robek karena jari saya, bukan karena kemaluan saya, cara itu tetap saya lakukan. Dari pada kami (terutama dia) kesakitan, lebih baik begini. Mulanya saya hanya menggunakan jari kelingking. Dia hanya mendesah sambil menggigit bibirnya. Kemudian saya lakukan dengan jari tengah, sambil menggerakkannya naik turun. Dia masih hanya mendesah. Kemudian saya masukkan jari tengah dan telunjuk ke liang vaginanya. Dia menjerit halus sambil menahan tangan saya agar tidak masuk lebih dalam. Setelah dia melepaskan tangannya baru saya lanjutkan lagi dengan sangat perlahan.

Setelah yakin sudah cukup, saya mencoba kembali memasukkan kemaluan saya ke liang vaginanya. Saya menyibakkan bibir vaginanya, sementara dia mengarahkan kemaluan saya. Memang sedikit lebih mudah sekarang. Tapi tetap saja dia merintih kesakitan. Sayapun masih merasakan sakit. Kemaluan saya seperti diperas dengan sangat keras. Setiap kali merasakan sakit (dan mungkin perih), dia menahan “laju” masuknya kemaluan saya. Sayapun hanya berani melakukannya dengan gerakan perlahan. Hati saya benar-benar tidak tega melihatnya merintih kesakitan. Tapi pada akhirnya kemaluan saya bisa masuk seluruhnya.

Saat pertama kali berhasil masuk, saya belum berani menariknya kembali. Kami hanya berciuman saja, supaya rasa sakit itu reda dahulu. Setelah itu baru saya berani menggerakkan pinggul saya maju mundur, tapi masih sangat pelan. Sementara tangannya tampak memegang erat ujung bantal, sambil terpejam dan mengigit bibirnya. Setelah beberapa lama, kami berganti posisi. Kali ini saya berada di bawah, sementara dia duduk di atas saya. Dia saya minta menggerakan pinggulnya naik turun. Dia hanya beberapa kali melakukannya. Dan berkata, “Aku nggak bisa”, sambil berguling ke samping saya. Saya memeluknya dan mengelus rambutnya serta mencium keningnya. Kemudian kembali merapatkan tubuh saya ke atas tubuhnya. Saya memasukkan kembali kemaluan saya ke liang vaginanya. Kali ini gampang sekali. Di dorong sedikit langsung bisa masuk. Dan dia pun tidak lagi merintih kesakitan. Hanya mendesah halus. Saya kembali menggerakkan pinggul saya maju mundur. Saya coba lebih cepat. Rasanya licin sekali. Saya merasakan diantara kemaluan kami sangat basah oleh lendir bercampur keringat. Saya terus melakukannya sambil mencium bibirnya. Kali ini dia lebih erotis. Dia sangat suka menghisap-hisap lidah saya, yang sengaja saya julurkan ke dalam mulutnya. Sementara tangannya tak henti-hentinya mengelus punggung dan pantat saya. Sesekali saya jilati puting susunya dengan lidah saya. Namun dia lebih suka kalau saya menghisap putingnya itu. Sebenarnya saat itu saya kurang berkonsentrasi. Pikiran saya masih terbagi. Saya masih berpikir agar tidak membuat dia kesakitan. Mungkin karena itu saya bisa bertahan agak lama. Kalau tidak mungkin saya sudah mengalami ejakulasi.

Setelah cukup lama, tiba-tiba dia menyentakkan pinggulnya ke atas sambil menekan pantat saya. Saya tidak tahu apakah saat itu dia mengalami orgasme atau tidak. Tapi yang jelas dia menahan posisi itu cukup lama. Setelah itu dia bilang bahwa dia capek. Saya pun mengerti, dan walaupun belum mengalami ejakulasi, saya mengeluarkan kemaluan saya dari liang vaginanya, dan tidur telentang di sampingnya. Sekilas saya lihat, di bibir kemaluannya ada lendir putih yang ketika saya pegang terasa kental dan lengket, namun tidak kesat seperti halnya sperma.
Sepertinya dia tahu kalau saya belum puas (yah namanya juga kurang konsentrasi). Dia duduk di sebelah saya sambil kemudian menggenggam kemaluan saya. Perlahan-lahan dia menggerakan tangannya naik turun. Saya sangat menikmati perlakuannya ini. Payudaranya kembali saya elus-elus. Sesekali saya permainkan putingnya dengan jari. Kali ini saya tidak bisa bertahan lama. Ketika gerakan tangannya semakin cepat, saya merasakan geli yang luar biasa di ujung kemaluan saya. Dan saya pun akhirnya mengalami ejakulasi. Dia menampung sperma saya dengan telapak tangannya. Kemudian membersihkan sisanya dengan tissue. Setelah mencuci tangan serta kemaluannya, dia kembali ke kamar dan mencium saya. Dia kemudian merebahkan kepalanya di dada saya. Sementara saya mengelus-elus rambutnya.
Saat membenahi kamar sebelum mengantarnya pulang, pandangan saya tertuju pada bekas tissue yang sebagian juga digunakan untuk membersihkan sisa lendir kemaluannya. Terlihat bercak-bercak merah pada beberapa lembar tissue, tetapi tidak banyak.
Saya memandangnya dan bertanya, “Masih berdarah nggak?”.
Dia menggeleng, dan menjawab, “Sudah nggak lagi, tadi sudah aku cuci”.

Setelah itu saya mengantar dia pulang. Kalau tidak salah waktu itu sudah sekitar jam sembilan malam. Saat perjalanan kembali pulang, saya berpikir. Dia sudah mengorbankan miliknya yang paling berharga kepada saya. Dia berkorban karena dia percaya pada saya. Belum pernah dalam hidup saya, ada orang yang begitu percayanya pada saya. Bahkan jauh melebihi kepercayaan orang tua saya, yang lebih sering memberikan uang belaka daripada sebuah kepercayaan yang tulus. Kepercayaan yang diberikannya adalah pemberian yang tak ternilai harganya. Saya berharap kebersamaan kami dapat terjalin selamanya.

