Berbagi Kenikmatan

Cerita Panas - Pembaca yang budiman, mungkin ini merupakan salah satu cara untuk bagi cerita kepada pembaca yang lain. Memang terkadang kita agak risih untuk menceritakan pengalaman pribadi masing masing. Cerita ini merupakan cerita yang nyata dan tidak dibuat buat atau ditambahkan dengan cerita lain.

Namaku INdra, kala peristiwa ini terjadi aku masih berkantor di wilayah Jl. Kramat Raya, biasanya aku pulang dengan membawa motor tapi kali ini aku agak malas pulang dengan membawa motor sehingga menitipkannya di halaman parkir kantor. Malam itu aku pulang pukul 7.30 malam, iseng aku mampir ke sebuah restoran fast food di Atrium Senen yang kala itu sudah agak sepi, maklum mungkin sudah agak malam. Aku mengambil tempat duduk yang kebetulan agak jauh di depan duduk seorang gadis yang kelihatannya sedang menunggu seseorang. Aku perhatikan terus, tiba–tiba dia memberi lambaian tangan agar aku mendekati tempat duduknya. Aku bergegas mendekati tempat duduknya.

“Hai”, sapaku.
Dia hanya tersenyum ketika aku menyapanya.
“Kenapa kamu perhatikan aku terus?”, tanyanya.
“Eh nggak, iseng aja, habis kamu kayanya lagi nunggu orang, ya?”, tanyaku.
“Iya nih aku lagi nunggu temenku, tapi kok nggak datang-datang ya?”.
“Oh ya aku INdra, kamu?”, tanyaku.
“Rani”, jawabnya.

Tidak lama kami mengobrol, kemudian datang teman Rani yang telah ditunggu–tunggunya. Kupikir teman Rani itu pria, tapi ternyata wanita juga. Setelah agak lama kemudian Rani kembali lagi ke meja dimana kami mengobrol.
“Oke Ndra, kita jalan yuk”, ajak Rani.
“Kemana Ran?”, tanyaku.
“Lho katanya kamu ingin dengar ceritaku”, jawab Rani.

Kemudian Rani mengajakku check in di salah satu hotel di bilangan Kramat. Pertama aku pikir Rani mengajakku mengantarnya pulang, ternyata dia malas pulang ke rumahnya karena pikirannya sedang suntuk. Setelah masuk kamar hotel, aku langsung ke kamar mandi.
“Ndra kamu sedang mandi ya?’, tanya Rani.
Aku tidak langsung menjawabnya dan sepuluh menit kemudian baru aku keluar dari kamar mandi dengan memakai kaos dalam dan celana pendek.
“Aku mandi dulu ya Ndra, nggak enak rasanya badanku sudah seharian”, kata Rani sambil menuju ke kamar mandi.

Sepuluh menit kemudian Rani keluar dari kamar mandi dengan hanya memakai CD dan BH. Terlihatlah payudaranya yang berukuran 34B menonjol menantang.
“Sorry ya, habis gerah kalau pakai baju lagi”, kata Rani sambil merebahkan tubuhnya yang sintal ke ranjang di sebelahku.

Tiba tiba Rani langsung memeluk dan mencium pipi kananku. Aku hanya terdiam dan pura pura acuh. Dan kemudian ia melumat bibirku dengan liar dan aku akhirnya membalas lumatannya dengan liar juga. Lama juga kami saling melumat bibir satu sama lain. Kemudian Rani membuka kaos dalam yang masih kukenakan dan melepas celana pendekku. Dan langsung memegang kontolku yang masih setengah tegak. Aku tidak menyia–nyiakan kesempatan ini. Langsung saja kubuka tali BH-nya dan membuangnya ke lantai. Kuhisap puting susunya serta kuremas–remas payudara yang satunya.

“Ooohh, Ndra teruss Ndra aahh”, rintih Rani yang merasa kenikmatan karena kuhisap dan kuremas payudaranya.
Secara bergantian kuhisap dan kuremas sepasang payudara kenyal itu sampai puas. Setelah puas, aku langsung memasukkan jariku di lubang kenikmatannya. Kuelus–elus klitorisnya yang sudah basah oleh cairan vaginanya.
Tiba-tiba Rani menarik kepalaku ke depan.
“Ndra Rani sudah nggak tahan lagi. Entot Rani ya, Ndra please.. memek Rani sudah nggak tahan pengen di entot.. please..”, rintih Rani mengiba kepadaku.

