tag:blogger.com,1999:blog-56586682202549560312024-02-20T04:13:40.580-08:00Cerita Panas TerlengkapCerita Panas Cerita Sex 17 Tahun Cerita Panas Cerita Seru Cerita Dewasaadminhttp://www.blogger.com/profile/15854628150373432211noreply@blogger.comBlogger41125tag:blogger.com,1999:blog-5658668220254956031.post-9441067413499781782012-09-16T22:32:00.001-07:002012-09-16T22:32:46.601-07:00Bercinta Dengan Polwan ketika Liburan Ke BandungCerita ini mungkin adalah sebuah hasil <a href="http://blogceritapanas.blogspot.com/">cerita panas</a> yang pernah aku alami dengan seorang cewek cantik teman sekolah aku dulu. Memang dia sekarang menjadi polisi wanita di daerah bandung, ketika itu aku sedang liburan sendiri dan aku hubungi dia dan kita ketemuan. disinilah ada sebuah cerita tragis yang pernah aku alami. Kisah ini terjadi sekitar 2011 an, saat aku masih kuliah sambil cari kerja sampingan buat biaya kuliah. Kebetulan ada temen ibuku yang punya warnet di kota ini, jadi aku kerja nungguin warnet. Shift jaga biasanya malam, mulai jam 7 sampe jam 12 malam. Tapi kadang-kadang gentian sama teman-teman yang lain, tergantung situasi lah. Cerita sex terbaru dan terlengkap hanya ada di blogceritapanas.blogspot.com.<br />
<br />
Saat itu aku jaga warnet malem sendirian, harusnya sih berdua, tapi biasa lah ada aja alesan untuk ngilang. Yang heran, tumben warnet sepi banget (padahal tahun2 segitu saat orang jarang punya modem sendiri, warnet ndak pernah sepi lho). Jadinya aku santai-santai sambil browsing materi kuliah, sambil slonjor-slonjor dan nyamil kacang.<br />
Sekitar jam 9 ada suara motor berhenti diluar. Hah, akhirnya ada pengunjung juga. Pintu kemudian dibuka, Nampak cewek masuk, bodynya tinggi, wajahnya imut sih, rambut potong pendek dan pake jaket dan celana panjang.<br />
<br />
“Mau nge-net ada mas?” tanyanya.<br />
“Oh, silahkan mbak…, kosong kok. Bebas milih mana saja.” Jawabku ramah sambil melihat wajah imut tersebut.<br />
“Makasih mas, saya dipojok situ aja” dia lalu menuju bilik yang pojok, terus nglepas sepatu dan duduk (bilik warnetnya lesehan semua). Aku lihat sepatunya sepatu kulit, kayak-kayaknya bukan cewek biasa nih. Setelah duduk, dia membuka jaket, ternyata dibalik jaketnya dia memakai seragam polisi, pangkatnya Segitiga Kuning satu biji, ohh Sersan Dua pangkatnya. Ohh.., seorang polwan yang manis pikirku.<br />
“Mas, username ama passwordnya apaan nih??” tanyanya, sambil menoleh ke aku.<br />
“Ehh.., ohh.., bebas kok mbak, langsung aja” kataku jadi sedikit gagap gara-gara terpana plus kaget..<br />
“Okey mas, makasih”<br />
Beberapa menit sambil browsing aku curi-curi lihat ke mbak polwan tadi. Lama-lama kok beberapa kali ketahuan lagi nyuri pandang. Akhirnya aku gak berani lagi ngliat dia. Konsentrasi aku alihkan ke monitor komputerku. Karena bosan dengan materi kuliah, aku mulai browsing situs-situs hot.<br />
Setengah jam berlalu, tiba-tiba aku kaget saat mbak tadi sudah disampingku.<br />
“Mas, ajari bikin email dong” katanya…<br />
“ehh…,ehhhh…, ehhh iya” aku panic, karena monitorku isinya penuh gambar pasangan lagi adegan hot. “ayo mbak…, saya ajari” aku langsung berdiri dan mengajak mbak polwan tadi ke biliknya (supaya aku gak tengsin & terlalu lama salting didepan komputerku).<br />
Aku mulai ngajari cara mbuat email dari dasar-dasarnya. Sambil lirak-lirik aku baca namanya, sebut saja Dewi . Dewi tampak antusias mendengar penjelasanku, kemudian mulai mencoba mempraktekkan langkah demi langkah. Aku masih grogi, bagaimana tidak, lha wong dia polwan… hiiiii. Tapi kayaknya dia yang berusaha mencairkan suasana.<br />
“Mas sudah lama kerja diwarnet ya?” tanyanya<br />
“Wah, baru kok mbak. Ini juga buat nambah-nambah biaya kuliah” jawabku sambil berusaha tersenyum, tapi masih kaku…. Shitt.<br />
“wah, kok lancer banget gitu ya nge-netnya? Ehh, jangan panggil saya mbak dong. Nih, kan namaku udah terpampang jelas gini. Panggil Dewi aja ya? Kalo nama mas sapa?”<br />
“Saya Andri mbak.., wah nggak berani manggil gitu mbak. Ngak sopan” Jawabku sambil menggerakkan mouse.<br />
“Nggak papa kok, biar akrab. Lagian kayaknya kita seumuran ya. Aku dua puluh tiga tahun kok” paparnya blak-blakan, jarang yh cewek blak-blakan masalah umur<br />
“Ya deh mbak, eh Dewi…, kalo saya baru dua puluh dua tahun mbak, tuaan mbak dikit dong, ngomong-ngomong kok masih pake baju dines. Habis tugas ya?” tanyaku sambil kesempatan buat mandang wajahya yang manis (buehhh…, betul-betul manis nihh)<br />
“Iya habis ikut pengamanan di balaikota, tadi ka ada demo mahasiswi. Jadi Polwannya turun semua.”<br />
“Ohh.., gitu. Lho mbak Dewi kok gak pulang kerumah? “ tanyaku lagi<br />
“Nggak, tadi lihat warnet jadi pengin mampir. Sekalian belajar”<br />
“Emang mbak Dewi rumahnya dimana?”<br />
“Di perumahan ****, yahh agak jauh sih. “dia menjawab sambil tersenyum manis… wihhh.<br />
“Lho, udah nikah ya mbak? (nanya nya mulai gak konsen gara-gara senyuman tadi)”<br />
“Udah, nikah sih udah satu tahun. Suamiku sipil, kerja di expidisi. Tapi lagi ruwet nihh…, dia kecantol ama temen kerjanya, ini aku lagi ngurus cerai” katanya sambil sedikit serak.<br />
“Ehm, maaf mbak. Lancang nanya.”<br />
“Gak papa.., kalo mas sendiri?” Lhahh, dia balas nanya<br />
“Belum mbak, pacar aja gak ada. Nanti-nanti lah”<br />
“Ohh, padahal penampilan mendukung lhoh” dia menjawab sambil tersenyum lagi. Matek aku… panas dingin langsung. Apalagi tangannya sambil menyenggol bahuku… beuhhh.<br />
“Ahh, mbak bisa aja. Ehh.., suami mbak terlalu juga ya. Mbak yang secantik ini di khianati…” agak nggombal dikit jawabanku<br />
“Hahaha…, cantik gimana? Biasa aja ah” Sambil tangannya disenggolkan ke bahuku lagi. “Tapi, hatiku sedih sekali, makanya kadang kalo pulang kerja aku ndak langsung kerumah. Tapi jalan kemana dulu gitu”<br />
“Lho, cantik betul lho mbak, manis tinggi langsing lagi…” entah darimana kata-kata ini kudapat, dia terlihat agak tersipu-sipu. Senyumnya makin mengembang.<br />
“Ehmm.., makasih ya. Eh.., ngliat situs-situs yang kayak tadi dimana ya?” tanyanya agak malu-malu<br />
“Ehhh.., yang mana ya mbak?” jawabku pura-pura bego<br />
“Yang tadi itu lho, yang dikomputernya mas.”<br />
“Ohh.., ehh gak papa ya mbak? Ini aku carikan alamatnya” aku mulai mengetik alamat, dan muncul gambar-gambar orang lagi bercinta berat. Aku lihat matanya menatap monitor penuh hasrat. “ini tinggal di klik link-link yang ada. Banyak kok nantinya” Sambil aku beranjak pergi, mau kembali ke tempat operator.<br />
“Ehh, kemana mas? Temenin aku dong, siapa tau nanti ada kesulitan lagi.” Sambil tangannya meraih tanganku dan menarikku untuk duduk lagi. “Disini aja ya..” dan aku mengangguk pelan.<br />
Kami berdua mulai browsing situs-situs xxx, dan aku merasa duduk makin merapat. Mata Dewi tak lepas dari monitor, nafasnya terdengar agak memburu (aku juga demikian sihh hehehehe…). Terasa tubuhku mulai bersentuhan dengannya, hangat dehh. Tangannya ditumpangkan kepahaku, membuat konty ku meluap meronta-ronta (waktu itu aku masih betul-betul perjaka… bayangkeunn), diusap-usap pahaku. Aku beranikan memeluk pinggangnya yang ramping dan aku rapatkan tubuhnya ke tubuhku.<br />
“Mas, udah pernah kayak yang dikomputer ini ndak?” tanyanya pelan, agak berbisik. Wajahnya betul-betul rapat dengan wajahku, bikin aku gelagepan.<br />
“Belum mbak, pacar aja gak punya, ciuman juga belum pernah…” jawabku jujur.<br />
“Ehmmm…, kalau gitu…” di berdiri kemudian berjalan kepintu depan. Pintu dikunci oleh dia, kemudian tulisan closed dibalik. Lalu dia kembali ke tempatku duduk, kembali memeluk aku yang sudah betul-betul panas dingin.<br />
“Mau nggak kayak gitu??” setengah berbisik dewi nanya didekat telingaku, seluruh badanku jadi merinding. Bibirnya ditempelkan ke telingaku. Anjrriiiiittttt……, aku gak bisa ngomong apa-apa. Tanpa menunggu jawabanku tangannya menarik tangan kiriku, ditempelkan ke toketnya. Gak terlalu besar sih, tanganku dibimbing untuk membuat gerakan mengusap dan meremas. Setelah aku bisa gerak sendiri, tanganku dilepaskan. Kemudian tangan kanan Dewi menelusup kedalam kaosku, meremas dan memilin-milin putingku. Badanku kayak kejang semua jadinya.<br />
“Mas, mau kan sama Dewi? Satu malam ini aku milikmu… masss” suaranya mendesah ditelingaku. Mulutnya memagut bibirku, lidahnya liar masuk kemulutku. Sementara aku mendesah-ndesah keenakan (pengalaman pertama …) tanganku semakin aktif meremas toketnya. Tangan Dewi kemudian membuka beberapa kancing baju dinasnya, ehhh… ternyata masih ada kaos dalam. Kaos dalam dia sibakkan ke atas, kemudian BH juga dia sibakkan ke atas. Tanganku ditarik lagi buat meremas-remas toketnya, aku mulai bersemangat.<br />
Tangan Dewi menelusup ke celanaku, ****** yang udah bengkak diremas-remas…, ahhhhhh. Ubun-ubun kayak mau meledak. Sementara Dewi terus memagut seisi mulut dan lidahku. Perlhan kaosku dinaikkan keatas, bibir Dewi kemudian pindah menjelajahi dadaku. Lidahnya menjilati putingku…. Huuuuuhhhhh, sambil sesekali terasa gigitan-gigitan kecil yang sering bikin aku kaget. Terasa seluruh dadaku disapu lidahnya.., rasanya nyaman-nyaman gimana gitu, lidahnya mulai turun menjilati pusarku. Karuan aja aku mengelinjang kesana-kemari.<br />
Perlahan tangannya membuka risluting celanaku, diturunkan sebatas lutut. Didalam cd, ****** ini mulai terasa berdesir-desir, sementara Dewi dengan buas menciumi batang kejantananku. Tak lama kemudian, cd ku dilorotkan sebatas lutut juga.<br />
“Mas, burungnya lumayan besar ya.. emmm” sambil tangannya mengelus dan meremas-remas batangku.<br />
“Uhhhh…, emang besar ya mbakkk???” tanyaku sambil merem melek<br />
“Nggak terlalu besar sih, tapi pas segini nih…”<br />
Dewi menjawab sambil tangannya mulai mengocok batangku. “Massss…., burungnya aku emut yaa??”<br />
“Iya mbak….” Aku udah gak konsen, Dewi lalu mulai mengulum kepala dan batang burungku pelan-pelan. Lembut banget, tangan kananku dengan gemas meremas-remas rambutnya yang pendek, rapi dan hemmmm…., sangat wangi. Dan tangan kiriki meremas toket dibalik baju dinasnya…, kenyal banget.<br />
Semakin lama kulumannya semakin cepat, aku semakin menggelinjang dan kelojotan.<br />
“Ohhhh…, Wii.., Dewiii.., sudahhhh…, sudahhh, aku nggak tahannnnn” aku menceracau sejadi-jadinya. Baru pertama kali diemut, sama cewk manis lagi…. Wahhhh betul juga, pangkal batangku mulai terasa senut-senut.<br />
“Dewiii.., ohhh gak tahan mbakkk…” senut-senutnya semakin kencang dan akhirnya terasa ada sesuatu menggelegak… crottt.., crottt. Spermaku keluar didalam mulut Dewi. Tapi….., aduhhhh Dewi nggak melepas batang burungku, tetap dikulum-kulum dan disedot. Terasa bukan nikmat yang sekarang, tetapi jadi geli gak tertahan.<br />
“sudah mbakkk…, geli aku..” sambil tanganku berusaha melepas kepala Dewi dari burungku. Tak berapa lama ia melepas mulutnya dari burungku…, uhhhhhh. Seluruh badan lemas serasa tak bertulang. Dewi tersenyum melihatku, kulihat mulutnya sedikit mengecap-ngecap.<br />
“Ehhh mbak, spermaku mbak telan ya??” tanyaku<br />
“Iya, nggak papa kok. Sehat tuh, rasanya emang agak asin sihh. Lagian daripada nyemprot kemana-mana, bisa kena macem-macem tuhh….” Dewi menjawab sambil tersenyum genit. Tangannya mulai bergerilya lagi mengejar batang burungku yang sudah mulai mengkerut. Dipegang dan mulai dielus lagi…, aku masih menggelinjang geli…, tapi lama-lama mulai terasa hangat dan nikmat lagi. Mulutnya kembali memagut mulutku, kami berciuman dengan ganas. Aku mulai bisa mengimbangi permainannya.<br />
“Mas, setelah ini giliranku yang dikasih kenikmatan ya?” sambil nafasnya mulai tersengal-sengal<br />
“Ya mbak, aku puasin mbak dehh” tanganku dibimbing untuk ikut melepas celana dinas coklat miliknya. Aku plorotkan hingga sebatas lutut. Tampak celana dalam warna hitam yang menutupi gundukan. Nggak sabar sekalian aku plorotin celana dalamnya. Terlihat jembut tebal menghiasi gundukan daging. Tanganku mulai mengusap dan berusaha menyibak jembutnya, mencari sesuatu seperti yang ada di situs-situs porno.<br />
Dengan lembut tangan Dewi membimbing tanganku, dan mengarahkan mulutku kea rah memeknya. Cuma karena celana Cuma dilorot sebatas lutut, maka agak sulit untuk sampai ke memeknya. Akhirnya lidahku dapat menjangkau memeknya, kujilat dikit-dikit dan terasa agak basah (hihihi…, agak bau keringat ya.., nggak papa). Dewi mulai mendesah lirih, aku tambah ritmenya.<br />
“Masss…, ayo masukin aja ya…, udah nggak tahan nih..” Dewi bersuara lirih.<br />
“Ya mbak” Aku kembali berdiri dan bersiap dengan burungku. Tapi aku kebingungan, dengan posisi celanaku yang sebatas lutut dan Dewi yang juga sama kami berdua keliatannya sama-sama bingung.<br />
“Mbak…, masukinnya gimana nih??”<br />
“Ehh.., iya ya mas…., gimana kalau dari belakang saja? Aku agak nungging ya…”<br />
“Ya deh.., terserah mbak. Aku masih bingung nih..” Lalu Dewi berbalik dan posisi merangkak, kedua pahanya direnggangkan sehingga memeknya sedikit tampak membuka.<br />
“Sini mas, masukkan…, tusuk ke yang sini yaa…” tangannya menjangkau dan memegang batangku, ditarik pelan-pelan kearah lubang memeknya yang agak basah. Sebentar kemudian, kepala burungku digesek-gesekkan ke memeknya, nikmat sekali…<br />
Aku mulai sedikit mendorong batang burungku kelubang memeknya. Pelan-pelan, batangnya mulai ambles kedalam memek. Tanganku mulai meremas-remas pantat Dewi…. (gila, bulat banget nih pantat polwan, kenceng banget lagi. Banyak olahraga kali ya?). Terkadang tanganku menyusup kedalam baju dinasnya dan meremas-remas toketnya serta memilin putting susunya. Dewi mendesah-ndesah keenakan.<br />
“Gimana masss??? Enakkk?… terus mas maju mundur aja….”<br />
“Ya mbak, enak. Mbak seksi banget yahh, udah langsing pantatnya montok lagi” pujiku jujur<br />
“Ahhh mas, bisa aja. Burung mas juga enak kok…, kuat banget, padahal baru keluar habis-habisan lho tadi…” godanya genit. “gimana mas perasaannya nggoyang polwan??”<br />
“Ehhh…, agak deg-degan juga…”sambil pinggulku memaju mundurkan batang didalam memeknya. Sambil mataku lihat jam dinding, 22.30. tanganku semakin familiar dengan lekuk-lekuk tubuh Dewi. Pundak Dewi kemudian merendah, pantatnya sekarang benar-benar nungging, nafasnya mulai memburu tak teratur.<br />
“Ahhhh… mass…, enakkkkk, terusss” badannya mengeliat-geliat, sesekali tampak pantat bulatnya mengejang. “ohhhh…. Ohhhhh….., ahhhhhhhh” Tampak seluruh badan Dewi mengejang beberapa saat dan kemudian mengendur pelan-pelan.<br />
“Aku dah orgasme mass…., ayo mas terus aja sampe keluar” matanya sayu tapi mengerling manja ke arahku. “Mau ganti gaya ya mas?? Spooning aja ya? Mas pasti tau dehh… yukk”<br />
“Ya mbak” aku pelan-pelan rebah bersama Dewi. Posisi spooning sekarang, aku peluk Dewi dari belakang sambil sku sodokkan burungku berulang-ulang dan sekuat tenaga.<br />
“ahh…, ahhh…, ahhh” Dewi menjerit pelan, aku terus memompa<br />
“Ahhhh mbakkk…, akuu keluarrrrr…” tubuhku mengejang dan crott…crottt. Spermaku keluar untuk kedua kalinya… Pelukanku ke Dewi bagai mencengkeram sampai Dewi sepertinya sulit bernafas.<br />
“masss…., puas ya” ucapnya lembut dan manja…, aku hanya mengangguk sambil tersenyum. Aku melirik jam dinding.., sudah jam 23.15.<br />
“Ada apa sih mas, kok lihat jam??? Nggak suka ya?” Dewi merengut<br />
“nggak mbak.., tapi udah hamper jam setengah dua belas, temenku yang aplusan jaga bentar lagi dating” jelasku<br />
“Ohhh… kirain..” senyumnya manja kemudian kepalanya menoleh ke wajahku dan mulai memagut mulutku lagi. “ya udah…, kita beres-beres dulu yuk”<br />