TAMAT


Hubungan Seks Wanita Muda

Aku adalah seorang karyawati sebuah perusahaan swasta di kota kembang, kalau untuk penghasilan mungkin boleh dibilang lebih dari cukup untuk seorang yang masih sendiri seperti aku, lagipula usiaku masih terbilang muda, sekitar 24 tahun. Kata orang sih aku masih senang jalan-jalan, lagian aku juga cepat akrab dengan orang-orang yang baru kenal denganku. Yach itu juga mungkin satu kelebihanku. Mungkin itu sedikit gambaranku saat ini.
Seperti biasa, sepulang kerja aku masih menyempatkan diri pergi ke pusat pertokoan yang ada di kota ini, sekalian lewat pikirku, lagipula aku ingin sedikit melepas penatku yang seharian tadi di belakang meja terus. Tengah asyik memperhatikan baju-baju yang kulihat tiba-tiba ada seorang pemuda yang tanpa sengaja menubrukku dari samping dan kulihat pemuda itu juga sama terkejutnya denganku. Kupikir dia juga tanpa sengaja menubrukku tapi yang jadi masalah tasku ikut terjatuh dan isinya beberapa tercecer keluar. Dengan sigap aku cepat memunguti kembali barang-barangku yang tercecer, tapi pemuda tadi juga tak kalah sigapnya turut membantuku mengumpulkan barang-barangku yang jatuh sambil berkata, “Maaf.. maaf.. Mbak.. saya nggak sengaja..” begitu katanya dengan wajah yang merasa berdosa, aku hanya tersenyum saja melihat dia seperti itu. Aku berpikir dalam hati, dia tampan dan berbadan bagus. Aku jadi nggak terlalu ambil pusing dengan hal tadi.
Kemudian setelah semuanya beres, kembali dia megucapkan permohonan maaf. Kemudian dia berkata lagi, “Mbak, maaf sekali yach.. saya nggak sengaja, gini aja dech Mbak.. untuk menebus salah saya tadi, kalau Mbak nggak keberatan saya ingin mengajak Mbak makan di sana, boleh yach..?” begitu katanya dengan wajah memelas.
“Nggak usah repot-repot..” kataku, “Lagipula kan itu nggak sengaja kamu lakukan..”
Kemudian dia berkata lagi, “Please.. Mbak kalau nggak saya akan sangat ngerasa bersalah sekali, apalagi kertas-kertas Mbak tadi jadi sedikit kotor..” begitu katanya memohon. Terus kupikir yah tidak ada salahnya, apalagi aku pun sudah punya niat untuk makan dulu sebelum pulang nanti, maklumlah kalau sudah pulang aku paling males kalau harus keluar rumah untuk membeli makanan, soalnya rumahku jarang ada yang jualan makanan.
Kemudian aku dan pemuda tersebut masuk ke sebuah restoran yang cukup asyik juga buat santai sambil menikmati makanannya. Setelah memesan makanan kemudian kami ngobrol sambil menunggu makanan datang. “Siapa nama Mbak..?” dia membuka pembicaraan.
“Diah..” jawabku singkat, “Dan kamu sendiri..” aku balik bertanya.
“Ryan..” jawabnya.
Akhirnya kami akrab berbincang kesana kemari sambil menikmati makanannya. “Mbak.. aku antar pulang yach.. lagian di luar hujan..” kata Ryan menawarkan. Aku hanya tersenyum saja sambil mengangguk, lagipula kebetulan beberapa hari ini aku tidak membawa mobil karena harus diperbaiki. Kemudian kami pun pulang, setelah berkeliling-keliling kota sebentar. Sementara hujan di luar sangat deras. “Ryan..! masukkan saja mobilnya ke garasi, nggak ada mobil kok, lagi di bengkel,” kataku. Setalah mobil diparkir di garasi kemudian kami pun masuk ke dalam rumah. Wah bajuku basah sehabis membukakan pintu pagar tadi.
“Minum apa Yan..” kataku.
“Ah nggak usah repot-repot,” katanya sambil asyik memperhatikan koran dan juga majalah yang ada di meja tengah rumah.
“Kamu di sini sendirian Diah..” tanyanya.
“Iya.. emangnya kenapa..?” aku balik bertanya.
“Ah nggak apa-apa, Apa kamu nggak takut..?” katanya lagi.
“Nggak tuch.. lagian aku udah biasa sendiri kok,” kataku lagi.
Ryan sibuk melihat-lihat majalah dan juga beberapa VCD yang sudah kukoleksi sejak setahun yang lalu. “Wah kamu seneng film-film semi juga yach.. wah ini juga malah ada Film Blue-nya.. kalau mau aku juga ada di rumah..” kata Ryan dari dalam, sementara aku dari dapur mendengarkan sambil membuat minum untuknya. “Ini Yan minumnya.. Eh aku mau mandi dulu yach.. rasanya udah mulai nggak enak nich badanku, kalau kamu mau nonton ya nonton aja, bisa kan?” kataku sambil menunjukkan beberapa film lagi di dalam lemari. Sementara itu Ryan asyik memilih film, aku mandi. Rasanya asyik juga nich kalau berendam di bathtub pikirku. Badanku rasanya segar kembali. Baru beberapa saat aku berendam tiba-tiba Ryan memanggilku dari luar. “Diah.. Diah..! ada telpon tuch..” dan kudengar bunyi telponnya pun terus berdering. Aku pun dengan segera mengambil handuk dan dengan tergesa keluar sambil sedikit berlari, aku tidak sempat lagi mengelap air yang masih membasahi sekujur tubuhku. Aku berjalan ke dekat sofa dekat Ryan yang tengah duduk di bawah dan asyik menonton dan telepon pun segera kuangkat sambil duduk sedikit di sofa di samping atas Ryan.
“Hai Rin.. ada apa,” jawabku.
“Ah nggak, hanya kangen saja kok..” terdengar jawaban dari ujung sana.
Setelah beberapa saat ngobrol dengan Rini, mataku sambil tertuju melihat film yang tengah diputar Ryan dan kebetulan film yang beberapa hari lalu kubeli dan belum sempat kuputar. Aku sempat terangsang melihat adegan yang tengah berlangsung di dalam film itu. Bagaimana tidak, kulihat seorang pria tengah menciumi selangkangan seorang wanita cantik dan kulihat wanita itu tengah menikmati rangsangan yang diberikat si pria dengan sedikit mengerang dan matanya memejam menahan kegelian yang tengah dirasakannya. Aku pun seakan tengah merasakan kegelian yang dirasakannya dan bulu bulu halus di sekitar kemaluanku pun seakan terasa meremang menyaksikan adegan tersebut. Untuk sesaat aku terhayut, dan tanpa kusadar Ryan sesekali memperhatikan tingkahku yang seakan ikut terangsang. Tampaknya Ryan jeli melihat apa yang tengah kurasakan.
Kemudian dia pun sedikit mendekat dan mulai meraba kakiku yang masih basah oleh air. Kemudian tangannya mulai naik meraba mulutku dan bibirnya pun mulai mempel di pahaku yang terlihat putih. Dengan leluasa aku membiarkan tangan Ryan meraba dan bibirnya menjilati pahaku sementara handuk yang kupakai tadi sudah tidak karuan lagi menutupi tubuhku, aku mulai menggeliat menahan geli yang teramat manakala bibir dan lidah Ryan mulai menjalar ke arah pangkal pahaku.
“Ryan.. Ryan.. geli.. aku meremas-remas handuk yang kupegang dan juga rambut kepala Ryan yang kupegang, sementara mataku terpejam dan kepalaku kurebahkan kesandaran sofa menikmati jilatan dan juga rabaan di sekujur tubuhku, geli yang luar biasa. Aku beberapa kali terpekik kecil menahan geli yang teramat sangat dan aku pun sangat terangsang. Kulihat Ryan semakin mamahami titik-titik rangsangku dan terlihat semakin ganas menyerangku.
Perlahan tangan Ryan mulai menggerayangi tubuhku bagian atas, buah dadaku yang terlihat membusung di balik handuk yang masih sedikit menutupinya. Ryan kembali menghujamkan ciuman dan juga jilatannya ke arah leherku yang sedikit jejang dan basah oleh air yang belum sempat kuseka oleh handuk. Aku tak kuasa lagi menahan geli yang teramat. “Akh.. akh..” nafasku sedikit tak teratur menahan semua itu. Ryan semakin berani dan mulai menurunkan ciumannya ke arah kedua gunung kembar yang mulai tersembul ketika handuk yang menutupinya sedikit tersingkap. Sementara kedua putingku terasa menahan gejolak seakan ingin cepat dikulum oleh mulut Ryan yang jilatannya terasa membuat tubuhku melayang.
Tanpa banyak basa basi lagi Ryan langsung menjilati dan mengulum buah dadaku satu persatu seolah ingin semua dihabiskannya. Aku semakin menggeliat dan memekik kecil, “Akkh.. akhh.. Ryan.. teruskan.. teruskan.. akh.. ahkk..” Ryan semakin ganas dan jilatannya terus turun ke arah kemaluanku yang tersembunyi diantara bulu-bulu halus dan lumayan banyak itu aku menggeliat semakin jadi menahan jilatan Ryan yang semakin gila. “Ahk.. ahk..” aku berusaha membuka celana Ryan dan juga bajunya yang terlihat sedikit berkeringat. Ryan mengerti maksudku, kemudian dia membuka celananya. Dari celana dalamnya yang putih itu kulihat senjata Ryan mulai menegang. “Besar juga..” pikirku dalam hati sambil kupandangi Ryan dengan senyuman yang menggoda.
Kemudian kukeluarkan senjatanya dan mulai kujilati perlahan dan sesekali kukulum dalam dalam senjata Ryan yang semakin membesar itu. Kulihat Ryan mengerang menikmati jilatanku. Aku
semakin terangsang melihat senjata Ryan yang semakin menegang itu, kemudian aku mulai mengarahkan senjatanya ke arah bibir vaginaku yang sedari tadi sudah terbuka siap menyambut senjata Ryan yang akan masuk. “Cepat masukkan Ryan,” kataku, “Aku sudah tak kuat lagi ingin merasakannya.”Ryan dengan cekatan mulai menggenjotkan senjatanya. Aku terpekik sesaat dan meregang meremas pantat Ryan yang mulai bergerak menggenjot vaginaku. “Akh.. ahk.. terus.. terus Ryan.. jangan berhenti..”
Ryan mengganti posisinya, kali ini aku mengarah ke arah sandaran sofa sementara Ryan dari belakang memasukkan senjatanya ke vaginaku. Aku berusaha menikmati genjotan Ryan yang terasa membuatku terengah menahan emosiku yang semakin memuncak. “Auhkk.. ahkk.. ahk..” tanpa terasa keringatku pun terus mengalir membasahi tubuhku. Kulihat Ryan mulai mengganti posisinya lagi, kali ini dia duduk di sofa sementara aku duduk di pangkuannya. Sekarang saatnya aku yang menggenjotnya perlahan, sementara Ryan berusaha mengulum buah dadaku yang semakin mekar dan membusung. Rambutku kubiarkan terurai ke belakang sementara mataku terpajam menikmati hentakan-hentakan yang membuatku semakin merasa terangsang. Aku mengejang beberapa kali, kurasakan ada yang keluar dari dalam vaginaku, sementara Ryan semakin gila menggoyang dari bawah.
Aku segera memeluk Ryan dan Ryan pun dengan erat memelukku.
“Diah.. Diah.. aku akan keluar..”
“Keluarkan saja di dalam Ryan..” kataku beberapa saat dari situ Ryan semakin erat memelukku, mengejang dan kurasakan sesuatu yang hangat seakan mengalir ke dalam vaginaku. “Cret.. crreett.. crrett.. akh.. akh.. akh..” Aku terduduk lemas, begitu pula Ryan. Untuk beberapa saat aku istirahat, kemudian aku bergegas mandi. Ryan kulihat masih kelelahan sambil tiduran di sofa.
Semenjak itu kami selalu melakukannya di rumah atau juga di hotel. Tapi sekarang kami sudah tidak pernah bertemu lagi, kami memutuskan untuk berpisah baik-baik sementara Ryan pulang ke daerah asalnya.

