Ngentot Bersama Gadis Maniak Seks

Cerita Daun Muda ~ Pengalaman ini terjadi waktu saya masih di SMA. Menjelang perpisahan SMA, saya dan teman-teman sekelas berencana untuk pergi ke Pangandaran. Di sana, kita menginap di sebuah penginapan yang jaraknya dekat dengan pantai. Kita semua benar-benar bersenang-senang, keliling pantai bersama-sama. Pada malamnya banyak temanku yang jalan-jalan menyusuri pantai sama cewek atau cowoknya masing-masing. Saking asyiknya, mereka sampai lupa pulang, ceritanya sih mereka bersetubuh sama pasangannya masing-masing.

Di malam kedua, teman-temanku sedang keluar semua. Tinggallah saya dengan teman cewek saya (Eva).
Saya tanya dia, “Eva, kenapa kok tidak keluar?”.
Dengan entengnya dia menjawab, “Tidak ah, saya lagi sedikit pusing”.
Mendengar jawabannya seperti itu, otomatis saya sebagai temannya harus menjaga dia (masa’ ditinggal sendiri?). Malam itu saya menemaninya di kamarnya sambil nonton TV. Waktu jam 8 malam, dia mandi (katanya sih gerah). Saya sih cuek saja. Setelah 15 menit dia mandi, dia memanggilku minta dibawakan handuk (Dia kelupaan). Ya sudah, saya ambilin. Tapi saya kaget ketika dia minta handuk itu langsung saja dibawa masuk ke kamar mandi dan pintunya tidak dikunci. Pertama saya gugup sekali. Dengan perlahan-lahan saya masukin tanganku untuk memberikan handuk ke dia. Lalu dia menjawab, “Duh, Wolf tanganku nggak nyampe.., saya lagi ada di shower nih.., Masuk saja deh. tidak apa-apa”. Mendengar ajakan itu, saya masuk. Dengan pelan saya taruh handuk itu di tempat wastafel yang jaraknya ketika di sebelah shower yang tertutup tirai tipis. Tapi saya kaget banget, ketika saya lagi meletakkan handuk. Tangannya yang basah nongol menyentuh tanganku. Lalu setelah itu dia keluar berbugil ria dari shower dengan tubuh yang masih basah total. Pada waktu itu, penglihatanku terarah ke dua payudaranya yang besar, padat, dan indah. Lalu kulitnya yang putih bersih. Pokoknya pemandangan itu membuat penisku tegang banget. Setelah itu dia langsung meraih tangan ku dan mengusapkan tangan kananku itu ke payudaranya yang indah itu seraya berkata “ooh, Wolf. Rasakanlah payudaraku ini dan rasakan pula detak jantungku yang berdebar.” Telapak tanganku diusapkannya di payudaranya.

Dia berkata “ooh, Wolf. Saya sudah tidak tahan lagi. Usaplah payudaraku ini dan kita main yuk!”. Sebagai cowok normal, saya pasti ereksi. Lalu pelan-pelan tangan kananku memeras payudaranya yang kanan. “Yaa, itu Wolf. Nikmat sekali. Teruskan Wolf!”. Sewaktu tanganku meremas pelan payudaranya, Tangan Eva dengan ringan membuka kancing-kancing bajuku. Setelah kancing bajuku terlepas semua, Bibirnya yang ranum dan merah merekah itu pelan-pelan mencium dan menjilati dadaku. Lidahnya yang panjang itu terasa nikmat sekali di dadaku. Lalu dia kubalas dengan tangan kananku yang kuarahkan ke pantatnya yang besar dan bersih dan tangan kiriku memeluknya yang diteruskan dengan ciuman saya yang hot di bibirnya itu. Dia mengerang dan menikmatinya, beberapa detik kemudian tangannya membuka retseleting celanaku dan kemudian memelorotinya. Begitu celana dalamku dibuka, penisku yang sudah ereksi dari tadi langsung meloncat keluar. Melihat penisku yang sudah membesar dan memanjang, dia langsung membungkukkan badannya dan mulutnya itu dengan pelan mengulum penisku. Terasa nikmat sekali “Aah.., Eva.., enak Va.., terusin Va!”. Lidahnya itu dengan leluasa menjilati permukaan penisku dan puncaknya, lidahnya diarahkan ke pucuk penisku. Setelah berselang beberapa detik, giginya itu langsung menggigit penisku dan langsung mengocoknya.

Setelah setengah jam kita melakukan foreplay di kamar mandi, ternyata dia masih belum puas juga. “Wolf, yuk kita lanjutin di tempat tidur! saya pengin lebih hot lagi”. Dengan perlahan, saya angkat dia dalam keadaan sama-sama telanjang bulat. Setelah sampai di pinggir tempat tidur, perlahan-lahan saya taruh badannya di atas tempat tidur. Masih dalam keadaan membungkuk, saya ciumi bibirnya dan saya jilat payudaranya yang makin membesar itu. “Oyaa, terusin Wolf, terusin”, Mendengar omongannya saya jadi semakin buas menikmati tubuhnya. Saya rebahkan badannya menjadi dalam keadaan telentang, susunya yang membesar terlihat bagai Gunung Bromo yang menjulang tinggi. Payudaranya itu langsung saya serbu dengan jilatan lidahku. Setelah itu, mulutku diarahkan ke arah selangkangannya. Terlihat bulu vaginanya lebat bak hutan perawan yang masih belum terjamah. Dengan asyik, tanganku mengobrak-abrik bulu vaginanya dan terlihatlah dinding daging tipis alias vaginanya. Langsung saya jilati vaginanya dengan buas dan Eva langsung menjerit kenikmatan sambil mengerang dan berkata “Terusin Wolf, terusin”. Masukin lidahmu itu ke ‘dompet’ku”. Anehnya vaginanya yang rata-rata orang bilang vagina cewek itu biasanya kebanyakan bau tak sedap, tapi vagina Eva terasa harum dan nikmat. Baunya yang justru harum itu membuat saya makin terangsang lagi untuk lebih lama menikmati vaginanya. Sambil menciumi vaginanya, kedua tanganku juga meraba kedua belah payudaranya, Eva hanya mengerang lagi dan memegang kedua tanganku dengan erat. Setelah setengah jam saya terus begitu, akhirnya Eva minta posisinya diganti ke atas. Saya turuti dech, masa saya terus yang gerilya? Saya langsung pindah jadi di bawah dan eva di atas. Sebelum mulai aksinya, Eva pertama-tama meremas sendiri kedua payudaranya dan mimik wajahnya itu yang membuatku tambah syuur. Sehabis meremas-remas sendiri kedua payudaranya, dia langsung memulai aksinya dengan mencium dan menjilati bibirku seraya tangannya meremas-remas dadaku yang agak bidang dan meraba-raba puting susuku. Bibirnya benar-benar fantastik, terasa nikmat dan pokoknya tidak bisa saya uraikan dengan kata-kata. Puas dengan menciumi dan menjilati bibirku, perhatiannya mengarah pelan-pelan ke bawah. Pertama-tama dia menciumi dan menjilati leherku dan kadang-kadang menggigit leherku, serasa benar-benar nikmat. Sambil menikmati leherku, tangan kanannya berpindah posisi menjadi di penisku. Dengan enaknya dia mengocok penisku, ke atas.., ke bawah.., ke atas.. Dan seterusnya. Kocokannya benar-benar membuat mataku merem melek.

Kemudian setelah menciumi, menjilati dan menggigit leherku, matanya tertuju ke dadaku. Lidahnya langsung menjilati puting susuku. Tapi dia cuma sebentar menjilati puting susuku, perhatiannya langsung tertuju ke penisku yang sudah besar dari tadi. Bibirnya langsung menjilat penisku, terasa nikmat sekali. Lidahnya itu yang membuatku puas sekali, dengan pelan-pelan lidahnya mnjilati penisku sambil tangannya yang kecil itu terus mengocoknya. “Aach Eva.., Nikmat sekali Va Ohh”, Selang beberapa menit kemudian, sewaktu dia masih mengocok penisku. Terasa ada sesuatu yang hangat mengalir dari penisku dan serasa hendak meletus keluar. saya bilangin ke Eva, “Awas Va, saya mau keluar Va. Tahan dulu kocokanmu, Jangan sampai spermaku keluar Va saya masih pengin nerusin Va!!”, Tapi dengan cuek dia malah bertambah giat dan keras mengocok penisku sambil lidahnya menjilati pucuk penisku. Beberapa menit kemudian keluarlah cairan kenikmatan yang berwarna putih yang disebut sperma. Dan spermaku mengenai mulutnya dan ada sebagian yang sengaja dijilat dan ditelan Eva. Terasa nikmat sekali!, Eva terus menjilati sisa-sisa sperma yang keluar dari penisku. Sementara Eva masih sibuk dengan penisku, aku istirahat sejenak dalam kenikmatan yang tiada taranya.

Sewaktu saya masih istirahat, terasa Eva masih sibuk dengan penisku. Karena saya kasihan Eva belum mencapai orgasme, Langsung saja saya bangun dan meneruskan aksi. Saya suruh Eva pindah posisi jadi di bawah, langsung dia turuti. Sejenak sebelum memasukkan penisku, saya kocok sebentar penisku agar membesar dan Eva membantuku dengan ikut mengocoknya. Selang beberapa detik kemudian penisku langsung berdiri lagi dan langsung saya masukkan ke vaginanya. Eva langsung teriak dan mengerang kenikmatan, “Aacchh”. Tetapi terasa posisiku kurang nikmat, saya cabut lagi penisku dan saya taruh bantal di atas pantat Eva supaya penisku terasa nikmat masuk divaginanya. Begitu saya masukin penisku dalam-dalam, terasa vaginanya hangat dan sudah penuh cairan yang membuat penetrasi penisku terasa nikmat dan licin. Ini pertanda Eva sudah mengalami orgasme sebelum saya masukin penisku. Penisku, aku tarik pelan-pelan, masukin lagi pelan-pelan dan demikian seterusnya. Eva lagi-lagi berteriak kecil dan mengerang. Saya biarin Eva berteriak dan mengerang, saya terusin aksiku dengan membuat variasi seperti menggoyang pinggulku.

Selang 45 menit saya meneruskan aksiku, Eva pelan-pelan berbisik “Wolf, saya sudah tidak kuat lagi.., saya sudah pengin keluar.., Cairan spermaku sudah mau keluar!”. Ternyata benar juga, beberapa detik kemudian di penisku terasa ada banyak cairan yang menyelimuti. Saya biarkan penisku di dalam vagina Eva selama beberapa menit selama Eva orgasme. Sebab saya baca, cewek senang kalau sewaktu dia orgasme, penis cowoknya berada dalam-dalam di vaginanya. Dan benar juga kata buku, Eva terlihat sangat puas. Begitu dia selesai orgasme, beberapa menit kemudian selama penisku masih di dalam, terasa spermaku masih mau keluar. Buru-buru saya cabut penisku dari vagina Eva dan Eva langsung menyambutnya dengan kuluman yang hebat sekali. Sekali lagi spermaku langsung tumpah ke arah muka Eva, sekeliling bibirnya langsung dipenuhi dengan spermaku yang ternyata banyak sekali. Sebagian cairan putih itu masuk ke mulutnya dan sebagian ada yang tumpah ke payudaranya dan ke sprei. Eva memintaku untuk menjilat spermaku yang tumpah ke payudaranya dan saya turuti. Lidahku menyapu sisa-sisa spermaku di payudaranya dan Eva terlihat benar-benar menikmatinya.

Setelah puas, saya dan dia langsung lemas dan langsung tidur sambil dalam keadaan polos sampai pagi (tanpa berselimut). Pagi-paginya dia sudah bangun dan nonton TV masih dalam keadaan telanjang. Langsung tubuhnya yang indah itu saya tutupi dengan jaketku supaya tidak masuk angin, dia menolak seraya berbisik, “Wolf, lue hebaat sekali tadi malam. Baru lu cowok yang bisa muasin saya. cowok yang lain yang pernah nidurin saya terasa hambar. saya pengin lagi Wolf. saya pengin pagi dan malam selanjutnya kita terus bertelanjang bugil dan main terus. Kita cek out saja dari penginapan ini. Kita bilang ke anak-anak kalau kita ada urusan lain dan harus cepat pulang ke Bandung. Terus kita cek in ke hotel lain”. Ternyata saya lebih gila daripada dia, saya terima saja. Beberapa jam kemudian teman-temanku datang, saya langsung pamit mau pulang sama Eva. Mereka percaya saja.
Langsung deh kita cabut dan cek in di penginapan yang jauh dari mereka. Dan pengalaman itu diteruskan di hotel yang baru, siang malam saya dan Eva mengadakan pesta seks tanpa istirahat. Kecuali buat makan, dan minum. Setiap kali sehabis bersetubuh, saya dan Eva merasakan kenikmatan yang tiada tara.

TAMAT


Indahnya Masa Muda

Cerita Panas ~ Cerita ini adalah kisah nyata yang merupakan pengalaman pribadi saya. Nama saya, sebut saja Andre, dan saya bekerja di sebuah perusahaan multi nasional di Jakarta. Beberapa bulan yang lalu perusahaan saya mengadakan workshop regional di Bali. Workshop diadakan di Hard Rock Hotel selama 4 hari, dan yang hadir kebanyakan dari Singapura, Thailand, Malaysia, Hong Kong dan sebagainya. Jumlah peserta sekitar 40 orang, dan selama berlangsungnya workshop kami dibagi menjadi 5 kelompok yang terdiri dari masing-masing sekitar 8 orang. Karena banyaknya aktivitas yang kami lakukan bersama, otomatis kami jadi kenal dengan baik satu dengan lainnya, terutama rekan-rekan yang satu kelompok.

Di kelompok saya ada satu peserta dari Malaysia, namanya Eileen yang menurut saya sangat cantik. Kulitnya putih mulus dan badannya juga sangat seksi. Dari pertama kenal saya sudah tertarik dengannya, dan saya berusaha untuk dapat lebih dekat dengan dia. Karena kebetulan kami menangani bagian yang sama, walaupun dia di cabang Kuala Lumpur dan saya Jakarta, banyak hal yang berkaitan dengan pekerjaan yang dapat kami bicarakan. Sehingga dalam 2 hari kami sudah cukup dekat. Dari pembicaraan yang bersifat pekerjaan, pembicaraan kami sampai juga ke yang bersifat pribadi, dan saya mulai mengenal Eileen lebih jauh. Eileen ternyata sudah memiliki pacar di Malaysia, dan rencanya tahun depan dia akan menikah. Terus terang, waktu pertama kali mendengar itu saya kecewa, tapi saya berjanji pada diri sendiri kalau saya tidak akan menyerah begitu saja.

Karena acara kami setiap harinya berlangsung dari pagi hingga sekitar jam 9 malam harinya, otomatis hampir semua kegiatan kami lakukan di hotel. Paling-paling sore harinya kami keluar untuk berbelanja di sekitar Kuta. Hari Rabu malam (hari ketiga) saya tidak dapat tidur. Dan sekitar jam 11 malam saya menelepon kamar Eileen dan mengajak dia keluar untuk berjalan-jalan di pantai. Di luar dugaan, ternyata dia setuju dan kami pun kemudian ke pantai Kuta yang terletak persis di seberang Hotel. Kami duduk di tepi pantai yang gelap dan berbicara banyak hal sambil memandangi ombak dan bintang-bintang. Karena suasana pantai yang sangat romantis, perasaan kami terhanyut dan saya memberanikan diri untuk mengutarakan perasaan saya. Ternyata perasaan saya tidak bertepuk sebelah tangan dan dia mengakui bahwa dia juga suka dengan saya.