Aku melepas batangku yang mulai lemas dari memeknya, kuambil tisu untuk menahan dan membersihkan cairan disekitar memeknya.<br />
“Makasih ya mas” sambil dia merapikan kembali seragam polwannya. Merapikn lagi rambutnya yang pendek…, aku suka sekali melihatnya.<br />
“Mbak cantik banget dehhh”<br />
“ahhh mass…., makasih juga. Sama-sama, aku juga sangat menikmati ini kok. Kalau bisa lain kali kita ketemuan lagi…, aku percaya kamu kok” balasnya masih dengan nada manja. “Ehh…, boleh minta nomer hp ya mas…, supaya bisa ketemuan lagi”<br />
“Tentu mbak, mbak baik banget. Perjakaku diambil mbak lhooo…..” aku sedikit tersipu<br />
“Ohhh…, maaf ya. Habis aku pngen banget sihhhh… semoga kamu suka dan nggak kapok” setelah rapi, dia memakai sepatu dan mau membayar internet.<br />
“ndak usah mbak.., ini bayarannya sudah sangat berlebih kok” jawabku<br />
“Ahhh… yaudah. Makasih ya ..” Setelah tukar menukar nomer hp, Dewi membuka pintu dan menyempatkan kissbye yang aku bales dengan lebih mesra.<br />
Dan sejak itu kadang-kadang aku ketemuan dengan Dewi diberbagai tempat.Beberapa minggu setelah itu Dewi bercerai dengan suaminya. Hubunganku dengan Dewi hingga tahun 2004. Tahun itu dewi udah punya suami baru, seorang perwira polisi. Aku ndak berani ketemuan lagi, dan Dewi kayaknya sekarang betul-betul sayang sama suaminya. Aku turut bersyukur saja.adminhttp://www.blogger.com/profile/15854628150373432211noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5658668220254956031.post-7849956679259674022010-01-06T23:29:00.000-08:002010-01-06T23:32:51.637-08:00Selingkuh memang Nikmat<div style="text-align: justify;">Veni seorang wanita yang selalu membahagiakan suami. Aku mengenal Veni dari masa sekolah dulu, kami awalnya adalah teman biasa dan kemudian berpacaran. Pacarku saat itu bukan hanya Veni, aku memiliki beberapa pacar, di antaranya sebut saja Indi yang merupakan sepupu dari Veni dan ia sekarang tinggal bersamaku. Aku dan Veni memiliki kisah yang cukup banyak, kami dulu sering berdua, maklumlah cinta masa muda dipenuhi dengan tantangan, kami sering berdua sehabis selesai sekolah.<br /><br />Kebetulan kemerdekaan saat itu benar-benar kami rasakan, karena orang dan saudara kami sibuk dengan aktivitasnya. Awalnya kami hanya berjalan berdua, lalu bergandengan tangan, duduk berduaan, berpelukan, berciuman, dan akhirnya ia menyerahkan keperawanannya, dan hubungan ini adalah yang pertama buat kami. Ternyata kami ketagihan, setiap malam Minggu kami lakukan dengan pakaian lengkap. Ia selalu memakai rok, sehingga tangan serta milikku dapat leluasa masuk ke dalam tubuhnya, ini merupakan kenangan indah kami. Tapi yang paling kusuka bila selesai pulang sekolah, sebab di rumah kami selalu kosong, kami leluasa. Di saat itu aku dapat melucuti pakaiannya satu persatu sampai aku memuntahkan cairanku, aku menikmatinya. Aku puas menikmati tubuhnya berjam-jam tanpa sehelai pakaian. Yang paling kusuka adalah saat aku ulang-tahun, ia selalu memberi hadiah yang istimewa, mengundang datang ke rumahnya dan hadiah langsung, yaitu tubuhnya yang tanpa sehelai kain pun dan aku diajak ke lantai atas rumahnya, untuk menikmati hadiah istimewanya.<br /><br />Memang awalnya aku takut berhubungan badan, setelah sering dengan Veni, aku malah ketagihan. Akhirnya aku dan Veni lulus sekolah dan kami kuliah. Saat itu aku memiliki kenalan baru di telepon, ia adalah teman dari temannya Veni waktu di sekolah, ia sering menghubungiku dan meminta tolong supaya aku mencari kabar tentang cowoknya, sebab cowokya anak kampusku dan sudah lama tidak bertemu. Namanya Reyne dan awalnya kami hanya berbincang biasa, lama kelamaan kami akrab dan berbicara bebas. Akhirnya kudapati dengan samar-samar kabarnya, dan ternyata cowoknya telah memiliki pacar baru, dan aku minta cerita tersebut dibarter dengan hadiah. Ia berjanji akan memberi hadiah. Awalnya aku bercanda kalau hadiahnya Reyne, dan Reyne menyanggupinya sambil bercanda. Kami hanya berbincang ditelepon dan belum pernah bertemu, entah setelah beberapa lama kami sepakat bertemu, dan Reyne berterima kasih kepadaku atas bantuanku dan akan memberikan hadiah yang ia janjikan, entah apa hadiah itu.<br /><br />Akhirnya kami bertemu di suatu tempat lalu ke rumahku yang kebetulan kosong waktu itu (keluargaku berlibur ke daerah). Kami mengobrol, aku bertanya bahwa hadiahnya dimana, lalu jawabnya adalah hadiahnya belum ada dan apa yang kumau. Lalu kami berdua berbincang panjang lebar, aku menanyakan dan meminta hadiah darinya, aku meminta cumbuan sebagai hadiahnya sambil bercanda tapi entah mengapa kami menjadi serius. Awalnya ia tidak merespon, tapi setelah beberapa lama ia terima permintaanku. Akhirnya aku mengambil kadoku, aku bertanya sambil tanganku mengarah ke dada kanannya, “Ini boleh kan?” lalu Reyne menjawab, “Boleh!” dengan tegang. Tanpa basa-basi dan birahi yang berkembang aku menyentuh dadanya, memang tidak terlalu besar sekali tapi aku suka petualangan ini. Lalu kuusap-usap dan perlahan kuangkat kaosnya hingga terlihat BH-nya, lalu kubuka kaitan BH-nya dan kuangkat tinggi sehingga kedua buah dada serta putingnya dapat kunikmati dengan mataku dengan jelas.<br /><br />Kuraba-raba dan kuremas-remas sampai puting dan dadanya mengeras, wajahnya memucat dan tegang tapi tampaknya Reyne menikmati sentuhanku. Lalu aku menawarkan menonton film, dan ia mau nonton film. Aku bergegas mengambil film, tetapi yang kuambil adalah film XX. Kuambil film tersebut lalu kembali ke tempat dimana aku merasakan tubuh Reyne, kulihat ia sudah menutup kembali buah dadanya seperti semula. Aku agak kecewa, tapi tak apalah. “Kita nonton ini ya,” sahutku, lalu kusetel dan segera duduk di sampingnya. Reyne tak tahu film apa yang kusetel, film belum mulai, aku kembali meraba-raba dadanya yang tertutup seperti semula, lalu film pun dimulai. “Ini nggak apa-apa kan?” tanyaku sesaat. “Asal bagus, aku suka,” jawabnya.<br /><br />Film pun dimulai seiring tanganku yang meraba-raba tubuhnya, tampaknya ia menyukai film yang kusetel. Tangannya ke pundakku, lalu wajahnya ke dadaku sambil berkata, “Filmnya, ah..” kulihat tubuhnya tegang, lalu tangan kananku mengangkat dan menarik dagunya dan bibirnya perlahan ke bibirku. Akhirnya bibirnya kukecup dan kami berciuman bersama nafsu kami, tanganku tak henti-henti meraba-raba tubuhnya dan melakukan pekerjaan awal lagi, kulepas kaitan BH-nya, lalu kuangkat bersama kaosnya sehingga mata dan tanganku dapat menikmati buah dadanya secara langsung. Kulepas sesaat bibirku dari bibirnya, lalu kuhisap kedua putingnya secara bergantian, setelah itu kukecup bibirnya lagi, dan kami berciuman lagi.<br /><br />Lidah dan bibir kami bersaing menyerang, bersama tanganku yang terus meraba-raba tubuhnya. Ternyata tangannya tak mau kalah, segera milikku didekap jemarinya dan dimainkan. Birahi kami pun terus bertambah, tanganku tampaknya sudah tak tahan. Secara bertahap kubuka ikat pinggangnya, tapi ia menolak halus dan bekata, “Jangan!” dengan ucapan lembut. Tampaknya gairahku tak dapat kutahan, kujawab, “Nggak apa-apa,” lalu kukecup bibirnya dengan nafsu, ia pun mengimbangiku. Tanganku tetap membuka ikat pinggangnya, tanganya menolak dengan halus dan menghentikan sementara, tapi tak benar-benar menahan tanganku. Akhirnya ikat pinggangnya kulepas. Tangannya masih menahan halus, perlahan kubuka kancing celananya dan resletingnya kutarik perlahan sampai habis, lalu jemari tanganku menyusup ke dalam celananya, kurasakan bulunya yang lebat. Aahh, getaran birahiku, kuraba-raba bulu halusnya, ia menikmatinya.<br /><br />Kulihat matanya dipejamkan perlahan, kurasakan hasratnya bergairah. Kuteruskan perjalanan jemariku, terus menyusup di dalam CD-nya, akhirnya sampai ke tonjolan sensitifnya yang tertutup bulu-bulu halus. Perlahan-lahan kuusap-usap, wajahnya terlihat lemas dan agak memucat seiring getaran nafasnya. Aku terhenti, lalu kubertanya kepadanya, “Kamu mau ML nggak?” tetapi ia menjawab ragu dengan isyarat seiring hasratnya. Lalu kupegang lengannya, dan kuajak ke kamar kakakku, sebab kamarnya ber-AC. Kunyalakan AC, dan ia bertanya, “Kulepas celana aja ya,” lalu kuanggukan daguku. Ia pun duduk di samping tempat tidur, lalu kuhampiri, kupeluk tubuhnya dari samping, kuraba dadanya, kukecup bibirnya, bibir kami akhirnya saling menyerang. Perlahan kudorong tubuhnya dengan tubuhku, akhirnya tubuhnya terebah dan ku tindih tubuhnya. Langsung penisku menyerang vaginanya, tapi tak berhasil karena terlalu licin.<br /><br />Dengan sadar ia lalu memegang penisku, kakinya mengangkang lebar, lalu penisku diiring masuk ke dalam vaginanya. Secara cepat penisku masuk bersama birahi, ah lembut dan halus vaginanya. Segera ia melepas dekapan jemari yang membimbing penisku. Perlahan-lahan kukeluar-masukkan penisku, ia pun perlahan menyebut, “Aah, Ndi..” dengan desahannya. Tampaknya birahinya lebih tinggi dariku, lalu ia menggoyangkan pinggulnya agar lubang vaginanya dapat gesekan yang cepat dari penisku. Sesaat kulihat ia menegang, lalu merarik pantatku agar penisku dapat masuk dengan dalam ke vaginanya. Lalu ia tegang sekali dan tak bergerak, wajahnya memerah, putingnya terlihat mengeras, dan kurasakan penisku tergigit lubangnya yang lembut. Sesaat aku dapat menggesekkan penisku lagi, keluar-masuk dan akhirnya aku tak sempat mengeluarkan penisku dari vaginanya. Ah, air maniku keluar dengan cepatnya di dalam vagina Reyne, aku tak dapat bergerak, yang kurasakan kenikmatan yang dasyat, Reyne pun hanya dapat mendesah sambil merasakan semburanku di dalam tubuhnya.<br /><br />Lalu kami istirahat dan setelah beberapa lama kami berbicara seperti semula. Kurasakan kenikmatan yang berbeda dari tubuh wanita, dan membuatku tertarik terhadap tubuh wanita. Keesokannya aku bertemu dengan Reyne, kebetulan aku membawa mobil, lalu kami jalan-jalan. Di saat berhenti ia sempat merangkulku, lalu mengecup bibirku, aku agak malu takut terlihat umum, lalu kuajak ia ke tempat sepi di suatu halaman yang rumahnya kosong. Lumayan halamannya luas dan sepi dari orang-orang, lalu bibir kami berperang saling mengalahkan, kaitan branya kulepas, kuangkat kaosnya, sesaat kulihat bra dari bahan seperti kaos yang berwarna merah dengan kembang-kembang. Lalu kuangkat sehingga terlihat kedua puting di ujung buah dadanya, kuraba, kuremas, kumainkan putingnya, lalu kulepas bibir kami dan kuhisap putingnya bergantian.<br /><br />Sesaat aku terhenti, dan kurasakan hasrat penisku, tapi kurasa tempatnya tidak memungkinkan. Lalu kubuka resletingku dan kukeluarkan milikku, sesaat kemudian ia pun melihat, lalu kutanya, “Bisa hisap ini?” ia menggeleng dan terdiam sesaat, beberapa lama kemudian akhirnya ia memberi jawaban yang berbeda. Perlahan tangannya mendekap penisku, perlahan wajahnya menghampiri, lalu bibirnya mendekat penisku, perlahan mulutnya terbuka dan menelan ujung penisku. Mulai kunikmati, perlahan mulutnya menelan penisku, lalu perlahan dikeluarkan sedikit dari mulutnya, terkadang penisku dihisap habis, lalu secara bertahap penisku dikeluar-masukkan dengan cepat. Ah, kulihat matanya terpejam dan wajahnya memperlihatkan ia menikmatinya. Beberapa waktu kemudian aku merasakan puncak, seiring aku berkata kepadanya, “Nanti kalo sempet kita ML ya, tapi kayaknya aku mau muncrat,” perlahan penisku ditelan sedikit oleh mulutnya, lalu puncakku kurasakan. Air maniku menyembur di dalam mulutnya sampai habis, perlahan ia hisap dan telan penisku dan air maniku sampai habis, ah rasanya aku mulai menyukai caranya.<br /><br />Kulihat ia agak lemas dan tegang, begitu juga aku, lalu aku bertanya, “Nyari tempat ML yuk!” lalu Reyne menjawab sambil mendekati penisku, “Boleh!” lalu ia membersihkan penisku dengan lidah dan mulutnya. Bibirnya menelan dan lidahnya menjilat lubang kencing di ujung penisku, ia telan semua cairan yang tersisa hingga penisku bersih, lalu ia usap dengan tissue supaya kering. Sesaat kami menutup badan ke keadaan semula, dan kami pergi dari tempat itu. Akhirnya kami menemukan tempat terdekat untuk ML, kami ke sana, keadaan mulai gelap, suasana memancing hasrat kami. Tanpa pemanasan kami sudah terangsang.<br />Kutanya, “Main nggak?”<br />“Mmm.. langsung yuk!” sahutnya.<br /><br />Lalu ia melepaskan pakaiannya dan merebahkan kursi seiring badannya. Lalu kubuka celanaku dan bergeser ke arahnya, lalu kutindih tubuhnya yang samar-samar terlihat dan hanya dapat dirasakan kulitku. Awalnya kedua pahanya agak mengapit pahaku, lalu perlahan kakinya diangkat ke dashboard, ujung dengkulnya melebar sampai habis. Tangan kiriku memeluk pinggangnya yang ramping, tangan kananku menikmati dada kirinya, bibir dan lidahku bertahap menikmati dari pipi, kuping, leher, dagu dan akhirnya berperang melawan bibir dan lidahnya. Seiring dengan itu tangannya mendekap penisku dan perlahan memasukkan ke dalam vaginanya, ternyata ia sudah basah. Perlahan gerakanku, tetapi ia langsung bergoyang cepat, rupanya ia menyukai gerakan cepat, tentu saja aku harus adil, kukeluar-masukan milikku dengan cepat, terlihat ia menikmatinya.<br /><br />Desahannya yang perlahan pun mulai mengencang dengan tegang seiring menyebut namaku. Akhirnya kami sampai puncak dan selesai dengan permainan ini. Tampaknya aku menyukai Reyne karena permainan dan pengalamannya yang tidak kudapatkan dari Veni.<br /><br /><br /><br />Akhirnya hari esok pun tiba, di siang hari tepatnya di rumahku terkadang ada beberapa anak sekolah lewat, kebetulan sepupu istriku waktu itu sering lewat depan rumahku. Sebenarnya kami juga berpacaran, tapi karena aku dan Veni lebih dekat maka aku dan Indi jarang bertemu sebagai seorang pacar walau belum ada kata putus. Awalnya kami hanya menyapa, tapi beberapa hari pun lewat, akhirnya kami mulai mengobrol, dan mungkin karena ada perasaan suka di antara kami. Akhirnya ia pun sering mampir ke rumahku, dari hari ke hari sepulang sekolahnya. Akhirnya terungkap kalau memang masih ada perasaan suka di antara kami, akhirnya kami akrab dan terus akrab. Awalnya kami sengaja hanya berteman dan kami mengerti bila aku berpacaran dengan sepupunya, istriku sekarang. Tapi perasaan saling suka tak bisa kami bendung, rasanya kurang bila kami belum bertemu.<br /><br />Kami pernah jarang bertemu, dan kemudian kami bertemu lagi, saat itu ia pulang sekolah bersama temannya, lalu ia berpisah dan mampir ke rumahku. Akhirnya kami mengobrol dan masuk ke dalam rumah supaya nyaman, dan kami berbincang di dalam. Entah mengapa rasa sukaku mulai bertambah, kulihat ia bersama sosoknya dari ujung rambut sampai kaki. Agaknya gejolakku mulai bertambah, kupegang tangannya, kubelai rambutnya, perlahan mataku mulai tertarik memandangi buah dadanya. Akhirnya kami mulai berbicara sambil berpandangan, kutatap matanya hidungnya, giginya yang putih dan rapi, bibirnya yang merah pucat, pinggangnya, betisnya, pokoknya semuanya. Sesaat dia sadar dengan tatapan mataku yang tertuju, dan ia menjadi salah tingkah. Perlahan kami duduk sangat dekat, sampai aku dapat merangkul dan memeluk tubuhnya dari samping dan belakang, tampaknya ia menyukainya.<br /><br />Perlahan hasratku memuncak, terasa hasratku untuk menjamahnya, dan tampaknya suasana dan kondisi sangat memungkinkan. Pertama, kudekap dan kurangkul tubuhnya, kucium pipinya, kurasa ia memberi lampu hijau kepadaku. Rasanya tubuhnya sudah kumiliki, perlahan kudekap pinggangnya, tanganku satunya mengusap wajahnya yang manis, lalu ke pipi, kuping lalu turun perlahan ke leher pundak, lalu ke pinggang sambil sengaja kulewati buah dadanya dengan sentuhan telapak tanganku. Sesaat kulepas pelukanku, lalu badanku ke depan, aku pura-pura melihat-lihat dan memegang sesuatu di meja, lalu kusenderkan lagi badanku ke kursi seiring sikuku yang seolah-olah tidak sengaja untuk menyentuh buah dadanya. Akhirnya sikuku menyentuh dadanya dan ia agak kaget bercampur aduk, kurasakan empuk di sikuku. Dengan pura-pura aku meminta maaf karena aku tak sengaja, lalu kurangkul kembali tubuhnya.