TAMAT


Memuaskan Nafsu Birahi Anak Boss

Belum lama ini saya bergabung dengan sebuah perusahaan eksportir fashion ternama di kotaku. Dan anak gadis pemilik perusahaan itu, Dewi namanya, baru lulus sekolah dari Singapore, umurnya sekitar 23 tahun, cantik dan waktu masih SMA sempat berprofesi sebagai model lokal. Nah, Dewi itu ditugaskan sebagai asisten GM (yaitu saya), jadi tugasnya membantu saya sambil belajar.
Singkat cerita, Dewi semakin dekat dengan saya dan sering bercerita.
“Nico, cowok tuh maunya yang gimana sih. Ehm.., kalo di ranjang maksud gue..”
“Nic, kamu kalo lagi horny, sukanya ngapain?”
“Kamu suka terangsang enggak Nic, kalo liat cewek seksi?”
Yah seperti itulah pertanyaan Dewi kepadaku.
Terus terang percakapan-percakapan kita selang waktu kerja semakin intim dan seringkali sensual.
“Kamu pernah gituan nggak, Wi..?, tanyaku.
“Ehm.. kok mau tau?”, tanyanya lagi.
“Iya”, kataku.
“Yah, sering sih, namanya juga kebutuhan biologis”, jawabnya sambil tersipu malu.
Kaget juga saya mendengar jawabannya seperti itu. Nih anak, kok berani terus terang begitu.
Pernah ketika waktu makan siang, ia kelepasan ngomong.
“Cewek Bali itu lebih gampang diajakin tidur daripada makan siang”, katanya sambil matanya menatap nakal.
“Kamu seneng seks?”, tanya saya.
“Seneng, tapi saya enggak pandai melayani laki-laki”, katanya.
“Kenapa begitu?”, tanya saya lagi.
“Iya, sampe sekarang pacarku enggak pernah ngajak kawin. Padahal aku sudah kepengen banget.”
“Kepengen apa?”, tanyanku.
“Kawin”, katanya sambil tertawa.
Suatu ketika ia ke kantor dengan pakaian yang dadanya rendah sekali. Saya mencoba menggodanya, “Wah Dewi kamu kok seksi sekali. Saya bisa lihat tuh bra kamu”. Ia tersipu dan menjawab, “Suka enggak?”. Saya tersenyum saja. Tapi sore harinya ketika ia masuk ruangan saya, bajunya sudah dikancingkan dengan menggunakan bros. Rupanya dia malu juga. Saya tersenyum, “Saya suka yang tadi.”
Suatu ketika, setelah makan siang Dewi mengeluh.
“Kayaknya cowokku itu selingkuh.”
“Kenapa?”, tanyaku.
“Habis udah hampir sebulan enggak ketemu”, katanya.
“Terus enggak.. itu?”, tanyaku.
“Apa?”
“Itu.. seks”, kataku.
“Yah enggak lah”, katanya.
“Kamu pernah onani enggak?”, tanyaku.
Dia kaget ketika saya tanya begitu, namun menjawab.
“Ehm.. kamu juga suka onani?”
“Suka”, jawabku.
“Kamu?”, tanyaku.
“Sekali-sekali, kalo lagi horny”, jawabnya jujur namun sedikit malu.
Pembicaraan itu menyebabkan saya terangsang, Dewi juga terangsang kelihatannya. Soalnya pembicaraan selanjutnya semakin transparan.
“Dewi, kamu mau gituan enggak.”
“Kapan?”
“Sekarang.”
Dia tidak menjawab, namun menelan ludah. Saya berpendapat ini artinya dia juga mau. Well, setelah berbulan-bulan flirting, sepertinya kita bakalan just do it nih.
Kubelokkan mobil ke arah motel yang memang dekat dengan kantorku.
“Nic, kamu beneran nih”, tanyanya.
“Kamu mau enggak?”
“Saya belum pernah main sama cowok lain selain pacarku.”
“Terakhir main kapan?”
“Udah sebulan.”
“Trus enggak horny?”
“Ya onani.. lah”, jawabnya, semakin transparan. Mukanya agak memerah, mungkin malu atau terangsang. Aku terus terang sudah terangsang. This is the point of no return. Aku sadari sih, ini bakalan complicated. But.. nafsuin sih.
“Terus, kapan kamu terakhir dapet orgasme”
“Belum lama ini.”
“Gimana?”
“Ya sendirilah.. udah ah, jangan nanya yang gitu.”
“Berapakali seminggu kamu onani?”, tanyaku mendesaknya.
“Udah ah.. yah kalo horny, sesekali lah, enggak sering-sering amat. Lagian kan biasanya ada Andree (cowoknya-red).”
“Kamu enggak ngajak Andree.”
“Udah.”
“Dan..?”
“Dia bilangnya lagi sibuk, enggak sempet. Main sama cewek lain kali. Biasanya dia enggak pernah nolak.”
Siapa sih yang akan menolak, bersenggama sama anak ini. Gila yah, si Dewi ini baru saja lulus kuliah, tapi soal seks sepertinya sudah terbiasa.
“Nic, enggak kebayang main sama orang lain.”
“Coba aja main sama saya, nanti kamu tau, kamu suka selingkuh atau enggak.”
“Caranya?”
“Kalo kamu enjoy dan bisa ngilangin perasaan bersalah, kamu udah OK buat main sama orang lain. Tapi kalo kamu enggak bisa ngilangin perasaan bersalah, maka udah jangan bikin lagi”, kataku.
“Kamu nanti enggak bakal pikir saya cewek nakal.”
“Enggaklah, seks itu normal kok. Makanya kita coba sekali ini. Rahasia kamu aman sama saya”, kataku setengah membujuk.
“Tapi saya enggak pintar lho, mainnya”, katanya. Berarti sudah OK buat ngeseks nih anak.
Mobilku sudah sampai di kamar motel. Aku keluar dan segera kututup pintu rolling door-nya. Kuajak dia masuk ke kamar. Tanpa ditanya, Dewi ternyata sudah terangsang dengan pembicaraan kita di mobil tadi. Dia menggandengku dan segera mengajakku rebahan di atas ranjang.
“Kamu sering main dengan cewek lain, selain pacar kamu, Nic?”
“Yah sering, kalo ketemu yang cocok.”
“Ajarin saya yah!”
Tanganku mulai menyentuh dadanya yang membusung. Aku lupa ukurannya, tapi cukup besar. Tanganku terus menyentuhnya. Ia mengerang kecil, “Shh.. geli Nic.” Kucium bibirnya dan ia pun membalasnya. Tangannya mulai berani memegang batang kemaluanku yang menegang di balik celanaku.