Segera kubuka CD-nya dan Rani kuminta menghisap penisku yang sudah tegang berdiri bagaikan tugu monas.
“Ran, hisap kontolku Ran”, pintaku.
Rani kemudian dengan liar menghisap dan memainkan kontolku di dalam mulutnya.
“Terus Ran, enak Ran.. yaa.. teruss.. aahh”.

Rani kemudian memintaku untuk berposisi 69. Aku turuti kemauan Rani. Dengan posisiku berada di bawah dan Rani di atas, memek Rani berada tepat di depan mulutku. Bau harum khas vagina sudah tercium, tanpa permisi lagi aku langsung melumat bibir vagina Rani yang sudah basah oleh cairan vaginanya. Rani pun tak mau kalah, ia asyik dengan kontolku, menghisap dan mengocok di mulutnya, dijilat dan terkadang dikocok oleh mulutnya sehingga membuat kontolku langsung berdiri dengan tegak dan keras.

Puas dengan gaya 69, Rani langsung berdiri di atasku dan mengarahkan memeknya ke arah kontolku.
“Ndra, Rani udah nggak tahan lagi, biar Rani yang entot kontol kamu dulu, ya”, pinta Rani.
Tidak lama kemudian kontolku sudah masuk ke liang kenikmatan yang sudah licin oleh cairan memeknya. Dengan posisi Rani yang berjongkok memegang bahuku, gerakan turun naik pantatnya menambah kenikmatan kocokan memeknya.
“Aahh.. Ndra kontol kamu enak Ndra, sshh.. aduh Ndra enak sekali..”, rintih Rani yang menikmati permainannya sendiri.

Aku pun mengimbanginya dengan sesekali menekan ke atas dan Rani menghentakkan pantatnya dengan lebih cepat. Selang lima menit kemudian Rani memegang bahuku kuat sekali dan langsung melumat bibirku. Ternyata Rani sudah mencapai klimaks dan cairan vaginanya terasa hangat membasahi kontolku yang masih menancap di dalam memeknya. Kugulingkan tubuh Rani ke samping, sekarang giliranku. Kutarik kontolku dari memeknya dan langsung menyerbu kearah lubang kenikmatan itu. Kumainkan klitoris Rani yang berwarna merah muda kecoklat coklatan dengan ujung lidahku, kulumat bibir vaginanya yang masih basah dengan cairan yang baru saja keluar dari vaginanya. Tidak ada pikiran jijik lagi dalam otakku, yang penting adalah merasakan kenikmatan.

“Teruss.. Ndra.. aahh enak Ndra ayo teruss..”, erang Rani yang ternyata dia sudah siap untuk dientot lagi.
“Ayo Ndra, sekarang kamu yang entot aku, Rani udah nggak tahan pengen dientot lagi”, pinta Rani.
Sekarang kuarahkan mulutku ke arah puting susunya yang sudah mengeras. Kuhisap dan kugigit sesekali.
“Aahh Ndra ayo entot Rani.. Aku sudah nggak tahan.. ayo dong pleasee.. aahh.”

Kuturuti kemauan Rani untuk mengentot memeknya. Segera saja kuarahkan kontolku tepat di vaginanya dan ‘bless..’, masuk sudah semua kontolku ke dalam memeknya.
“Aahh Ndra enak sekalii.. ayo Ndra teruss.. aahh”, erangan Rani menikmati kontolku yang masuk ke liang memeknya.

Aku gerakkan pantatku turun naik secara berkala. Kadang cepat kadang lambat. Kulihat Rani menikmati permainanku sampai ia memelukku erat sekali.
“Ndra teruss.. sebentar lagi aku keluar ayo terus entot.. aahh enak Ndra..”
Rani lemas dan terasa kontolku tersiram cairan hangat memeknya. Gerakan pantatku masih turun naik, kupacu terus, kulihat Rani sudah telentang lemas.
Kuminta Rina untuk ber-”dodgy style”. Rani segera mengubah posisinya hingga dapat kulihat gelambir bibir vaginanya yang basah oleh cairan memeknya. Segera kuarahkan kontolku ke arah memeknya dan bless..
“Oohh Ndra masukin semuanya, teruss.. aahh”.
“Gimana Ran, masih kuat?”, tanyaku.
“Terserah kamu Ndra, mau diapain aja memek Rani, yang penting memek Rani puas kamu entot”, jawab Rani sambil tersenyum puas.