<br /><br />Kurasakan getaran di jiwaku, perlahan kucium pipinnya, kupingnya, lehernya, dagunya dan akhirnya kutuju bibirnya, sesaat dia kaget karena kukecup bibirnya. Lalu ia menghindar dari bibirku sesaat sambil berkata “Mas!” lalu dia terdiam dengan beribu benak di pikirannya. Lalu perlahan kuhampiri wajahnya kembali, dan kukecup bibirnya. Perlahan ia menolak, menghindar dengan wajah bingung. Lalu tanganku ke dagunya dan kutahan, perlahan bibirku mulai dapat menikmati bibirnya karena ia mulai tidak menolak. Perlahan kurasakan bibirnya, lidahnya, dan akhinya kunikmati. Awalnya ia terdiam dan pasrah, beberapa saat kemudian tangannya mulai memegang dan megelus lengan dan tubuhku, lalu bibir dan lidah kami saling bersaing seiring berebutan air liur. Tanganku tak bisa diam rupanya, kuelus-elus pinggangnya, perut, lalu kuraba dadanya.<br /><br />Perlahan tangannya memegang tanganku di dadanya dan bibirnya perlahan ia lepaskan bersama tanganku.<br />Lalu ia berkata, “Mas..!” dengan wajah yang campur aduk.<br />Sahutku, “Ada, apa?”<br />“Jangan dulu Mas!” jawabnya.<br />Lalu kujawab kembali, “Jangan takut!”<br />Lalu kuhampiri lagi bibir dan dadanya, tampaknya ia agak menolak dan secara perlahan dan akhirnya ia malah menikmatinya.<br /><br />Akhirnya hubungan kami bertahap dari hari ke hari, akhirnya kumulai mendapatkannya dari meraba dadanya, meremasnya, melihatnya secara langsung, dan menghisap kedua buah dadanya. Aku selalu menikmati dadanya dan hampir setiap saat rumahku kosong saat bersamanya, hampir tak pernah buah dada dan putingnya tertutup, karena selalu kujamah. Pernah di saat aku menikmati tubuh atasnya yang polos, di saat itu ia hanya mengenakan CD dan roknya, tepatnya di dalam kamarku. Kami hanya dapat bercumbu di kamar, karena saat itu di rumahku ada pembantuku yang baru. Kurasakan birahiku memuncak saat aku menindih tubuhnya di tempat tidur, tanganku tak kuasa dan akhirnya mengangkat roknya dan perlahan mencari celah dan menyusup di CD-nya. Dengan cepat ia menahan tanganku, sambil berkata, “Jangan yang ini, aku masih perawan,” dan kujawab, “Nggak Say, aku nggak masuk kok, cuma di luar, janji deh.”<br /><br />Perlahan ia lepas tangannya. Jemariku akhirnya leluasa mengelus-elus bulu dan belahannya, sampai kurasakan belahannya licin dan jariku basah. Akhirnya birahi kami terus bertambah, perlahan kulepas CD-nya. Dengan cepat tangannya menahan tanganku kembali dan dengan lemas ia berkata, “jangan aku masih mau perawan, jangan Mas!”<br />Dengan perlahan kujawab, “Aku cuma mau liat tubuhmu langsung, aku nggak bakal masukin deh, itu kamu tetep utuh, aku janji deh!”<br />Perlahan ia pasrah dan menjawab, “Aku udah ngasih banyak, emang belom cukup?”<br />Ucapku, “Aku rasa belom, aku janji nggak ngerobek selaput kamu, tapi bolehkan kubuka semuanya.”<br />Ia pun menjawab, “Gimana ya, boleh .. asal kamu janji.”<br /><br />Lalu perlahan kubuka CD dan roknya. Mataku perlahan menerawangi tubuhnya dari ujung rambut sampai ujung kaki, kulihat rambut, wajah, leher, pundak, dada, perut, pinggang, bulunya, paha, dengkul sampai ke ujung kaki. Tampaknya tubuhnya memang mulus dan lebih dari yang dimiliki Veni.<br />“Ndi, badan kamu bagus ya,” ucapku pelan.<br />“Masa! Makasih ya,” ucapnya dengan tegang dan lemas.<br />Kutatap matanya, tanganku tak ketinggalan kuusap-usap tubuhnya kemudian kami berciuman. Tampaknya ia terbawa, kunikmati bibirnya, kupingnya, lehernya, pundaknya, dada dan putingnya, perutnya akhirnya kulewati bulu hitamnya dan kucium kedua pahanya yang putih lalu belahan di selangkangannya.<br /><br />Perlahan Indi menegang, dagunya terangkat dan kemudian dadanya terangkat seakan kedua payudaranya membusung memamerkan diri, kurasakan Indi menikmati sentuhan bibirku. Kemudian bibirku menciumi belahan Indi, kurasakan ia menggeliat-geliat dan kedua tangannya mengelus dan membuai rambutku. Kedua tanganku memegang dengkulnya dan perlahan membuat kedua kakinya mengangkang lebar sehingga belahannya agak terbuka. Detil demi detil kulihat bagian di belahan tubuh Indi, lalu kuhampiri tonjolan yang ada di ujung belahan Indi, kurasakan perbedaan dari beberapa cewek yang kusentuh, tampaknya Indi memiliki tonjolan dan sama seperti Reyne tetapi berbeda dengan Veni yang tidak memiliki tonjolan.<br /><br />Kucium, kukecup, lalu lidahku perlahan keluar dan menyentuh tonjolan itu, kudengar Indi mendesah dengan kaget. Setelah itu lidahku mulai bermain dan Indi menegang dan mendesah dengan tegang, kujilati tonjolan itu sampai basah. Lidahku bermain terus lalu turun ke arah bibir vagina Indi, dengan desahan yang tegang Indi berkata, “Mas Andi, ahh!” Lidahku menjilati bibir vaginanya dan perlahan kucoba masuk ke liang vaginanya yang masih agak sempit dan kurasakan selaput dara Indi, ah.. kunikmati keutuhan selaput daranya. Desahan dan ketegangan Indi serta belaian tangannya terus membuat nafsuku bertambah, rasanya keinginanku bertambah, kurasakan gejolak ingin menyetubuhi dan merasakan liang vaginanya. Kurasakan hasratku tak tertahan lagi.<br /><br />Perlahan badanku kusejajarkan dengan tubuh Indi, bibir dan lidahku mulai naik dari liang vagina, tonjolannya, bulunya, perut dan pusarnya, belahan payudaranya, lehernya, lalu ke kupingnya dan perlahan kucium dan kumasukkan ujung lidahku ke lubang telinga Indi dan kurasakan ia menegang kaku dan tidak dapat bergerak. Kurasakan kedua kaki Indi mengapit kedua kakiku dan kedua tangannya yang lembut mengelu-elus punggungku. Ah, kurasakan sentuhan Indi membuatku jadi nafsu. Ingin aku menyetubuhinya, pelan-pelan kugesek-gesekkan milikku dengan belahan Indi sehingga kurasakan cairan membuat basah milikku dan kurasakan licin dan lembut waktu kugesek-gesekkan milikku di belahannya. Perlahan kubuat kembali kakinya mengangkang dengan kedua pahaku, sehingga kurasakan kelembutan belahannya dan kurasakan bulu-bulu kami basah kuyup. Mungkin karena kulihat Indi menikmati percintaan ini maka tanpa berpikir lagi kuikuti nafsuku dan aku bertanya, “Ndi, masuk ya?” lalu Indi terlihat ragu dan bingung, namun karena gairah kami yang memanas ia hanya dapat menunggu untuk menikmati kelanjutan percintaan.<br /><br />Ia memasrahkan dirinya kepadaku, terlihat ia tidak bisa berpikir dan hanya terus melayang jauh menikmati semuanya, sesaat ia berkata, “Mas Andi!” sambil bergeliat dan merasakan gairah serta rangsangan di seluruh tubuhnya. Aku masih bingung, lalu kedua tanganku menghampiri pantatnya, kudekap, kuremas, lalu kugesekan kembali milikku di belahannya sambil perlahan kugelitiki lubang anusnya dengan ujung jariku. Sedikit demi sedikit cairan dari daerah vagina Indi kualiri ke lubang anus Indi sehingga terasa licin dan jariku dapat masuk ke anusnya. Akhirnya jemariku dapat keluar masuk dengan mudah di anusnya yang licin, terlihat Indi menikmatinya dan desahan yang tegang ia keluarkan dengan suara yang menggairahkan. Perlahan penisku terhunus dan siap menembus bibir vaginanya yang lembut. “Ndi, masuk ya?” ucapku dengan bergetar. “Terserah Mas!” ucapnya tanpa bisa berpikir karena dikuasai nafsu dan rangsangan sehingga ia terbawa melayang dan pasrah menikmati kejadian ini.<br /><br />Perlahan penisku yang terhunus mendekati bibir vagina Indi dan perlahan kurasakan lembut bibir vaginanya, perlahan ujung penisku mencoba masuk dan kurasakan agak tertahan, kulihat Indi mengemut bibir bawahnya dan dagunya terangkat tinggi sambil terlihat menahan nafas. Ah, kurasakan lembut di ujung penisku. Sesaat aku tersadar akan janjiku, namun birahi ini tak tertahan. Lalu, “Ndi, yang belakang boleh ya?” sahutku karena tak dapat menahan keinginan milikku yang ingin merasakan dagingnya. “Mas Andi!” dengan nada pasrah ia jawab keinginanku.<br /><br />Lalu perlahan ia tengkurapkan tubuhnya dengan iringan tanganku, kulihat rambutnya terurai menutup wajahnya. Kutindih tubuhnya yang elok, kuciumi lehernya, pundaknya, kupingnya sambil tanganku meremas-remas dan memainkan buah dadanya yang terhimpit tubuhnya. Kemudian kududuk di bawah pantat Indi yang berbentuk gunung, lalu kubuka pantat Indi sehingga belahan yang menutup anus Indi terbuka dan anusnya agak terlihat lubangnya. Penisku yang terhunus perlahan mencoba masuk ke liang anus Indi, tetapi awalnya sulit masuk walaupun sudah licin, dengan sabar kucoba dan beberapa lama kemudian kurasakan anus yang agak rapat perlahan-lahan dapat terbuka seiring ukuran penisku. “Mas Andi, ahh!” sahut Indi seiring penisku yang masuk ke dalam anusnya. Akhirnya kurasakan tubuh Indi, perlahan kukeluar-masukkan penisku di anusnya.<br /><br />Kurasakan empuknya pantat Indi, lembutnya tubuhnya, seluk beluk tubuhnya yang membuat birahiku tertuang, perlahan dan perlahan dan akhirnya penisku mudah keluar-masuk di anus Indi. Desahan demi desahan Indi keluarkan dan membuat nafsuku tertuang, akhirnya kusetubuhi tubuh Indi, kurasakan lembutnya kedua paha dalam belakang Indi di depan kedua pahaku. Bokongnya terangkat seolah meminta sentuhan dari penisku, tidak lama aku bermain di lubang belakang Indi sampai kurasakan semua tubuhku menegang dan kulepaskan air maniku di dalam tubuhnya. Indi menegang dan tubuhnya terdiam lemas sambil mengeluarkan rintih dan desahan karena merasakan air maniku yang menyembur di dalam tubuhnya.<br /><br />Beberapa hari kemudian kami melakukan lagi, mungkin karena tempatnya yang tidak sesuai maka setiap masuk lubang belakang aku selalu menggunakan pengaman, meski begitu kami menikmatinya dan mungkin karena selaputnya terus kami pertahankan. Setelah beberapa wanita kutiduri akhirnya akumulai ketagihan dan banyak setiap wanita yang kukenal akhirnya akrab sampai ke ranjang dan setiap melakukan kuabadikan dengan handycam-ku, untungnya mereka semua tidak mengetahui hal ini. Kurasakan kelemahanku dan kurasakan perbedaan kenikmatan, kelembutan dan kepuasan yang kudapat dari masing-masing tubuh wanita. Untunglah setiap wanita yang kusentuh tidak ada yang hamil.<br /><br />Sampai suatu saat aku dan Veni menikah dan kami tinggal di rumah sendiri, pisah dari orang tua. Namun Veni memintaku supaya Indi dapat tinggal bersama dan aku menyanggupinya. Sikap Indi dan aku biasa saja karena kami sadari bahwa aku dan Veni sudah terikat. Hari demi hari berlalu dan ternyata perasaan aku dan Indi masih sama dan perasaan kami muncul lagi, entah mengapa kami mulai akrab seperti dulu. Suatu saat aku dan Indi hanya berdua di rumah, Veni melakukan aktivitasnya seperti biasa yaitu bekerja di kantor. Mungkin karena rasa jenuh aku memilih istirahat di rumah sebentar. Sesaat aku dan Indi berbincang lalu entah mengapa perasaan yang dulu muncul, lalu kami duduk berdampingan. Kami burdua menonton TV, tangan kami mulai bersentuhan dan rasa gairah ini muncul kembali, mungkin karena aktivitas sex aku dan Veni sudah tak berjalan sehingga kurasakan kebutuhanku. Terlintas dalam pikiranku, apa salahnya bila kudapatkan dari Indi karena aku membutuhkannya, kurasakan perbedaan bila belum menikah sex hanya untuk senang-senang tetapi berbeda bila sudah menikah karena sudah menjadi kebutuhan. Terpikir di benakku tak salah bersentuhan asal tak bersetubuh, mungkin efisien untuk melepaskan kebutuhanku.<br /><br />Kami saling bergenggaman dan mengelus-elus dengan jemari, salah satu tanganku merangkul tubuhnya, ah kunikmati tubuhnya seakan birahiku tersalurkan. Tanpa kompromi penisku mengejang, muncul keinginan untuk bercumbu dengannya, selintas kuucapkan,<br />“Andai aku masih bisa merasakanmu Ndi!”<br />“Kenapa Mas, Mas Andi kenapa?” ucapnya dengan lembut sambil tangannya mengelus pipiku dan yang satunya mengelus-elus di dalam genggaman jemariku.<br />“Enggak, kamu suka pake celana pendek bikin Mas terangsang,” dengan nada gerogi kuucapkan.<br />“Masa sih, emangnya kenapa Mas!” perlahan tangannya menaruh tanganku di atas pahanya yang mmhh..<br />“Kulit kamu lembut ya Ndi,” sambil kuusap dan kuraba-raba seluruh pahanya.<br />“Mas suka!” sambil salah satu tangannya mengelus lenganku yang sedang menikmati pahanya.<br /><br />Tanpa kusadari mataku mulai tertuju ke buah dadanya.<br />“Ndi dada kamu kayaknya tambah besar,” ucapku dengan agak malu.<br />“Kan umurku nambah Mas, yang pasti udah ganti ukuran dong, memangnya kenapa Mas!” ucapnya dengan lembut.<br />“Eh, enggak, andai bisa..!” sambil tanganku mengelus pundak dan perlahan agak turun mendekati dadanya.<br />“Mas Andi!”<br />Tampaknya Indi mengerti ucapku, dan perlahan tanganya menghampiri tanganku dan mengajak ke dadanya sehingga kurasakan telapak tanganku menyentuh salah satu buahnya.<br /><br />Tanpa berpikir panjang lebar kuraba-raba dadanya, kuremas dan aah rasanya aku memilikinya lagi. Salah satu tanganku tak mau ketinggalan, kuelus-elus selangkangannya lalu kuucapkan, “Makasih ya Ndi.”<br />“Buat Mas..” sambil tangannya mengelus pipi dan juga tanganku di dadanya.<br />Perlahan kuhampiri wajahnya, lalu bibirku mendekati pipinya dan kucium, lalu ke lehernya dan dagu Indi terangkat tinggi, lalu kupingnya, lehernya kembali dan merambat ke bibirnya. Bibirnya kukecup, kemudian ia memberikan respon dan kami saling memberi bibir dan lidah, kami saling mengecup, menjilat, dan menghisap liur dari mulut kami. Tangan Indi kupegang dan kuajak ke arah penisku, rupanya Indi mengerti dan perlahan ia elus-elus penisku yang sudah mengeras, lalu ia mendekap dan memainkan dengan lembut. Mungkin sudah lama aku tidak bersetubuh dengan Veni karena kesibukan kami sehingga setiap bertemu kami lelah dan sungkan untuk berhubungan, dan mungkin aku mendapatkan sesuatu dari Indi yang tidak kudapatkan dari Veni.<br /><br />Tanganku berpindah dari dada Veni ke arah kaitan BH-nya, dan yang satunya dari selangkangan perlahan mengangkat kaos depan Indi sehingga BH-nya dapat kulihat jelas bersama belahan dadanya yang lebih besar dari yang kurasakan dulu. Kuremas dadanya dengan tangan kiriku dan tangan kananku melepas kaitan BH-nya dan menyusup ke depan sehingga BH-nya terangkat dan selanjutnya kumainkan kedua putingnya. Tampaknya Indi suka, lalu tangan kiriku turun dan menyusup ke dalam celana Indi, kurasakan rambut kemaluannya dan perlahan menuju ke tonjolan sensitif milik Indi. Kusentuh dan kumainkan dengan jemariku, Indi pun mengeluarkan suara “Hhmm..” dengan nikmatnya di saat berciuman, matanya terpejam, tangannya terus mengelus-ngelus tubuhku. Kurasakan tangan Indi perlahan mengeluarkan penisku dari celah celanaku sehingga membusung keluar, dan mendekap dengan jemarinya lalu mengayunkan dengan lembut.<br /><br />Lama-kelamaan kurasakan jariku basah dan selangkangan Indi licin, lalu kugesek-gesekkan jariku di tonjolan Indi, tangan kami saling memainkan dan merangsang milik kami yang sensitif. Setelah beberapa lama Indi berhenti dan berbisik “Mas, udah dulu, di kamar Indi yuk!” Lalu Indi berdiri dan menuju ke kamarnya sambil berkata, “Cepat ya, kutunggu.” Lalu aku bergegas ke kamarku dan membawa pengaman ke kamar Indi, sesaat kusampai di depan pintu kamar Indi kulihat tiada sehelai benang pun di tubuhnya. Sesaat birahiku memuncak, kulihat tubuh yang lebih indah dari yang kulihat dulu, Indi sadar aku sampai di depan pintu dan ia menghampiriku lalu menarik tanganku dan mengajak ke dalam kamarnya.