Sekitar jam 1 pagi dia mengajak saya balik ke hotel, karena sudah larut malam dan besok paginya masih ada aktivitas lagi walaupun sudah hari terakhir. Saya ajak Eileen untuk tidur di kamar saya, tetapi dengan halus dia menolak, alasannya dia belum siap karena kami baru saling kenal.

Besok harinya kami berpura-pura tidak ada apa-apa di antara kami, dan kami pun bekerja dalam kelompok seperti biasanya. Terus terang saya sudah tidak sabar untuk menunggu malam tiba dan berduaan dengan dia lagi. Karena malam terakhir, kantor kami mengadakan acara makan malam di Nusa Dua dan kami baru kembali ke hotel sekitar jam 10 malam. Begitu sampai di hotel, saya tanya Eileen apakah saya boleh main ke kamarnya karena rencananya itu adalah malam terakhir saya di Bali. Eileen dengan rekan-rekannya baru kembali ke Malaysia hari Minggu, sedangkan saya rencananya kembali ke Jakarta hari Jumat pagi. Eileen bilang boleh, tapi sekitar setengah jam lagi karena dia mau mandi dulu.

Saya pun kembali ke kamar, mandi dan menunggu dengan tidak sabar. Sekitar jam 10:30 malam, saya ke kamar Eileen. Waktu itu Eileen baru selesai mandi dan rambutnya masih basah. Dia mengenakan baju kaos putih yang panjangnya sepaha dan tidak mengenakan celana pendek lagi. Eileen mempersilakan saya duduk di tempat tidur dan dia lalu ke kamar mandi untuk mengeringkan rambutnya.

Dari tempat tidur saya dapat melihat dia di kamar mandi, dan malam itu Eileen terlihat sangat cantik. Saya tidak tahan lagi, dan kemudian bangun mendekati dia di kamar mandi.
Saya peluk dia dari belakang dan Eileen berkata, “Wait honey, let me finish first. After I’m done I’ll give you a night that you won’t forget”.
Saya pun kembali ke kamar dan duduk di tepi ranjang. Setelah selesai Eileen keluar dan berdiri di depan pintu kamar mandi. Karena baju kaosnya cukup tipis, lekuk badan Eileen terlihat jelas, dan saya tahu kalau dia tidak mengenakan bra di balik baju kaosnya. Putingnya samar-samar terlihat di balik baju kaosnya yang tipis.

Saya berdiri dan segera menciumnya dengan penuh nafsu. Ternyata dia juga memberikan reaksi yang sama, dan kemudian saya menggendong dia ke ranjang.
“Have you done it before..?” tanya saya.
“No, I haven’t. My boyfriend asked for it many times, but I always told him to wait until we’re married..” katanya.
Dia terdiam sejenak dan kemudian berkata, “But I think I want to do it with you tonight..”
Wow, sebuah kalimat yang membuat saya serasa ‘melayang’.

Eileen menyuruh saya tiduran, dan dia mulai melepaskan baju kaos dan celana pendek yang saya kenakan. Saya coba untuk membuka baju kaosnya, tapi dia minta saya untuk tunggu dulu.
“Not that fast, honey..” katanya.
Eileen kemudian menciumi saya dengan penuh nafsu, dan tangannya dimasukkan ke dalam celana dalam saya, dan mulai memainkan kemaluan saya. Saya sudah sangat terangsang dan segera membalikkan tubuhnya sehingga posisi saya sekarang di atas.

Saya lepas baju kaosnya, dan di depan saya terpampang pemandangan yang sangat indah. Eileen yang telentang dan hanya mengenakan celana dalam putih transparan terlihat begitu menantang. Bulu kemaluannya yang lebat terlihat dengan cukup jelas di balik celana dalamnya. Buah dadanya sangat indah dengan puting yang berwarna coklat kemerahan, sangat kontras dengan tubuhnya yang putih mulus. Saya menjilati putingnya dan Eileen terlihat begitu menikmati.

“Take off your underwear please..!” katanya.
Saya lepas celana dalam saya, dan Eileen kemudian memandangi kemaluan saya yang sudah sangat terangsang. Dia meminta saya tiduran dan kemudian mulai menjilati tubuh saya dari atas sampai kemaluan saya. Sungguh luar biasa, dan Eileen ternyata cukup ahli dalam melakukan oral seks. Pasti dia sering melakukannya dengan pacarnya, pikir saya.

Saya minta dia berubah posisi, sehingga kemaluannya sekarang persis di atas kepala saya. Saya sengaja tidak melepaskan dulu celana dalamnya karena saya ingin menikmati keindahan ini perlahan-lahan. Saya jilati selangkangannya dan sekali-sekali menyibakkan celana dalamnya, sehingga kemaluannya yang ditumbuhi bulu lebat itu terlihat. Kemaluan Eileen sangat harum karena dia baru saja selesai mandi dan memang kelihatan kalau Eileen orangnya sangat bersih. Beberapa menit kemudian dia berdiri dan melepaskan celana dalamnya. Di depan saya adalah pemandangan yang sangat indah, belum pernah saya melihat wanita secantik Eileen tanpa busana di hadapan saya.

“Let’s do it, now Honey.. I’m so turn on..” pintanya.
Eileen pun kemudian merebahkan diri dan membuka kedua pahanya lebar-lebar. Saya jilati selangkangannya dan kemaluannya.
“Ah.. ah.. come on.. do it now, I can’t stand it anymore..”
Saya tidak menghiraukan dia dan kemudian menyibakkan rambut kemaluannya dan mulai menjilati klitorisnya.
“Ah.. please.. please.., do it now.. please..!” pintanya.
Saya terus jilati klitorisnya, dan suara erangannya menjadi semakin keras tanda kalau Eileen sudah sangat terangsang.

Sebelum Eileen mencapai puncaknya, saya tarik badan Eileen ke sisi tempat tidur. Kakinya dibuka dengan lebar dan saya mencoba untuk memasukkan kemaluan saya ke vaginanya. Walaupun Eileen sudah sangat basah karena terangsang, ternyata kemaluan saya tidak mudah untuk masuk, karena dia belum pernah melakukan ini sebelumnya.
“Honey.. slowly please.. it’s painful..”
Senti demi senti saya masukkan kemaluan saya sampai akhirnya masuk dengan penuh.
“Oh.. it feels good.. can you move your body now..?” katanya.
Saya pun mulai menggerakkan pinggul, dan dari kemaluannya saya lihat sedikit darah keluar tanda kalau dia memang masih perawan.

“Yes.. yes.. I like it.., faster please.. faster..!” katanya.
Beberapa menit kemudian saya minta dia untuk merubah posisi, dan kami melakukan doggy style. Ternyata Eileen sangat menikmati posisi ini, apalagi posisi ini juga memudahkan saya untuk memegang buah dadanya yang lumayan besar dari belakang.
Selang beberapa saat, Eileen mengeluarkan teriakan keras, “Ah.. ah.. I’m coming Honey.. I’m coming..”
Saya tahu kalau Eileen sudah orgasme, dan saya pun terus mempercepat gerakan sampai akhirnya saya juga orgasme. Tentunya saya tidak ejakulasi di dalam vaginanya, karena saya tidak mengenakan kondom, dan saya tidak mau dia sampai hamil.

Setelah itu kami berdua ke kamar mandi dan mencuci bersih tubuh kami yang penuh dengan keringat dan juga sedikit darah Eileen. Selesai mandi kami berendam di bathup sambil berpelukan. Sungguh nikmat rasanya. Malam itu kami tidak tidur sama sekali dan kami berhubungan lagi 2 kali sampai pagi.

Pagi harinya Eileen meminta saya untuk tidak kembali ke Jakarta hari itu dan menemani dia di Bali sampai hari Minggu. 2 hari berikutnya saya habiskan waktu berkeliling Bali dengan Eileen dan teman-temannya. Sayang sekali saya tidak dapat terus berduaan dengan Eileen karena dari sebelumnya dia sudah janji dengan teman-temannya untuk liburan di Bali setelah acara kantor selesai. Baru malam harinya kami bisa menikmati waktu berdua dan waktu itu terasa amat singkat dan hari Minggu pagi Eileen sudah harus kembali ke Malaysia dan saya ke Jakarta. Sebelum berpisah kami berjanji untuk tetap akan saling berhubungan melalui telpon dan e-mail dan berharap kami dapat melanjutkan hubungan kami.

Kami pun terus berhubungan melalui telpon dan e-mail sampai sekitar satu setengah bulan kemudian saya menerima e-mail yang sangat mengejutkan. Eileen meminta saya untuk berhenti menelpon dan menulis e-mail ke dia, karena pacarnya sudah mengetahui affair dia dengan saya, dan dia lebih memilih pacarnya karena beberapa alasan yang terus terang, sangat berat untuk saya terima.

TAMAT


Kenikmatan Diatas Kereta Api

Cerita Panas ~ Ini adalah pengalamanku yang benar-benar gila, karena aku sendiri tak menyangka kalau kejadian ini bisa terjadi pada diriku.

Jumat pagi, 16 Mei 2003, aku kembali ke Jakarta setelah bertugas di Semarang sejak hari Senin. Karena Sabtu pagi aku ada undangan pernikahan temanku, maka kupaksakan diri untuk naik kereta pagi. Ya, aku naik Argo Muria pagi, dan benar-benar berangkat pukul 05.00 pagi. Sengaja aku memilih kereta api, karena aku ingin menikmati suasana pagi di sepanjang perjalanan.

Akibat semalam kurang tidur (aku dijamu oleh rekan di Semarang), hampir saja aku ketinggalan kereta. Tidur jam 01.00, terbangun karena kaget jam 04.15. Terpaksa aku hanya mandi koboy. Yang penting bisa gosok gigi dan pakai parfum. Terburu-buru aku meninggalkan hotel di daerah candi, dan kupaksa sopir taksi memacu kendaraan. Terbukti, aku bisa sampai di stasiun Tawang hanya lima menit sebelum kereta berangkat.

Sampai di atas kereta, aku merebahkan diri, tidur-tiduran dan ternyata benar ketiduran. Aku baru terbangun gara-gara seseorang mencolek lenganku, dan aku merasa nafas hangat menerpa pipiku.
“Minum teh atau kopi, Pak?”, seorang wanita bertanya lembut padaku.
Oh, ternyata sang pramugari menawarkan minuman pagi. Segera kuminta teh panas, sekaligus aku memesan kopi susu satu gelas besar. Tak berapa lama, pesananku tiba, dan aku tersenyum padanya sebagai tanda terima kasih bahwa dia telah mengantarkan pesananku dengan cepat. Ia pun tersenyum ramah namun penuh arti kepadaku. Sempat kulirik name tag-nya, ternyata namanya Risma.

Sambil menikmati kopi susu panas, aku mengobrol sebentar dengan penumpang sebangku, sekedar membunuh waktu. Karena benar-benar kurang tidur, maka aku pun tertidur kembali. Nyenyak sekali rasanya tidurku, sebab aku terbangun pukul 08.30, dan tepat pada saat itu, Risma dan rekannya ternyata sedang membagikan sarapan pagi.

Ah.., manis benar anak ini. Kulitnya kuning langsat, tampaknya dia rajin lulur, semampai, dadanya kutaksir berukutan 36B. Dan pantatnya, terbuai aku melihatnya. Apalagi saat itu dia mengenakan rok mini ketat seragam setinggi 15 cm di atas lutut, membuatku bebas menikmati pahanya yang selicin lilin. Hatiku berdebar, darah kelelakianku terasa mengalir, adrenalinku terpacu.

Kemusdian sampailah dia ke deretan tempat dudukku. Karena stok yang tersedia berada di bawah (dia dan temannya mendorong trolley seperti trolley yang ada di pesawat), maka dia harus berjongkok untuk mengambil nampan yang berisi sarapan pagi. Sengaja kupandangi pahanya yang benar-benar licin terawat sambil berharap aku bisa melihat lebih jauh (aku duduk di pinggir dekat aisle/gang). Tapi ternyata aku hanya bisa melihat sepasang paha yang terkatup rapat. Ah, sialnya.., dan ternyata aku sial dua kali karena dia mengetahui arah pandang mataku. Deg! Aku terkejut dan malu hingga kubuang pandanganku ke arah jendela. Namun demikian aku tak dapat menahan keinginanku untuk melirik ke arahnya lagi. Dan dia melakukannya untuk yang kedua kalinya, berjongkok mengambil nampan, dan.., thank God, kali ini aku bisa mengintip celana dalamnya yang warnanya ungu, serasi benar dengan warna seragamnya. Tiga kali aku melihat pemandangan indah itu yang makin lama ternyata makin lebar dia buka. Kembali, darah kelelakianku bergejolak memberontak, menuntut pelepasan, apalagi ditambah ekstra bonus saat ia menyerahkan nampan kepadaku dengan agak membungkuk hingga tampak dua pasang bukit kembar yang benar-benar.., ah.., aku hanya mampu menelan ludah.

Segera kunikmati sarapan pagiku, dan selesai sarapan aku menuju bordes untuk merokok. Cukup lama aku berada di bordes, dua batang Dji Sam Soe aku habiskan. Aku benar-benar pusing akibat pemandangan indah tadi. Sambil merokok aku berkhayal, seandainya aku bisa membelai paha mulus itu, meremas payudaranya yang montok itu, ah.., nikmatnya. Tapi apa boleh buat, aku hanya sebatas berkhayal, karena aku tidak punya keberanian untuk memulai.

Makin lama ternyata hasrat ini tak mampu kubendung. Segera kunyalakan Dji Sam Soe yang ketiga. Pada saat yang sama, Risma melintas lagi, entah hendak kemana. Entah setan apa yang mampir di benakku, tahu-tahu aku sudah mencekal tangannya.
“Mbak, sorry, tadi waktu ngasih sarapan maksudnya apa, kok pake buka-buka paha?”, tanyaku kasar.
“Lho, bukannya Bapak yang memang berniat ngintip saya?”, sergahnya.
“Saya tadi melihat Bapak kayaknya berusaha ngintip celana dalam saya, ya sekalian aja saya buka. Memangnya kenapa?”.
“Kamu nggak takut kalo aku birahi, Ris?”, kataku.
“Soal birahi atau enggak, itu urusan Bapak. Saya ‘kan cuma memperjelas aja, biar Bapak nggak penasaran. Kalo Bapak pengen lebih dari itu, maaf, memangnya saya ini cewek apaan?”, Risma mulai kesal denganku.

Tak tahan kuseret dia ke toilet hingga Risma menjerit-jerit minta tolong, tapi suaranya tertelan gemuruhnya roda-roda Argo Muria yang sedang melaju dengan kecepatan penuh. Di dalam toilet, kusingkap rok mininya, dan rupanya ia mengenakan G-String. Pantas saja, aku tidak melihat garis celana dalam di balik rok mininya. Tanpa ampun, kutarik G-Stringnya hingga robek, dan segera kujilat vaginanya dengan rakus. Cukup sulit melakukannya karena selain toilet yang sempit, goncangan kereta, diapun memberontak sambil berusaha mengatupkan pahanya atau menendangku. Tapi aku tidak menyerah. Kepalang basah, sudah berduaan di toilet, kalau nggak tuntas, aku sendiri yang rugi.