Segera kumainkan perananku lagi. Kugerakkan maju mundur pantatku.
“Aahh Ndra teruss..”, Rani mengerang halus.
“Gimana Ran, enak nggak kontolku?” tanyaku.
“Aduhh Ndra enak sekali kontol kamu, memek Rani puas sekali”, jawabnya.
Kuminta Rani mengangkat kakinya sebelah, seperti anjing sedang kencing. Kutahan kakinya dengan lenganku dan sambil meremas payudaranya yang basah oleh keringatnya.
“Ayo Ran sekarang nikmati permainanku”.
Kupacu gerakan pantatku maju mundur.
“Ayo Ndra terus.. terus.. terus.. enak sekali Ndra, terus..”.

Dan Rina mengimbangi dengan menggoyang pantatnya.
“Ayo Ran sedikit lagi aku keluar”, sambil kupercepat gerakan pantatku.
“Ran, mau dikeluarin di dalam apa di luar?”, tanyaku.
“Terserah kamu Ndra.. aahh.. ayo Ndra kita keluar bareng.. aahh”, erangan Rani mengejang kenikmatan.
“Ran aahh.. enak Ran, aahh”, kupercepat gerakan pantatku.
“Ndra teruss.. kontol kamu enak sekalii.. aahh enak Ndra.. entot terus memek Rani sampai jebol.. aahkk..”, itulah teriakan Rani seiring spermaku yang akhirnya keluar membanjiri memeknya.

Dengan kontol yang masih menancap di memeknya, kupeluk Rani dengan erat.
“Terima kasih ya Ndra, kamu sudah memberi kepuasan ke memek Rani”, kata Rani sambil tersenyum kepadaku.
Setelah itu kami bergegas ke kamar mandi. Di kamar mandi Rani mencuci kontolku. Pertama ia hisap kontolku dan dijilatinya sisa sperma yang kemudian ia siramkan dengan air hangat yang ada di ‘bath tub’. Tiba tiba kontolku berdiri kembali. Kubalikkan tubuh Rani dan kuminta ia menungging dengan tangan memegang dinding kamar mandi.
“Ayo Ran, aku entot lagi kamu”, kataku.
Rani pun menuruti kemauanku. Segera kuarahkan kontolku ke memek Rani. Dan bless.. masuk sudah semua kontolku ke memek Rani.
“Aahh.. enak sekali Ndra.. ayo dong Ndra dikocok lagi yang keras”, pinta Rani.
Kukocok kontolku di memek Rani.
“Aduh Ran.. kok enak sekali memek kamu.. diapain Ran”, gumamku.
“Di entot kontol kamu sayang.. Please fuck me longer honey..”, jawab rani sambil menggoyang pinggulnya.
Aku pun tambah keenakan digoyang seperti itu. Kupercepat ayunan pinggulku menghantam pantat Rani yang sintal.
“Aahh.. oohh yes honey fuck me fuck me harder oohh.. yes enak sekali Ndra..”, rintih Rani.
Aku pun tak tahan lagi.
“Ran aku mau keluar.. aahh Ran.. yes.. yes.. memek kamu enak sekali.. Ran.. oohh yess..”, eranganku bersamaan dengan spermaku muncrat di dalam memek Rani.

Rani pun segera berbalik menghadapku dan langsung menghisap sisa sperma yang masih ada di kepala kontolku dan menelannya.
“Sperma kamu enak Ndra.. enak sekali”, kata Rani sambil terus menguras sisa spermaku yang masih ada di kepala kontolku.
Kulihat senyuman puas di bibir Rani. Kami pun mandi berdua di bath tub dan melanjutkan permainan itu sampai pukul 3 pagi, sampai–sampai kami tidak sempat untuk ke tempat tidur lagi, saking asyiknya menikmati surga dunia. Esoknya kami langsung check out dari hotel dan aku mengantar Rani sampai ke depan rumahnya tanpa aku turun dari taksi yang mengantar kami.