<br /><br />Kemudian kami berpelukan dan berciuman sambil tangan kami meraba-raba dengan leluasa. Lalu kami duduk di pinggir tempat tidur Indi, dan kubuka bungkusan pengamanku, sesaat tangan Indi menghentikan tanganku yang ingin memakaikan pengaman di milikku. “Mas aku pengen nyoba,” dengan tangannya yang menunjuk milikku lalu ke arah bibirnya. Perlahan kuanggukkan daguku, dan ia menyambutnya dengan wajahnya yang menghampiri milikku, wajahnya mendekat, mulutnya terbuka dan lalu menelan penisku. Ahh kurasakan lembut mulut dan lidahnya yang perlahan menelan penisku, lalu ia memainkan penisku dengan mulutnya sesaat lalu berkata, “Udah dulu ya, aku belum biasa, belum tau caranya.” Lalu kami berciuman dan kami bermain seperti dulu (main di liang belakang) sampai kurasakan puncakku.<br /><br />Lalu kucabut dan kukeluarkan penisku dari liang belakang Indi, lalu Indi bertanya, “Udah Mas?” dengan nada pelan dan halus. “Sebenarnya belum Ndi, soalnya bukan di tempatnya, tapi makasih ya!” ucapku. Lalu tangan Indi menghampiri milikku dan melepaskan sarung pengaman di penisku. Wajahnya menghampiri milikku sambil berkata, “Belum ya Mas?” lalu mulutnya terbuka dan menelan penisku sampai cairan yang ada ditelan habis oleh mulutnya lalu ia keringkan dengan kain yang ada di dekat kami, terlintas dibenakku kalau Indi cepat mengerti. “Mas pengen apa, kenapa belom puas?” ucapnya sambil jemarinya berayun-ayun memainkan penisku. “Aku pengen yang di tempatnya,” sahutku sambil dengan perasaan tidak enak. “Yang ini ya Mas?” sambil menunjuk kemaluannya. “Aku belom pernah.. tapi kalo Mas bisa puas dan pengen aku kasih buat Mas..” dengan nada pelan dengan ajakan. Rasanya diri ini terangsang oleh ajakannya.<br /><br />Perlahan wajahku menghampiri bibir vagina Indi yang basah, lalu kujilati dan kadang-kadang agak kumasukkan lidahku ke dalam liang vagina Indi sampai kurasakan selapur daranya. “Ouh.. ouh.. ahh..” sahut Indi dengan tegang yang bercampur gairah. Sampai akhirnya kuhampiri bibir vaginanya yang agak terbuka sempit dengan penisku yang terhunus. Kumasukkan penisku perlahan, awalnya agak sulit tapi kusabar dengan perlahan dan kurasakan lubang yang mengikuti ukuran penisku, kurasakan penisku agak tertahan dan perlahan melepaskan sesuatu yang lengket di liang Indi secara perlahan-lahan sampai kurasakan tertelan di dalam liang Indi. Seiring kumasukkan penisku Indi hanya dapat merintih dan mendesah dengan tegang merasakan penisku masuk yang melepaskan beberapa lengketan yang agak menahan penisku saat masuk.<br /><br />Akhirnya penisku tertelan di dekapan tubuh Indi, Indi menegang dan akhirnya melemas seakan pasrah dan melayang tinggi dan mengucap dengan gemetar campur lemas, “Mas, ini kado buat Mas Andi,” sambil tangannya mengelus-elus punggungku dengan lembut. Kurasakan kado yang istimewa dari Indi, membuat birahiku benar-benar dibuai. Kurasakan liang Indi yang lembut dan seakan mendekap penisku, lalu perlahan-lahan aku keluar-masukkan penisku di liangnya. “Ouh.. ahh.. ouh, Mas Andi..” hanya itu yang dapat Indi ucapkan dengan nada tegang dengan gairahnya yang merangsang. Akhirnya penisku bermain dengan cepat dan kami berdua benar-benar melayang jauh, beberapa lama kemudian kurasakan liang Indi mendekap dan kemudian kurasakan seakan penisku didekap erat seolah-olah digigit oleh liang vagina Indi.<br /><br />Penisku seakan tak boleh bergerak sama sekali didekapan liang Indi, kedua tangan Indi memelukku dengan erat, kedua kakinya dari mengangkang menegang dan lurus seolah-olah ingin menari balet, lalu terucap di bibirnya dengan panjang, “Ouh.. Mas Andi..” Kurasakan genggaman Indi mulai melonggar, dan perlahan dapat kukeluar-masukkan penisku kembali, tampaknya Indi pasrah dan masih menikmati seolah membuatnya melayang tinggi. Perlahan setelah beberapa lama kurasakan dekapan liang Indi yang tidak erat, dan kurasakan puncakku, saat ingin kukeluarkan penisku tampaknya dekapannya kembali agak erat dan membuat aku enggan mengeluarkannya. Sesaat di dalam dekapan Indi kurasakan cairanku keluar menyembur di dalam tubuh Indi, dan Indi mendesah dan merintih campur nikmat, “Ouh.. ah.. Mas Andi..” sambil merasakan semburanku dan dekapan liang Indi semakin kuat bersama kedua dekapan tangannya.<br /><br />Tanpa kusadari ternyata Veni istriku telah datang dan masuk ke rumah, perlahan Veni masuk ke kamar Indi. Saat itu tubuhku masih di atas tubuh Indi dengan penis yang masih tertancap di tubuhnya, perlahan aku dan Indi tersadar akan kedatangan Veni dan sesaat muka kami pun memucat. Pelan-pelan kuberdiri dari ranjang dan mencabut penisku, Veni mendekat dan sesaat salah satu tangannya melayang tepat ke pipiku “Plak!” bunyi suara yang terdengar. Suasana hening datang seketika di dalam kamar, perasaanku dan Indi mungkin sama, kami diam dengan wajah pucat dan penuh dengan rasa bersalah terhadap Veni. Aku terdiam dengan tubuh polos dan tertunduk, tanpa kusadari dan tak kuduga dengan cepat Veni memeluk tubuhku dan mendekapnya dengan erat. Sekilas kulihat Indi masih terdiam dengan tubuh polosnya yang masih menantang, wajahnya memucat dan terlihat tidak mengerti harus berbuat apa, yang ada hanya menunggu kejadian nanti.<br /><br />Terdengar pelan bisikan Veni di kupingku, “Mas, kenapa begini, kenapa Mas!” dengan nada yang setengah menangis. Sesaat aku terdiam dan kemudian terucap dari bibirku, “Aku tak tahan, aku butuh,” dengan nada bersalahku. “Mas Andi, maaf ya, ini juga karena aku,” ucapnya dengan nada yang agar bersalah juga karena mungkin sebulan kami tidak berhubungan karena aktivitas. Kemudian Veni mengajakku keluar dari kamar Indi dan menuju kamar kami, sesaat kupalingkan wajahku ke arah Indi dan kuucapkan terima kasih tanpa suara sedikitpun dan Indi menjawab dengan agak tersenyum.<br /><br />TAMAT</div>adminhttp://www.blogger.com/profile/15854628150373432211noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5658668220254956031.post-64084004042214039372009-12-15T23:26:00.000-08:002009-12-15T23:27:45.246-08:00Berbagi Kenikmatan<div style="text-align: justify;"><a href="http://blogceritapanas.blogspot.com/">Cerita Panas</a> - Pembaca yang budiman, mungkin ini merupakan salah satu cara untuk bagi cerita kepada pembaca yang lain. Memang terkadang kita agak risih untuk menceritakan pengalaman pribadi masing masing. Cerita ini merupakan cerita yang nyata dan tidak dibuat buat atau ditambahkan dengan cerita lain.<br /><br />Namaku INdra, kala peristiwa ini terjadi aku masih berkantor di wilayah Jl. Kramat Raya, biasanya aku pulang dengan membawa motor tapi kali ini aku agak malas pulang dengan membawa motor sehingga menitipkannya di halaman parkir kantor. Malam itu aku pulang pukul 7.30 malam, iseng aku mampir ke sebuah restoran fast food di Atrium Senen yang kala itu sudah agak sepi, maklum mungkin sudah agak malam. Aku mengambil tempat duduk yang kebetulan agak jauh di depan duduk seorang gadis yang kelihatannya sedang menunggu seseorang. Aku perhatikan terus, tiba–tiba dia memberi lambaian tangan agar aku mendekati tempat duduknya. Aku bergegas mendekati tempat duduknya.<br /><br />“Hai”, sapaku.<br />Dia hanya tersenyum ketika aku menyapanya.<br />“Kenapa kamu perhatikan aku terus?”, tanyanya.<br />“Eh nggak, iseng aja, habis kamu kayanya lagi nunggu orang, ya?”, tanyaku.<br />“Iya nih aku lagi nunggu temenku, tapi kok nggak datang-datang ya?”.<br />“Oh ya aku INdra, kamu?”, tanyaku.<br />“Rani”, jawabnya.<br /><br />Tidak lama kami mengobrol, kemudian datang teman Rani yang telah ditunggu–tunggunya. Kupikir teman Rani itu pria, tapi ternyata wanita juga. Setelah agak lama kemudian Rani kembali lagi ke meja dimana kami mengobrol.<br />“Oke Ndra, kita jalan yuk”, ajak Rani.<br />“Kemana Ran?”, tanyaku.<br />“Lho katanya kamu ingin dengar ceritaku”, jawab Rani.<br /><br />Kemudian Rani mengajakku check in di salah satu hotel di bilangan Kramat. Pertama aku pikir Rani mengajakku mengantarnya pulang, ternyata dia malas pulang ke rumahnya karena pikirannya sedang suntuk. Setelah masuk kamar hotel, aku langsung ke kamar mandi.<br />“Ndra kamu sedang mandi ya?’, tanya Rani.<br />Aku tidak langsung menjawabnya dan sepuluh menit kemudian baru aku keluar dari kamar mandi dengan memakai kaos dalam dan celana pendek.<br />“Aku mandi dulu ya Ndra, nggak enak rasanya badanku sudah seharian”, kata Rani sambil menuju ke kamar mandi.<br /><br />Sepuluh menit kemudian Rani keluar dari kamar mandi dengan hanya memakai CD dan BH. Terlihatlah payudaranya yang berukuran 34B menonjol menantang.<br />“Sorry ya, habis gerah kalau pakai baju lagi”, kata Rani sambil merebahkan tubuhnya yang sintal ke ranjang di sebelahku.<br /><br />Tiba tiba Rani langsung memeluk dan mencium pipi kananku. Aku hanya terdiam dan pura pura acuh. Dan kemudian ia melumat bibirku dengan liar dan aku akhirnya membalas lumatannya dengan liar juga. Lama juga kami saling melumat bibir satu sama lain. Kemudian Rani membuka kaos dalam yang masih kukenakan dan melepas celana pendekku. Dan langsung memegang kontolku yang masih setengah tegak. Aku tidak menyia–nyiakan kesempatan ini. Langsung saja kubuka tali BH-nya dan membuangnya ke lantai. Kuhisap puting susunya serta kuremas–remas payudara yang satunya.<br /><br />“Ooohh, Ndra teruss Ndra aahh”, rintih Rani yang merasa kenikmatan karena kuhisap dan kuremas payudaranya.<br />Secara bergantian kuhisap dan kuremas sepasang payudara kenyal itu sampai puas. Setelah puas, aku langsung memasukkan jariku di lubang kenikmatannya. Kuelus–elus klitorisnya yang sudah basah oleh cairan vaginanya.<br />Tiba-tiba Rani menarik kepalaku ke depan.<br />“Ndra Rani sudah nggak tahan lagi. Entot Rani ya, Ndra please.. memek Rani sudah nggak tahan pengen di entot.. please..”, rintih Rani mengiba kepadaku.<br /><br />Segera kubuka CD-nya dan Rani kuminta menghisap penisku yang sudah tegang berdiri bagaikan tugu monas.<br />“Ran, hisap kontolku Ran”, pintaku.<br />Rani kemudian dengan liar menghisap dan memainkan kontolku di dalam mulutnya.<br />“Terus Ran, enak Ran.. yaa.. teruss.. aahh”.<br /><br />Rani kemudian memintaku untuk berposisi 69. Aku turuti kemauan Rani. Dengan posisiku berada di bawah dan Rani di atas, memek Rani berada tepat di depan mulutku. Bau harum khas vagina sudah tercium, tanpa permisi lagi aku langsung melumat bibir vagina Rani yang sudah basah oleh cairan vaginanya. Rani pun tak mau kalah, ia asyik dengan kontolku, menghisap dan mengocok di mulutnya, dijilat dan terkadang dikocok oleh mulutnya sehingga membuat kontolku langsung berdiri dengan tegak dan keras.<br /><br />Puas dengan gaya 69, Rani langsung berdiri di atasku dan mengarahkan memeknya ke arah kontolku.<br />“Ndra, Rani udah nggak tahan lagi, biar Rani yang entot kontol kamu dulu, ya”, pinta Rani.<br />Tidak lama kemudian kontolku sudah masuk ke liang kenikmatan yang sudah licin oleh cairan memeknya. Dengan posisi Rani yang berjongkok memegang bahuku, gerakan turun naik pantatnya menambah kenikmatan kocokan memeknya.<br />“Aahh.. Ndra kontol kamu enak Ndra, sshh.. aduh Ndra enak sekali..”, rintih Rani yang menikmati permainannya sendiri.<br /><br />Aku pun mengimbanginya dengan sesekali menekan ke atas dan Rani menghentakkan pantatnya dengan lebih cepat. Selang lima menit kemudian Rani memegang bahuku kuat sekali dan langsung melumat bibirku. Ternyata Rani sudah mencapai klimaks dan cairan vaginanya terasa hangat membasahi kontolku yang masih menancap di dalam memeknya. Kugulingkan tubuh Rani ke samping, sekarang giliranku. Kutarik kontolku dari memeknya dan langsung menyerbu kearah lubang kenikmatan itu. Kumainkan klitoris Rani yang berwarna merah muda kecoklat coklatan dengan ujung lidahku, kulumat bibir vaginanya yang masih basah dengan cairan yang baru saja keluar dari vaginanya. Tidak ada pikiran jijik lagi dalam otakku, yang penting adalah merasakan kenikmatan.<br /><br />“Teruss.. Ndra.. aahh enak Ndra ayo teruss..”, erang Rani yang ternyata dia sudah siap untuk dientot lagi.<br />“Ayo Ndra, sekarang kamu yang entot aku, Rani udah nggak tahan pengen dientot lagi”, pinta Rani.<br />Sekarang kuarahkan mulutku ke arah puting susunya yang sudah mengeras. Kuhisap dan kugigit sesekali.<br />“Aahh Ndra ayo entot Rani.. Aku sudah nggak tahan.. ayo dong pleasee.. aahh.”<br /><br />Kuturuti kemauan Rani untuk mengentot memeknya. Segera saja kuarahkan kontolku tepat di vaginanya dan ‘bless..’, masuk sudah semua kontolku ke dalam memeknya.<br />“Aahh Ndra enak sekalii.. ayo Ndra teruss.. aahh”, erangan Rani menikmati kontolku yang masuk ke liang memeknya.<br /><br />Aku gerakkan pantatku turun naik secara berkala. Kadang cepat kadang lambat. Kulihat Rani menikmati permainanku sampai ia memelukku erat sekali.<br />“Ndra teruss.. sebentar lagi aku keluar ayo terus entot.. aahh enak Ndra..”<br />Rani lemas dan terasa kontolku tersiram cairan hangat memeknya. Gerakan pantatku masih turun naik, kupacu terus, kulihat Rani sudah telentang lemas.<br />Kuminta Rina untuk ber-”dodgy style”. Rani segera mengubah posisinya hingga dapat kulihat gelambir bibir vaginanya yang basah oleh cairan memeknya. Segera kuarahkan kontolku ke arah memeknya dan bless..<br />“Oohh Ndra masukin semuanya, teruss.. aahh”.<br />“Gimana Ran, masih kuat?”, tanyaku.<br />“Terserah kamu Ndra, mau diapain aja memek Rani, yang penting memek Rani puas kamu entot”, jawab Rani sambil tersenyum puas.<br /><br />Segera kumainkan perananku lagi. Kugerakkan maju mundur pantatku.<br />“Aahh Ndra teruss..”, Rani mengerang halus.<br />“Gimana Ran, enak nggak kontolku?” tanyaku.<br />“Aduhh Ndra enak sekali kontol kamu, memek Rani puas sekali”, jawabnya.<br />Kuminta Rani mengangkat kakinya sebelah, seperti anjing sedang kencing. Kutahan kakinya dengan lenganku dan sambil meremas payudaranya yang basah oleh keringatnya.<br />“Ayo Ran sekarang nikmati permainanku”.<br />Kupacu gerakan pantatku maju mundur.<br />“Ayo Ndra terus.. terus.. terus.. enak sekali Ndra, terus..”.<br /><br />Dan Rina mengimbangi dengan menggoyang pantatnya.<br />“Ayo Ran sedikit lagi aku keluar”, sambil kupercepat gerakan pantatku.<br />“Ran, mau dikeluarin di dalam apa di luar?”, tanyaku.<br />“Terserah kamu Ndra.. aahh.. ayo Ndra kita keluar bareng.. aahh”, erangan Rani mengejang kenikmatan.<br />“Ran aahh.. enak Ran, aahh”, kupercepat gerakan pantatku.<br />“Ndra teruss.. kontol kamu enak sekalii.. aahh enak Ndra.. entot terus memek Rani sampai jebol.. aahkk..”, itulah teriakan Rani seiring spermaku yang akhirnya keluar membanjiri memeknya.<br /><br />Dengan kontol yang masih menancap di memeknya, kupeluk Rani dengan erat.<br />“Terima kasih ya Ndra, kamu sudah memberi kepuasan ke memek Rani”, kata Rani sambil tersenyum kepadaku.<br />Setelah itu kami bergegas ke kamar mandi. Di kamar mandi Rani mencuci kontolku. Pertama ia hisap kontolku dan dijilatinya sisa sperma yang kemudian ia siramkan dengan air hangat yang ada di ‘bath tub’. Tiba tiba kontolku berdiri kembali. Kubalikkan tubuh Rani dan kuminta ia menungging dengan tangan memegang dinding kamar mandi.<br />“Ayo Ran, aku entot lagi kamu”, kataku.<br />Rani pun menuruti kemauanku. Segera kuarahkan kontolku ke memek Rani. Dan bless.. masuk sudah semua kontolku ke memek Rani.<br />“Aahh.. enak sekali Ndra.. ayo dong Ndra dikocok lagi yang keras”, pinta Rani.<br />Kukocok kontolku di memek Rani.<br />“Aduh Ran.. kok enak sekali memek kamu.. diapain Ran”, gumamku.<br />“Di entot kontol kamu sayang.. Please fuck me longer honey..”, jawab rani sambil menggoyang pinggulnya.