“Besar juga..”, katanya. Matanya setengah terpejam. “Ayo, Nic aku horny nih.” Kusingkap perlahan kaos dalamnya, sampai kusentuh buah dadanya, branya kulepas, kusentuh-sentuh putingnya di balik kaosnya. Uh.. sudah mengeras. Kusingkap ke atas kaosnya dan kuciumi puting susunya yang menegang keras sekali, kuhisap dan kugigit pelan-pelan, “Ahh.. ahh.. ahh, terus Nic.. aduh geli.. ahh.. ah.”
Dewi, yang masih muda ternyata vokal di atas ranjang. Terus kurangsang puting susunya, dan ia hampir setengah berteriak, “Uh.. Nic.. uh.” Aku sengaja, tidak mau main langsung. Kuciumi terus sampai ke perutnya yang rata, dan pusarnya kuciumi. Hampir lupa, tubuhnya wangi parfum, mungkin Kenzo atau Issey Miyake. Pada saat itu, celanaku sudah terbuka, Aku sudah telanjang, dan batang kemaluanku kupegang dan kukocok-kocok sendiri secara perlahan-lahan. Ah.. nikmat. Bibirnya mencari dan menciumi puting susuku. “Enak.. enak Dewi”. Rangsangannya semakin meningkat.
“Aduuhh.. udah deh.. enggak tahan nih”, ia menggelinjang dan membuka rok panjangnya sehingga tinggal celana dalamnya, merah berenda. Bibir dan lidahku semakin turun menjelajahi tubuhnya, sampai ke bagian liang kenikmatannya (bulu kemaluannya tidak terlalu lebat dan bersih). Kusentuh perlahan, ternyata basah. Kuciumi liang kenikmatannya yang basah. Kujilat dan kusentuh dengan lidahku. liang kenikmatan Dewi semakin basah dan ia mengerang-erang tidak karuan. Tangannya terangkat ke atas memegang kepalanya. Kupindahkan tangannya, dan yang kanan kuletakkan di atas buah dadanya. Biar ia menyentuh dirinya sendiri. Ia pun merespon dengan memelintir puting susunya.
Kuhentikan kegiatanku menciumi liang kenikmatannya. Aku tidur di sampingnya dan mengocok batang kemaluanku perlahan. Dia menengokku dan tersenyum, “Nic.. kamu merangsang saya.”
“Enak..”
“Hmm..”, matanya terpejam, tangannya masih memelintir putingnya yang merah mengeras dan tangan yang satunya dia letakkan di atas liang kenikmatannya yang basah. Ia menyentuh dirinya sendiri sambil melihatku menyentuh diriku sendiri. Kami saling bermasturbasi sambil tidur berdampingan.
“Heh.. heh.. heh.. aduh enak, enak”, ceracaunya.
“Gile, Nic, gue udah kepengin nih.”
“Biar gini aja”, kataku.
Tiba-tiba dia berbalik dan menelungkup. Kepalanya di selangkanganku yang tidur telentang. Batang kemaluanku dihisapnya, uh enak banget. Nih cewek sih bukan pemula lagi. Hisapannya cukup baik. Tangannya yang satu masih tetap bermain di liang kenikmatannya. Sekarang tangannya itu ditindihnya dan kelihatan ia sudah memasukkan jarinya.
“Uh.. uh.. Nic, aku mau keluar nih, kita main enggak?”
Kuhentikan kegiatannya menghisap batang kemaluanku. Aku pun hampir klimaks dibuatnya.
“Duduk di wajahku!”, kataku.
“Enggak mau ah.”
“Ayo!”
Ia pun kemudian duduk dan menempatkan liang kenikmatannya tepat di wajahku. Lidah dan mulutku kembali memberikan kenikmatan baginya. Responnya mengejutnya, “Aughh..” setengah berteriak dan kedua t
angannya meremas buah dadanya. Kuhisap dan kujilati terus, semakin basah liang kenikmatannya.
Tiba-tiba Dewi berteriak, keras sekali, “Aahh.. ahh”, matanya terpejam dan pinggulnya bergerak-gerak di wajahku. “Aku.. keluar”, sambil terus menggoyangkan pinggulnya dan tubuhnya seperti tersentak-sentak. Mungkin inilah orgasme wanita yang paling jelas kulihat. Dan tiba-tiba, keluar cairan membanjir dari liang kenikmatannya. Ini bisa kurasakan dengan jelas, karena mulutku masih menciumi dan menjilatinya.
“Aduh.. Nic.. enak banget. Lemes deh”, ia terkulai menindihku.
“Enak?”, tanyaku.
“Enak banget, kamu pinter yah. Enggak pernah lho aku klimaks kayak tadi.”
Aku berbalik, membuka lebar kakinya dan memasukkan batang kemaluanku ke liang kenikmatannya yang basah. Dewi tersenyum, manis dan malu-malu. Kumasukkan, dan tidak terlalu sulit karena sudah sangat basah. Kugenjot perlahan-lahan. Matanya terpejam, menikmati sisa orgasmenya.
“Kamu pernah main sama berapa lelaki, Dewi..?, tanyaku.
“Dua, sama kamu.”
“Kalo onani, sejak kapan?”
“Sejak di SMA.”
Pinggulnya sekarang mengikuti iramaku mengeluar-masukkan batang kemaluan di liang kenikmatannya.
“Nic, Dewi mau lagi nih.” Uh cepat sekali ia terangsang. Dan setelah kurang lebih 3 menit, dia mempercepat gerakannya dan “Uhh.. Nic.. Dewi keluar lagi..” Kembali dia tersentak-sentak, meski tidak sehebat tadi.
Akupun tak kuat lagi menahan rangsangan, kucabut batang kemaluanku dan kusodorkan ke mulutnya. Ia mengulumnya dan mengocoknya dengan cepat. Dan “Ahh..” klimaksku memuncratkan air mani di wajah dan sebagian masuk mulutnya. Tanpa disangka, ia terus melumat batang kemaluanku dan menjilat air maniku. Crazy juga nih anak.
Setelah aku berbaring dan berkata, “Dewi, kamu bercinta dengan baik sekali.”
“Kamu juga”, mulutnya tersenyum.
Kemudian ia berkata lagi, “Kamu enggak nganggap Dewi nakal kan Nic.”
Aku tersenyum dan menjawab, “Kamu enjoy enggak atau merasa bersalah sekarang.”
Dia ragu sebentar, dan kemudian menjawab singkat, “Enak..”
“Nah kalau begitu kamu emang nakal”, kataku menggodanya.
“Ihh.. kok gitu..” Aku merangkulnya dan kita tertidur.
Setelah terbangun, kami mandi dan berpakaian. Kemudian kembali ke kantor. Sampai sekarang kami kadang-kadang masih mampir ke motel. Aku sih santai saja, yang penting rahasia kami berdua tetap terjamin.