Aku mulai merasakan ada cairan mengalir dari lubang surgawinya. Setelah kurasa cukup basah, kuhentikan aktivitasku. Kupandangi matanya yang mulai sayu, tanda bahwa ia mulai terangsang juga.
“Kamu keberatan kalau aku bertindak lebih dari ini?”.
“Maksud Bapak..?”, Risma tak memahami pertanyaanku.
“Kontolku udah keras banget, Ris. Dia pengen dituntaskan”, sahutku.
“Tolong Pak, jangan.., saya belum pernah begituan.., tolonglah Pak..”, Risma memohon kepadaku.
Rupanya ia masih perawan sehingga ia sangat ketakutan kalau aku menyetubuhinya.

Aku tak peduli lagi, dan segera kubalikkan badannya sehingga memunggungiku. Kupaksa agar dia membungkuk, dan dengan posisi doggy style, kuterobos memeknya yang sudah sangat basah itu dengan kontolku yang sudah menegang kemerahan.
“Aawww.., Paakk.., ssaakiitt..”, Risma menjerit kesakitan akibat keperawanannya kutembus.
Aku sendiri merasakan ada sesuatu yang sobek di dalam lubang surganya. Aku tak peduli, dan segera dengan gerakan memutar, kukocok penisku. Risma rupanya sudah mulai bisa menikmati permainanku. Terbukti, ia tak lagi melawan atau menolakku tetapi aku bahkan merasa pinggulnya bergoyang mengimbangi permainan penisku. Tak lupa, kulucuti juga blazer dan kaos dalamnya. Begitupun dengan BH-nya, segera kurenggut paksa karena aku sudah tak sabar ingin meremas payudaranya. Nampak Risma sudah telanjang bulat, dan aku makin bernafsu melihat tubuhnya yang kuning langsat mulus.

Sambil kuentot, kuremas payudaranya dan kupilin putingnya seperti aku memilin kapas. Risma bergetar dan menggelinjang menahan nikmat. Secara tiba-tiba kucabut penisku dari memeknya, dan kubalikkan Risma sehingga kami kini berhadap-hadapan. Kuserbu bibirnya yang mungil, perlahan aku turun ke lehernya yang jenjang, dan kuhisap habis putingnya yang berwarna coklat muda. Risma kaget dan menggeram karena ternyata pusat rangsangannya ada di putingnya. Kumainkan bergantian payudara montok itu, kuhisap dan kukulum yang kiri, kuremas yang kanan begitu pula sebaliknya.

Puas dengan kedua bukit kembarnya, lidahku turun menyusuri perutnya yang rata, dan mataku terpaku melihat semak belukar yang begitu lebatnya. Tampak sekali belukar itu basah kuyup oleh lendir memeknya yang bukannya merembes tetapi mengalir seperti anak sungai. Ya, Risma ternyata tipe perempuan becek, dimana perempuan seperti inilah yang sangat kusukai. Tak sabar, kukuakkan memeknya hingga tampak percikan darah perawannya di labia mayoranya dan aku sangat terkejut melihat ada tonjolan sebesar kacang merah mencuat menantang. Merah sekali. ternyata itil Risma benar-benar besar. Baru kali ini aku melihat itil perempuan sebesar ini, dan mencuat keluar, tegang seperti penisku yang tegak mengacung.

Tanpa membuang waktu segera kujilat dan kukulum itil Risma. Seiring dengan kulumanku, Risma menggelinjang hebat, dan nafasnya semakin memburu. Perlahan tapi pasti lendir memeknya mulai mengalir deras membasahi mulutku. Sambil menahan nikmat, Risma menjambak rambutku dan aku merasakan cairan hangat menyemprot wajahku, rasanya agak-agak asin tapi nikmat sekali. Ternyata karena tidak kuat menahan nikmat Risma sampai terkencing-kencing, walaupun dapat kurasakan kalau dia masih belum mencapai puncaknya. Tak kusia-siakan, kuteguk semua cairan yang keluar dari memeknya habis-habisan. Rupanya akibat perlakuanku di itilnya, Risma makin tak dapat menguasai gejolak birahinya. Iapun memohon agar aku meneruskan kocokan penisku di memeknya, karena ia merasakan lagi kalau seperti mau pipis. Segera aku berdiri, dan sebelah kaki Risma kuangkat dan kusangga dengan tanganku. Dengan posisi ini penisku bisa menstimulasi itilnya lebih maksimal. Risma memeluk tubuhku, dan memejamkan mata seolah menikmati permainan surga ini.

“Ris, kamu ngerasa diperkosa nggak?”, tanyaku.
“Emmhh.., sshh.., eeng.., ggaakk.., oouuffhh..”, rintihnya.
“Kok..?”, aku bertanya lagi sambil mempercepat kocokan penisku di vaginanya.
Kurasakan tubuh Risma mulai limbung dan aku yakin dia akan segera mencapai puncaknya. Maka tanganku pun segera meraba itilnya yang ternyata terasa sekali makin mencuat dan keras.
“Ssshh.., mmhh.., een.., nnaakk.., ss.., ssee.., kkaa.., llii..”
“Ooohh.., tadinya kupikir.., nggak.., se.., enak ini..”
Kata-katanya mulai terputus, nafasnya makin memburu dan akhirnya segera kucabut penisku dan aku kembali ke posisi doggy style lagi.
“Paakk.., akk.., kkuu.., ppee.., nggeen.., pi.., piiss.., aahh..”
Akhirnya Risma menghentak-hentakkan paha dan pinggulnya dengan sangat liar. Mulutnya meracau pertanda ia mendapat kenikmatan yang luar biasa. Ya, Risma telah mencapai puncaknya. Aku pun mulai tak tahan, melihat geliat pinggul dan pantatnya yang putih bak lilin itu hingga akhirnya..
“Riiss.., Rriissmmaa.., aku kelluaarr..”, aku mengerang dan kocokanku makin kupercepat.
Risma tersentak akibat semprotan spermaku yang langsung menembus rahimnya, namun tidak bisa berbuat banyak, karena aku memeluk dia erat-erat hingga akhirnya kami berdua jatuh karena lemas. Sejenak kami berpelukan dan berciuman lembut, rasanya aku tak ingin melepaskan penisku dari vaginanya. Ya, walaupun sudah muncrat, penisku masih tegang di dalam vaginanya.

“Pak.., kalo aku hamil gimana?”, Risma bertanya cemas.
“Jangan khawatir, ini alamat dan nomor teleponku”, aku menenangkannya seraya memberikan kartu nama dan nomor teleponku.
“Aku akan bertanggung jawab atas benih yang telah aku tanam. Tapi berjanjilah padaku, kamu tidak akan melakukannya dengan orang lain”
“Ah.., paling teleponnya palsu..”, Risma mencibir.
“OK, kalo nggak percaya kamu boleh coba sekarang ke HP-ku. Dan nanti malam sekitar jam 19.00 ke telepon rumahku. Malam ini kamu nggak kembali ke Semarang kan?”
Kamipun berdiri dan saling membersihkan tubuh. Tapi karena G-String Risma robek, akhirnya dengan terpaksa ia keluar dengan tanpa mengenakan celana dalam. Dan aku sangat beruntung mendapat kenang-kenangan celana dalam itu.

Dan tepat pada pukul 19.00, Risma meneleponku. Kami berdua bercanda dan Risma mengeluh kalau vaginanya masih terasa perih bercampur pegal. Maklum, diperawani di toilet kereta api. Kami berjanji untuk saling bertemu jika Risma berada di Jakarta atau sebaliknya. Dan Risma berjanji akan menginap di rumahku minggu depan, karena dia bertugas di Argo Muria pada shift malam dan memintaku untuk menjemputnya di stasiun Gambir.

TAMAT


Enaknya Ngentot Masa Muda

Cerita Panas ~ Pada awalnya aku tidak pernah menyangka akan ML untuk pertama kali pada bulan pertamaku tinggal di Bali. Waktu itu aku baru masuk kuliah dan dapat tempat kost di daerah Jimb. Lingkungan kostku juga cukup enak dan tenang, apalagi aku tinggal sendiri di kostku itu.

Cuma ada 4 kamar yang terisi pada saat itu. Satu keluarga muda, mungkin baru berumur 30-an, Seorang pria setengah baya, dan 2 wanita muda yang cantik dan seksi, umurnya sekitar 22-27 (mereka tinggal satu kamar) dan aku. Kebetulan mereka berdua tinggal di sebelah kamarku. Sebut saja mereka Evi dan Silvi.

Evi yang lebih muda selalu ada di rumah sore hari, jadi aku sering mengobrol dengannya. Seminggu setelah aku tinggal di tempat kost itu barulah mulai petualangan seksku.

Siang itu seperti biasa aku pulang kuliah dan tiba di tempat kostku. Tidak sengaja aku melihat ke dalam kamar Evi, Evi sedang tidur siang. Mungkin karena udara di temat kostku cukup panas dia tidak menutup jendela dan hanya mengunakan kaos tipis dan celana pendek, dan saat itu kaosnya sedikit tersingkap dan terlihat payudaranya (Evi tidur tanpa menggunakan bra).

Saat itu juga darahku terasa naik dan penisku mengeras. Jujur saja, aku belum pernah melihat pemandangan seindah itu. Tapi saat itu aku cuma bisa mengagumi dengan melihatnya saja. Setelah puas akupun masuk ke kamarku dan mengkhayal bila aku bisa meraba payudara dan paha mulusnya.

Sekitar jam 3 sore aku keluar kamar, kulihat Evi sudah bangun dan sedang duduk di depan kamarnya dan memang seperti biasa kost tempatku itu sedang sepi. Masih dengan pakaian yang tadi, akupun keluar dan mengobrol dengan Evi dan sekali lagi aku cuma bisa memandangnya. Kamar kost Evi isinya cukup lengkap, TV, VCD dan bahkan kulkas. Dengan dalih mau nonton TV aku ajak Evi untuk ngobrol di dalam saja.

Walaupun ngobrol, mataku sekali-kali melirik ke badannya dan mangagumi tubuhnya. Penisku mengeras melihat itu dan akupun semakin gelisah. Melihat aku gelisah Evi tersenyum.

“Kenapa Re?, Gak enak yah duduk dibawah?”, Tanya Evi sambil senyum.
“Ah gak kok cuma kesemutan” jawabku sekenanya sambil melirik ke arahnya.
“Panas ya udaranya. Lihat, bajuku aja sampe basah sama keringat”, katanya sambil menarik-narik bajunya.
“Aku mandi dulu yah, kamu mau ikut gak mandi bareng aku?”, sambil tertawa dan menyubit pinggangku.
“Bener nih”, tantangku.

Evi cuma tertawa dan berlalu ke kamar mandi. Kamar kost kami masing-masing ada kamar mandinya dan juga ada di belakangku. Entah kenapa tiba-tiba VCD-nya menyala sendiri (ternyata remotenya kedudukan olehku) dan ternyata ada film di VCD-nya, dan itu film porno. Aku tonton film itu dan tanpa sepengetahuanku ternyata Evi sudah selesai mandi dan telah berdiri di belakangku.

“Hayo nonton BF ya”, katanya tiba-tiba membuatku kaget.

Aku menoleh dan oh god, Evi cuma menggunakan handuk saja. Tingginya yang 165 cm berkulit putih hanya menggunakan handuk sebatas dada dengan payudaranya yabg sedikit terlihat dan bawahnya beberapa centi saja dari lekuk pantatnya yang bulat.

“Eh sorry vi, gak sengaja. VCD nya nyala sendiri” kataku sambil mematikan VCD.
“Kok dimatiin, abis ini adegannya seru loh..?” katanya sambil duduk di sebelahku dan menyalakan VCD lagi.

Penisku yang sudah sejak siang tadi sudah menegang jadi semakin tegang sekarang apalagi noton VCD itu ditemani seorang Evi yang cantik di sebelahku dengan hanya menggunakan handuk.

“Tuh kan adegannya seru” katanya. Saat itu di VCD tampak sang bintang wanita sedang merintih karena vaginanya dijilati.
“Kalo dijilat gitu rasanya enak gak?” tanyaku.
Evi tersenyum saja menjawabnya, “Dah, liat dulu aja”

Sekarang aku semakin gelisah dan penisku semakin menegang. Evi tampak menikmati film itu dan nafasnya pun semakin berat mungkin karena gairahya yang mulai timbul sama dengan gairahku yang sudah timbul sejak siang tadi. Pelan-pelan aku mencium aroma wangi dari tubuh Evi yang segar setelah ia mandi. Dan aku pun mencium lehernya. Evi pun melengos.

“Kenapa Ren?, Kamu mau cium aku ya?”
“Aku dah gak kuat Vi, boleh yah aku cium Vi?”
“Kamu dah konak ya dari tadi”, katanya sambil meraba penisku dari luar. Saat itu aku pakai celana pendek Hawaii.

Aku diam saja dan terus mencium lehernya. Pelan-pelan tanganku menarik handuknya turun sehingga terlihat payudaranya yang putih dan indah. Putingnya yang agak kecoklatan naik ketika kuraba lembut. Akupun segera melumat bibirnya sambil tanganku meraba payudaranya. Evi pun membalas ciumanku dengan hangatnya.

“Hhh”, terdengar desisnya ketika mulutku meluncur turun dan mulai menciumi payudaranya yang kira-kira berukuran 36B.

Tanganku pun makin sibuk melepas seluruh handuknya sehingga membuat jariku dapat dengan mudah menyelusup ke liang kewanitaannya.

“Ssshhh terus Ren”, desisnya semakin menjadi ketika tanganku mengelus klitorisnya.

Mulutku pun sibuk menciumi-kedua bukit kembarnya. Tangan Evi yang semula di samping perlahan naik ke kepalaku dan meremas rambutku. Genggamannya makin kuat seiring gerakan tanganku di vaginanya yang sudah mulai basah. Pelan-pelan mulutku mulai turun menciumi perutnya dan akhirnya sampai di liang kewanitaannya.

“Aaahhh Ren, enak Ren” Evi menggelinjang hebat ketika lidahku menyapu habis klitorisnya.

Vaginanya yang sudah basah dengan lendirnya semakin basah oleh sapuan lidahku. Tangannya yang sudah bebas bergerak ke penisku dan mengocok penisku.

“Enak Vi” erangku menerima kocokan di penisku. Penisku semakin tegang dan mulai basah.
“Besar juga punyamu Ren” kata Evi di tengah racauannya.

Lidahku pun jadi semakin giat melumat habis klitorisnya. Dan akhirnya kulihat lubang kewanitaannya dan kumasukan lidahku ke dalamnya.

“Ren, kamu nakal Ren” racaunya dan badannya pun menggeliat hebat, kocokannya pun pada penisku semakin cepat membuatku terengah-engah.

Setelah 15 menit lidahku mengobok-obok vagina dan lubang kewanitaannya, tubuh Evi pun menegang disertai desahan kepuasannya. Evi orgasme dengan menjepit kepalaku di antara kedua paha putih mulusnya. Kocokan pada penisku pun melemah padahal aku sedang merasakan nikmatnya.

Celanaku yang masih terpakai aku lepas dan kuarahkan batang kemaluanku ke mulut Evi. Evi pun menarik penisku dan memasukkannya ke dalam mulutnya dan menjilati kepala penisku. Tubuhkupun direbahkannya sambil terus mengulum penisku. Makin lama kuluman Evi bertambah cepat membuatku merasakan nikmat yang belum kurasakannya sebelumnya. Sambil menikmati kuluman Evi, aku melihat ke arahnya. Rambut hitamnya yang lebat menutupi sebagian besar wajahnya. Matanya sesekali terpejam dan melirik nakal ke arahku sambil mengulum penisku dengan cepatnya.