Itulah ceritaku tentang “kencan kilat” kami yang membekas, tanpa paksaan apapun. Untuk Rina, terima kasih atas kepuasan yang kamu berikan sepanjang malam itu, semoga kita bisa berbagi lagi..

TAMAT


Jurus Mesum Maut

Cerita Panas - Namaku Dira, Cowok berumur 20 thn. Aku kuliah di sebuah Universitas swasta di Jogja, dan aku hidup sebagai anak kost hampir 5 tahun di sini. Hari itu hari sabtu, dan aku sedang libur setelah mengikuti tes. Karena tidak ada kegiatan di Yogya maka aku memutuskan untuk mudik. Waktu itu aku masih kelas 2 SMA, aku pulang dengan naik kereta yang berangkat dari Jogja sore hari. Sebelum berangkat aku bertemu dengan dua cewek cantik, seksi, dengan bbentuk tubuh yang indah dan dibungkus dengan pakaian ketat dan di padu dengan rok panjang yang berkesan anggun tapi cukup untuk membuatku terangsang. Kebetulan pada waktu itu aku sedang antri di telepon umum. Kami saling pandang dan saling melemparkan senyum. Sesudah menelepon pacarku untuk sekalian pamit, aku langsung membeli tiket. Eh, ternyata secara kebetulan juga dia satu tujuan denganku.

Di kereta kami duduk berdekatan dan akhirnya kami kenalan. Rina dan Lina (bukan nama sebenarnya) nama mereka, kami ngobrol ke sana ke mari sampai kami kecapaian dan mereka berdua ketiduran. Lama juga mereka tidur. Kuperhatiin mereka berdua. Rina yang ternyata lebih tua 2 tahun dariku, mempunyai wajah yang manis, kulitnya putih bersih, rambutnya hitam dan panjang dan di atas bibirnya tumbuh sedikit kumis. Kata orang kalau seorang cewek mempunya kumis sedikit, dia memiliki nafsu yang besar dan asyik dalam hal permainan seks di atas ranjang. Kemudian mataku tertuju pada dua bulatan di dadanya yang menonjol bagaikan sepasang balon. Uh, aku jadi berpikir yang tidak-tidak. Kemudian kuperhatikan juga Lina yang tertidur di samping Rina. Cewek yang satu ini orangnya energik sekali dia orangnya lebih pendek dari Rina, tapi dia mempunyai bentuk tubuh yang tidak kalah bagusnya dengan Rina. Tapi aku lebih tertarik pada Rina, karena kumisnya dan kemulusan kulitnya membuat aku ingin sekali menjilatinya dan menidurinya.

Tiba-tiba Rina terbangun, “Aduh kepalaku pusing”, katanya membuyarkan lamunanku.
Lalu aku suruh dia duduk di sampingku, “Rin, biar aku pijit kepalamu, sini”.
Dia pun duduk di sampingku dan mulailah aku pijit keningnya. Matanya terpejam.
“Teruss Der di situ yyaa”.
Melihat ekspresi wajahnya yang manja membuat darahku berdesir, apalagi setelah aku lihat belahan di dadanya yang sedikit terbuka. Wouw, putih sekali, membuat kemaluanku bergerak naik, dan mempersulit posisi dudukku karena serasa mengganjal dan salah jalur.

“Udah enakan belon?”.
“Udah dikit sich, tapi belon klimaks”, katanya sambil tetap memejamkan matanya.
“Kalau belum klimaks, ya di goyang aja biar enakan dikit”, kataku.
Dia mencubit kakiku bersamaan dengan itu bergeraklah penisku makin tegang dan tampak menonjol. Dia tersenyum sambil melirik penusku yang sudah tidak sabar ingin keluar dari sarangnya.

“Adikmu kenapa?”, katanya sambil menunjuk ke bagian bawahku.
Tanpa basa basi lagi kupegang tangannya dan kubimbing menuju ke penisku.
“Iihh besar juga adik kamu yaa”, katanya sambil mengelus-gelus penisku dari luar celana.
“Adik gue bangun nich, Kamu mau nggak ngajak main adikku..?”.
Dia cuma tersenyum dan masih mengelus-elus penisku. Kebetulan gerbong sedang sepi. Langsung aja aku sosor lehernya, kujilati, dan kemudian kujilati juga telinganya dan kulumat bibirnya yang tipis, sambil memainkan payudaranya dengan tangan kiriku.
“Udah aahh takut ketahuan orang”, katanya sambil menarik bibirnya dari bibirku.
“Kita baru kenal kok udah ciuman sich”, katanya dengan nada manja.
“Tapi kamu suka kan?”, jawabku sekenanya. Dia cuma tersenyum dan mencubitku lagi.