<br />Aku pun tambah keenakan digoyang seperti itu. Kupercepat ayunan pinggulku menghantam pantat Rani yang sintal.<br />“Aahh.. oohh yes honey fuck me fuck me harder oohh.. yes enak sekali Ndra..”, rintih Rani.<br />Aku pun tak tahan lagi.<br />“Ran aku mau keluar.. aahh Ran.. yes.. yes.. memek kamu enak sekali.. Ran.. oohh yess..”, eranganku bersamaan dengan spermaku muncrat di dalam memek Rani.<br /><br />Rani pun segera berbalik menghadapku dan langsung menghisap sisa sperma yang masih ada di kepala kontolku dan menelannya.<br />“Sperma kamu enak Ndra.. enak sekali”, kata Rani sambil terus menguras sisa spermaku yang masih ada di kepala kontolku.<br />Kulihat senyuman puas di bibir Rani. Kami pun mandi berdua di bath tub dan melanjutkan permainan itu sampai pukul 3 pagi, sampai–sampai kami tidak sempat untuk ke tempat tidur lagi, saking asyiknya menikmati surga dunia. Esoknya kami langsung check out dari hotel dan aku mengantar Rani sampai ke depan rumahnya tanpa aku turun dari taksi yang mengantar kami.<br /><br />Itulah ceritaku tentang “kencan kilat” kami yang membekas, tanpa paksaan apapun. Untuk Rina, terima kasih atas kepuasan yang kamu berikan sepanjang malam itu, semoga kita bisa berbagi lagi..<br /><br />TAMAT</div>adminhttp://www.blogger.com/profile/15854628150373432211noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5658668220254956031.post-29883186162717909662009-12-15T23:23:00.000-08:002009-12-15T23:26:05.532-08:00Jurus Mesum Maut<div style="text-align: justify;"><a href="http://blogceritapanas.blogspot.com/">Cerita Panas</a> - Namaku Dira, Cowok berumur 20 thn. Aku kuliah di sebuah Universitas swasta di Jogja, dan aku hidup sebagai anak kost hampir 5 tahun di sini. Hari itu hari sabtu, dan aku sedang libur setelah mengikuti tes. Karena tidak ada kegiatan di Yogya maka aku memutuskan untuk mudik. Waktu itu aku masih kelas 2 SMA, aku pulang dengan naik kereta yang berangkat dari Jogja sore hari. Sebelum berangkat aku bertemu dengan dua cewek cantik, seksi, dengan bbentuk tubuh yang indah dan dibungkus dengan pakaian ketat dan di padu dengan rok panjang yang berkesan anggun tapi cukup untuk membuatku terangsang. Kebetulan pada waktu itu aku sedang antri di telepon umum. Kami saling pandang dan saling melemparkan senyum. Sesudah menelepon pacarku untuk sekalian pamit, aku langsung membeli tiket. Eh, ternyata secara kebetulan juga dia satu tujuan denganku.<br /><br />Di kereta kami duduk berdekatan dan akhirnya kami kenalan. Rina dan Lina (bukan nama sebenarnya) nama mereka, kami ngobrol ke sana ke mari sampai kami kecapaian dan mereka berdua ketiduran. Lama juga mereka tidur. Kuperhatiin mereka berdua. Rina yang ternyata lebih tua 2 tahun dariku, mempunyai wajah yang manis, kulitnya putih bersih, rambutnya hitam dan panjang dan di atas bibirnya tumbuh sedikit kumis. Kata orang kalau seorang cewek mempunya kumis sedikit, dia memiliki nafsu yang besar dan asyik dalam hal permainan seks di atas ranjang. Kemudian mataku tertuju pada dua bulatan di dadanya yang menonjol bagaikan sepasang balon. Uh, aku jadi berpikir yang tidak-tidak. Kemudian kuperhatikan juga Lina yang tertidur di samping Rina. Cewek yang satu ini orangnya energik sekali dia orangnya lebih pendek dari Rina, tapi dia mempunyai bentuk tubuh yang tidak kalah bagusnya dengan Rina. Tapi aku lebih tertarik pada Rina, karena kumisnya dan kemulusan kulitnya membuat aku ingin sekali menjilatinya dan menidurinya.<br /><br />Tiba-tiba Rina terbangun, “Aduh kepalaku pusing”, katanya membuyarkan lamunanku.<br />Lalu aku suruh dia duduk di sampingku, “Rin, biar aku pijit kepalamu, sini”.<br />Dia pun duduk di sampingku dan mulailah aku pijit keningnya. Matanya terpejam.<br />“Teruss Der di situ yyaa”.<br />Melihat ekspresi wajahnya yang manja membuat darahku berdesir, apalagi setelah aku lihat belahan di dadanya yang sedikit terbuka. Wouw, putih sekali, membuat kemaluanku bergerak naik, dan mempersulit posisi dudukku karena serasa mengganjal dan salah jalur.<br /><br />“Udah enakan belon?”.<br />“Udah dikit sich, tapi belon klimaks”, katanya sambil tetap memejamkan matanya.<br />“Kalau belum klimaks, ya di goyang aja biar enakan dikit”, kataku.<br />Dia mencubit kakiku bersamaan dengan itu bergeraklah penisku makin tegang dan tampak menonjol. Dia tersenyum sambil melirik penusku yang sudah tidak sabar ingin keluar dari sarangnya.<br /><br />“Adikmu kenapa?”, katanya sambil menunjuk ke bagian bawahku.<br />Tanpa basa basi lagi kupegang tangannya dan kubimbing menuju ke penisku.<br />“Iihh besar juga adik kamu yaa”, katanya sambil mengelus-gelus penisku dari luar celana.<br />“Adik gue bangun nich, Kamu mau nggak ngajak main adikku..?”.<br />Dia cuma tersenyum dan masih mengelus-elus penisku. Kebetulan gerbong sedang sepi. Langsung aja aku sosor lehernya, kujilati, dan kemudian kujilati juga telinganya dan kulumat bibirnya yang tipis, sambil memainkan payudaranya dengan tangan kiriku.<br />“Udah aahh takut ketahuan orang”, katanya sambil menarik bibirnya dari bibirku.<br />“Kita baru kenal kok udah ciuman sich”, katanya dengan nada manja.<br />“Tapi kamu suka kan?”, jawabku sekenanya. Dia cuma tersenyum dan mencubitku lagi.<br /><br />Sesampainya di tujuan, Rina memberiku alamat rumahnya dan disuruhnya aku main ke rumahnya, besok kamis. Aku sih oke saja, malah suka. “Kucing kok di iming-imingi ikan”, mana mungkin nolak.<br /><br />Kamis sore aku sudah bersiap-siap, dengan alasan mau ke tempat teman baikku yang rumahnya jauh di luar kota, aku berhasil meminjam mobil kakakku. Jadi deh aku meluncur ke rumahnya. Tapi aku sempat bingung juga mencari alamat rumahnya. Dengan sedikit usaha, bertanya ke sini sini, akhirnya dapat juga menemukan almatnya. Aku ketuk pintunya, rupanya dia sudah menungguku sejak tadi. Kami ngobrol agak lama hingga sempat berkenalan dengan adik dan orang tuanya. Karena akrabnya, aku sempat mengerjakan PR matematika adiknya yang masih duduk di bangku SD. Sekitar jam tujuh malem kami keluar, rencananya kami mau ke cafe di Batu raden tapi Rina bilang kepada orang tuanya mau ke rumah Lina dan nanti dia tidak pulang tapi menginap di rumah Lina. Akupun pura-pura sekalian pamit mengantarkan Rina ke rumah Lina.<br /><br />Sesampainya di Cafe kami enjoy saja di sana. Dia ternyata punya bakat menyanyi. Kami berkaraoke dan menyanyi bersama, sambil saling berdekatan dan pelukan kami menyanyikan lagu cinta. Aku sudah lupa judulnya, pokoknya asyik sekali waktu itu. Kami bernyanyi, bercanda, tertawa dan akhirnya kita kecapekan. Dia membaringkan tubuhnya di pangkuanku sambil tengadah memandangku.<br />“Der, aku suka ama kamu”, dia ucapkan kata itu sambil menampakkan garis wajahnya dengan sendu.<br />“Aku juga suka ama kamu Rin”.<br /><br />Kemudian kudekatkan wajahku ke mukanya dekat sekali dan kurasakan hangat nafasnya menambah gairahku. Langsung saja kucium bibirnya. Kulumat bagian atasnya dan kumainkan lidahku. Dia pun membalasnya, rupanya Rina sudah berpengalaman juga. Kumasukkan tanganku ke dalam BH-nya dan kumainkan puting susunya sambil memijit dengan halus seluruh bagian payudaranya. Tiba-tiba dia menghentikan aktivitasku dan berkata, “Udah aah, nggak enak dilihat orang”. Dengan menghela napas kuhentikan aktivitasku. Dia memandangku, rupanya dia mengerti kalau aku sedikit kesal. Jam 11 malam kamipun akhirnya pulang. Dalam perjalanan aku mencoba untuk mengajaknya ke hotel dengan dalih kata-katanya tadi.<br />“Rin, ke hotel yuk aku pingin ngelanjutin yang tadi, di cafe kan diliat orang tapi kalo di hotel kan nggak ada yang ngeliat”.<br />Ternyata diluar dugaanku, dia langsung mengiyakan ajakanku tadi, “Ayo.., siapa takut!”, katanya. Tanpa ragu lagi aku langsung menuju salah satu hotel di Batu Raden.<br /><br />Aku sengaja mengambil kamar paling atas, di lantai dua. Dari jendela kaca yang besar aku bisa melihat kota Purwokerto yang tampak seperti tebaran bintang yang jatuh ke bumi. Rina sangat menikmati pemandangan itu, akupun merangkulnya dari belakang. Terasa penisku menegang dan mungkin Rina merasakan itu karena penisku menempel di belahan pantatnya yang montok.<br /><br />Kemudian aku gesekkan penisku sambil menggerakannya naik turun. Diapun membalasnya dengan goyangan pantatnya. Karena sudah tidak tahan lagi akhirnya aku jilati lehernya, kuping dan pangkal lehernya dengan liar. Nafas kami semakin menggebu-gebu dan gerakan kami sangat liar dan erotis, seliar deruan nafas kami. Dengan masih mempertahankan posisi, aku mulai melucuti pakaiannya, disusul dengan pelucutan pakaianku sendiri. Kujilati habis lehernya sampai ke pipinya. Dia menolehkan wajahnya dan langsung menciumi bibirku.<br /><br />“Rin, buka dong celana kamu”, pintaku dengan nafas masih ngos-ngosan seperti habis lari keliling lapangan. Dia pun membuka celana sekaligus CD-nya. Langsung aku balikkan tubuhnya dan kujilati payu daranya yang ternyata sangat indah, putih bersih dihiasi puting yang memerah hitam menonjol congkak di puncak payudaranya. Kumainkan puting kirinya dan kujilati puting kanannya sambil kupijit lembut bagian payudaranya.<br /><br />“Sett”, Rina menarik nafas dengan tarikan nada yang khas, seirama dengan birahi yang mulai memanas. Setelah jenuh, kumainkan payudaranya. Aku coba telusuri garis perutnya dengan ujung lidahku. Dia mengejangkan badannya ke belakang sambil menarik nafas birahinya lagi, “Ssstt”. Aku lanjutkan pengembaraanku menuju pusarnya dan kumainkan lidahku di pusarannya dengan gerakan melingkar. Dia mulai memegang kepalaku dan rambut lurusku sambil meremas dan memainkan rambutku. Kulanjutkan lagi hingga ke bawah pusarnya. Kurapikan bulu vaginanya yang jarang-jarang tapi harum baunya.<br /><br />Kubuka bibir vaginanya dan kujilati bagian dalam vaginanya. Rinapun semakin mengencangkan cengkeraman tangannya di rambutku. Aku coba untuk mencari clitorisnya. Setelah kutemukan, ternyata sudah memerah dan keras tapi lentur. Aku langsung memainkan dengan ujung lidahku. Kuhisap dan kujilati dengan bersemangat. Rina semakin tidak tenang dan meremas-remas rambutku seirama dengan ganasnya jilatanku. Sambil sesekali menarik nafas dan meremas-remas buah dadanya sendiri. Keluarlah cairan vaginanya banyak sekali dan kuhisap cairan itu sedalam-dalamnya. Karena keenakan dan semakin memuncak birahinya akhirnya dia kehilangan kesimbangannya. Dia tidak kuat lagi berdiri dan kemudian merebahkan tubuhnya di ranjang. Aku langsung menyusulnya dan rebah di atasnya, kami berciuman lagi.<br /><br />Kemudian dia melepaskan ciumannya, mendorongku dan membaringkanku lalu membalikkan posisiku Celanaku yang belum sempat aku buka. Kemudian dia buka dengan kedua tangannya yang lembut sampai akhirnya kemaluanku keluar dan terlihat menantang. Dia mainkan batang penisku dan mulai menghisapnya perlahan. Dihisapnya dan dikulumnya seperti makan Cornelo. “Heemm nikmat sekalii”. Rupanya Rina sudah berpengalaman, hisapannya benar-benar asyik sehingga air maniku hampir saja keluar. “Ceplak!, ceploks!”, gerakan lidahnya bisa aku rasakan, memijit-mijit penisku dengan halus.<br /><br />“Buseett!”, teriakku keenakan. Dia memandangku sambil tersenyum manis dengan sinar mata yang liar. Karena tidak tahan lagi, akhirnya aku balikkan dia sehingga sekarang dia berada di bawah. Aku langsung menerjang vaginanya dengan senapanku yang sudah basah kuyup tapi dia malah mencoba menutupi vaginanya dengan tangannya. Aku langsung mencoba menarik tangannya tapi dia tetap menahan tangannya, dia malah tersenyum. Dalam hati aku heran bercampur kesal. Kemudian dia cium bibirku dan kurangkul dia erat-erat sambil kubalas ciumannya. Aku coba memasukkan lagi penisku, tapi dia malah menghindar, sialan aku pikir. Dia masih terus memainkan lidahnya dalam mulutku.<br /><br />“Nggak kuat yach”, sindirnya.<br />“Ayo dong.., kenapa sich.., adikku udah nggak tahan nich..”, pintaku.<br />Kemudian dia membimbing penisku untuk memasuki ke bibir liang kenikmatannya. Langsung saja aku masukkan penisku perlahan-lahan. Rina langsung menggeliat pelan keenakan. Kumasukkan penisku perlahan namun pasti sampai ke dasar vaginanya, kemudian kutarik lagi dan kumasukan lagi. Dengan irama slow kugenjot naik turun sambil kunikmati wajahnya yang cantik dan kubelai rambutnya.<br /><br />Dia membuka matanya dan kami saling berpandangan. Aku benar-benar menikmati momen itu dengan terus melancarkan serangan ke vaginanya. Aku mendekatkan wajahku dan terdengarlah nafasnya yang hangat menerpa wajahku. Kunikmati bibirnya yang telah merekah dan hangat tanpa menurunkan tempo genjotanku. Sekonyong-konyong dia memelukku erat dan bersamaan dengan itu kumasukkan dalam-dalam penisku ke vaginanya hingga tenggelam habis. Tubuh kami seperti melekat menjadi satu bersama keringat kami yang bercucuran.<br /><br />Kemudia dia pererat lagi pelukannya dan kurasakan tubuhnya mengejang dan di dalam vaginanya terasa ada cairan yang menyemprot batang penisku. Dia sudah mengalami orgasme pertamannya. Mengetahui hal itu aku langsung menarik pelan batang kejantananku dan memasukannya lagi perlahan. Dia melepaskan ciumannya dan memandangku dengan sendu. Karena aku belum keluar, maka aku masih belum mencabut penisku di liang surganya. Dia juga tahu kalau aku belum keluar sehingga dia mencoba untuk menggoyangkan pantatnya sekaligus menjepit-jepit penisku dengan vaginanya. Uuuhh gilee.., nikmat banget!, penisku seperti di pijat-pijat hangat, dan tidak bisa dilukiskan dengan kata-kata.<br /><br />Baru beberapa genjotan aku langsung mau keluar. Kukeluarkan maniku di luar. “Crot.., croott”, membasahi bagian atas vagina dan perutnya. Kubersihkan senjataku dengan selimut dan mulai lagi aku masukkan penisku ke dalam vaginanya. Inilah kelebihanku yang mungkin jarang di miliki oleh lelaki lain, aku bisa orgasme lebih dari sekali, walaupun sudah keluar mani pertamaku penisku tidak langsung lemas malah menegang terus.<br /><br />Aku genjot lagi vaginanya. Kemudian aku angkat kedua kaki Rina ke atas sambil aku pegang kakinya. Kusetubuhi dia dengan mesra. Aku mempelajari gaya ini dari BF yang sering kutonton. Rina semakin hanyut dan terbang. Hal ini dapat kulihat di wajahnya. Dia sangat menikmati permainanku. Merasa kecapekan aku minta pada Rina untuk mengganti posisi, supaya dia yang di atas. Kemudian kami ganti posisi dia jongkok di atas penisku dan memegang penisku lalu dimasukkannya ke dalam vaginanya yang basah dan hangat. Rupanya dia tidak mau kalah dengan permainanku. Dia goyangkan tubuhnya, vaginanya mulai mengeluarkan jurusnya menjepit dan memijat yang membuat penisku kaku keenakan. Kupegang pingulnya dan kuikuti iramanya.<br /><br />Dia meronta-ronta dan sesekali menekukkan badannya ke belakang sambil terus menggenjot dan memutar-mutar vaginanya. Aku serasa terbang tinggi. Deruan nafas kami semakin kencang, “Aaahh.., mmhh.., sstt”.<br /><br />Kemudian Rina menjatuhkan badannya dan sekarang kami berpelukan dengan mesra. Sambil melancarkan jurusnya dia menciumi habis leher, telinga dan bibirku. Tangannya meremas sprei tempat tidur sambil mendesah, “eemmh”. Rupanya dia hampir orgasme kedua dan dugaanku emang benar, sedetik kemudian keluarlah cairannya dan menyemprot penisku di dalam vaginannya yang terasa hangat sekali. Rina langsung lemas dan terjatuh di sampingku sambil tidak melepaskan pelukannya sehingga aku mengikuti gerakannya. Sementara penisku terlepas dari vaginanya dan sekarang aku di atas lagi.<br />“Rin, kamu masih kuat..?”, tanyaku.<br />Sambil memejamkan mata dengan raut muka kepuasan dia menjawab sambil menganggukkan kepalanya, “Hheemm”.