Akupun mengubah posisiku dan kembali menciumi bagian kewanitaannya dan melumat habis kllitorisnya lagi. Evi pun mendesah dan makin cepat mengulum penisku sambil sesekali tangannya memainkan buah zakarku. Cukup lama juga posisi 69 itu kulakukan sebab kenikmatan sama-sama kami rasakan. Hingga akhirnya Evi mengalami orgasme yang kedua kalinya dengan desahan puas yang cukup panjang dan melepas kulumannya.

“Ren, Masukin penismu dong Ren, jangan buat aku tersiksa” racau Evi di antara desahannya.

Akupun mengatur posisiku. Evi yang masih tidur telentang dengan kaki menekuk membuka pahanya sehingga aku dapat melihat vagina indahnya. Kuarahkan batang kemaluanku yang sudah membesar dan menegang ke lubang kewanitaannya. Pelan-pelan kumasukkan kepala penisku, kulihat Evi menggigit bibirnya ketika penisku masuk ke dalam vaginanya yang sempit. Akupun merasakan kenikmatan yang baru kali itu kurasakan ketika seluruh batang kemaluanku tertanam di lubang kemaluannya, terjepit dan seperti dipijat.

Akupun mengerakkan pantatku maju mundur sambil kulihat Evi memejamkan mata dan mendesah. Tak lama Evi pun mengimbagi gerakanku dengan sesekali menggoyangkan pinggulnya.

“Lebih cepat sedikit Ren, ahhh, enak sekali”.

Akupun mempercepat gerakanku. Evi pun melenguh dan mendesah, dan pinggulnya pun makin cepat bergerak.

“Terus Ren”, katanya.

Desahannya membuatku semakin bernafsu dan akupun mencium bibirnya, lehernya dan belakang telingnya. Desahan dan nafasnya semakin tak beraturan.

“Terus Ren, aku sebentar lagi sampai”.

Akupun mempercepat gerakanku dan tak lama Kaki Evi yang melingkar di pinggangku menguat begitu juga pelukannya. Evi telah orgasme lagi. Lenguhannya yang panjang membuatku semakin terangsang. Tetapi Evi mendorong tubuhku karena badannya cukup lelah.

“Kamu masih belum keluar ya Ren? Tanya Evi.

Dia pun menarik penisku sambil dan kembali mengulumnya. Kulumannya kali ini pun cukup lama sambil tanganku memainkan klitorisnya. Setelah agak lama, Evi pun mengatur posisinya dan memeragakan gaya woman on top. Dia duduk di atas perutku sambil menggoyangkan pinggulnya dan sesekali memutarnya. Akupun mencoba bangkit karena aku tak tahan melihat payudaranya yang putih. Aku ingin sekali mencium dan melumat payudara putih dan kenyalnya.

Kucium payudaranya dan perlahan naik ke lehernya dan belakang telinganya. Aku suka sekali mencium belakang telinganya karena Evi selalu mendesah hebat kalau dibegitukan. Seiring dengan desahan dan gerakan tubuhnya yang semakin cepat akupun merasa aku akan mencapai puncak kenikmatanku. Desahan dan gerakannya makin cepat, akhirnya melemah diiringi desahannya yang panjang.

Akupun mencapai puncak kenikmatanku saat itu. Sambil mendesah Evi pun membaringkan tubuhnya ke kasur dengan posisi penisku masih ada di dalamnya. Akupun perlahan mencabut batang kemaluaku yang telah basah oleh cairannya dan cairanku sendiri. Kucium lagi bibirnya sambil kuucapkan terima kasih padanya.

“Makasih ya Vi, Ini pengalaman pertamaku, tapi aku puas dengan dirimu”.
“Aku juga puas dengan kamu Ren. Kamu hebat Ren”.
“Aku juga Vi”, kataku sambil mencium bibirnya lagi.

Aku pun berdiri dan mengenakan bajuku lagi. Evi pun memperhatikan penisku ketika aku mengenakan baju. Dia duduk dan kembali mengulum penisku. Tapi itu tidak berlangsung lama padahal penisku sudah siap dan tegang lagi.

“Di simpan buat lain kali aja ya Ren”, katanya ketika nafasku mulai kembali tidak beraturan.
Aku hanya tersenyum, “Masih ada lain kali ya Vi”.

Evi hanya tertawa dan kembali ke kamar mandi. Ternyata ‘lain kali’ itu adalah keesokan harinya dan berlanjut terus setiap kali ada kesempatan.

TAMAT


Pemuas Nafsu Atasan Yang Gila Seks

Cerita Panas ~ Aku cepat-cepat memakai celana dan merapikan bajuku, ketika kudengar ketukan di pintu. Demikian pula Sheila. Dia merapikan rambut dan bajunya. Awalnya blus yang dipakai sudah terbuka seluruh kancingnya, sehingga dadanya yang putih dan indah itu terlihat. Sheila lalu duduk di meja kerjanya dan menyuruhku membukakan pintu.

Agaknya Rosita yang datang dengan map ditangan. Dia melihatku dengan pandangan aneh. Entah apa yang dipikirkannya. Aku melihat jam ditangan hampir pukul 14.30. Waktu makan siang sudah habis. Pantas saja Rosita, sekretaris Sheila, sudah kembali mengerjakan tugasnya.

Sheila tengah membaca proposal yang dibawa Rosita, sementara aku hanya diam saja di sofa ruangan Sheila. “Mungkin cukup untuk siang ini, Wim. Lakukan tugas yang kuberikan tadi dengan baik”, kata Sheila memecah kesunyian di antara kami.

Aku hanya mengangguk, lalu keluar dari ruangan itu. Sheila adalah bosku langsung. Usianya 34 tahun. Tetapi dia belum menikah. Padahal, menurutku, dia sudah memiliki segalanya. Rumah, mobil dan penghasilan besar. Entah kurang apalagi dia, sehingga sampai sekarang masih melajang.

Antara aku dengan Sheila bukan hanya sebatas hubungan atasan bawahan lagi, melainkan lebih dari itu. Sebab, Sheila selalu menuntut aktivitas seksual, jika kami hanya berduaan. Padahal aku sendiri sudah menikah. Wina, istriku, termasuk tipe wanita yang setia. Dia memang bukan wanita karier. Namun dia mencoba mengerti pekerjaanku. Kami sudah menikah tiga tahun, dan belum juga dikaruniai anak.

Sebenarnya aku tak pernah punya niat untuk berselingkuh. Di dalam hatiku juga tidak ada niatan untuk menggantikan Wina dengan wanita lain. Tetapi godaan dari Sheila sungguh membuatku tak mampu untuk menolak. Kecantikan Sheila sebenarnya bukan hal utama yang menarik lelaki, termasuk diriku. Tetapi justru dengan wajahnya yang biasa-biasa saja, dia berkesan sensual dengan kulit putih dan tubuh ramping tanpa lemak. Ditambah lagi dengan kegesitan dan kedinamisan geraknya, membuat laki-laki banyak mengaguminya.

Di kantorku saja, beberapa manajer dan direktur tertarik padanya. Tetapi anehnya, dia tetap dingin menanggapinya. Entah apa sebabnya dia justru memilihku untuk melayaninya di tempat tidur. Pada awal mulanya aku selalu hormat padanya. Lebih-lebih karena aku termasuk pegawai baru di kantor ini. Itu sebabnya aku berusaha menunjukkan kesungguhanku dalam bekerja.

Pada suatu siang aku dipanggil keruangannya. “Wim, perusahaan mengirimku untuk menemui klien di Bandung. Aku ingin kamu ikut agar suatu saat kalau aku berhalangan datang kamu bisa menggantikan tugasku”, katanya.

Aku senang sekali mendengar hal itu. Berarti Sheila percaya kepadaku. Aku mengabarkan hal ini kepada Wina. Dia sama sekali tidak curiga, meskipun aku bilang hendak menginap di hotel bersama bos wanitaku. “Aku percaya kepadamu. Ini juga demi kemajuan kariermu”, katanya memberi semangat.

Kami berangkat dengan kereta. Sepanjang perjalanan, kami banyak mengobrol tentang hal-hal pribadi. Termasuk perkawinanku dan harapanku. Tetapi aku susah sekali mengorek tentang pribadinya, karena ia hanya tertawa saja ketika kutanya mengenai pria idamannya.

Pukul 22.00, kami tiba di salah satu hotel berbintang di Bandung. Agaknya perusahaan kami hanya menyediakan sebuah kamar untuk Sheila. “Tidak mengapa Win, kita bisa menggunakan bed ekstra untuk kamu. Hitung-hitung pengiritan”, katanya membaca kebingunganku.

Sebenarnya aku canggung sekali harus tidur sekamar dengan wanita lain. Lebih-lebih wanita itu adalah bosku. Namun aku tidak kuasa menolak perintahnya. Lagipula aku tidak punya uang untuk itu. Kulihat Sheila tidak canggung berada sekamar denganku. Dia malah seenaknya membuka blazer, dan hanya menggunakan kamisol dan celana pendek, lalu masuk ke kamar mandi Aku hanya duduk terdiam saja. Rasa sungkanku ternyata lebih banyak mempengaruhiku, sehingga aku tidak bisa bersantai.

Tak lama kemudian Sheila keluar dengan hanya menggunakan mantel handuk, rambutnya yang sebahu basah.
“Wim, kamu gak mau mandi?, sekalian kamu mandi kan saya bisa bertukar pakaian”, katanya.
“Baik Bu, saya juga mau mandi sekarang ini”, kataku.
“Kalau tidak sedang di kantor, atau menemui klien, kamu panggil aku dengan Sheila aja, Bukankah usia kamu lebih tua ketimbang saya?”.
“Baiklah, Sheila”, jawabku sambil segera masuk ke kamar mandi. Saat mandi aku kembali membayangkan istriku yang ada di rumah, kelembutannya, tak terasa aku seperti dekat dengannya, ada letupan-letupan kecil dari gariahku yang membuat alat kelaki-lakianku menggeliat-geliat dan mengeras. Dan aku memain-mainkan beberapa saat lamanya dengan menggunakan sabun seperti biasanya.

Ketika aku membuka pintu kamar mandi dan keluar, aku melihat Sheila masih sedang mengeringkan rambut dengan menggunakan hair-dryernya. Tetapi Sheila sudah mengenakan gaun tidur putih yang amat tipis. Saking tipisnya sehingga aku bisa melihat bahwa tidak ada pelindung yang menutupi keindahan payudaranya, hanya terlihat Sheila menggunakan CD warna putih saja.

Sinar lampu kamar yang remang-remang ditambah dengan lampu dari meja rias membuat baju tipisnya menerawang. Sebagai lelaki normal aku menelan ludah melihat pemandangan ini. Aku bisa melihat lekuk-lekuk tubuhnya yang indah. Pinggangnya yang ramping membuatku berdecak kagum dalam hati. Tetapi aku tidak berani memandangnya dengan lama-lama.
“Wim, Saya sudah menelepon ke bagian house keeping, ternyata Ekstra Bed sudah habis”, katanya.
“Ah tidak kenapa-napa kog Sheila, Saya bisa tidur di bangku saja”, jawabku.
“Jangan Wim, malam ini kamu harus beristirahat penuh, sebab besok kamu harus menjalankan tugas pertama kamu dengan sebaik-baiknya, sayapun tidak keberatan kamu tidur di ranjang” jawab Sheila sambil mematikan lampu ruangan, dan kami pun berusaha tidur.

Satu jam telah berlalu, namun mataku tidak bisa terpejam. Kulihat Sheila sepertinya sudah tidur. Akupun berusaha memejamkan mataku supaya bisa cepat tidur. Tiba-tiba aku merasakan adanya dekapan halus di dadaku. Aku mengintip dari sebelah mataku, ternyata sheila masih tertidur mungkin aku dianggapnya sebagai guling. Aku tidak berani membangunkannya, kudiamkan saja dan aku kembali berusaha tidur. Kira-kira beberapa menit kemudian kurasakan tangan Sheila berpindah tempat dari dadaku tiba-tiba berpindah menempel di atas celanaku, tepatnya di atas kemaluanku.

Akupun tetap membiarkannya, dan tetap berusaha untuk tidur, tapi tetap aja gagal. Adanya tangan lembut menempel di atas penisku, membuat jantungku berdegup kencang. Tanpa bisa kukendalikan lagi, darah-darah di dalam pembuluh tubuhku bergerak dengan cepatnya kearah kemaluanku. Dan kurasakan aku tidak mampu lagi menahan aliran tersebut, hingga kurasakan kemaluanku mulai mengeras secara perlahan-lahan sampai akhirnya menegang dan sangat keras, sedangkan tangan Sheila tetap saja bertengger di atas kemaluanku.

Tiba-tiba aku merasakan adanya gerakan halus yang datangnya dari jari-jari Sheila, seperti gerakan mengelus-elus kecil ke seluruh batang penisku. Aku tetap diam saja tidak berani memberikan reaksi, namun tetap aku merasakan seluruh elusan-elusan tangannya yang lembut, membuat penisku kini menjadi ereksi dengan sempurna. Dan aku sangat menyesalkan ketika tiba-tiba tangan Sheila berpindah tempat menuju ke perutku. Ah kenapa harus berpindah tempat, pikirku dengan kesal.

Namun kekesalanku tampaknya tidak berlangsung lama, karena aku merasakan perlahan-lahan tangan Sheila kembali turun ke arah bawah, namun sampai di perbatasan celanaku tangan Sheila kembali diam. Ah Sheila jangan menyiksaku seperti ini doaku memohon. Seperti bisa membaca seluruh pikiranku, tangan Sheila kembali mulai bergerak-gerak kecil, dan astaga! kini tangan Sheila tidak bergerak di atas celanaku, tetapi secara perlahan tetapi pasti tangannya masuk ke dalam celanaku dan mencengkeram dengan lembut batang penisku yang sangat ‘tegang’. Dan beberapa saat kurasakan tangannya bergerak turun naik, batang kemaluanku dikocok-kocok dengan lambut, napasku sudah tidak beraturan lagi, dan tiba-tiba wajah Sheila mendekat ke wajahku.

“Wim, kamu belum tidur kan?” tanyanya lembut. Aku membuka mataku dan kulihat Sheila sudah dekat sekali dengan wajahku.
“Belum Sheila”, jawabku.
“Ehm.., Wim, maukah kamu menggangap aku sekarang ini sebagai istrimu, aku membutuhkan kasih sayang dan kehangatanmu malam ini”, pintanya. Seperti terhipnotis saja aku mengangguk kecil setelah menyaksikan dadanya yang putih mulus dan masih kencang tidak tertutup karena belahan baju tidurnya yang rendah.

Begitu mendapatkan signal setuju dariku, Sheila tanpa sungkan-sungkan lagi kini mencumbuku dengan panasnya, Ciumannya yang dahsyat membuatku mengikuti seluruh kegairahan yang tertumpah dari Sheila. Dalam gairah yang menggebu-gebu tanpa terasa pakaian yang kami gunakan satu persatu terlepas dan akhirnya kami bergelut tanpa menggunakan apa-apa lagi. Sheila memang luar biasa, aku hanya bisa menahan napas ketika Sheila memain-mainkan lidahnya dan mengulum seluruh batang penisku dengan lincahnya. Dan akupun membalas dengan hebatnya dengan merangsang seluruh bagian-bagian payudaranya apalagi ketika aku melumat habis clitoris yang terdapat di vaginanya, tampak tubuh Sheila menggelinjang-gelinjang tak kuasa menahan nikmat. Malam itu kami lalui berdua dengan penuh kepuasan.