TAMAT


Nikmatnya Bercinta

Pengalaman ini terjadi kira-kira dua tahun yang lalu waktu aku masih aktif jadi wartawan di sebuah tabloid kuning di Jakarta. Pengalaman yang menyenangkan sekaligus memprihatinkan. Betapa tidak, ternyata kehidupan malam di Jakarta sudah sedemikian parahnya.
Saat itu, Herwin, salah satu kontributor berita yang banyak mempunyai kenalan kalangan jetset mengajakku untuk mengikuti sebuah ‘pertemuan’ sekaligus menyaksikan sendiri dan melakukan peliputan terselubung. Wah, kala itu aku masih baru ditugaskan untuk peliputan semacam ini. “Pokoknya ntar lu diem aja deh, ngikut gue aja, ” begitu saran Herwin, “..jam tujuh gue jemput, lu kudu udah siap!” Aku tersenyum sambil dalam hati berharap agar malam segera tiba. Pengalaman baru nih.
Tak terasa aku sudah duduk manis dalam BMW Herwin. Aku banyak diam. Herwin terus saja bicara. Ia tampak amat antusias. Senyum tak lepas dari wajah indonya. Ia memang keturunan Jerman. Tubuhnya tinggi tapi agak kurus. Cukup tampan.
Mobil perlahan menikung menuju sebuah perumahan elit di kawasan pinggir kota. Beberapa kali berbelok hingga ke sebuah rumah teramat mewah bergaya mediterranian. Dua orang bertubuh gempal menghampiri. Sambil menurunkan kaca mobilnya, Herwin melambai. Kedua penjaga itu kemudian tersenyum seakan mahfum. Rupanya mereka sudah sering bertemu. Kami berdua keluar mobil, salah satu penjaga yang berambut keriting mengambil alih kemudi.
Kami menaiki tangga menuju meja kecil di sudut ruang tamu yang ditunggui seorang perempuan cantik dengan gaun malam dengan dada rendah hingga nampak belahan payudara putihnya. Herwin menuliskan namanya di sebuah buku tamu. Sambil menunjuk dengan kelima jari tangan kirinya, ia membisikkan sesuatu ke telinga Herwin. Si indo ini mengangguk tanda mengerti.
“Udah mulai acaranya Ren, sebagian mencar ke ruangan-ruangan. Biasa.. cari privasi.”
Aku mengangguk. Dadaku berdegup, kencang sekali. Apalagi saat kami berjalan menuju sebuah ruangan, nampaknya ruangan utama, ada dua lelaki dengan kemeja yang sedikit lusuh dan sebagian kancingnya terbuka duduk di atas sofa kulit lebar persis di tengah ruangan. Seorang perempuan dengan tanktop duduk di atas meja kaca di depan kedua laki-laki tadi. Mereka tertawa-tawa. Seorang perempuan lagi berjalan melintas dari kamar kecil. Aku tertegun sambil mataku tak lepas memandangi perempuan itu. Alamak cantiknya. Tubuhnya mungil, tak lebih dari 160 senti tingginya. Kulitnya putih bersih bak pualam. Dadanya membusung dari balik blouse putihnya yang maskulin. Kacamata bertengger di atas hidung mancungnya.
Aku perlahan mengikuti langkahnya. Entah kemana si Herwin. Aku tak lagi perduli. Si mungil ini berjalan santai menuju tepi kolam renang di mana sudah ada seorang laki-laki dengan hanya mengenakan underwear minim hitam, duduk di atas sebuah bangku kayu. Dia tersenyum mengulurkan tangan kanannya. Si cantik ini menyambut uluran tangannya. Sambil mengucapkan beberapa patah kata, ia mencium laki-laki itu pada bibirnya.
Berikutnya sungguh tak terduga, perempuan itu merogoh sesuatu di balik underwear laki-laki itu dan menarik keluar batang pelirnya. Sesaat kemudian sambil berjongkok ia mengulum barang yang masih terkulai itu. Ia menghisapnya dengan penuh kelembutan. Perlahan pelir itu membesar dan menegang. Si laki-laki yang beruntung itu menengadah sambil mengerang. Pasti keenakan.
“Asyik ya..”, Herwin yang tiba-tiba menghampiriku berkomentar.
Ia menyodorkan segelas minuman ringan padaku. Di sampingnya, sang resepsionis tadi menggandeng mesra.
“Ayo, daripada nganggur gabung gue aja,” ajak Herwin.
Aku tersenyum sambil mengikuti langkah sepasang sejoli itu.
Kami menuju ke sebuah kamar dengan interior khas romawi. Sebuah ranjang lebar dengan empat pilar di masing-masing sudutnya, dibalut kelambu di keempat sisinya.
“Saya Anne, kita belum kenalan kan..” sapa si resepsionis.
Aku mnyambut tangannya yang terulur, “Rendi,” sahutku pendek.
Mataku seakan tak bisa lepas dari belahan dadanya yang amat rendah itu. Nampaknya Anne maklum. Ia nampaknya tipe perempuan yang to the point. Dilucutinya gaun ungunya yang membuatnya nampak seksi itu. Kini bahkan makin seksi, dengan bra minim dan G-stringnya.
Ia lalu merebahkan tubuh langsingnya di atas ranjang. Herwin yang nampak bernafsu melepasi seluruh pakaiannya. Kemaluannya sudah mengeras. Hmm, besar juga. Anne bangkit menjemput Herwin lalu mengusap-usap ‘cerutu Kuba’ miliknya. Dijilatinya lembut sebelum kemudian dihisapnya. Aku gelisah. Kulepas satu persatu pakaianku. Anne memberi kode untuk aku ikut bergabung. Begitu aku sudah berdiri sejajar Herwin, Anne meraih zakarku yang tegang. Tak sebesar punya Herwin memang. Tapi Anne nampaknya tak perduli.
Ia menikmati tiap kulumannya pada kemaluanku. Aku pun demikian, bahkan lebih menikmati. Rongga mulutnya yang hangat kadang menyempit dan menyedot pelir mungilku. Uuuhh.. tak kuasa aku menahan erangan. Lidahnya seakan tahu detil daerah sensitf milikku. Sesekali ia mengulum kedua butir buah zakarku. Ahh..asyiknya. Hanya beberapa saat kemudian aku tak bisa menahan nikmatnya gairah. Aku menegang sesaat kala batangku berdenyut memompakan mani ke mulut Anne yang menganga. Ia terpejam. Mata sipitnya tinggal segaris makin menampakkan etnis tionghoanya.