Sesampainya di tujuan, Rina memberiku alamat rumahnya dan disuruhnya aku main ke rumahnya, besok kamis. Aku sih oke saja, malah suka. “Kucing kok di iming-imingi ikan”, mana mungkin nolak.

Kamis sore aku sudah bersiap-siap, dengan alasan mau ke tempat teman baikku yang rumahnya jauh di luar kota, aku berhasil meminjam mobil kakakku. Jadi deh aku meluncur ke rumahnya. Tapi aku sempat bingung juga mencari alamat rumahnya. Dengan sedikit usaha, bertanya ke sini sini, akhirnya dapat juga menemukan almatnya. Aku ketuk pintunya, rupanya dia sudah menungguku sejak tadi. Kami ngobrol agak lama hingga sempat berkenalan dengan adik dan orang tuanya. Karena akrabnya, aku sempat mengerjakan PR matematika adiknya yang masih duduk di bangku SD. Sekitar jam tujuh malem kami keluar, rencananya kami mau ke cafe di Batu raden tapi Rina bilang kepada orang tuanya mau ke rumah Lina dan nanti dia tidak pulang tapi menginap di rumah Lina. Akupun pura-pura sekalian pamit mengantarkan Rina ke rumah Lina.

Sesampainya di Cafe kami enjoy saja di sana. Dia ternyata punya bakat menyanyi. Kami berkaraoke dan menyanyi bersama, sambil saling berdekatan dan pelukan kami menyanyikan lagu cinta. Aku sudah lupa judulnya, pokoknya asyik sekali waktu itu. Kami bernyanyi, bercanda, tertawa dan akhirnya kita kecapekan. Dia membaringkan tubuhnya di pangkuanku sambil tengadah memandangku.
“Der, aku suka ama kamu”, dia ucapkan kata itu sambil menampakkan garis wajahnya dengan sendu.
“Aku juga suka ama kamu Rin”.

Kemudian kudekatkan wajahku ke mukanya dekat sekali dan kurasakan hangat nafasnya menambah gairahku. Langsung saja kucium bibirnya. Kulumat bagian atasnya dan kumainkan lidahku. Dia pun membalasnya, rupanya Rina sudah berpengalaman juga. Kumasukkan tanganku ke dalam BH-nya dan kumainkan puting susunya sambil memijit dengan halus seluruh bagian payudaranya. Tiba-tiba dia menghentikan aktivitasku dan berkata, “Udah aah, nggak enak dilihat orang”. Dengan menghela napas kuhentikan aktivitasku. Dia memandangku, rupanya dia mengerti kalau aku sedikit kesal. Jam 11 malam kamipun akhirnya pulang. Dalam perjalanan aku mencoba untuk mengajaknya ke hotel dengan dalih kata-katanya tadi.
“Rin, ke hotel yuk aku pingin ngelanjutin yang tadi, di cafe kan diliat orang tapi kalo di hotel kan nggak ada yang ngeliat”.
Ternyata diluar dugaanku, dia langsung mengiyakan ajakanku tadi, “Ayo.., siapa takut!”, katanya. Tanpa ragu lagi aku langsung menuju salah satu hotel di Batu Raden.

Aku sengaja mengambil kamar paling atas, di lantai dua. Dari jendela kaca yang besar aku bisa melihat kota Purwokerto yang tampak seperti tebaran bintang yang jatuh ke bumi. Rina sangat menikmati pemandangan itu, akupun merangkulnya dari belakang. Terasa penisku menegang dan mungkin Rina merasakan itu karena penisku menempel di belahan pantatnya yang montok.