Pagi harinya aku baru sadar dan bahkan setengah tidak percaya mengingat kejadian tadi malam yang begitu mengesankan. Aku masih melihat Sheila tertidur pulas tanpa busana di sampingku. Aku baru saja hendak bangun, ketika Sheila menggeliat bangun dan tersenyum kepadaku.
“Kamu hebat, Wim. Aku sampai kewalahan loh”, katanya. Kemudian dia naik ke atas perutku, lantas mendekatkan kepalanya ke wajahku. Dalam keadaan itu, dua benda lembut menyentuh dadaku. Agaknya dia ingin membuatku terangsang. Dan, kami berdua seperti lupa diri lagi.

Sejak itu hubunganku dengan Sheila berubah. Kami sering melakukan hubungan seksual, pada waktu senggang di kantor. Ini memang sangat memungkinkan pada waktu jam makan siang. Agar tidak mencolok, kami berangkat dengan kendaraan masing-masing. Kemudian bertemu di tempat yang telah ditentukan. Menjelang sore kami kembali ke kantor, dengan kendaraan masing-masing.

Sudah hampir enam bulan ini aku melayani gairah Sheila di ranjang. Selama ini hampir setiap hari aku harus mencumbunya agar hasrat seksnya terpuaskan. Aku juga tak tahu, apa yang membuatku begitu mudah berpaling kepadanya. Sebenarnya aku tak sepenuhnya melupakan Wina, Sheila hanya menuntut pelayananku pada jam kamtor saja. Pada malam hari dia tak pernah menghubungiku. Apa sebenarnya yang dinginkan Sheila?

Dia sepertinya tidak menginginkan hubungan yang serius denganku. Keinginannya bertemu denganku hanya karena dia tidak mampu menahan hasrat seksualnya. Dia tak pernah menanyakan, bagaimana hubunganku dengan Wina. Terus-terang, kadang-kadang aku merasa kredibilitas pekerjaanku tidak terlepas dari pengaruhnya sebagai atasan.

Kadang-kadang aku berniat untuk menolak ajakannya bermain seks. Namun, aku takut karierku akan macet total lantaran tidak mengikuti keinginannya. Selama ini aku merasakan karierku mengalami sedikit kemajuan, setelah aku selalu mengikuti seluruh perintah-perintah ‘lainnya’. Sheila banyak membuka order buatku sehingga penghasilanku dapat bertambah.

Sekarang kami sudah jarang berkencan di hotel. Tetapi itu bukan berarti aktivitasku melayaninya juga berhenti. Tempat kencan kami berpindah ke ruang kerjanya. Ketika jam makan siang, Sheila memanggilku di ruangannya, Dari gerak-geriknya, aku tahu pasti dia meminta ‘jatahnya’ siang ini.
“Aku lapar Sheila, Aku ingin makan siang dulu”, elakku.
Tetapi Sheila justru tersenyum, “Nih aku telah menyiapkan makanan untukmu” katanya sambil menyodorkan sepiring nasi siap saji.

Rupanya dia menyiapkan segalanya. Aku tidak punya alasan lagi untuk menghindarinya. Dengan lambat kuhabiskan makan siangku karena aku tahu aku akan membutuhkan tenaga yang banyak untuk melayani Sheila. Dan begitu makan siangku selesai, Sheila tidak mau membuang waktunya. Aku duduk di sofa hitam, sementar Sheila duduk di atas pangkuanku. Wajahnya dihadapkan persis di wajahku, lantas dia mulai menciumiku.

Sheila membuka kancing bajuku satu persatu, sembari terus mencumbuiku. Sampai pada kancing terakhir, tangannya dengan lincah bergerak ke celanaku. Dan cerita selanjutnya akan panjang kalau diceritakan, yang jelas aku dan penisku berusaha setengah mati supaya tidak ‘kalah’ selagi tangan-tangan Sheila mengocok-ngocok penisku dengan bernafsunya.

Tingkah Sheila tidak hanya berhenti di situ saja. Dengan gaya erotis dia mulai membuka bajunya satu persatu sampai tak tersisa sehelai benangpun. Kemudian membaringkan tubuhnya yang telanjang itu dikarpet dan menarik tanganku untuk mendekat. Melihat tubuhnya dalam posisi ini membuat darah kelaki-lakianku menggelekak. Sejurus kemudian aku sudah menindih tubuhnya dan melakukan ‘tugas siangku’ sampai dia mengerang karena klimaks yang dirasakan.

Karena kemampuanku memberikan klimaks kepada Sheila di dalam setiap memenuhi hasrat seksualnya itulah, maka hampir setiap hari Sheila memintaku untuk datang ke ruangan kerjanya untuk ‘melaksanakan tugas’. Harus kuakui akupun mendapatkan pengalaman bercinta yang hebat, setelah mengenal Sheila.

TAMAT


Perawan Itu Jatuh Dalam Pelukanku

Cerita Panas ~ Namaku Indra, seorang mahasiswa dari jogja umurku sekarang 21 tahun. Kisah ini adalah kisah nyataku yang aku alami bersama dengan anak tetanggaku sekitar 1 tahun yang lalu. Waktu itu aku masih kuliah dan Ayu, sebut saja begitu, umurnya masih sekitar 18 tahun dan baru saja lulus dari SMU.

Ayu orangnya supel dan mudah bergaul dengan siapa saja. Maka dari itu semua orang dilingkungan tempat tinggalku kenal dengan dia. Selain itu juga Ayu aktif dalam berbagai kegiatan dilingkungan kami seperti halnya karang taruna dan dia selalu terpilih menjadi ketua panitia dalam setiap kegiatan dilingkungan kami. Sifatnya yang energik itulah yang disukai siapapun. Satu lagi sifat yang sulit dipisahkan darinya yaitu, dia seorang gadis tomboy, walaupun dia sering marah jika disebut begitu.

Sikap Ayu padaku sudah seperti adikku sendiri. Dia seringkali main ke rumahku untuk sekedar bercengkerama dengan keluarga kami. Dan juga pada tetangga yang lain dia juga begitu. Karena begitu akrabnya denganku sehingga dia sering keluar masuk kamarku untuk sekedar membangunkanku dari tidur mengajakku bercanda atau kadang-kadang dia juga tak segan untuk curhat denganku.

Kebiasaan itulah yang selalu dilakukannya hingga pada suatu saat aku lupa mematikan komputer yang ada di kamarku setelah aku mengerjakan paper untuk mata kuliah Ilmu Sosial Dasar semalam suntuk. Karena kelelahan aku tertidur dimuka komputer dan aku tinggalkan komputerku dalam keadaan menyala. Sebagai anak muda menyimpan gambar-gambar porno dari disket ke disket atau bertukar VCD porno adalah hal yang wajar diantara aku dan teman-temanku. Rasa khawatirku muncul dan aku bergegas bangun.

“.. Mas, koq komputernya enggak dimatiin sih..?” tanya Ayu sambil menggeser-geser mouse.

Untung saja ia hanya main game solitaire. Aku banting lagi tubuhku yang masih setengah nyawa ke kasur busa yang ada dilantai.

“.. Iya.. Semalem.. Abis ngerjain tugas.. Aku ketiduran, Yu..” kataku sambil bermalas-malasan dikasur.
“.. Iya.. sudah sana mandi..! Mana bau ih.. sudah sana..!” bentak Ayu sambil bercanda menirukan gaya Ibuku yang biasa membangunkanku dengan kata-kata itu.
“.. Hoahh..!!” aku menguap sambil menggeliat mengumpulkan nyawa.
“.. Idih.. Baunya kemana-mana.. sudah sana mandi.. mau mandi enggak.. Hah?!” kata Ayu sambil merapat padaku dan memukul guling ke mukaku..
“.. Aduh.. Duh.. Aduh.. He.. He.. He.. Aduh..!!” aku pura-pura sakit sambil tertawa terkekeh.
“.. sudah.. Sana.. Mandi.. Sana!!” bentak Ayu sambil terus memukul-mukul dengan bantal ke mukaku

Tak tahan diserang bertubi-tubi aku akhirnya menyerah dan bergegas ke kamar mandi sambil mengambil handuk dan pakaianku. Hari itu hari sabtu jadi aku tak perlu tergesa-gesa karena hari itu hari libur. Ada yang aneh karena Ayah dan Ibuku yang biasanya ada dirumah kini tidak ada. Setelah itu aku kembali ke kamarku.

“.. Yu.. Ibu sama Ayahku kemana..?” tanyaku pada Ayu
“.. Lho.. Mas.. Koq.. enggak tahu sih..?” Ayu balas bertanya
“.. Nggak.. Ada apa..?” tanyaku lagi..
“.. Ibu sama Ayah Mas.. Tadi pagi sudah berangkat ke Bekasi.. Katanya mau lihat anaknya Mas Robi..” cerita Ayu.

Mas Robi adalah abangku. Anaknya yang juga adalak keponakanku yang umurnya baru 2 tahun sakit. Ayah dan Ibuku menengok keponakanku yang adalah cucu mereka juga.

“.. Oh..” aku baru mengerti.
“.. Iya.. Nah tadi Ayah sama Ibu Mas Yanto nitip rumah ke aku..” kata Ayu.
“.. Oh..” sahutku.
“.. Ah.. Oh.. Ah.. Oh.. Apanya sih..?!” hardik Ayu sambil bercanda.
“.. Ah.. Nggak..” kataku sambil memperhatikan Ayu.

Wajah Ayu sepertinya biasa-biasa saja. Hanya kulitnya yang putih mulus yang membuatnya terlihat cantik. Rambutnya yang dipotong pendek semakin membuat ia kelihatan tomboy. Tubuhnya sintal dan padat menyiratkan kalau ia seksi. Dalam hatiku ingin sekali menikmati tubuhnya itu yang aku rasa lebih nikmat daripada pelacur kelas kakap sekalipun. Aku atur strategi bagaimana caranya supaya aku bisa menikmati tubuhnya.

“.. Kenapa sih, Mas..?!” tanya Ayu yang membuat lamunanku buyar seketika.
“.. Akh.. Nggak.. Eh.. Ayu sudah sarapan belom..?” tanyaku mengalihkannya.
“.. Kenapa sih.. Mau Ayu buatin yah..?” kata Ayu.
“.. Aduh kamu tuh baik sekali sih..” kataku memujinya.
“.. Iya dong.. Siapa dulu dong.. Ayu..” katanya membanggakan diri sambil meinggalkan kamarku.

Aku buka gambar-gambar porno di folderku. Aku pajang besar-besar untuk memancing Ayu supaya melihatnya. Aku ingin tahu reaksinya. Tak lama kemudian memanggilku.

“.. Mas sudah tuh..” katanya.

Aku meninggalkan komputerku dalam keadaan gambar terdisplay besar-besar dimonitor. Perkiraanku benar saja. Ayu kembali ke kamarku. Aku sengaja membiarkannya melihat gambar-gambar porno itu karena ingin tahu reaksinya. Sementara itu aku sarapan diruang makan. Setelah itu aku kembali ke kamarku.

Tak kusangka dan tak kuduga Ayu ternyata membolak-balik gambar-gambar yang ada difolderku sambil melihat gambar-gambar yang lain. Aku hanya memperhatikannya dimuka pintu tanpa sepengetahuannya. Aku tak bisa melihat wajahnya karena ia membelakangiku entah bagaimana mimik mukanya. Perlahan aku dekati dia berbicara.

“.. Ehm.. Lagi ngapain, Yu..?” tanyaku.
“.. Ehm.. Nggak.. Eh.. Eh.. Aduh.. Maaf.. Yah, Mas.. Eh.. Ayu nggak sengaja.. Maaf sudah buka-buka foldernya Mas..” kata Ayu. Ku lihat mukanya merah dan berkeringat.
“.. Ah.. Nggak pa-pa.. Koq.. Itu juga buat ngilangin stress aja..” kataku dengan ringan.
“.. Aduh.. Gimana.. Nih. Maaf yah.. Mas..” kata Ayu memohon maaf padaku. Padahal aku tahu kalau Ayu malu setengah mati.
“.. Enggak.. Nggak pa-pa.. Koq..” kataku lagi.

Kali ini aku menuntun tangannya yang memegang mouse supaya lebih aktif lagi membuka gambar yang lain. Aku rasakan keringat dingin yang membasahi tangan Ayu.

“.. Rileks aja oke..” kataku sambil meniup tengkuk leher Ayu. Teknik ini untuk membangkitkan birahi wanita.
“.. Emh.. Mas..” sahut Ayu.
“.. Tuh lihat.. Ditunggingin gitu terus ditubles deh pantatnya..” kataku mengomentari gambar doggy style.
“.. Ih.. Masak sih.. Mas.. Hiiy.. Jorok.. Ih..!” kata Ayu terkaget-kaget.

Tanganku membimbing tangannya yang memegang mouse untuk melihat gambar selanjutnya. Kali ini gambar seorang gadis mengulum-ngulum penis pria yang berukuran besar dan panjang.

“.. Kalau yang ini.. Serem.. Ah..” bisikku sambil terus meniup tengkuk lehernya.
“.. Ih.. Jijik.. Ih.. sudah ah, Mas.. Liat yang lain aja..” bisik Ayu

Tanganku terus membimbing tangannya yang memegang mouse hingga gambar berikutnya. Kali ini gambar vagina yang dijilati oleh pria. Ayu terbelalak.

“.. Tuh.. Dijilatin.. Tuh.. Enak kali yah..?!” bisikku ditelinganya.
“.. Ih.. Apa nggak jijik tuh, Mas..?!” tanya Ayu terheran-heran.
“.. Nggak.. Enak.. Koq.. Liat aja tuh cowoknya ke enakkan gitu..” kataku.
“.. Ih..” Ayu masih terlihat jijik.
“.. Kalau kamu mau.. Mas mau tuh jilatin..” bisikku sambil menawarkan.
“..” Ayu diam saja
“.. Gimana, Yu.. Kamu mau nggak.. Enak koq..” rayuku.
“.. Engh.. Nggak.. Ah..” kata Ayu.
“.. Ih.. Enak.. Enak banget.. Koq, Yu..” rayuku lagi.
“.. Mas.. Nggak jijik..?” tanya Ayu.
“.. Nggak sayang.. Malah.. Mas yang keenakan..” rayuku lagi.
“.. Ih.. Eng..” Ayu masih jijik.
“.. Oke deh.. Gimana kalau mulai dengan ini dulu..” kataku sambil mengulum bibirnya dalam-dalam.
“.. Emh..” hanya itu suara yang aku dengar dari mulut Ayu.

Aku yang berdiri dibelakang Ayu kali ini mengulum bibir Ayu dalam-dalam. Ciumanku aku arahkan ke tengkuk lehernya sambil kujilati tengkuk leher yang putih mulus itu.

“. Emh.. Mas.. Ohh..” hanya itu suara dari mulut Ayu membalas seranganku.

Ciuman dan jilatanku aku arahkan ke dagu dan leher Ayu terus ke bawah. Tapi kausnya masih menghalangi aksiku.

“.. Ayu.. Bajunya, Mas.. Buka yah..?” bisikan rayuanku.
“.. Emh..” hanya itu suara yang keluar dari mulut Ayu. Aku tak tahu apakah itu berarti ya atau tidak.