Dengan lunglai aku meninggalkan Anne yang masih melanjutkan ‘tugas’ melayani nafsu Herwin. Aku mengamati saja tingkah polah mereka. Herwin mendorong pelan tubuh Anne. Anne tersenyum sambil melepaskan branya. Wahh..payudaranya sungguh indah. Membusung seakan menantang dengan puting yang tegang. Herwin menjilati puting merah jambu itu. Anne merintih. Kedua belah pahanya membuka seakan siap menerima kemaluan Herwin. Tapi Herwin masih belum puas mengulum dan meremas dada kenyal Anne. Anne menarik-narik zakar Herwin pelan. Sementara tangan lainnya menekan pantat Herwin agar makin dekat pada selangkangannya. Ia mengerang dan melenguh panjang pendek. Antara nafsu dan geli.
Akhirnya Herwin mengalihkan aktivitasnya pada selangkangan Anne. Kemaluan Anne sekilas amat bersih. Rambut di kelaminnya hanya tipis saja. Terlihat semu merah di sekitar selangkangan itu. Amat menggairahkan. Aku jadi terangsang lagi. Bibir kemaluannya sedikit menggelambir keluar belahan kemaluannya. Herwin menguaknya lalu mulai menjilatinya. Ia sedikit berkonsentrasi pada klitorisnya. Anne mnggelinjang. Meliuk-liuk bak penari ular. Aku makin terangsang.
Anne menjambak rambut herwin lalu memohon untuk segera dimasuki. Herwin dengan patuh dan sigap mulai beraksi. Dihunjamkan pelan kemaluannya pada belahan daging bersemu merah itu.
“Ooohh..,” erang Anne.
Herwin mengocok liang peranakan Anne dengan santai. Kadang dipercepat, kadang melambat. Anne nampak menikmati. Sesekali pahanya dinaikkan saat ia merasa tak kuasa menahan geli. Herwin melepas kemaluannya, lalu Anne membalikkan tubuh pucatnya. Diangkatnya sedikit bokongnya yang padat. Herwin kembali menyelipkan kelaminnya yang basah oleh lendir Anne. Anne kembali mengerang panjang. Sodokan demi sodokan Herwin membuatnya makin tak bisa mengendalikan diri. Apalagi Herwin mengocoknya dengan goyang memilin-milin dan menjelajah ke segala penjuru. Ia memang sudah amat lihai. Padahal umurnya baru akan 25 tahun. Sementara Anne mungkin masih belum 20.
Saat aku beranjak hendak melihat situasi di luar, mendadak pintu terbuka. Sesosok mungil mengintip dari balik kacamatanya. Si cantik berkacamata di tepi kolam tadi rupanya.
“Kamu nganggur?” tanyanya.
Aku sedikit bingung. Ia memberi kode dengan jemari lentiknya. Aku mengikutinya. Tubuh mungil telanjang itu amat menarik nafsuku. Sesampai di tepi kolam, ia menyuruhku masuk ke kolam. Sementara ia menaruh kacamatanya di atas meja kayu. Aku menuruti perintahnya. Dingin memang. Tapi apalah artinya bila imbalannya gadis mungil yang imut ini.
Ia mengangkangkan pahanya di tepi kolam memperlihatkan kemaluannya yang tak kalah menariknya dibandingkan punya Anne. Sama-sama bersemu kemerahan kontras dengan putihnya kulit si empunya kemaluan. Namun yang ini lebih berambut. Seksi. Aku menarik-narik bibir kemaluannya dengan bibirku dengan cara menjepitnya keluar. Ia merintih. Aku melirik
ke atas memandang wajah cantiknya. Ia memandangku balik. Tersenyum. Lalu ia beringsut memasukkan tubuh sintalnya ke dalam kolam. Aku memeluknya. Kurasakan genggaman lembut pada kelaminku yang keras. Aku bergegas naik ke tepi kolam. Ia masih berusaha menggenggam pelirku. Lalu ia menjilati batangku dari pangkal bagian bawah hingga ke ujung.
Ahh..enaknya. Beberapa kali ia melakukan hal serupa sebelum kemudian ia menyapukan ujung lidahnya pada kepala kemaluanku. Oh, makin tak kuasa aku menahan gairah. Mulutnya lalu mengulum kelaminku. Kali ini ia menyedotnya. Himpitan hangat rongga mulutnya amat nyaman bagiku. Lidahnya menekan-nekan beberapa bagian batang zakarku. Terkadang ia menghisapnya lalu memilin-milin penuh gairah. Nafsu yang amat sangat.
Berkali-kali ia menyibakkan rambutnya yang hitam sebahu. Kemudian aku yang tak tahan kembali menceburkan diri ke kolam. Ia dengan bersemangat menggenggam pelirku. Genggaman itu menuntun zakarku untuk menyelinap dalam liang hangat yang nyaman. Aku mencium bibirnya yang tipis. Ia membalasku dengan hangat. Lidahnya menyapu hampir tiap sudut mulutku. Sebaliknya aku menjelajahi seluruh rongga vaginanya yang nikmat. Di antara kuluman mulutnya kudengar erangan gairahnya. Sesaat ia melepaskan kuluman lalu tersengal-sengal menahan nafsunya.
Lumayan lama kami bercinta dalam air. Tak terasakan lagi dinginnya kolam. Yang ada hanya nikmat tak terlukiskan. Kali ini aku beraksi dari belakang. Ia menghadap dinding kolam. Aku tak melepas kesempatan menikmati payudaranya yang montok. Kenyal dan amat kencang. Sekitar 34B sizenya. Kedua tanganku meremas dan membelainya lembut. Putingnya yang kemerahan kupilin-pilin. Ia makin menjadi, menggelinjang. Erangannya mengeras. Aku makin bernafsu. Makin kupercepat frekuensi kocokan. Ia menggeliat-geliat. Nafasnya menderu, hingga sesaat aku merasakan klimaks diikuti muncratnya maniku pada rongga vaginanya. Ia berbalik menciumku sambil berucap, “Thanks, you’re one of the best!”.
Secepat itu ia langsung beranjak naik lalu berlari kecil keluar. Sejak itu hingga akhirnya aku dan Herwin pulang tak kulihat lagi sosok mungil itu.