<br /><br />Tanpa basa basi lagi aku masukkan penisku perlahan diiringi desahan Rina. Aku genjot lagi. Rina kembali menggoyang pantatnya dan menjepitkan vaginanya. Aku setubuhi dia terus kira-kira 5 menit. Dia orgasme yang ketiga kalinya, tapi kali ini cairannya cuma sedikit.<br /><br />Setelah orgasme yang ketiga dia lemas, kecapekan dan terkesan pasrah tidak melakukan jurusnya lagi. Dapat kurasakan cairan di dalam vaginanya menjadi hangat. Sementara aku juga sudah merasakan tanda-tanda orgasmeku. Karena dia sudah kecapekan, maka aku goyang sendiri penisku dan kupercepat tempo genjotanku. Rina merintih, “mmaahh.., aahh..”, dan akhirnya keluarlah maniku yang cuma tinggal sedikit, karena sudah habis di orgasmeku yang pertama. Akupun jadi lemas dan terbaring di samping Rina sambil membelai dan menciumnya. Rina membalas ciumanku dan mengeluskan tanganku di pipinya.<br /><br />“Rin kamu puas?”, tanyaku.<br />Dia mengangguk sambil tersenyum manis sekali, “Eem”.<br />“Aku senang kalau lawan mainku bisa puas dan itu merupakan kepuasanku juga”, kataku.<br />Dia menanggapi, “Kamu hebat Der yang jadi istri kamu pasti puas”<br />Aneh kok dia bilang begitu jadi dia cuma ingin Gaya Amerika saja, tidak apa-apa malah bagus, lagian Valentinaku yang di Jogja mau ku kemanain.<br /><br />Kemudian kita tertidur telanjang di balik sprei yang sudah basah terkena keringat dan mani. Menjelang subuh aku terbangun dan aku rasakan penisku tegang lagi nich. Sementara Rina masih tertidur perlahan, kubangunkan dia dengan ciuman lembut dan jilatan lembut di kedua payudaranya. Rina mulai terangsang dan membalas ciumanku. Langsung kumasukkan lagi penisku ke dalam vaginanya yang mulai basah. Kamipun melakukan satu babak lagi pagi itu. Setelah selesai kami tertidur lagi dan bangun jam 8 pagi.<br /><br />Kami mandi bersama, saling sabun menyabuni. Rina menyabuni adikku yang tegang terus dengan hati-hati dan penuh kasih sayang. Setelah kami sabun semua tubuh kami, kami biarkan tubuh kami bersih dari sabun. Rina mengencangkan semprotan airnya dan dia jongkok, kemudian mengulum batang penisku. Karena keenakan aku jadi tidak tahan berdiri. Lalu aku ajak dia memakai gaya 69. Kujilati habis vagina Rina yang indah itu dengan clitoris mungilnya yang indah, di bawah guyuran air kami melakukan seks sekali lagi. Vagina Rina kembali beraksi lagi dengan jepitan dan pijatannya yang khas Rina. Vagina Rina membuat kejang dan kali ini aku biarkan maniku kusemprotkan habis ke dalam vaginanya. Beberapa detik kemudian Rina menggelinjang dan di kamar mandi itu kami mendaki puncak kenikmatan bersama-sama. Setelah mandi kami ketawa mesra, kami baru sadar dari semalam kita bercinta tiga kali hingga membuat penisku jadi agak sakit over dosis, apalagi di ronde pertama mainnya lama hingga Rani sampai orgasme tiga kali, vagina Ranipun jadi rada sakit juga kecapean.<br /><br />Pagi itu kami cabut dari hotel jam 10.00, kemudian kami makan di restoran Pring Sewu. Setelah makan aku antar Rina ke rumah Lina. Itulah pengalaman yang paling mengesankan bersama Rina yang manis. Setelah kejadian itu kalau aku mudik, aku selalu bermain cinta bersama Rina tapi kami jarang sampai nginep, habis takut orang tuanya curiga, paling berangkat jam 5 sore pulang jam 10 malam, yah cuman satu Ronde saja jadinya. Tapi sekarang aku sibuk di Jogja sehingga aku jarang pulang lagian Rani sekarang sudah punya pacar lagi. Salam buat Rani di Purwokerto aku tidak akan melupakan malam itu dan aku tidak akan melupakan vaginanya yang nikmat dengan jurus mautnya.<br /><br />TAMAT</div>adminhttp://www.blogger.com/profile/15854628150373432211noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5658668220254956031.post-41655865468209612282009-11-16T22:13:00.000-08:002009-11-16T22:14:50.137-08:00Aku Mau Ngentot Ahh...<div style="text-align: justify;"><a style="font-weight: bold;" href="http://blogceritapanas.blogspot.com/">Cerita Ngentot</a> ~ Ini adalah tentang kisahku dengan Sonny yang kukenal secara tidak sengaja. Bagi pembaca yang belum tahu kisahku dengan Sonny, silakan membaca ceritaku terdahulu. Bagiku Sonny adalah cowok yang paling kuidamkan, di usianya yang ke 40 saat kukenal dia, Sonny cukup matang dan dewasa, orangnya penuh pengertian dan dapat membuatku benar-benar jatuh dalam pelukannya. Rumah tangga Sonny sebenarnya baik-baik saja, istrinya cukup cantik dan mereka dikarunia seorang putra yang cukup ganteng dan lucu.<br /><br />*****<br /><br />Pagi itu sebenarnya aku libur, lewat SMS seperti biasanya, aku selalu kontak dengan Sonny. Kami hari ini merencanakan untuk bertemu, aku pamit pada kedua orang tuaku akan berjalan-jalan ke Plaza Surabaya dan aku minta didrop di sana. Pada pukul 10 aku tiba di Plaza Surabaya dan langsung masuk ke dalam dan berjalan ke belakang, tujuanku adalah ke Hotel Radizon yang sekarang sudah berganti nama menjadi Plaza Hotel, letaknya di bagian dalam gedung Plaza Surabaya, karena memang aku sudah janji dengan Sonny akan bertemu di sana.<br /><br />Aku segera saja masuk dan menuju coffee shop yang terletak di sebelah kiri lobby. Sonny sudah menungguku di sana sambil minum kopi. Begitu melihatku Sonny langsung berdiri menyambutku sambil menggandengku menuju lift. Kepada waiters Sonny minta agar billnya dimasukkan ke tagihan kamarnya. Rupa-rupanya Sonny sudah terlebih dahulu check in di hotel tersebut, kami langsung menuju lantai sebuah sweet room di lantai 3.<br /><br />Dalam kamar, Sonny langsung memeluk dan menciumku, bibirku yang mungil tipis dikulumnya lembut. Kami saling berpagutan, lidah Sonny dijulurkan ke dalam rongga mulutku, kuterima dan kukulum lidahnya, demikian pula sebaliknya saat lidahku yang kecil bila dibandingkan lidah Sonny yang besar dan sedikit kasar kujulurkan ke dalam rongga mulut Sonny, langsung saja lidahku dikulumnya dengan penuh gairah.<br /><br />Tangan kami saling meraba. Saat itu aku menggunakan hem agak longgar. Dibukanya satu persatu kancing bajuku, dadaku pun akhirnya terbuka dan payudaraku terpampang jelas karena aku memang tidak memakai BH. Pada ceritaku terdahulu sudah pernah kuceritakan bahwa memang sejak kecil aku tidak terbiasa memakai BH sehingga sampai kini usiaku sudah 28 tahun pun aku tetap tidak pernah memakai BH, namun saat kejadian yang kuceritakan ini, usiaku masih 23 tahun.<br /><br />Sonny menggiringku lebih masuk ke dalam kamar, bibirnya masih tetap melumat bibirku dan tangannya langsung saja melepaskan hem yang kukenakan hingga bagian atas tubuhku sudah tidak tertutup oleh sehelai benang pun. Sonny langsung merebahkan diriku ke tempat tidur tanpa melepaskan lumatannya sedangkan tangan kanannya meremas-remas payudaraku. Badannya sedikit menindih dada kananku. Remasan tangan kanannya di payudaraku membuatku horny hingga rok miniku yang lebar bagian bawahnya yang kukenakan sedikit terangkat ke atas saat aku rebah di tempat tidur.<br /><br />Aku yang sudah mulai horny langsung melucuti hem yang dipakai Sonny. Sonny juga membantuku melepaskan bajunya dengan mulutnya tetap melumat habis mulutku. Setelah itu kubuka kancing celana Sonny. Tangan Sonny berhenti sejenak menggerayangiku, dia melepaskan sendiri celana berikut CD yang dipakainya hingga kini Sonny sudah telanjang bulat di hadapanku. Batang kemaluannya yang besar kupegang dan kuremas-remas. Cepat sekali dia ereksi. Batangnya sudah mengeras sangat tegang sekali, kepalanya besar dan mengkilat, panjangnya sekitar 17 centimeter.<br /><br />Tangan kanan Sonny kembali meremas-remas payudaraku, bibirnya kini menciumi leherku sambil memberikan gigitan-gigitan kecil, paha kanannya ditumpangkan ke paha kananku, lututnya digesekkan ke atas pahaku hingga membuat rokku tersingkap dan CD mini berenda yang kupakai jelas terlihat, warnanya merah maroon berbentuk renda seukuran satu jari melingkar di pinggangku, di bagian belakang tersambung renda dengan ukuran yang sama turun melingkari selangkanganku melalui belahan pantatku, tepat di bagian yang menutupi liang vaginaku terbuat dari secarik kain tipis tembus pandang, bentuknya seperti kain kasa yang ukurannya hanya selebar ukuran dua jari saja.<br /><br />Saat rok miniku tersingkat ke atas, bagian depan CD-ku terpampang jelas, tampak sekali bulu-bulu halus rambut kemaluanku yang tersembul di dalam CD-ku yang transparan itu, selebihnya menyembul keluar lewat sela-selanya. Lutut Sonny menggesek naik ke atas tepat mengenai bagian luar vaginaku yang sudah mulai berlendir, sementara bibirnya menciumi bagian-bagian telingaku, lidahnya dijulurkan menjilati punggung telingaku, lubang telingaku pun dijelajahinya.<br /><br />Tangan kanan Sonny turun dari payudaraku menuju rok mini yang kukenakan. Dengan piawai dia membuka pengait dan sekali sentak terlepas sudah, kini aku hanya tinggal memakai CD yang tidak ada artinya sebagai penutup tubuhku. Tangan Sonny langsung merogoh kelaminku dari atas celah CD yang kupakai, menyusup turun hingga mengenai bulu kemaluanku, ujung jarinya dimain-mainkan di bagian atas vaginaku menyentuh klitorisku. Dengan sengaja dikuak-kuakkannya ujung jarinya hingga aku menghentak-hentakkan kakiku.<br /><br />Pantatku kugesekkan ke atas dan ke bawah mengikuti irama gesekan jari Sonny. CD-ku yang dianggapnya sebagai penghalang langsung diperosotkan ke bawah dan kubantu melepasnya dengan menggunakan jari kakiku. Kini kami sama-sama telanjang bulat tanpa sehelai benang pun yang menutupi tubuh kami, mungkin layaknya Adam dan Hawa waktu dulu. Jilatan Sonny turun ke bawah dan berhenti di payudaraku, lidahnya menggelitik puting susuku yang ranum dan berwarna sedikit merah muda, buah dada kebanggaanku habis dilumatnya. Sonny pandai mencari G Spotku, semua celah habis dijilatnya.<br /><br />Tangan kanannya setelah selesai melepas CD-ku langsung bergerilya di selangkanganku. Kakiku kukangkangkan lebar-lebar sambil merasakan nikmatnya belaian tangan Sonny di vaginaku. Jari-jarinya yang besar menggosok-gosok bagian luar vaginaku, mengenai bibir vaginaku dan jari tengahnya sengaja dimain-mainkan di atas klitorisku sehingga vaginaku benar-benar dibuat becek olehnya sehingga terkadang terdengar bunyi kecipak.<br /><br />Tangan kananku tak mau ketinggalan untuk meremas dan mengocok batang kemaluan Sonny. Ciuman Sonny terus turun menuju perutku, lidahnya dimainkan di pusarku hingga aku mencapai puncak kenikmatan. Sementara tangan kananku masih menggenggam batang kemaluan Sonny, tangan kiriku menjambak rambut kepala Sonny. Aku pun akhirnya menyerah sambil melengking panjang..<br /><br />“Aaa.. Aacch! Son..! Aku orgasme sayang..”<br /><br />Serta merta Sonny memegang kedua lututku. Dengan telapak tangannya didorongnya lututku ke atas dan dikangkangkannya pahaku lebar-lebar sehingga bagian vaginaku terpampang jelas. Kepala Sonny diarahkannya ke selangkanganku, mulutnya langsung menyerbu mulut vaginaku, bibir vaginaku dijilatinya, semua cairan yang ada dijilat dan langsung ditelannya sampai habis. Seakan tidak puas, Sonny menjulurkan lidahnya menjilat belahan pantatku hingga lubang anusku, tak ketinggalan liang vaginakupun menjadi sasaran lidahnya yang dijulurkan dan ditusuk-tusukkan.<br /><br />Nafsuku pun dengan cepat naik kembali. Gila..! Sonny rupanya benar-benar ingin membuatku mati lemas keenakan, bibir mulutnya mencium bibir vaginaku, lidahnya dijulurkan ke dalam mengorek-ngorek isi vaginaku, dinding bagian dalam vaginaku disentuh dengan lidahnya, sekarang digesekkan naik turun kemudian klitorisku dikulum-kulum, dijepit dan ditarik-tarik menggunakan bibirnya, jari telunjuknya ditusukkan ke liang vaginaku. Pertama memang agak sedikit sulit namun akhirnya masuk juga, di dalam liang vaginaku, ujung jarinya mengorek-ngorek isi vaginaku.<br /><br />“Ooo.. Oocch! Soo.. Oonn! Ampun Son! Aduu.. Uuh! Teruu.. Uus! Son! Gila kamu! Aa.. Aacch!”<br /><br />Aku orgasme untuk kedua kalinya. Sementara Sonny tetap melumat vaginaku, kembali seluruh lendir yang mengalir keluar dari dalam vaginaku dihisap habis olehnya. Sonny tidak ingin aku beristirahat, dia merangkak naik mencium bibirku, terasa bibirnya ada sedikit rasa asin sisa lendir vaginaku yang dijilatinya tadi.<br /><br />Tangan kanannya kembali meremas-remas puting susuku, sementara itu aku merasakan benda lunak menempel di bibir vaginaku. Dengan tangan kirinya Sonny menuntun batang kemaluannya agar tepat di pintu masuk vaginaku. Setelah tepat langsung didorongnya. Dan.. Slee.. Eep! Slee.. Eep!, demikian suara gesekan batang kemaluan Sonny keluar masuk di dalam liang senggamaku. Sonny mengganjal pantatku dengan bantal sementara penisnya terus memompa maju-mundur mengocok vaginaku. Rasanya bukan main<br /><br />“Aduu.. Uuh!”, seruku enak sekali, karena sambil tetap mengocokkan batang kemaluannya, ibu jari tangan kanan Sonny ditempelkan ke klitorisku dan digesek-gesekkannya, sementara tangan kirinya meremas-remas payudaraku sambil juga memilin-milin puting susuku.<br /><br />“Ooo.. Ooh! Son! Aku sudah hampir orgasme lagi”.<br />“Sebentar sayang! Kita keluarkan sama-sama”, kata Sonny sambil mempercepat genjotannya, juga gesekan ibu jarinya di klitorisku, aku hanya bisa menggeleng dan membanting kepalaku ke kanan dan ke kiri, dan..<br />“Oo.. Oocch! Uu.. Uucch!”, akhirnya kami orgasme secara bersamaan.<br /><br />Aku tergolek lemas sementara Sonny tetap memelukku, hanya badannya miring sedikit di sampingku sehingga aku tidak tertindih oleh berat badannya, dan kami pun sama-sama tertidur pulas dalam keadaan sama-sama masih bugil. Sementara selangkanganku masih basah dan belepotan oleh cairan yang sedikit kental, itu adalah cairan cinta kami berdua yang sama-sama tumpah keluar hingga membanjiri selangkanganku dan sprei di bawah pantatku. Sisa cairan itu masih terasa mengalir pelan dari dalam liang vaginaku, mengalir keluar melalui celah pantatku turun hingga mengenai lubang anusku.<br /><br />*****<br /><br />Cerita ini khusus kupersembahkan buat seseorang yang namanya kusamarkan menjadi Sonny, tapi aku tak yakin Sonny akan membaca tulisanku ini, karena aku tahu dia bukan type laki-laki yang hobby menjelajah ke situs-situs sex seperti ini, namun siapa tahu secara kebetulan Sonny yang kumaksud tanpa sengaja menemukan situs ini dan membaca ceritaku, karena aku dulunya juga secara tidak sengaja menemukan situs ini setelah seseorang yang tak kukenal, iseng mengirimkan URL-nya ke emailku. Aku hanya ingin mengutarakan pada Sonny bahwa dia memang luar biasa dan hebat..!<br /><br />TAMAT</div>adminhttp://www.blogger.com/profile/15854628150373432211noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5658668220254956031.post-37955049142461656532009-11-16T22:11:00.000-08:002009-11-16T22:13:12.328-08:00Kenikmatan Malam Itu<div style="text-align: justify;"><a style="font-weight: bold;" href="http://blogceritapanas.blogspot.com/">Daun Muda Seks</a> ~ Aku baru saja lulus kuliah dan mendapatkan gelar sarjana S1 untuk bidang Teknik Mesin. Berkat bantuan orang tuaku, aku berhasil mendapatkan panggilan untuk bekerja di sebuah perusahaan mesin di Norwegia karena rekan orang tuaku mempunyai bagian saham di perusahaan tersebut. Aku ingat saat kelulusanku, ternyata Winnie, salah seorang temanku dari Fakultas Hukum juga telah menyelesaikan studinya. Usia Winnie terpaut satu tahun dibawahku dan aku berkenalan dengannya sejak masih tahun pertama dia masuk kampus.