Perlahan-lahan aku tarik bajunya Ayu tak memberontak sedikitpun. Aku teruskan menarik kaus itu hingga terlepas. Tak ku sia-siakan kesempatan ini sambil terus membuka BH-nya. Aku tarik kancing BH-nya yang berukuran 36B. Aku lihat tulisan itu pada tanda label pada BH-nya. Kini tubuh Ayu sudah topless dan siap aku gempur bagian atasnya. Perlahan-lahan aku papah Ayu ke kasur yang ada dilantai kamarku. Aku baringkan ia dan aku teruskan aksiku tadi.

“.. Ayu.. Mau diterusin enggak nih..” tanyaku. Aku takut nanti ia melapor pada orangtuanya kalau ia diperkosa.
“.. Engh.. Mmhh.. Main atas aja yah.. Mas.. Sshtt..” pintanya dalam keadaan horny.

Rupanya Ayu sudah beberapa kali main pas foto dengan teman-temannya dulu waktu disekolah. Jadi ia sudah tak heran lagi dengan yang beginian.

Kali ini bibirku mengulum dan lidahku menjilati buah dada yang bulat dengan puting susu berwarna coklat kemerahan mengacung ke atas. Aku mengulumnya sambil lidahku memainkan puting susu itu. Tanganku menggerayangi buah pantatnya yang padat berisi. Aku teruskan dengan membuka celana pendek yang dikenakannya. Kali ini Ayu agak bertahan. Dia tidak mau menaikkan pinggulnya supaya celananya mudah diperosotkan. Sementara itu aku melepaskan celana pendek kolorku dan juga kausku hingga aku hanya celana dalam saja.

“.. Emh.. Jangan.. Mas.. Sshh..” pinta Ayu dalam desahannya.
“.. Gimana.. Mas.. Bisa ngejilatin itunya Ayu..?” tanyaku.
“.. Engh.. Jangan.. Mass.. Sshh.. Main atas aja..” pinta Ayu.
“.. Nggak koq.. Yu.. Mas Cuma mau liat ama jilatin itunya kamu aja.. Mas nggak akan ngapa-apain deh..” rayuku.

Setelah itu Ayu seperti membolehkanku. Terbukti kali ini ia mengangkat sedikit pinggulnya supaya celananya bisa diperosotkan. Aku ambil dua sekaligus celana dalam dan celana luarnya sehingga Ayu langsung telanjang bulat. WOW! Kini tubuh yang selama ini aku idam-idamkan terpampang jelas di depan mata.

“.. Ih.. Mas.. Tapi Mas.. Jangan yah..” pintanya supaya aku juga tidak telanjang.
“.. Lho.. Kenapa sayang..?” tanyaku.
“.. Engh.. Jangan.. Deh..” pintanya lagi sambil kedua tangannya mencoba menutupi bagian paling pribadinya.
“.. Kenapa.. Kamu takut..?” tanyaku.
“.. Engh.. Cukup deh.. Gini aja.. Ayu takut, Mas..” katanya dibalik nafasnya yang menderu.

Aku tahu kalau Ayu masih perawan dan aku juga tak mau merusaknya. Hanya ingin memainkannya saja. Aku perhatikan bentuk tubuh Ayu yang benar-benar indah itu. Buah dada yang bulat dengan puting susu coklat kemerahan mengacung menantangku. Perut yang mulus putih bersih dan kencang. Paling utama bagian dibawah perut yang ditutupi bulu-bulu halus. Dibalik bulu halus itu terdapat bongkahan daging merah dengan celah yang sempit dari situ tersembul seonggok daging kecil seperti kacang merah merekah.

“.. Ayu.. Punya kamu indah.. Banget.. Sayang..” kataku sambil mendekati vaginanya dan langsung mengulumnya..
“.. Oufh.. Sshhtt.. Engh.. Emh.. Sshtt.. Ough..” Ayu melenguh dan mendesah penuh kenikmatan ketika bibirku mengulum bibir vaginanya.
“.. Gimana enak.. Kan sayang..?’ bisikku.
“.. Emh.. Sshtt. Ough.. Sshhtt.. Ough.. Sshhtt.. Ough..” suara desahan itulah yang keluar dari mulut Ayu.

Aku kulum-kulum kelentitnya sambil sesekali lidahku menerobos celah sempit dibawah kelentitnya. Aku julurkan lidahku dalam-dalam hingga lidahku aku merasakan seperti ada yang menghalanginya. Aku semakin yakin kalau Ayu masih benar-benar perawan. Sementara itu cairan putih bening tak henti-hentinya keluar dari kelentitnya membasahi lidah dan bibirku. Aku jilat dan aku hisap lalu aku telan cairan kenikmatan itu seperti halnya aku kehausan.

Cukup lama juga aku menjilati liang vagina itu. Sambil mulutku bermain di liang vaginanya tanganku melepas celana dalamku. Satu-satunya kain penutup tubuhku yang menutupi batang penisku. Tanpa sepengetahuannya aku berhasil melepas celana dalamku. Kini tubuhku dan tubuh Ayu sama-sama polos dan telanjang bulat. Kali ini tinggal Ayu saja yang menentukan apakah boleh atau tidak batang penisku yang sudah panjang dan keras untuk menerobos liang vaginanya.

Tak lama kemudian nafas Ayu semakin cepat dan mulutnya meracau seperti ingin menjerit.

“.. Auwfh.. Sshtt.. Engh.. Emh.. Augh.. Enaxx.. Mmasshh.. Sshtt.. Ough..” begitu erangnya dan kali ini aku tahu kalau Ayu sedikit lagi akan mencapai orgasme.

Disini aku atur siasat. Aku hentikan jilatan dan kulumanku ke liang vagina Ayu hingga Ayu hampir sadar. Wajahnya yang tadi merekah kini perlahan-lahan kembali normal. Ada sedikit kekecewaan diwajah Ayu.

“.. Ayu.. Sayang.. Kamu mau.. Kan..?” tanyaku.
“.. Mas.. Engh.. Ayo dong..” begitu pinta Ayu ditengah-tengah desahan nafasnya yang tersengal.
“.. Iya.. Sayang.. Tapi kamu mau.. Nggak..?” tanyaku lagi.
“.. Iya deh.. Mas.. Ayu mau apa aja yang Mas suruh.. Tapi..” aku melihat Ayu seperti mengiba padaku.
“.. Oke.. Deh.. Punya.. Mas.. Boleh kan dimasukin..?” tanyaku.
“.. Iya.. He.. Eh.. Egh.. Ayo.. Dong..” Ayu meminta padaku.
“.. Ayo.. Apa.. Ayo.. Apa.. Sayang..” tanyaku pura-pura.
“.. Ayu mau yang tadi..” pinta Ayu.
“.. Yang tadi.. Yang mana..?” tanyaku pura-pura.
“.. Engh..” Ayu meminta dengan manja sambil menjambak rambutku dan mengarahkan pada liang vaginanya.
“.. Yang ini sayang.. Emgh.” aku teruskan lagi jilatanku..
“.. Iyah.. Ough.. Emh.. Yesshh.. Ough. Emh.. Sshhtt.. Oufh.. Sshhtt.. Oughh..” begitu desah Ayu menimpali jilatanku hingga Ayu hampir orgasme lagi dan..
“.. Ayu.. Mas.. Boleh yah.. Masukin..” tanyaku sambil batang kontolku sudah menunggu dibibir vaginanya.
“.. Emggh..” Ayu mendesah sambil matanya terpejam dan siap menerima batang kontolku.
“.. Boleh.. Nggak sayang.. Emh..?” tanyaku sambil memainkan batang kontolku dibibir vaginanya .

“..” Ayu terdiam namun ia sediki mengangkat pinggulnya dan aku langsung siap mencobloskan batang penisku yang sudah keras dan panjang ini ke liang vaginanya. Namun baru didorong sedikit batang penisku seperti terpeleset begitu terus menerus hingga..

“.. Augh.. Sshhtt..” Ayu merintih.
“.. Dikit.. Lagi. Yah.. Sayang.. Enaxx.. Koq..” rayuku.
“.. Augh.. Pelan-pelan.. Mas.. Aduh.. Sshhakit..” rintih Ayu aku lihat sedikit airmata dimatanya.

Aku dorong perlahan-lahan batang penisku hingga

“.. SLEB.. SLEB.. BLESS!!” batang penisku berhasil amblas ke liang vagina Ayu.

Aku diamkan sesaat batang penisku didalam liang vagina Ayu. Aku biarkan otot-otot vagina Ayu supaya terbiasa dulu dengan batang penisku yang baru saja menerobos liang vaginanya. Batang penis yang selama ini belum pernah menerobos liang vagina Ayu kini merintih.

“.. Sshhtt.. Auh.. Sshhtt.. Sakit.. Mas.” aku lihat sedikit airmata dimata Ayu.
“.. Iya.. Sayang.. Aku tahu.. Sebentar lagi enak koq.. Yah..” kataku sambil mengulum bibirnya.

Setelah itu aku liukkan perlahan-lahan pinggulku untuk memainkan batang penisku didalam liang vagina Ayu. Ayu yang tadi merintih kesakitan kini kembali mendesah penuh kenikmatan.

“.. Oufh.. Sshhtt.. Engh.. Emh.. Sshtt.. Ough..” begitu suara desahan Ayu mengiringi liukan dan terjangan batang penisku
“.. Ouh.. Yu.. Kamu enaxx.. Banget.. Yu.. Egh..” kataku memuji-mujinya.

Posisi tubuh kami aku atur. Kaki Ayu aku lingkarkan dipinggulku dan kedua kakiku terlipat supaya batang penisku benar-benar pada posisi yang enak diliang vagina Ayu. Permainan ini terus berlangsung hingga dua puluh menit kemudian.

“.. Ough.. Eghh.. Ough.. Ough.. Egh.. Emh.. Sshhtt.. Ough.. Shhtt.. Ouggh.. Sshtt.. Ough..” mulut Ayu mendesah-desah penuh kenikmatan sambil meracau.
“.. Masshhtt.. Augh.. Enaxx.. Banget.. Mmhh.. Sshhtt.. Oughh.. Sshhtt.. Ough.. Shhtt.. Ough..” tangan Ayu memeluk punggungku erat-erat sambil kedua kakinya mencengkram erat-erat pinggangku. Ayu sebentar lagi orgasme.
“.. Tenang.. Sayang.. Aku juga bentar lagi.. Koq..” kataku sambil mempercepat liukkan pinggulku dan akhirnya..
“.. Augh.. Augh.. Aarghh.. Emh.. Emh.. Ouh..” Ayu mengerang panjang dan diakhiri dengan desahan-desahan lambat. Aku rasakan otot-otot divaginanya berdenyut-denyut seperti menyedot batang penisku. Diperlakukan begitu, batang penisku jadi terasa berdenyut-denyut akan ada yang keluar lalu tak lama kemudian.

“.. Oooh.. Ayuu.. Enaxx..” kataku sambil diikuti dengan semburan cairan kenikmatanku menembak dirahimnya.

CROT.. CROT.. CROTT..! batang penisku menyemprotkan cairan sperma penuh kenikmatan. Aku merasakan denyutan-denyutan yang dahsyat dibatang penisku. Setelah itu bibir kami berpagutan sambil menikmati sisa-sisa kenikmatan orgasme yang kami rasakan. Perlahan Ayu mengendorkan cengkeramannya dan kembali rileks.

“.. Makasih banget yah, Yu.. Kamu mau begini sama aku..” kataku sambil membelai rambutnya.
“.. He-eh.. Makasih juga yah, Mas.. Ayu enggak sia-sia kehilangan keperawanan kalau seenak ini..” kata Ayu yang membuatku kaget.
“.. Jadi kamu nggak nyesel..?” tanyaku.
“.. Nggak.. Eh.. Malah.. Ayu jadi ingin dan ingin terus beginian sama.. Mas..” sahutnya blak-blakan.
“.. Eh.. Bagus deh..” kataku sambil menariknya ke pangkuanku dan kami kembali berciuman.

Lalu setelah cukup terangsang aku dan Ayu kembali bersenggama dengan berbagai posisi. Hari itu tak kurang dari empat kali kami bersenggama di kamar hingga siangnya kami sama-sama kelelahan lalu tertidur. Sorenya setelah bangun dari tidur kami mandi berdua dan masih melakukannya di kamar mandi.

Setelah kejadian itu aku dan Ayu masih melakukannya jika ada kesempatan hingga setahun kemudian. Ayu pindah ke daerah untuk kuliah. Hingga detik ini aku tak tahu bagaimana kabarnya ia sekarang ini.

TAMAT


Tawaran Nikmat Penjual DVD

Cerita Panas ~ Untuk pembaca yang belum membaca ceritaku terdahulu, perkenalkan namaku Wawan. Umurku 23 tahun, dan aku adalah mahasiswa tingkat akhir sebuah PTS di Jakarta. Saat ini aku tinggal menyelesaikan skripsi, tetapi sampai sekarang masih belum selesai-selesai juga. Mungkin karena aku saat ini terlalu fokus pada bisnis wiraswastaku. Hasilnya sangat lumayan sih, jadi membuatku agak mengabaikan skripsiku itu. Tetapi aku berniat untuk mulai mengerjakannya lagi di tengah-tengah kesibukan mengerjakan proyek-proyek bisnisku. Bangga juga bila mempunyai gelar nanti, dan terlebih hal itu bisa membuat orang tuaku senang.

Semenjak aku kenal dengan Tante Sonya, aku jadi ketagihan bermain seks. Aku selalu memikirkan hal itu, terutama bila setelah beberapa hari tidak ada penyaluran. Memang aku mempunyai pacar, tetapi dengan Monika pacarku itu, aku hanya bercumbu saja dan tidak sampai berhubungan lebih jauh. Dia memang ingin mempertahankan mahkotanya sampai menikah nanti.

Berhubung sekarang aku sudah mempunyai penghasilan, aku bisa menggunakannya sebagian sebagai ‘biaya’ kenakalanku. Kadang aku dan temanku pergi hunting ABG-ABG yang sering nongkrong di mall atau tempat nongkrong lainnya. Aku juga masih sering berhubungan dengan Tante Sonya, dan juga teman-temannya. Memang Tante Sonya ini memperkenalkanku dengan beberapa temannya yang kesepian. Mungkin lain kali aku akan menceritakan pengalamanku dengan mereka, tetapi saat ini aku ingin menceritakan kejadian lain beberapa hari yang lalu.

Malam itu aku sedang suntuk di tempat kosku. Aku perlu refreshing setelah mengerjakan salah satu proyek pesanan klienku. Kutelepon Monika untuk kuajak nonton, tetapi ternyata dia bilang bahwa dia sedang sibuk mengerjakan tugas kuliahnya yang sudah mendekati deadline.

Akhirnya kuputuskan saja untuk membeli DVD sekalian makanan untuk malam nanti. Di dekat tempat kosku, memang terdapat penjual DVD bajakan. Sudah sering aku beli DVD di tempat itu, malahan aku sudah kenal cukup dekat dengan penjualnya. Kadang saat aku beli DVD, uang kembaliannya aku beri untuk dia. Umurnya sekitar 25 tahunan dan berbodi seksi. Namanya Sinta, dan orangnya memang agak genit. Kalau dilihat sekilas, ada miripnya dengan Della Puspita. Tidak mirip sekali sih, tapi lumayan cantik. Hanya bodinya jauh lebih seksi jika dibandingkan aktris sinetron itu.