TAMAT


Bercinta dengan Wanita Bahenol

Siapa bilang bahwa bercinta dengan wanita gemuk melelahkan dan memuakkan? Menurut saya, malahan mengasyikkan dan penuh kenikmatan. Setidaknya sesuai pengalaman saya di bawah ini.
Waktu itu hujan mulai turun rintik-rintik. Klinik 24 jam tempat saya bekerja sepi, alias tidak ada pasien yang datang. Klinik dengan TPS (Tempat Perawatan Sementara) dengan kapasitas tempat tidur 20 bed itu hanya terisi 3 orang, itu pun pasien dengan sakit ringan. Memang selama bulan ini, tingkat huniannya agak menurun. Demikian juga dengan pasien yang masuk, meskipun untuk pagi hari polikliniknya cukup baik, sekitar 30 orang yang memeriksakan. Kebetulan malam itu saya mendapat giliran jaga bersama seorang bidan, sebut saja Emi namanya.
Ketika malam mulai semakin larut dan hujan makin deras, kami seperti biasa duduk-duduk di ruang jaga perawat.
Seperti kekurangan bahan pembicaraan, saya berkata, “Emi, hujan-hujan begini enaknya ngapain ya..?”
“Enaknya ya makan-makan gorengan sambil minum kopi.” kata Emi.
“Kalau saya kok nggak, enaknya ya tidur berselimut tebal.”
“Lha ya mesti dong, tetapi itu khan kalau di rumah.”
“Tidur dimana saja juga bisa. Apalagi kalau selimutnya yang dapat kentut.”
“Lho, kalau gitu selimutnya ya harus orang..?”
“Lha iya.”
“Lalu selimutnya siapa..?”
“Kalau sekarang, ya. yang di depan saya.” sahut saya memancing.
Emi adalah bidan ‘lichting’ di bawah saya dua tahun. Kami sama-sama sekolah paramedis dari RS Cipto Mangunkusumo. Saya perawat, sedang dia bidan. Perawakannya tinggi dan tergolong gemuk. Dengan tinggi badan 168 cm dan berat badan 82 kg, terkesan profil Emi kekar dan gemuk. Meskipun demikian, keayuannya masih nyata terlihat. Wajah bulat, pipi montok, gigi putih rapih dengan bibir yang tipis sensual sanggup memancing nafsu setiap laki-laki, antara lain saya sendiri. Rambut yang dipotong cekak setinggi tengkuk, dengan kulit putih menyebabkan sejak masih menjadi siswa bidan, sudah diincar oleh seorang mahasiswa teknik sipil UI yang kini menjadi suaminya.
Sesudah menikah, suami Emi menjadi pemborong sukses. Secara material, segalanya dapat terpenuhi. Meskipun demikian, Emi tetap bekerja sebagai bidan di klinik 24 jam di bilangan Jakarta Selatan. Apalagi saat ini, setelah Emi beranak 2 orang, suaminya sudah kawin lagi, alias poligami. Emi memang harus menerima kenyataan itu, “daripada zina” katanya mencari pembenaran atas perilaku suaminya.
Seperti tersentak Emi mendengar kata-kata saya terakhir. Matanya melirik genit ke arah saya, membuat hati saya berdegup, menunggu reaksi.
“Benar Mas Narto mau..?” tanyanya menantang.
Saya mengangguk pasti.
“Ayo..!” ajaknya sambil menuju ke salah satu kamar.
Waktu itu selain kami berdua, ada seorang pembantu merangkap tukang cuci yang berdinas. Tetapi sejak jam tujuh malam sudah tidur di kamarnya.
Sampai di kamar, Emi langsung membuka seluruh pakaiannya. Lalu tubuhnya direbahkan telentang di atas bed. Tanpa menunggu lama-lama, saya membuka seluruh pakaian saya, dan langsung “terjun” ke atas kasur putih empuk, ya tubuh Emi. Bibirnya mulai saya ciumi kuat-kuat, lalu lehernya, ke atas belakang telinga. Tangan Emi memeluk leher saya erat sekali, sedang kedua tungkainya menyilang memeluk tubuh saya. Terasa kuat sekali paha yang besar dan kuat itu mencengkeram tubuh saya yang kecil dengan berat badan hanya 49 kg.
Setelah itu ciuman beralih ke daerah leher, merambat ke bawah sampai permukaan buah dadanya yang meskipun sedikit terkulai tetapi masih kencang. Saya sapukan hidung dan bibir saya ke puting susunya yang hitam kecoklatan. Tentu saja sambil tangan saya melakukan ‘kerajinan’ dengan meremas-remas buah dadanya sambil menyedot putingnya. Ciuman saya teruskan ke bawah, ke pusar, seluruh dinding perut saya ciumi, sedikit saya gigit karena gemas disertai rasa birahi yang makin memuncak. Emi sendiri terlihat memejamkan matanya.
Pada saat ciuman mendarat di tempat-tempat yang sensitif, Emi menggigit bibirnya, merasakan nikmat. Dan setiap kali saya menggigit puting susunya dengan penuh nafsu, Emi menjingkat, tetapi mulutnya berbisik, “Aduh.. Mas, enak.. ulangi Mas..!”
‘Perjalanan’ penuh berahi bibir saya sekarang sampai di daerah vagina. Karena paha Emi yang besar, wilayah ‘lubang surga dunia’ yang akan saya masuki ini terlihat sempit, tetapi timbunan lemak kulit di kanan kiri vagina itu ‘methuthuk’ (menyembul), dimana daerah sekitarnya ditumbuhi rambut yang hitam dan lebat. Saya memang termasuk ’sabar’ dalam bermain cinta. Meskipun penis saya sudah hampir 20 menit berereksi, tetapi tidak akan terjadi ejakulasi, alias sperma memancar sebelum mencapai orgasmus. Dan lagi meskipun badan saya tinggi ceking, namun penis saya mempunyai ukuran ekstra LXX, panjangnya sekitar 18 cm.
Pada saat labia mayora Emi yang menggunung dan menggemaskan itu saya ciumi sambil saya gigit-gigit dan jilati, Emi terlihat reaktif. Kecuali cengkeraman kakinya ke punggung saya yang semakin kencang, cairan vagina yang makin banyak (tanda makin meningkatnya nafsu), kedua bibirnya saling dikatupkan sambil sekali waktu digigit. Nafasnya juga terkadang berhenti beberapa detik, kemudian dadanya menarik nafas panjang. Terus ‘operasiku’ makin ke bawah. Menciumi paha kaki dan seterusnya.
Merasakan bahwa seluruh tubuhnya telah selesai dirangsang, Emi meminta sambil mengaduh, “Mas.. Mas.. Emi nggak tahan lagi Mas..! Cepet dimasukkan Mas.. Emi.. Emi.., nafsu Emi sudah nyampai di ubun-ubun Mas.. cepet ya.. Mas..!”