Kemudian aku gesekkan penisku sambil menggerakannya naik turun. Diapun membalasnya dengan goyangan pantatnya. Karena sudah tidak tahan lagi akhirnya aku jilati lehernya, kuping dan pangkal lehernya dengan liar. Nafas kami semakin menggebu-gebu dan gerakan kami sangat liar dan erotis, seliar deruan nafas kami. Dengan masih mempertahankan posisi, aku mulai melucuti pakaiannya, disusul dengan pelucutan pakaianku sendiri. Kujilati habis lehernya sampai ke pipinya. Dia menolehkan wajahnya dan langsung menciumi bibirku.

“Rin, buka dong celana kamu”, pintaku dengan nafas masih ngos-ngosan seperti habis lari keliling lapangan. Dia pun membuka celana sekaligus CD-nya. Langsung aku balikkan tubuhnya dan kujilati payu daranya yang ternyata sangat indah, putih bersih dihiasi puting yang memerah hitam menonjol congkak di puncak payudaranya. Kumainkan puting kirinya dan kujilati puting kanannya sambil kupijit lembut bagian payudaranya.

“Sett”, Rina menarik nafas dengan tarikan nada yang khas, seirama dengan birahi yang mulai memanas. Setelah jenuh, kumainkan payudaranya. Aku coba telusuri garis perutnya dengan ujung lidahku. Dia mengejangkan badannya ke belakang sambil menarik nafas birahinya lagi, “Ssstt”. Aku lanjutkan pengembaraanku menuju pusarnya dan kumainkan lidahku di pusarannya dengan gerakan melingkar. Dia mulai memegang kepalaku dan rambut lurusku sambil meremas dan memainkan rambutku. Kulanjutkan lagi hingga ke bawah pusarnya. Kurapikan bulu vaginanya yang jarang-jarang tapi harum baunya.

Kubuka bibir vaginanya dan kujilati bagian dalam vaginanya. Rinapun semakin mengencangkan cengkeraman tangannya di rambutku. Aku coba untuk mencari clitorisnya. Setelah kutemukan, ternyata sudah memerah dan keras tapi lentur. Aku langsung memainkan dengan ujung lidahku. Kuhisap dan kujilati dengan bersemangat. Rina semakin tidak tenang dan meremas-remas rambutku seirama dengan ganasnya jilatanku. Sambil sesekali menarik nafas dan meremas-remas buah dadanya sendiri. Keluarlah cairan vaginanya banyak sekali dan kuhisap cairan itu sedalam-dalamnya. Karena keenakan dan semakin memuncak birahinya akhirnya dia kehilangan kesimbangannya. Dia tidak kuat lagi berdiri dan kemudian merebahkan tubuhnya di ranjang. Aku langsung menyusulnya dan rebah di atasnya, kami berciuman lagi.

Kemudian dia melepaskan ciumannya, mendorongku dan membaringkanku lalu membalikkan posisiku Celanaku yang belum sempat aku buka. Kemudian dia buka dengan kedua tangannya yang lembut sampai akhirnya kemaluanku keluar dan terlihat menantang. Dia mainkan batang penisku dan mulai menghisapnya perlahan. Dihisapnya dan dikulumnya seperti makan Cornelo. “Heemm nikmat sekalii”. Rupanya Rina sudah berpengalaman, hisapannya benar-benar asyik sehingga air maniku hampir saja keluar. “Ceplak!, ceploks!”, gerakan lidahnya bisa aku rasakan, memijit-mijit penisku dengan halus.

“Buseett!”, teriakku keenakan. Dia memandangku sambil tersenyum manis dengan sinar mata yang liar. Karena tidak tahan lagi, akhirnya aku balikkan dia sehingga sekarang dia berada di bawah. Aku langsung menerjang vaginanya dengan senapanku yang sudah basah kuyup tapi dia malah mencoba menutupi vaginanya dengan tangannya. Aku langsung mencoba menarik tangannya tapi dia tetap menahan tangannya, dia malah tersenyum. Dalam hati aku heran bercampur kesal. Kemudian dia cium bibirku dan kurangkul dia erat-erat sambil kubalas ciumannya. Aku coba memasukkan lagi penisku, tapi dia malah menghindar, sialan aku pikir. Dia masih terus memainkan lidahnya dalam mulutku.