<br /><br />Winnie seorang gadis yang menarik dengan kulit bersih dan wajah yang cantik mulus. Rambutnya bergelombang dan indah. Tubuhnya langsing dengan pinggang yang ramping. Payudaranya montok, padat dan penuh. Sangat proporsional dengan tubuhnya sehingga sangat menggiurkan bagi banyak lelaki. Entah mengapa, Winnie tampaknya sangat memujaku. Aku sendiri kurang menyukai sifatnya karena menurutku Winnie terlalu lincah dan aktif, dan lagi dia bukan tipe gadis yang kusukai. Tapi harus kuakui kalau secara fisik Winnie benar-benar membuatku terpesona. Teman-temanku berkata bahwa aku bodoh karena tidak menanggapi Winnie. Menurut mereka aku cukup tampan, apalagi orang tuaku tergolong berharta. Winnie pun berasal dari keluarga yang berkecukupan. Namun aku biasanya mengabaikan mereka untuk hal yang satu ini.<br /><br />Malam hari sebelum berangkat ke Norwegia, aku berjalan-jalan dengan motorku untuk melepas stres. Sampai lewat jam 11 malam aku berada di suatu taman kota, yang kebetulan sekali berada di dekat tempat tinggal Winnie. Dan anehnya, saat itu Winnie sendirian melintas di depan taman tersebut, seorang diri saja. Dia hanya memakai T-Shirt dan celana pendek. Dan begitu melihatku, dia langsung menegur dengan riangnya, “Hei, Zal! ngapain lo di sini malem-malem gini? mau ngerampok ya?”<br />Aku cuma tersenyum sekilas, lalu menjawab, “Nggak.. Lagi ngilangin pusing. Lo sendiri ngapain?”<br />“Gue baru dari warung di sana, beli handyplast. Tangan gue luka. Nih, liat aja! Cuma luka kecil sih..” katanya sambil menunjukkan luka di tangannya.<br /><br />Entah kenapa, aku merasa senang melihat luka di tangannya itu. Dan saat itu terlintas suatu pikiran di kepalaku. “Win, temenin gue jalan-jalan yuk, keliling-keliling aja..” Dia tertawa dan langsung setuju! Luar biasa, dia sama sekali tidak takut dan tidak curiga kalau aku punya niat jahat! Lalu dia naik ke motorku, dan aku pun tancap gas membawa dia pergi dari situ. Aku membawanya ke sebuah kawasan industri yang letaknya cukup jauh dari situ dan tempat ini memang sepi sekali. Maklum, tidak ada perumahan di sini, yang ada hanya bangunan pabrik dan sejenisnya.<br /><br />Dia nampak mulai curiga dan bertanya, “Zal, kita mau kemana nih? Anterin gue balik aja deh, ya?”<br />Aku berhenti di sebuah bangunan tua di dekat situ dan menjawab, “Anterin pulang? Gue masih pengen sesuatu nih! Gue sebenernya suka ama lo, Win. Gue pusing, soalnya besok gue mau pergi ke luar negri!” (Aku tidak pernah menceritakan tentang rencana kepergianku pada teman-temanku, bahkan teman terdekatku sekalipun).<br />Winnie tampak kaget, “Ke luar negri? Ngapain Zal?”<br />“Ada urusan. Makanya, gue bilang ke lo supaya gue nggak penasaran.” jawabku munafik, padahal saat itu aku sangat menginginkan bisa menikmati tubuh Winnie.<br /><br />Dan benar saja, nampaknya Winnie terjerat. Tidak lama setelah aku menebarkan jeratku, Winnie mulai terpengaruh dan dia menurut saja ketika kuajak dia ke samping bangunan tua itu. Bahkan bangunan itu pada siang hari hampir tidak pernah dikunjungi orang. Hanya lampu jalan saja yang menerangi tempat itu.<br /><br />Kemudian aku nekat memeluknya dan mencium bibirnya. Saat itu aku merasakan Winnie berusaha menolak, tapi aku terus memaksa sehingga akhirnya Winnie pun membalas pelukanku. Aku dapat mencium harum tubuh Winnie yang semakin merangsangku.<br /><br />Aku pun dapat merasakan payudara Winnie yang kenyal dan hangat menekan dadaku dan benar-benar terasa nikmat. Winnie yang sudah terpengaruh nafsu bahkan diam saja ketika tangan kiriku meraba dan meremas pantatnya sementara tangan kananku menurunkan celana pendek yang dipakainya. Sementara lidahku beraksi di dalam mulutnya. Winnie ternyata masih kurang pengalaman dalam berciuman, dapat kurasakan caranya membalas ciumanku. Namun, apa peduliku? Aku hanya menginginkan tubuhnya. Besok aku akan pergi ke luar negeri.<br /><br />Aku melepaskan ciumanku, dan kemudian membuka T-Shirtnya. Seiring dengan itu, kedua payudaranya yang kencang dan memenuhi BH putihnya (bahkan sangat penuh!) berguncang. Aku bertanya kepadanya sambil meremas gumpalan daging miliknya yang kiri, yang masih tertutup BH.<br />“Win, tetek lo gede banget! Lo pake ukuran berapa sih?”<br />“Mhh.. gue.. pake.. 34C, Zal..” jawabnya.<br /><br />Selanjutnya aku membaringkannya dan membuka celananya, dan dia memakai celana dalam putih tipis! Dapat kulihat bayangan bulu kemaluannya. Tidak lebat, memang. Aku sangat penasaran, maka aku pun melepaskan celana dalamnya. Winnie merapatkan kedua kakinya, untuk menutupi lubang rahasianya. Semakin penasaran akan keindahan tubuhnya, aku terakhir kali membuka BH-nya. Kedua daging kembar yang kenyal tersebut seperti melompat ketika BH-nya benar-benar terlepas. Besar dan indah sekali. Akan sangat nikmat bila tanganku meremas, mencengkram dan menggenggam gumpalan daging itu.<br /><br />Sebelum aku beraksi lebih jauh, Winnie memotong, “Lo juga buka dong, Zal! Masa gue aja nih..”Aku turuti permintaannya. Dalam sekejap aku pun bertelanjang bulat di hadapannya. Batang penisku sudah menegang keras sejak tadi. Ukuranku tidaklah panjang, kurang lebih 15 cm. Tapi diameternya cukup besar jika dibandingkan dengan milik teman-temanku. Winnie menyeletuk, “Baru kali ini gue liat punya cowok langsung lho, Zal”.<br />Aku bertanya, “Lo belum penah main sama orang?”<br />“Belum.. Gue biasanya onani aja kok”<br /><br />Aku tak bertanya lebih lanjut. Langsung saja kuraih Winnie dalam pelukanku, dan kuelus sebelah payudaranya dengan tangan kananku. Oh.. Nikmat sekali. Kenyal, padat dan aku bisa merasakan dagingnya yang begitu empuk! Sementara Winnie mengeluarkan suara desahan pelan. Aku mengambil posisi duduk, sementara kupangku Winnie berhadapan denganku. Tangan kananku masih mengelus-elus sebelah payudaranya, sementara mulutku meraih puting yang menonjol dari payudara lainnya. Putingnya berwarna merah, sedikit tua. Kusedot dengan sangat kuat sehingga Winnie terpekik kecil. “Uhh.. Zal, Lo nyusu ganas banget sihh.. Lo sedot sampe semua isi tetek gue keluar juga, nggak bakal ada air susunya..” komentar Winnie sambil meringis. Di bawah, penisku bersentuhan dengan bibir vaginanya. Hangat dan basah di sana. Aku bisa merasakan pula bulu kemaluannya pada penisku. Sedikit demi sedikit kugerakkan tubuhku agar alat sanggama kami saling bergesek. “Ah.. enak sekali rasanya..”<br /><br />Selang kemudian Winnie lepas kontrol, sehingga dia berbisik di telingaku, “Uh.. Zal, jangan dielus aja dong, remes tetek gue.. gue nggak tahan kalo cuma digituin doang!”<br />“Ah, Lo isep dulu kontol gue deh, Win. Mau kan?”<br />Winnie mengangguk dan kepalanya menunduk di antara selangkanganku. Kemudian tak lama kurasakan hangat, basah dan geli luar biasa pada penisku. Winnie telah mengulum penisku. Rasanya luar biasa. Aku hanya bisa memegang rambutnya dan merasakan sejuta nikmat pada penisku. Terkadang Winnie menjilat atau menggigit dengan lembut batang penisku sehingga tubuhku bergetar keenakan. Sementara tangannya memijat halus kedua biji penisku. Tak hanya itu, bahkan Winnie juga mengulum kedua biji penisku itu. Dia menyedot dan memainkan lidahnya, membuatku seperti terbang.<br /><br />Akhirnya merasakan penisku berdenyut-denyut, sehingga aku menghentikan Winnie dan membaringkannya. Aku di atas dan dia di bawah. Tanganku memegang tangannya. Kugesek-gesekkan batang penisku dengan bibir vagina dan klirotisnya sehingga Winnie mengerang merasakan nikmat. Kedua payudaranya berguncang-guncang pelan seirama dengan gerakanku. Gerakanku semakin cepat, dan kurasakan vagina Winnie sangat basah serta mengeluarkan banyak cairan. Winnie bahkan menjerit pelan.<br /><br />“Win, gue masukin ya?”<br />Winnie diam saja. Diam artinya setuju kan? Maka aku pun siap tancap, aku mengambil posisi kesukaanku. Aku duduk di bawah sementara dia kupangku, kubuka liang vaginanya dengan kedua jariku, dan kududukkan dia di atasku. Perlahan penisku masuk ke dalam vaginanya. Sebelum selesai, kupaksa dia turun sehingga Winnie mengerang. Penisku seluruhnya berada dalam kehangatan genggaman vaginanya. Ohh.. enak luar biasa di dalamnya. Panas, sempit, dan berdenyut!<br /><br />Winnie mulai bergerak naik turun di hadapanku. Akh.. penisku geli luar biasa. Winnie pun merintih-rintih sambil bergerak. Kedua tangannya bertopang pada bahuku, sementara kedua payudaranya tepat berada di depan wajahku. Bayangkan, kedua daging kenikmatan tersebut melonjak-lonjak di hadapanku. Aku tidak dapat menahan diri, kemudian tangan kananku meraup miliknya yang kiri, kucubit dan kupuntir puting susunya dengan telunjuk dan jempolku. Sementara lidahku menjilati puting susu, areola dan permukaan payudaranya yang lain. Cairan dari vagina Winnie menimbulkan bunyi berkecipak pada persenggamaan kami. Sekali lagi aku mengulum puting susunya dan menyedot sekuat yang kubisa. Kali ini membuat puting susu Winnie tertarik kencang karena gerakan Winnie yang naik turun sementara aku menarik puting susunya.<br /><br />Winnie mengaduh, “Aduuh.. kalo gini ca..caranya, ukh.. isi tetek gue.. ekh.. bisa brojol.. ah.. keluar.. ekh.. ah.. nanti puting gue.. ukh.. ah bisa putussh..”<br />Mendengar perkataan Winnie tersebut semakin memompa nafsuku. Bahkan saat itu juga terlintas di kepalaku untuk melakukan sesuatu yang luar biasa. Aku tiba-tiba saja mengambil kendali persenggamaan tersebut. Kugenggam, kuremas dan kutarik kedua payudara Winnie ke arahku sehingga posisiku terlentang dan Winnie menindihku! Sekali lagi Winnie mengaduh-aduh dengan kekasaranku tadi. Selanjutnya, dengan masih menggunakan kedua payudaranya sebagai peganganku, aku mendorong Winnie sehingga dia terlentang dengan keras. Kali ini aku yang menindihnya. Pinggangku kugerakkan naik turun dengan kasar dan keras sehingga seakan-akan penisku berusaha mendobrak jebol vaginanya. Kali ini Winnie menjerit cukup keras! Tak sampai disitu, kuraih tubuh Winnie dan kupeluk dengan tangan kiriku. Tangan kananku menggenggam dan memeras payudara kirinya dengan kuat, seperti memeras santan. Aku bisa merasakan isi dari payudaranya di genggamanku.<br /><br />“Adduhh, Zal! Lo bisa hancurin tetek gue.. aduh.. aduh.. lepasin dong!”<br />Aku tidak mempedulikannya. Bahkan aku menggigit bagian bawah payudaranya yang sebelah lagi. Aku berusaha menggigit setiap inci dari payudara tersebut. Tangan kananku pun semakin buas. Bukan hanya memeras, tapi juga menarik dan seakan berusaha mencabut daging kenyal tersebut dari tubuh Winnie. Aku semakin kasar sehingga Winnie menjerit-jerit, dan akhirnya pingsan. Hanya beberapa saat setelah Winnie pingsan, penisku berdenyut-denyut dan memuntahkan cairan nikmat ke dalam rahim Winnie. Aku terkulai lemas dan menindih tubuh Winnie yang telah pingsan. Pinggangku terasa amat pegal dan selangkanganku sedikit ngilu. Tapi aku merasa puas karena tanganku terasa enak. Tanganku telah beroperasi sebebasnya dan sepuasnya pada payudara Winnie. Penisku masih berada di dalam rahimnya, terasa panas.<br /><br />Kemudian kucabut penisku dan aku memakai bajuku. Kutinggalkan Winnie yang pingsan dalam keadaan telanjang bulat. Sebelum pergi, aku menyentil puting susunya. Besok pagi aku akan berangkat ke Norwegia. Biar saja Winnie menyesali apa yang terjadi. Toh, aku tidak peduli. Hanya saja aku akan terus mengingat kenikmatan yang kuperoleh saat itu.<br /><br />TAMAT</div>adminhttp://www.blogger.com/profile/15854628150373432211noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5658668220254956031.post-25826296781133566962009-11-12T17:35:00.000-08:002009-11-16T22:10:11.596-08:00Nafsu Membara<div style="text-align: justify;"><a href="http://blogceritapanas.blogspot.com/"><span style="font-weight: bold;">Cerita Panas</span></a> ~ Malam itu tanggal 2 Juni 1999 sekitar pukul 21.30. Aku di dalam mobilku sedang keliling-keliling kota Jakarta. Rencananya aku hendak meliput persiapan kampanye partai-partai yang katanya sudah ada di seputar HI. Aneh, kampanye resminya besok, tapi sudah banyak yang bercokol di putaran HI sejak malam ini. Kelihatannya mereka tidak mau kalah dengan partai-partai lain yang kemarin dan hari ini telah memanjat patung selamat datang, memasang bendera mereka di sana. Tercatat pp, PND, PBB, PKB, PAN dan PK telah berhasil. Dengan korban beberapa orang tentu saja. Entah apa yang dikejar mereka, para simpatisan itu. Kebanggaan? Atau sebuah ketololan. Kalau ternyata mereka tewas atau cedera, berartikah pengorbanan mereka? Apakah para ketua partai itu kenal sama mereka? Apakah pemimpin partai itu menghargai kenekadan mereka? Lho, kok aku bicara politik. Biarinlah. Macam-macam saja ulah mereka, maklumlah sudah saat kampanye terakhir buat partai-partai di Jakarta ini.<br /><br />Di depan kedutaan Inggris aku parkirkan mobilku, bersama banyak mobil lainnya. Memang aku lihat ada beberapa kelompok, masing-masing dengan bendera partai mereka dan atribut yang bermacam-macam. Aku keluarkan kartu persku, tergantung di leher. Juga Nikon, kawan baik yang menjadi sumber nafkahku. Aku mendekati kerumunan simpatisan partai. Bergabung dengan mereka. Berusaha mencari informasi dan momen-momen penting yang mungkin akan terjadi.<br /><br />Saat itulah pandanganku bertemu dengan tatap mata seorang gadis yang bergerombol dengan teman-temannya di atap sebuah mini bus. Wajahnya yang cantik tersenyum kepadaku. Gadis itu memakai kaos partai yang mengaku reformis,—aku rahasiakan saja baiknya—yang telah dipotong sedikit bagian bawahnya, sehinggs seperti model tank top, sedangkan bawahannya memakai mini skirt berwarna putih. Di antara teman-temannya, dia yang paling menonjol. Paling lincah, paling menarik.<br />“Mas, Mas wartawan ya?” katanya kepadaku.<br />“Iya”.<br />“Wawancarai kita dong”, Salah seorang temannya nyeletuk.<br />“Emang mau?”.<br />“Tentu dong. Tapi photo kita dulu..”<br /><br />Mereka beraksi saat kuarahkan kameraku kepada mereka. Dengan lagak dan gaya masing-masing mereka berpose.<br />“Kenapa sudah ada di sini, sih? Bukankah ____ (nama partai) baru besok kampanyenya?”.<br />“Biarin Mas, daripada besok dikuasai partai lain?”.<br />“Memang akan terus di sini? Sampai pagi?”.<br />“Iya, demi ____ (nama partai), kami rela begadang semalaman.”<br />“Hebat.”<br />“Mas di sini aja, Mas. Nanti pasti ada lagi yang ingin manjat tugu selamat datang.” Kata gadis yang menarik perhatianku itu.<br /><br />Aku pun duduk dekat mereka, berbincang tentang pemilu kali ini. Harapan-harapan mereka, tanggapan mereka, dan pendapat mereka. Mereka lumayan loyal terhadap partai mereka itu, walaupun tampak sedikit kecewa, karena pemimpin partai mereka itu kurang berani bicara. Padahal diproyeksikan untuk menjadi calon presiden. Aku maklum, karena tahu latar belakang pemimpin yang mereka maksudkan itu.<br />“Eh, nama kalian siapa?” Tanyaku, “Aku Ray.”<br />“Saya Diana.” Kata cewek manis itu, lalu teman-temannya yang lain pun menyebut nama. Kami terus bercakap-cakap, sambil minum teh botol yang dijual pedagang asongan.<br /><br />Waktu terus berlalu. Beberapa kali aku meninggalkan mereka untuk mengejar sumber berita. Malam itu bundaran HI didatangi Kapolri yang meninjau dan ‘menyerah’ melihat massa yang telah bergerombol untuk pawai dan kampanye, karena jadwal resminya adalah pukul 06.00 – 18.00.<br />Saat aku kembali, gerombolan Diana masih ada di sana.<br />“Saya ke kantor dulu ya, memberikan kaset rekaman dan hasil photoku. Sampai ketemu.” Pamitku.<br />“Eh, Mas, Mas Ray! Kantornya “x” (nama koranku), khan. Boleh saya menumpang?” Diana berteriak kepadaku.<br />“Kemana?”<br />“Rumah. Rumah saya di dekat situ juga.”<br />“Boleh saja.” Kataku, “Tapi katanya mau tetap di sini? Begadang?”<br />“Nggak deh. Ngantuk. Boleh ya? Gak ada yang mau ngantarin nih.”