“Hai.. Mbak. Ada film baru nggak?” tanyaku setelah sampai di tempatnya berjualan.
“Ada Wan.. Nih pilih aja sendiri” katanya sambil menyodorkan setumpuk DVD. Kulihat DVD tersebut satu persatu. Ada beberapa yang menarik, seperti ‘The Terminal’-nya Tom Hanks dan ‘Collateral’-nya Tom Cruise.
“Mbak, dicoba dulu dong” kataku sambil menyerahkan kedua DVD itu padanya.

Mbak Sinta pun kemudian mencoba DVD itu di playernya. Kuperhatikan malam itu dia tampak seksi sekali, dengan T-shirt ketat yang menonjolkan keindahan payudaranya. Tubuhnya tampak padat berisi, dengan rok mini dari bahan jeans yang semakin menambah keseksiannya.

“Ya udah deh.. Saya ambil Mbak”
“Sedang sendirian nih Wan? Nggak pergi sama pacar?” tanyanya.
“Iya Mbak. Sedang suntuk nih, makanya saya beli DVD” sahutku.
“Mau yang lebih seru nggak?” tanyanya lagi sambil tersenyum genit.
“Boleh.” jawabku.

Dia pun lalu mengambil bungkusan plastik hitam dari balik lacinya, dan menyerahkannya padaku. Kulihat isinya, ternyata DVD porno.

“Wah.. Kalau beli ini nontonnya nggak bisa sendirian nih” pancingku.
“Emang perlu Mbak temenin?” godanya.
“Siapa takut.. Bener nih?” tanyaku. Aku senang sekali mendengarnya. Aku merasakan penisku sudah mulai tegang membayangkan nikmatnya tubuh Mbak Sinta.
“Tapi nanti ya Wan.. Satu jam lagi aku off. Jemput aja aku nanti”

Akhirnya setelah janjian dan membayar DVD yang kuambil, 2 DVD biasa dan satu DVD porno, aku pun pergi dahulu untuk makan malam sambil menunggu Mbak Sinta pulang. Aku pergi ke restoran fast food yang berada tak jauh dari tempat penjualan DVD itu. Tak sabar aku menunggu satu jam lagi..

Singkat cerita, Mbak Sinta telah berada dalam mobilku. Aku pun memacu mobil kembali ke tempat kosku.

“Ih.. Kok ngebut sih Wan? Udah pengen ya?” godanya genit.
“Iya nih Mbak.. Wawan udah pengen diajarin Mbak” sahutku asal.
“Ah.. Pasti kau udah pinter kan..” jawabnya sambil menyilangkan kakinya. Paha mulusnya makin menambah gairahku.
“Kamu kalau main kuat berapa lama Wan? Jangan cepet lho.. Puasin Mbak dulu ya?” tanyanya lagi genit.
“Iya pasti Mbak puas deh..”
“Habis tunangan Mbak kalau main cepet banget..” katanya lagi. Pantas jadi genit begini, pikirku.

Sesampainya di tempat kosku, aku langsung masuk ke kamarku bersama Mbak Sinta. Memang di tempat kosku ini, kamarku agak terpencil hingga bebas saja membawa siapa pun masuk ke tempat kosku ini.

Kunyalakan AC dan TV-ku. Segera kupilih DVD porno yang berjudul ‘Sporty Babes 2′ dan kunyalakan DVD playerku. Aku pun kemudian beranjak menuju ranjang dimana Mbak Sinta telah menunggu. Kami kemudian menikmati tontonan seru itu. Di layar TV tampak seorang gadis bule cantik sedang disetubuhi di tempat permainan bowling. Desahan suara gadis itu begitu menggairahkan. Tampak lawan mainnya sangat menikmati keindahan tubuh gadis itu saat menyetubuhi sambil menghisapi payudaranya.

Nafas Mbak Sinta sudah memberat di sebelahku. Tangannya mulai meremasi tanganku. Kupalingkan wajahku menatapnya, dan Mbak Sinta langsung melumat bibirku. Diciuminya aku dengan penuh gairah. Lidahnya mulai menerobos masuk ke dalam rongga mulutku, yang kemudian kuhisap gemas. Tanganku pun mulai meremasi payudaranya yang kenyal dari balik T-shirtnya yang ketat.

“Sebentar.. Mbak buka dulu ya” katanya sambil melepaskan T-shirt putih yang dipakainya. Tampaklah payudaranya yang besar dibungkus BH berwarna krem. Puting payudaranya tampak menonjol di balik kain BH-nya itu.
“Ayo kamu yang buka BH-nya Wan” ujarnya menggoda.

Tanganku langsung membuka kaitan BH di punggungnya. Lalu kuturunkan tali penyangga dari pundaknya, dan terpampanglah payudara Mbak Sinta di depanku. Payudara yang ranum dan besar, dengan putingnya yang menonjol menantang. Kuusap-usap dan kupilin perlahan puting payudara Mbak Sinta yang manis ini, sambil kemudian kuciumi lagi bibirnya.

“Ayo Wan, tunggu apa lagi. Isap susu Mbak dong” pintanya. Sambil berkata demikian, tangan Mbak Sinta agak menekan kepalaku ke bawah menuju dadanya. Tanpa menunda waktu lagi kujilati seluruh permukaan payudaranya.
“Ohh..” lenguh Mbak Sinta ketika lidahku mengenai putingnya yang telah menonjol keras.

Erangannya semakin menjadi ketika kuhisap putingnya sambil sesekali kugigit perlahan. Sementara aku menghisapi payudaranya yang sebelah kiri, tanganku mempermainkan payudara yang sebelahnya. Tangan Mbak Sinta mengusap-usap rambutku sambil terus mengerang nikmat.

“Iya Wan.. Bener gitu.. Aduh.. Enak.. Oh..” erang Mbak Sinta sambil meliuk-liukkan badannya. Aku pun semakin bernafsu menghisapi dan menjilati payudaranya yang kenyal itu.

Kulirik layar TV, dan di layar terpampang adegan dimana seorang gadis bule berambut pirang sedang dijilati vaginanya di atas sebuah meja billiard. Erangan gadis tersebut dari suara TV bercampur dengan suara lenguhan Mbak Sinta yang sedang kulahap payudaranya.

“Ayo Wan.. Mbak ajari seperti itu” ujarnya sambil menarik rambutku dan menunjuk ke layar TV. Kemudian didorongnya pundakku menuju ke arah bawah.
“Cepet buka celana Mbak” katanya lagi.

Aku pun kemudian mengangkat rok jeans mininya dan tampaklah celana dalam warna krem berenda yang dipakainya. Kubuka celana dalam itu, dan tampaklah liang kewanitaannya dengan rambut yang tercukur rapi. Tangan Mbak Sinta mengelus-elus kemaluannya sendiri, sambil matanya menatapku genit.

“Ayo Wan. Mbak pengen ngerasain jilatanmu di sini” katanya lagi sambil tangannya masih sibuk mengusap-usap vaginanya.

Kudekatkan kepalaku ke liang kewanitaannya, dan kujulurkan lidahku. Perlahan kujilati vaginanya. Tubuh Mbak Sinta menggelinjang hebat kala itu, sambil mulutnya mengerang dan meracau nikmat.

“Ohh.. Wan.. Ya.. Jilati terus Wan.. Enak.. Ohh..”.

Sambil melenguh, tangannya menekan kepalaku ke selangkangannya, dan akupun dengan penuh gairah menikmati liang vagina Mbak cantik ini. Erangannya semakin keras dan tubuhnya meliuk-liuk liar ketika aku menghisapi klitorisnya.

“Terus Wan.. Oh.. Oh..” sambil mengerang Mbak Sinta meremas-remasi payudaranya sendiri.
“Ayo Wan, kamu tidur di sini” katanya sambil bangkit dari ranjang.
“Mbak ajari posisi yang lebih enak”

Aku pun patuh dan tidur telentang di ranjang. Sementara kulihat sekilas di TV, si gadis bule cantik sedang disetubuhi secara doggy style di atas meja billiard. Erangan suara dari TV menambah erotis suasana di dalam kamarku. Mbak Sinta kemudian naik ke atas wajahku. Diturunkannya tubuhnya, sehingga liang kewanitaannya tepat berada di atas mulutku. Kujulurkan lidah, dan Mbak Sinta kemudian menggoyang-goyangkan pantatnya di atas wajahku. Erangan Mbak Sinta kembali bersaing dengan erangan dari DVD porno di TV.

“Oh.. Oh..” erang Mbak Sinta sambil pantatnya terus bergoyang-goyang mencari kepuasan.

Kujilat dan kuciumi dengan penuh gairah vagina Mbak manis ini. Tangan Mbak Sinta memegang pinggiran ranjang di atas kepalaku, sementara tubuhnya terus bergoyang mencari kepuasan birahi. Beberapa lama kemudian, goyangan pantat Mbak Sinta semakin menjadi.

“Oh.. Wan.. Mbak hampir sampai.. Ohh..” lenguhnya panjang. Tubuhnya menegang, dan saat itu banyak cairan nikmat keluar dari vaginanya. Kuhisap habis cairan kewanitaan itu, dan tak lama Mbak Sinta pun menjatuhkan tubuhnya di sebelahku.
“Kamu hebat Wan.. Dengan Mas Joko belum pernah aku orgasme seperti tadi” katanya sambil tangannya mengusap-usap dadaku.
“Mbak istirahat sebentar ya” katanya lagi.

Sebenarnya nafsuku sudah memuncak, tetapi aku tak mau memaksa Mbak seksi ini untuk melayaniku saat itu juga. Kami pun lalu kembali menonton DVD porno yang masih terpampang di layar TV. Di layar tampak sekarang seorang gadis bule berambut pirang sedang bermain tenis dengan seorang pria. Setelah bermain, mereka beristirahat dan mulai bercumbu. Si gadis bule tersebut lalu membuka celana si pria dan tampak terkejut melihat ukuran penisnya yang besar.

“Oh.. my god.. I love it.. So big” desah si gadis sebelum memasukkan penis itu ke dalam mulutnya.

Tampak gairah Mbak Sinta kembali bangkit melihat adegan itu.

“Punyamu besar begitu nggak Wan?” tanyanya sambil tangannya mulai meraba kemaluanku.
“Lumayan deh Mbak. Memang Mbak suka yang besar ya?”
“Iya. Semakin besar Mbak semakin suka” jawabnya genit.
“Ya udah Mbak lihat aja sendiri” kataku.

Mbak Sinta tersenyum dan mulai membuka celana panjangku.

“Ih.. Besar juga punyamu Wan. Sampai celananya nggak cukup tuh”

Memang karena nafsuku sudah memuncak, kepala penisku tampak mencuat keluar tak tertampung celana dalamku. Mbak Sinta tak sabar membuka celana dalamku. Tangannya kemudian mengocok perlahan senjata kelelakianku itu.

“Ih.. Keras banget.. Mbak suka kontol yang kayak gini. Besar dan keras. Pasti cewek kamu puas ya.” katanya lirih.

Wajah Mbak Sinta kemudian mendekati selangkanganku. Hembusan nafasnya terasa hangat di kulit kemaluanku ketika dia mengamati penisku dengan pandangan gemas. Rasa nikmat yang luar biasa menjalar tubuhku ketika lidah Mbak Sinta yang cantik ini mulai menari di kepala penisku. Dijilatinya kepala penisku berikut batangnya. Setelah itu dengan rakus dikulumnya batang kemaluanku. Srrpp.. Srpp.. Bunyi itu yang terdengar ketika Mbak Sinta memaju-mundurkan kepalanya menghisapi penisku.

“Ahh.. Kontolmu enak Wan.. Mbak suka.. Hmm” desah Mbak Sinta ketika dia menghentikan kulumannya untuk menjilati batang kemaluanku.

Sesaat kemudian, penisku kembali menyesaki mulutnya yang haus kejantanan lelaki itu. Sementara mulutnya menikmati kejantananku, tangan Mbak Sinta mengelus-elus buah zakarku. Aku tak kuasa lagi untuk menahan erangan nikmatku. Tanganku pun meremas-remas rambut Mbak Sinta gemas.

Mbak Sinta semakin cepat menghisapi penisku. Kadang mulutnya dimiringkan, sehingga penisku membuat pipinya tampak menggelembung. Tangannya pun semakin cepat mengocok batang kemaluanku. Kemudian dikeluarkannya penisku dari mulutnya, dan kembali dijilatinya seluruh permukaan penisku sambil tangannya mengurut-urut buah zakarku.

“Keluarin di mulut Mbak Wan.. Mbak pengen minum spermamu..” katanya dengan nada memerintah.

Aku tentu tak menolak perintahnya. Memang aku sudah tidak tahan lagi. Sambil mengerang nikmat, aku pun mengalami ejakulasi. Saat itu, Mbak Sinta malah kembali mengulumi kemaluanku, sehingga spermaku pun masuk ke dalam mulutnya. Mbak Sinta kemudian menjilati kemaluanku sampai bersih.

“Enak Wan..?” tanyanya sambil menjilati spermaku di sudut bibirnya.
“Enak Mbak..” jawabku lemas.

Kami pun lalu kembali beristirahat sambil menonton tayangan DVD. Kali ini dilayar tampak seorang gadis ABG bule berambut coklat sedang belajar memancing. Tak lama gadis itu sudah bercumbu dengan pelatihnya. Si gadis ABG menaiki tubuh lawan mainnya, dan mulai memompa tubuhnya naik turun. Sementara si aktor, seorang lelaki setengah baya, meremasi payudara gadis tersebut yang bergelantungan indah. Adegan persetubuhan lalu dilanjutkan dengan gaya doggy style. Tak lama kami pun kembali terangsang.

“Wan.. Mbak pengen seperti itu. Mbak pengen ngerasain ngentotin kontolmu. Pasti lebih enak daripada punyanya Mas Joko” katanya sambil meraba kemaluanku dan mulai menciumi bibirku.

Mbak Sinta melepaskan rok mininya yang masih tersisa, lalu menaiki tubuhku dan mengarahkan kemaluanku pada lubang kewanitaannya.

“Ohh..” desahnya saat penisku mulai menerobos liang vaginanya.

Dia pun mulai memompa kemaluanku naik turun. Terkadang dia pun mengoyang-goyangkan pantatnya ke kiri dan ke kanan. Suara deritan ranjang, erangan Mbak Sinta, serta erangan suara dari DVD memenuhi kamar kosku. Walaupun AC kamar telah dinyalakan, tetap saja tubuh kami berkeringat. Tetesan peluh itu mengalir dari wajah Mbak Sinta membasahi payudaranya. Aku segera membuka T-shirt yang masih aku pakai. Sementara itu, Mbak Sinta terus bergoyang menikmati kejantananku. Tanganku tak ketinggalan meremasi payudaranya yang kenyal. Beberapa menit kami bersetubuh dengan gaya ini.

“Ayo Wan.. Sekarang Mbak pengen dientotin dari belakang” katanya sambil bangkit dari tubuhku. Dia kemudian menungging sambil tangannya memegang ujung ranjang. Aku pun segera memasukkan penisku kembali ke dalam vaginanya.
“Ohh.. Enak Wan.. Terus Wan.. Ohh.. Yang cepat.. Ohh” desah Mbak Sinta saat kupompa tubuhnya. Tanganku meremasi payudaranya yang bergoyang menggemaskan. Terkadang kuremas pula pantatnya yang bulat padat menantang.
“Ayo Wan.. Mbak hampir sampai.. Terus wan.. Oh.. Ohh.. Ohh..”