“Nggak kuat yach”, sindirnya.
“Ayo dong.., kenapa sich.., adikku udah nggak tahan nich..”, pintaku.
Kemudian dia membimbing penisku untuk memasuki ke bibir liang kenikmatannya. Langsung saja aku masukkan penisku perlahan-lahan. Rina langsung menggeliat pelan keenakan. Kumasukkan penisku perlahan namun pasti sampai ke dasar vaginanya, kemudian kutarik lagi dan kumasukan lagi. Dengan irama slow kugenjot naik turun sambil kunikmati wajahnya yang cantik dan kubelai rambutnya.

Dia membuka matanya dan kami saling berpandangan. Aku benar-benar menikmati momen itu dengan terus melancarkan serangan ke vaginanya. Aku mendekatkan wajahku dan terdengarlah nafasnya yang hangat menerpa wajahku. Kunikmati bibirnya yang telah merekah dan hangat tanpa menurunkan tempo genjotanku. Sekonyong-konyong dia memelukku erat dan bersamaan dengan itu kumasukkan dalam-dalam penisku ke vaginanya hingga tenggelam habis. Tubuh kami seperti melekat menjadi satu bersama keringat kami yang bercucuran.

Kemudia dia pererat lagi pelukannya dan kurasakan tubuhnya mengejang dan di dalam vaginanya terasa ada cairan yang menyemprot batang penisku. Dia sudah mengalami orgasme pertamannya. Mengetahui hal itu aku langsung menarik pelan batang kejantananku dan memasukannya lagi perlahan. Dia melepaskan ciumannya dan memandangku dengan sendu. Karena aku belum keluar, maka aku masih belum mencabut penisku di liang surganya. Dia juga tahu kalau aku belum keluar sehingga dia mencoba untuk menggoyangkan pantatnya sekaligus menjepit-jepit penisku dengan vaginanya. Uuuhh gilee.., nikmat banget!, penisku seperti di pijat-pijat hangat, dan tidak bisa dilukiskan dengan kata-kata.

Baru beberapa genjotan aku langsung mau keluar. Kukeluarkan maniku di luar. “Crot.., croott”, membasahi bagian atas vagina dan perutnya. Kubersihkan senjataku dengan selimut dan mulai lagi aku masukkan penisku ke dalam vaginanya. Inilah kelebihanku yang mungkin jarang di miliki oleh lelaki lain, aku bisa orgasme lebih dari sekali, walaupun sudah keluar mani pertamaku penisku tidak langsung lemas malah menegang terus.

Aku genjot lagi vaginanya. Kemudian aku angkat kedua kaki Rina ke atas sambil aku pegang kakinya. Kusetubuhi dia dengan mesra. Aku mempelajari gaya ini dari BF yang sering kutonton. Rina semakin hanyut dan terbang. Hal ini dapat kulihat di wajahnya. Dia sangat menikmati permainanku. Merasa kecapekan aku minta pada Rina untuk mengganti posisi, supaya dia yang di atas. Kemudian kami ganti posisi dia jongkok di atas penisku dan memegang penisku lalu dimasukkannya ke dalam vaginanya yang basah dan hangat. Rupanya dia tidak mau kalah dengan permainanku. Dia goyangkan tubuhnya, vaginanya mulai mengeluarkan jurusnya menjepit dan memijat yang membuat penisku kaku keenakan. Kupegang pingulnya dan kuikuti iramanya.

Dia meronta-ronta dan sesekali menekukkan badannya ke belakang sambil terus menggenjot dan memutar-mutar vaginanya. Aku serasa terbang tinggi. Deruan nafas kami semakin kencang, “Aaahh.., mmhh.., sstt”.

Kemudian Rina menjatuhkan badannya dan sekarang kami berpelukan dengan mesra. Sambil melancarkan jurusnya dia menciumi habis leher, telinga dan bibirku. Tangannya meremas sprei tempat tidur sambil mendesah, “eemmh”. Rupanya dia hampir orgasme kedua dan dugaanku emang benar, sedetik kemudian keluarlah cairannya dan menyemprot penisku di dalam vaginannya yang terasa hangat sekali. Rina langsung lemas dan terjatuh di sampingku sambil tidak melepaskan pelukannya sehingga aku mengikuti gerakannya. Sementara penisku terlepas dari vaginanya dan sekarang aku di atas lagi.
“Rin, kamu masih kuat..?”, tanyaku.
Sambil memejamkan mata dengan raut muka kepuasan dia menjawab sambil menganggukkan kepalanya, “Hheemm”.