Saya masih saja menciumi berpindah-pindah, terkadang ke lehernya sambil menggigit-gigit bibirnya, tanganku juga terkadang mengelus lehernya, memijit kepalanya bagian belakang. Akibatnya rambut Emi terserak ke depan menutupi dahinya, matanya memperlihatkan suatu pemandangan yang menambah birahiku.
Kini penis saya sudah optimal panjangnya. Besar, panjang, keras-keras empuk seperti pentungan polisi, dengan guratan vena yang melebar, dan terasa agak hangat karena terisi darah segar yang terkumpul di dalamnya. Pelan-pelan benda penikmat itu menerobos lubang vagina yang terlihat sempit karena otot polos dinding vagina yang berkontraksi. Cairan vagina yang tumpah dan merembes keluar melicinkan panetrasi penis. Saya sengaja memasukkan penis saya pelan-pelan, kecuali memberi rangsangan kenikmatan sedikit demi sedikit juga sambil melihat reaksi sensual Emi.
Terlihat Emi menarik nafasnya dalam-dalam, dan penis saya terasa seperti tersedot. Terus.. masuk.. masuk.. dan terasa ujungnya menumbuk sesuatu. Sesuatu itu adalah portio uteri (pintu rahim) tempat yang paling sensitif di wilayah vagina bagian dalam. Dan ini dapat terjadi setelah paha Emi yang besar, berat namun putih dan halus itu saya angkat ke atas, saya letakkan di pundak saya pada sendi lutut (lipat pahanya).
Penis saya terasa diremas-remas vagina Emi, sebagai tanda pencapaian orgasmus. Mula-mula pelan-pelan, ritmis.. makin lama makin keras dengan interval yang makin cepat dan berakhir dengan cengkeraman menetap. Ini berulang kali. Dan setiap kali terjadi pencengkaraman penis saya seperti di atas, tubuh Emi menggeliat kadang menggelinjang atau membanting sambil memutar tubuhnya ke kanan dan ke kiri. Dalam kondisi seperti ini, saya jadi bangga, penuh percaya diri, seperti seorang matador yang dapat menaklukkan lawannya, kadang saya menyangga di atas lutut, tetapi kadang juga saya rebahkan tubuh saya di atas badan Emi yang makin terbasahi cairan vagina, keringat dan parfum yang teraduk menjadi satu.
Disaat merebahi tubuh Emil, bibir saya sampai ke bibir Emi, yang sekali-kali saja membuka matanya. Dan tangan saya tidak berhenti memainkan buah dadanya, meraba, mengelus-ngelus, memijat-mijat, memeras-meras, kadang dengan perasan yang keras, dengan penuh kegemasan dan birahi. Sewaktu saya menduduki perut Emi, Emi terlihat sudah tidak tahan lagi.
Sambil mencium telinga saya Emi berbisik, “Mas.. ditembakkan sekarang ya..!”
Dan dengan sepenuh kekuatan pemompaan penis saya makin saya percepat. Seperti joki yang sedang menunggang kuda, sambil memompa, saya tumbukkan perut saya ke tubuh Emi, sementara tangan saya berpegangan dan menarik-narik kedua susunya. Emi memegang l
engan saya. Nafasnya berdengus seperti nafas kuda yang sedang berlari cepat.
Posisi tubuh saya yang mendekam, menekan perutnya. Saya genjot-genjotkan (bahasa jawa: entrok-entrok), rasanya seperti memantul karena pantulan perut Emi. Rasanya Emi saya perlakukan persis seperti kuda balap. Saya seperti lupa bahwa yang saya naiki adalah tubuh seorang wanita cantik. Kepalanya yang tiap genjotan menoleh bergantian ke kanan dan ke kiri, menambah kebirahian saya. Rasanya seperti menunggangi seekor kuda betina yang liar, ganas, harus ditaklukkan.
Nafas Emi terdengar cepat disertai erangannya, “Uuhh.. uuh.. aduh.. aduh.. aduhh.. uhh.. terus.. terus.. cepat.. cepat aduhh..!”
Sementara nafas saya seolah memburunya, “Ehh.. ehh.. ehh..”
Penis saya makin saya cepatkan keluar masuknya ke vagina, dan ini meyebabkan reaksi orgasmus yang makin meninggi pada diri Emi. Akibatnya cengkeraman ke penisku juga semakin kencang, sehingga saya harus lebih kuat menarik dan memasukkannya ke vagina.
“Uhh.. uhh.. aduh.. aduh.. cepat.. cepat Mas.. aduh..!”
“Hehh.. eh.. eh.. ehh..”
Makin cepat, makin kuat.. makin cepat.. makin kuat saya menarik penis, sampai akhirnya penis saya tidak dapat bergerak lagi, seperti diikat dengan gulungan kabel baja. Berpegang kuat seperti seorang yang takut jatuh, badan Emi terlihat seperti mengejang. Disaat itulah penis saya menyemprotkan sperma, puncak kepuasan bersetubuh bagi seorang laki-laki. Badan saya, saya jatuhkan ke tubuhnya, dan lengan serta tungkai Emi memeluk tubuh saya disertai jeritan lirih. Rupanya ejakulasi saya berbarengan dengan orgasmusnya yang entah sudah keberapa puluh kalinya. Pertempuran dan pergulatan berakhir. Bila dihitung dengan skor, mungkin 40: 1 untuk kemenangan saya.
“Puas Mi..?”
Emi diam karena seperti setengah tidak sadarkan diri pada saat orgasmusnya yang sangat-sangat kuat sekali dan berhasil memaksa penis saya mengeluarkan sperma. Sejenak matanya sedikit dibuka.
“Sangat puas sekali dan ooeenak tenan..” jawabnya dengan genit, “Tetapi sebentar tambah lagi sebanyak-banyaknya sampai pagi lho Mas..!”
“Lho suamimu sekarang dimana..?” godaku memancing (suaminya memang sering ke luar kota).
“Lha ya.., yang sedang menindihi tubuh saya ini..” jawabnya disertai senyumnya yang genit.
Dalam keadaan lemas, rambut teracak-acak, tubuh hangat basah karena keringat, bugil dan putih, Emi semakin terlihat merangsang.
Saya lihat jam dinding sudah menunjukkan pukul 1 malam. Jadi kami sudah bercinta, bergelut, bersetubuh selama 5 jam. Nah, teman-teman netter, saya ingin ulangi kalimat saya di awal cerita ini. Siapa bilang bercinta dengan orang gemuk memuakkan dan melelahkan. Masih nggak percaya? Kalau begitu beri komentar atas kisah saya ini.

TAMAT