Tubuh Mbak Sinta kembali mengejang, lalu rebah lemas di atas ranjang. Kali ini aku tak mau lagi ‘menggantung’. Kubalikkan badan Mbak Sinta dan kuarahkan penisku kembali ke liang vaginanya yang telah licin oleh cairan orgasmenya. Kugenjot tubuh Mbak yang seksi ini dengan gaya missionary.

“Eh.. Eh..” demikian erangan yang keluar dari mulutnya seirama dengan genjotan tubuhku.
“Hisapi putingku Mbak” kataku.

Mulut Mbak Sinta pun kemudian menghisapi puting dadaku sementara aku menggenjot tubuhnya. Tak lama aku pun tak tahan lagi menahan ejakulasiku yang kedua. Wajah cantik Mbak Sinta ditambah dengan erangannya, serta jepitan vaginanya di kelaminku membuatku mencapai puncak.

“Aku sampai Mbak.. Ahh” jeritku tertahan ketika aku menyemburkan spermaku dalam rahimnya.

Kami pun terbaring lemas di atas ranjang. Puas sekali rasanya menyetubuhi Mbak Sinta nan ayu ini. Kunyalakan sebatang rokok untuknya dan satu untukku. Kami kemudian mengobrol dan bercanda sambil tiduran di atas ranjang.

“Wan.. Anterin aku pulang ya” katanya setelah dia menghabiskan rokoknya.
“Lho.. Udah malam Mbak nanggung. Nginep di sini aja”
“Wah jangan Wan.. Besok pagi Mas Joko mau jemput aku berangkat kerja. Aku juga nggak bawa pakaian ganti” jawabnya.

Akhirnya, aku mengantar dia ke rumahnya. Cuma aku menurunkannya agak sedikit jauh dari rumahnya agar tetangganya tidak curiga. Enak juga nonton DVD bareng Mbak Sinta. Mungkin aku akan semakin sering beli DVD nantinya.

TAMAT


Ngentot dengan Suster Genit

Cerita Panas ~ Aku bernama Tomi, saat ini berumur 27 tahun, dibesarkan di lingkungan yang cukup baik, baik dalam hal norma-norma keagamaan ataupun budaya. Dari kecil sampai SMA aku tidak pernah yang namanya menonton blue film. Pokoknya bisa dikata aku ini anak yang baik dan patuh.

Namun semuanya berubah ketika aku mulai kuliah. Aku mulai bergaul dengan teman-teman yang cukup “gaul”. Aku mulai sering ke diskotik, karaoke dan lain halnya yang berhubungan dengan dunia malam. Semua kisahku akan aku ceritakan nanti. Saat ini aku ingin menceritakan suatu kejadian yang cukup unik buatku. Yang sebenarnya adalah khayalan liarku ketika masih SMA. Maklumlah, masa itu adalah masa yang penuh dengan rasa keingintahuan.

Suatu ketika aku terkena serangan demam berdarah yang cukup parah hingga mengharuskanku untuk masuk ke rumah sakit. Tadinya aku tidak ingin, sebisa mungkin jangan sampai masuk, namun keadaan kesehatanku sudah parah sehingga orang tuaku waktu itu memasukkanku juga ke rumah sakit. Aku ditempatkan di kamar kelas 2. Pada malam pertama aku di sana, keadaannya sungguh parah. Tanganku diinfus dan aku tidak bisa tidur karena ruangan itu banyak nyamuknya. Setengah mati aku berkeringat di tempat tidur tidak bisa bangun karena infus.

Di situ setiap pagi dan sore badanku dilap oleh suster-suster di sana. Ada juga beberapa orang suster cantik yang melap badanku. Namun yang namanya orang sakit, walau diberi rangsangan apapun tetap saja tidak ada reaksi sehingga malam pertama sampai dengan malam ketiga, aku tidak merasakan gairah walaupun dilap badanku oleh salah satu suster cantik itu.

Setelah malam pertama lewat dengan derita dikerubuti nyamuk, maka aku minta untuk dipindahkan di ruangan kelas 1. Di situ ruangannya lebih nyaman, dengan adanya AC aku jadi tidak keringatan lagi dan dalam ruangan itu aku hanya berempat dengan pasien yang sepenyakit denganku. Dan yang lebih istimewa lagi, setiap tempat tidur pasien dikelilingi oleh kain kelambu.

Selama hari kedua dan ketiga, aku berpikir bahwa tidak mungkin berjumpa dengan suster cantik yang di kamar kelas 2 itu, karena sepengetahuanku mereka berjaga sudah ditentukan tempatnya. Ternyata aku salah.

Ketika menjelang pagi hari keempat, datanglah suster cantik yang kumaksud itu. Dia tersenyum kepadaku, demikian juga aku. Saat itulah aku berkenalan dengannya ketika dia kembali melap badanku. Di situ aku tahu bahwa dia bernama Susan dan sudah kurang lebih 1 tahun bekerja sebagai suster di sana.

Keadaanku pada hari keempat sudah mulai membaik. Aku sudah tidak demam lagi dan sudah bisa turun ranjang walaupun masih harus membawa-bawa kotak infus. Dalam pikiranku saat itu adalah ingin cepat sembuh dan ingin cepat pulang. Siapa yang tahan berlama-lama di rumah sakit? Makanannya tidak enak dan ruangannya ramai sekali. Namun keinginan ini cepat sekali berubah pada malam harinya. Mengapa? Begini ceritanya..

Ketika saatnya dilap pada sore hari keempat, ternyata suster itu datang lagi beserta dengan perawat yang lainnya. Ketika dia melap badanku, aku perhatikan wajahnya dengan seksama sambil terus berbincang-bincang sehingga tanpa sadar, “adikku” yang di bawah telah mengeras sehingga agak menggunung. Begitu aku sadar, aku langsung melihat ke arah suster Susan, ternyata dia sedang memperhatikannya juga dan saat itu dia sedang melap pahaku, pantas saja jadi terangsang begitu. Kulihat dia berlagak cuek namun aku terus perhatikan dia. Ternyata ia benar-benar sedang memperhatikan selangkanganku dan bukannya sekilas saja.

“Kenapa suster?” tanyaku berlagak bego.
“Ah, ga pa-pa kok..”

Hmm.. Gelagapan dia, pikirku. Aku mulai sengaja berpikiran yang jorok-jorok supaya “adikku” cepat bangun, dan ternyata berhasil. ‘Adikku’ makin besar saja sehingga menampakkan gundukan yang besar di celanaku. Kulihat Susan agak memerah mukanya melihat hal itu.

“Kenapa suster?”, tanyaku sekali lagi.
“Itu.. Anu..”, gelagapan lagi dia.
“Suster kenapa?” sambil bertanya, kuraih tangannya lalu kuusapkan di selangkanganku.
“Aduh, gak boleh begini.. Jangan sekarang”, katanya.
“Lalu..? Nanti malam yah aku tunggu di sini”, jawabku sambil berbisik dekat sekali ke telinganya.

Demikianlah awalnya kenapa kemudian suster cantik yang bernama Susan itu datang pada malan harinya ke kamarku. Pada saat itu aku sudah tertidur lelap, maklum lagi sakit, perlu istirahat. Dan sekeliling ranjangku sudah aku tutup dengan kain kelambu putih. Sehingga kedatangan suster Susan agak sedikit mengagetkanku.

Waktu itu pukul 1 pagi. Aku tersentak terbangun kaget karena merasa ada yang aneh di sekitar selangkanganku. Ternyata ketika aku sadar, Susan sudah asyik dengan pekerjaan barunya di situ, yaitu menjilati dan mengulum kontolku. Rupanya ini yang membuatku terbangun dan terasa nikmat. Susan mengulum kontolku sambil duduk di kursi di samping kiri ranjang. Kursi itu memang disediakan untuk pengunjung.

Sudah tidak dapat dielakkan lagi, malam itu akan terjadi permainan yang nikmat antara aku dan suster Susan. Dengan ranjang yang ditutup dengan kain putih, dengan tanpa suara, kami melakukan persetubuhan itu. Kami melakukannya dengan sangat pelan sekali supaya tidak menimbulkan suara-suara yang mencurigakan. Kami berdua sama-sama mengerti bahwa di sebelah masih ada pasien yang butuh istirahat.

Aku pun mengelus-elus kepala Susan dengan kedua tanganku sambil menikmati ciuman dan kuluman mulutnya pada kontolku. Saat itu perasaan yang kuterima sungguh sukar untuk dilukiskan. Betapa nikmatnya permainan oral yang dilakukan oleh Susan. Ia menjilati ujung kontolku dengan lidahnya lalu turun ke batang dan ke buah pelirku. Ia memainkannya dengan lembut dan penuh perasaan. Berkali-kali dia melakukan itu naik turun. Aku hanya bisa menerima sensasi nikmat itu dengan memejamkan mata sambil sekali-kali menggelinjang kegelian.

Kemudian ia memasukkan seluruh kontolku ke dalam mulutnya, sungguh rasa yang luar biasa, dengan tiba-tiba kontolku merasakan kehangatan yang berbeda sama sekali bercampur dengan rasa geli. Sungguh permainan yang luar biasa dari Susan. Tapi aku tidak mau kalah dengan dia, tanganku mulai berjalan di sekitar dadanya mencari-cari yang harus dicari yaitu payudara Susan. Begitu terasa, langsung saja aku remas-remas payudaranya dari luar bajunya. Agaknya dia memang sudah tidak tahan lagi sehingga sambil tetap mengulum kontolku, ia membuka baju susternya sendiri yang ternyata di dalamnya sudah tidak memakai alat pelindung dada yang bernama BH.

Ciuman Susan langsung berpindah tempat, berjalan ke atas menyusuri seluruh badanku dan membuka bajuku. Dadaku, perutku, putingku, semua dia cium dan jilat tanpa ada yang ketinggalan. Aku memeluk dia erat-erat karena rasa nikmat yang bercampur aduk yang ada dalam diriku. Sampailah akhirnya bibir kami berpadu menjadi satu. Ciuman kami begitu dahsyat dan membara. Lidah kami saling membelit, saling menyedot, sehingga menimbukan suara-suara berdecak kecil.

Sambil terus memeluk tubuh Susan, aku menjalankan tanganku ke daerah pantatnya. Aku meremas-remas pantatnya dan menekan-nekannya ke arah selangkanganku dan akhirnya aku membuka rok pakaian kebesaran seorang suster. Ternyata.. Dia juga tidak memakai celana dalam lagi! Langsung saja kontolku bergesekan dengan memeknya namun belum sampai masuk. Namun gesekan itu ternyata memberikan sensasi yang cukup membuat suster Susan terlihat menggelinjang keenakan. Tidak henti-hentinya suster Susan mendongakkan kepalanya dan membuka mulutnya namun tidak sampai menimbulkan suara yang menandakan bahwa ia telah sangat terbenam jauh dalam lautan kenikmatan yang sedang kami arungi.

Selama permainan tadi, posisi suster Susan menindih badanku sehingga aku kurang leluasa dalam mempermainkan payudaranya. Akhirnya kemudian aku menyudahi posisi itu dan meminta suster Susan untuk duduk di pinggiran ranjang. Kemudian aku turun dan mengangkat sebelah kaki suster Susan sambil memegang kontolku dan mencoba untuk menancapkan kontolku ke dalam memeknya.

Dapat aku lihat ekspresi suster Susan yang sayu dan pasrah menikmati suasana ketika kontolku telah aku tancapkan ke dalam selangkangannya, dan aku kocokkan dengan pelan-pelan. Untung saja ranjang yang aku tempati tidak menimbulkan bunyi berderit ketika kami saling menggoyangkan selangkangan kami. Meski demikian, kami tetap menjaga frekuensi goyangannya agar jangan sampai ketahuan. (Kami tidak mau mengambil resiko tertangkap basah waktu sedang melakukannya, kan?)

“Oh.. Tomi.. Damn its good..!” lirih suaranya di telingaku.
“Ohh.. Its good.. Baby.. Uhh..” Mendengar lirihan suaranya makin membuatku bertambah nafsu dan terus menggenjot selangkangannya.
“Ohh.. Shitt.. Achh..”
“Fuck me hard Tom, harder.. Achh”

Demikianlah lirih suara suster Susan di telingaku ketika kami sedang asyik menggoyang selangkangan kami dan saling berpelukan. Saat itu kami sudah tiduran lagi, kali ini posisiku di atas posisi suster Susan dan kedua tanganku memegang erat kedua tangannya dengan posisi tangannya di atas kepala. Di situ dapat aku lihat betapa suster Susan melempar kepalanya ke kiri dan kanan dan terkadang mendongakkan kepalanya tanpa menimbulkan suara dari mulutnya. Pemandangan ini sungguh membuat aku tambah bergairah dan terus menggenjot memek suster Susan dengan bersemangat.

Aku kemudian menciumi telinganya, dan seluruh mukanya aku jilat dengan lidahku tanpa terkecuali. Sampai akhirnya aku menciumi lehernya dan menggigit serta menjilat lehernya. Tanganku juga masih terus melancarkan serangan gerilya ke daerah dadanya. Dada suster Susan tetap aku remas-remas, dan aku pelintir dengan jari tanganku. Kadang-kadang aku usapkan saja tanganku di atas puting susunya. Hal itu tentunya menambah gairah suster Susan karena kemudian dia memintaku untuk mengulum puting susunya.

Aku memenuhi permintaan dia dan langsung mencium seluruh dadanya kedua-duanya. Berbagai macam hal aku lakukan pada payudaranya, aku cium, aku usap, aku jilat, aku kulum, bahkan aku gigit kecil. Seluruh payudara suster Susan aku coba masukkan ke dalam mulutku – tidak muat memang – lalu aku sedot dalam-dalam dengan sekuat tenaga sehingga mengakibatkan tubuh suster Susan bergetar dengan dahsyat.

Apakah dia sudah mencapai klimaksnya? Belum, ternyata reaksi itu timbul karena suster Susan amat sangat menikmati permainan yang aku berikan tersebut. Sekarang aku akan memasukkan kembali kontolku ke dalam liang memek suster Susan karena tadi sempat keluar akibat aku memainkan payudaranya dengan penuh nafsu.

Sensasi yang diberikan ketika kontolku mulai masuk ke dalam memeknya masih tetap sama yaitu sangat nikmat sekali. Langsung saja mulai dari situ aku tancap gas dengan menggoyang pinggulku dengan kecepatan yang tetap dan kadang-kadang aku percepat dan aku perdalam hunjaman kontolku ke dalam memek suster Susan sehingga tidak berapa lama kemudian..

“Ahh.. Im cumin!”
“Occhh.. Me too..”, rupanya suster Susan juga telah mencapai hasratnya yang terpendam.

Akhirnya setelah kurang lebih satu jam, berakhirlah permainan itu dengan keluarnya cairan cinta kami berdua di dalam liang kenikmatan Susan. Badanku terasa lemas tapi lega sekali. Untuk sejenak aku berbaring menindih tubuh Susan. Beberapa menit kemudian aku bangun dan membersihkan tubuh dan memakai baju kembali, demikian juga dengan Susan yang segera memakai baju susternya kembali.

Selama hampir seminggu aku beristirahat di rumah sakit itu dengan ditemani oleh suster Susan pada malam harinya. Pada malam terakhir aku di rumah sakit, kami saling bertukar nomor HP karena kami sama-sama menyadari bahwa kami menginginkan hal itu terjadi lagi di lain kesempatan.

TAMAT