Tanpa basa basi lagi aku masukkan penisku perlahan diiringi desahan Rina. Aku genjot lagi. Rina kembali menggoyang pantatnya dan menjepitkan vaginanya. Aku setubuhi dia terus kira-kira 5 menit. Dia orgasme yang ketiga kalinya, tapi kali ini cairannya cuma sedikit.

Setelah orgasme yang ketiga dia lemas, kecapekan dan terkesan pasrah tidak melakukan jurusnya lagi. Dapat kurasakan cairan di dalam vaginanya menjadi hangat. Sementara aku juga sudah merasakan tanda-tanda orgasmeku. Karena dia sudah kecapekan, maka aku goyang sendiri penisku dan kupercepat tempo genjotanku. Rina merintih, “mmaahh.., aahh..”, dan akhirnya keluarlah maniku yang cuma tinggal sedikit, karena sudah habis di orgasmeku yang pertama. Akupun jadi lemas dan terbaring di samping Rina sambil membelai dan menciumnya. Rina membalas ciumanku dan mengeluskan tanganku di pipinya.

“Rin kamu puas?”, tanyaku.
Dia mengangguk sambil tersenyum manis sekali, “Eem”.
“Aku senang kalau lawan mainku bisa puas dan itu merupakan kepuasanku juga”, kataku.
Dia menanggapi, “Kamu hebat Der yang jadi istri kamu pasti puas”
Aneh kok dia bilang begitu jadi dia cuma ingin Gaya Amerika saja, tidak apa-apa malah bagus, lagian Valentinaku yang di Jogja mau ku kemanain.

Kemudian kita tertidur telanjang di balik sprei yang sudah basah terkena keringat dan mani. Menjelang subuh aku terbangun dan aku rasakan penisku tegang lagi nich. Sementara Rina masih tertidur perlahan, kubangunkan dia dengan ciuman lembut dan jilatan lembut di kedua payudaranya. Rina mulai terangsang dan membalas ciumanku. Langsung kumasukkan lagi penisku ke dalam vaginanya yang mulai basah. Kamipun melakukan satu babak lagi pagi itu. Setelah selesai kami tertidur lagi dan bangun jam 8 pagi.

Kami mandi bersama, saling sabun menyabuni. Rina menyabuni adikku yang tegang terus dengan hati-hati dan penuh kasih sayang. Setelah kami sabun semua tubuh kami, kami biarkan tubuh kami bersih dari sabun. Rina mengencangkan semprotan airnya dan dia jongkok, kemudian mengulum batang penisku. Karena keenakan aku jadi tidak tahan berdiri. Lalu aku ajak dia memakai gaya 69. Kujilati habis vagina Rina yang indah itu dengan clitoris mungilnya yang indah, di bawah guyuran air kami melakukan seks sekali lagi. Vagina Rina kembali beraksi lagi dengan jepitan dan pijatannya yang khas Rina. Vagina Rina membuat kejang dan kali ini aku biarkan maniku kusemprotkan habis ke dalam vaginanya. Beberapa detik kemudian Rina menggelinjang dan di kamar mandi itu kami mendaki puncak kenikmatan bersama-sama. Setelah mandi kami ketawa mesra, kami baru sadar dari semalam kita bercinta tiga kali hingga membuat penisku jadi agak sakit over dosis, apalagi di ronde pertama mainnya lama hingga Rani sampai orgasme tiga kali, vagina Ranipun jadi rada sakit juga kecapean.

Pagi itu kami cabut dari hotel jam 10.00, kemudian kami makan di restoran Pring Sewu. Setelah makan aku antar Rina ke rumah Lina. Itulah pengalaman yang paling mengesankan bersama Rina yang manis. Setelah kejadian itu kalau aku mudik, aku selalu bermain cinta bersama Rina tapi kami jarang sampai nginep, habis takut orang tuanya curiga, paling berangkat jam 5 sore pulang jam 10 malam, yah cuman satu Ronde saja jadinya. Tapi sekarang aku sibuk di Jogja sehingga aku jarang pulang lagian Rani sekarang sudah punya pacar lagi. Salam buat Rani di Purwokerto aku tidak akan melupakan malam itu dan aku tidak akan melupakan vaginanya yang nikmat dengan jurus mautnya.

TAMAT