<br />Aku pun mengangguk. Tapi dari tempatku berdiri, aku dapat melihat di dalam mini bus itu ada sepasang remaja berciuman.<br /><br />Benar-benar kampanye, nih? Sama saja kejadian waktu meliput demontrasi mahasiswa dulu. Waktu teriak, ikutan teriak. Yang pacaran, ya pacaran. (Ini cuma sekedar nyentil, lho. Bukan menghujat. Angkat topi buat gerakan mahasiswa kita! Peace!)<br />Diana menggandengku. Aku melambai pada rekan-rekannya.<br />“Diana! Pulang lho! Jangan malah..” Teriak salah seorang temannya.<br />Diana cuma mengangkat tinjunya, tapi matanya kulihat mengedip.<br /><br />Lalu kami pun menuju mobilku. Dengan lincah Diana telah duduk di sampingku. Mulutnya berkicau terus, bertanya-tanya mengenai profesiku. Aku menjawabnya dengan senang hati. Terkadang pun aku bertanya padanya. Dari situ aku tahu dia sekolah di sebuah SMA di daerah Bulungan, kelas 2. Tadi ikut-ikutan teman-temannya saja. Politik? Pusing ah mikirinnya.<br />Usianya 17, tapi tidak mendaftar pemilu tahun ini. Kami terus bercakap-cakap. Dia telah semakin akrab denganku.<br />“Kamu sudah punya pacar, belum?” Tanyaku.<br />“Sudah.” Nadanya jadi lain, agak-agak sendu.<br />“Tidak ikut tadi?”<br />“Nggak.”<br />“Kenapa?”<br />“Lagi marahan aja.”<br />“Wah.., gawat nih.”<br />“Biarin aja.”<br />“Kenapa emangnya?”<br />“Dia ketangkap basah selingkuh dengan temanku, tapi tidak mengaku.”<br />“Perang, dong?”<br />“Aku marah! Eh dia lebih galak.”<br />“Dibalas lagi dong. Jangan didiemin aja.”<br />“Gimana caranya?” Tanyanya polos.<br />“Kamu selingkuh juga.” Jawabku asal-asalan.<br />“Bener?”<br />“Iya. Jangan mau dibohongin, cowok tu selalu begitu.”<br />“Lho, Mas sendiri cowok.”<br />“Makanya, aku tak percaya sama cowok. Sumpah, sampai sekarang aku tak pernah pacaran sama cowok. Hahaha.”<br />Dia ikut tertawa.<br /><br />Aku mengambil rokok dari saku depan kemejaku, menyalakannya. Diana meminta satu rokokku. Anak ini badung juga. Sambil merokok, dia tampak lebih rileks, kakinya tanpa sadar telah nemplok di dashboardku. Aku merengut, hendak marah, tapi tak jadi, pahanya yang mulus terpampang di depanku, membuat gondokku hilang.<br /><br />Setelah itu aku mulai tertarik mencuri-curi pandang. Diana tak sadar, dia memejamkan mata, menikmati asap rokok yang mengepul dan keluar melalui jendela yang terbuka. Gadis ini benar-benar cantik. Rambutnya panjang. Tubuhnya indah. Dari baju kaosnya yang pendek, dapat kulihat putih mulus perutnya. Dadanya mengembang sempurna, tegak berisi.<br />Tanpa sadar penisku bereaksi.<br />Aku menyalakan tape mobilku. Diana memandangku saat sebuah lagu romantis terdengar.<br />“Mas, setelah ini mau kemana?”<br />“Pulang. Kemana lagi?”<br />“Kita ke pantai saja yuk. Aku suntuk nih.” Katanya menghembuskan asap putih dari mulutnya.<br />“Ngapain”<br />“Lihat laut, ngedengerin ombak, ngapain aja deh. Aku males pulang jadinya. Selalu ingat Ipet, kalau aku sendirian.”<br />“Ipet?”<br />“Pacarku.”<br />“Oh. Tapi tadi katanya ngantuk?”<br />“Udah terbang bersama asap.” Katanya, tubuhnya doyong ke arahku, melingkarkan lengan ke bahuku, dadanya menempel di pangkal tangan kiriku. Hangat.<br />“Bolehlah.” Kataku, setelah berpikir kalau besok aku tidak harus pagi-pagi ke kantor. Jadi setelah mengantar materi yang kudapat kepada rekanku yang akan membuat beritanya, aku dan Diana menuju arah utara. Ancol! Mana lagi pantai di Jakarta ini.<br /><br />Aku parkirkan mobil Kijangku di pinggir pantai Ancol. Di sana kami terdiam, mendengarkan ombak, begitu istilah Diana tadi. Sampai setengah jam kami hanya berdiam. Namun kami duduk telah semakin rapat, sehingga dapat kurasakan lembutnya tubuh yang ada di sampingku.<br /><br />Tiba-tiba Diana mencium pipiku.<br />“Terima kasih, Mas Ray.”<br />“Untuk apa?”<br />“Karena telah mau menemani Diana.”<br />Aku hanya diam. Menatapnya. Dia pun menatapku. Perlahan menunduk. Kunikmati kecantikan wajahnya. Tanpa sadar aku raih wajahnya, dengan sangat perlahan-lahan kudekatkan wajahku ke wajahnya, aku cium bibirnya, lalu aku tarik lagi wajahku agak menjauh. Aku rasakan hatiku tergetar, bibirku pun kurasakan bergetar, begitu juga dengan bibirnya. Aku tersenyum, dan ia pun tersenyum. Kami berciuman kembali. Saat hendak merebahkannya, setir mobil menghalang gerakan kami. Kami berdua pindah ke bangku tengah Kijangku. Aku cium kening Diana terlebih dahulu, kemudian kedua matanya, hidungnya, kedua pipinya, lalu bibirnya. Diana terpejam dan kudengar nafasnya mulai agak terasa memburu, kami berdua terbenam dalam ciuman yang hangat membara. Tanganku memegang dadanya, meremasnya dari balik kaos tipis dan BHnya.<br /><br />Sesaat kemudian kaos itu telah kubuka. Aku arahkan mulutku ke lehernya, ke pundaknya, lalu turun ke buah dadanya yang indah, besar, montok, kencang, dengan puting yang memerah. Tanganku membuka kaitan BH hitamnya. Aku mainkan lidahku di puting kedua buah dadanya yang mulai mengeras. Yang kiri lalu yang kanan.<br />“Mas Ray, kamu tau saja kelemahan saya, saya paling nggak tahan kalo dijilat susu saya.., aahh..”.<br /><br />Aku pun sudah semakin asyik mencumbu dan menjilati puting buah dadanya, lalu ke perutnya, pusarnya, sambil tanganku membuka mini skirtnya.<br />Terpampanglah jelas tubuh telanjang gadis itu. Celana dalamnya yang berwarna hitam, menerawangkan bulu-bulu halus yang ada di situ. Kuciumi daerah hitam itu.<br /><br />Aku berhenti, lalu aku bertanya kepada Diana<br />“Diana kamu udah pernah dijilatin itunya?”<br />“Belum.., kenapa?”.<br />“Mau nyoba nggak?”.<br />Diana mengangguk perlahan.<br />Takut ia berubah pikiran, tanpa menunggu lebih lama lagi langsung aku buka celana dalamnya, dan mengarahkan mulutku ke kemaluan Diana yang bulunya lebat, kelentitnya yang memerah dan baunya yang khas. Aku keluarkan ujung lidahku yang lancip lalu kujilat dengan lembut klitorisnyana.<br />Beberapa detik kemudian kudengar desahan panjang dari Diana<br />“sstt.. Aahh!!”<br />Aku terus beroperasi di situ<br />“aahh.., Mas Ray.., gila nikmat bener.., Gila.., saya baru ngerasain nih nikmat yang kayak gini.., aahh.., saya nggak tahan nih.., udah deh..”<br /><br />Lalu dengan tiba-tiba ia menarik kepalaku dan dengan tersenyum ia memandangku. Tanpa kuduga ia mendorongku untuk bersandar ke bangku, dengan sigapnya tangannya membuka sabuk yang kupakai, lalu membuka zipper jins hitamku. Tangannya menggapai kemaluanku yang sudah menegang dan membesar dari tadi. Lalu ia memasukkan batang kemaluanku yang besar dan melengkung kedalam mulutnya.<br />“aahh..” Lenguhku<br />Kurasakan kehangatan lidah dalam mulutnya. Namun karena dia mungkin belum biasa, giginya beberapa kali menyakiti penisku.<br />“Aduh Diana, jangan kena gigi dong.., Sakit. Nanti lecet..”<br /><br />Kuperhatikan wajahnya, lidahnya sibuk menjilati kepala kemaluanku yang keras, ia jilati melingkar, ke kiri, ke kanan, lalu dengan perlahan ia tekan kepalanya ke arahku berusaha memasukkan kemaluanku semaksimal mungkin ke dalam mulutnya. Namun hanya seperempat dari panjang kemaluanku saja kulihat yang berhasil terbenam dalam mulutnya.<br />“Ohk!, aduh Mas Ray, cuma bisa masuk seperempat..”<br />“Ya udah Diana, udah deh jangan dipaksaain, nanti kamu tersedak.”<br />Kutarik tubuhnya, dan kurebahkan ia di seat Kijangku. Lalu ia membuka pahanya agak lebar, terlihat samar-samar olehku kemaluannya sudah mulai lembab dan agak basah. Lalu kupegang batang kemaluanku, aku arahkan ke lubang kemaluannya. Aku rasakan kepala kemaluanku mulai masuk perlahan, kutekan lagi agak perlahan, kurasakan sulitnya kemaluanku menembus lubang kemaluannya.<br />Kudorong lagi perlahan, kuperhatikan wajah Diana dengan matanya yang tertutup rapat, ia menggigit bibirnya sendiri, kemudian berdesah.<br />“sstt.., aahh.., Mas Ray, pelan-pelan ya masukkinnya, udah kerasa agak perih nih..”<br /><br />Dan dengan perlahan tapi pasti kudesak terus batang kemaluanku ke dalam lubang kemaluan Diana, aku berupaya untuk dengan sangat hati-hati sekali memasukkan batang kemaluanku ke lubang vaginanyana. Aku sudah tidak sabar, pada suatu saat aku kelepasan, aku dorong batang kemaluanku agak keras. Terdengar suara aneh. Aku lihat ke arah batang kemaluanku dan kemaluan Diana, tampak olehku batang kemaluanku baru setengah terbenam kedalam kemaluannya. Diana tersentak kaget.<br />“Aduh Mas Ray, suara apaan tuh?”<br />“Nggak apa-apa, sakit nggak?”<br />“Sedikit..”<br />“Tahan ya.., sebentar lagi masuk kok..”<br /><br />Dan kurasakan lubang kemaluan Diana sudah mulai basah dan agak hangat. Ini menandakan bahwa lendir dalam kemaluan Diana sudah mulai keluar, dan siap untuk penetrasi. Akhirnya aku desakkan batang kemaluanku dengan cepat dan tiba-tiba agar Diana tidak sempat merasakan sakit, dan ternyata usahaku berhasil, kulihat wajah Diana seperti orang yang sedang merasakan kenikmatan yang luar biasa, matanya setengah terpejam, dan sebentar-sebentar kulihat mulutnya terbuka dan mengeluarkan suara. “sshh.., sshh..”<br />Lidahnya terkadang keluar sedikit membasahi bibirnya yang sensual. Aku pun merasakan nikmat yang luar biasa. Kutekan lagi batang kemaluanku, kurasakan di ujung kemaluanku ada yang mengganjal, kuperhatikan batang kemaluanku, ternyata sudah masuk tiga perempat kedalam lubang kemaluan Diana.<br /><br />Aku coba untuk menekan lebih jauh lagi, ternyata sudah mentok.., kesimpulannya, batang kemaluanku hanya dapat masuk tiga perempat lebih sedikit ke dalam lubang kemaluan Diana. Dan Diana pun merasakannya.<br />“Aduh Mas Ray, udah mentok, jangan dipaksain teken lagi, perut saya udah kerasa agak negg nih, tapi nikmat.., aduh.., barangmu gede banget sih Mas Ray..”<br /><br />Aku mulai memundur-majukan pantatku, sebentar kuputar goyanganku ke kiri, lalu ke kanan, memutar, lalu kembali ke depan ke belakang, ke atas lalu ke bawah. Kurasakan betapa nikmat rasanya kemaluan Diana, ternyata lubang kemaluan Diana masih sempit, walaupun bukan lagi seorang perawan. Ini mungkin karena ukuran batang kemaluanku yang menurut Diana besar, panjang dan kekar. Lama kelamaan goyanganku sudah mulai teratur, perlahan tapi pasti, dan Diana pun sudah dapat mengimbangi goyanganku, kami bergoyang seirama, berlawanan arah, bila kugoyang ke kiri, Diana goyang ke kanan, bila kutekan pantatku Diana pun menekan pantatnya.<br /><br />Semua aku lakukan dengan sedikit hati-hati, karena aku sadar betapa besar batang kemaluanku untuk Diana, aku tidak mau membuatnya menderita kesakitan. Dan usahaku ini berjalan dengan mulus. Sesekali kurasakan jari jemari Diana merenggut rambutku, sesekali kurasakan tangannya mendekapku dengan erat.<br />Tubuh kami berkeringat dengan sedemikian rupa dalam ruangan mobil yang mulai panas, namun kami tidak peduli, kami sedang merasakan nikmat yang tiada tara pada saat itu. Aku terus menggoyang pantatku ke depan ke belakang, keatas kebawah dengan teratur sampai pada suatu saat.<br />“Aahh Mas Ray.., agak cepet lagi sedikit goyangnya.., saya kayaknya udah mau keluar nih..”<br />Diana mengangkat kakinya tinggi, melingkar di pinggangku, menekan pantatku dengan erat dan beberapa menit kemudian semakin erat.., semakin erat.., tangannya sebelah menjambak rambutku, sebelah lagi mencakar punggungku, mulutnya menggigit kecil telingaku sebelah kanan, lalu terdengar jeritan dan lenguhan panjang dari mulutnya memanggil namaku.<br />“Mas Ray.., aahh.., mmhhaahh.., Aahh..” Dia kelojotan. Kurasakan lubang kemaluannya hangat, menegang dan mengejut-ngejut menjepit batang kemaluanku.<br />“aahh.., gila.., Ini nikmat sekali..” Teriakku.<br /><br />Baru kurasakan sekali ini lubang kemaluan bisa seperti ini. Tak lama kemudian aku tak tahan lagi, kugoyang pantatku lebih cepat lagi keatas kebawah dan, Tubuhku mengejang.<br />“Mas Ray.., cabut.., keluarin di luar..”<br />Dengan cepat kucabut batang kemaluanku lalu sedetik kemudian kurasakan kenikmatan luar biasa, aku menjerit tertahan<br />“aahh.., ahh..” Aku mengerang.<br />“Ngghh.., ngghh..”<br />Aku pegang batang kemaluanku sebelah tangan dan kemudian kurasakan muncratnya air maniku dengan kencang dan banyak sekali keluar dari batang kemaluanku.<br />Chrootth.., chrootthh.., crothh.., craatthh.., sebagian menyemprot wajah Diana, sebagian lagi ke payudaranya, ke dadanya, terakhir ke perut dan pusarnya.<br /><br />Kami terkulai lemas berdua, sambil berpelukan.<br />“Mas Ray.., nikmat banget main sama kamu, rasanya beda sama kalo saya gituan sama Ipet. Enakan sama kamu. Kalau sama Ipet, saya tidak pernah orgasme, tapi baru sekali disetubuhi kamu, saya bisa sampai, barang kali karena barang kamu yang gede banget ya?” Katanya sambil membelai batangku yang masih tegang, namun tidak sekeras tadi.<br />“Saya nggak bakal lupa deh sama malam ini, saya akan inget terus malem ini, jadi kenangan manis saya”<br />Aku hanya tersenyum dengan lelah dan berkata “Iya Diana, saya juga, saya nggak bakal lupa”.<br /><br />Kami pun setelah itu menuju kostku, kembali memadu cinta. Setelah pagi, baru aku mengantarnya pulang. Dan berjanji untuk bertemu lagi lain waktu.<br /><br />TAMAT</div>adminhttp://www.blogger.com/profile/15854628150373432211noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5658668220254956031.post-12984740283727363472009-11-12T17:28:00.000-08:002009-11-16T22:11:07.365-08:00Ketagihan Seks<div style="text-align: justify;"><a href="http://blogceritapanas.blogspot.com/"><span style="font-weight: bold;">Cerita Panas</span></a> ~ Sewaktu aku masih di SMU, aku mempunyai teman akrab yang ayahnya seorang pejabat tinggi di kantor pajak. Kami sering bolos sekolah berdua, dan kalau temanku ada yang mengganggu, aku selalu membelanya, karena aku kebetulan mempunyai ilmu bela diri sabuk hitam. Suka duka sering kami lalui bersama.<br /><br />Singkat cerita, aku dan temanku naksir gadis adik kelas 1 SMU. Kemudian kami mempunyai rencana saling membantu untuk mendapatkan gadis incaran kami tersebut. Tetapi sayangnya sampai kami berdua lulus SMU, gadis incaran kami belum juga dapat kami miliki. Akhirnya kuputuskan untuk melupakan gadis impianku tersebut. Tetapi temanku masih bertekad untuk mendapatkan gadis incarannya sejak SMU, akhirnya aku pun membantu temanku untuk mendapatkan gadis tersebut. Kendala yang dialami oleh temanku adalah karena dia masih mempunyai kekasih sejak kelas 1 SMU. Tetapi aku mengatur siasat bagaimana caranya agar gadis incaran temanku itu dapat menjadi kekasihnya yang baru. Oh iya, nama temanku sebut saja Budi dan gadis incarannya bernama Ica.<br /><br />Karena aku sering bertemu dengan Ica, akhirnya kami menjadi sangat akrab. Banyak teman-temanku mengira aku berpacaran dengan Ica, padahal aku menganggap Ica sebagai adikku sendiri. Karena kegigihanku, akhirnya Ica menaruh hati terhadap Budi teman akrabku. Budi memutuskan kekasihnya yang lama dan berpacaran dengan Ica. Tetapi tidak lama mereka berpacaran, Budi diberangkatkan orangtuanya ke Amerika untuk Kuliah. Sebelum berangkat, Budi sempat berpesan kepadaku agar aku menjaga Ica. Akhirnya Budi dan Ica berpacaran jarak jauh, tetapi walaupun begitu mereka berpacaran hingga setahun lebih. Ketika itu aku sudah jarang bertemu dengan Ica, karena aku sangat sibuk dengan kegiatanku.<br /><br />Hingga suatu hari, Ica meneleponku agar aku datang ke rumahnya, katanya ada masalah antara Ica dengan Budi. Setelah kudatangi Ica di rumahnya, dia bercerita bahwa Budi sudah mulai berubah, karena Budi sudah kecanduan narkotik. Dan yang membuatku kaget serta heran adalah Ica rela memberikan keperawanannya kepada Budi asalkan dia mau berhenti mengkonsumsi narkotik. Tetapi Ica kecewa karena Budi memilih narkotik daripada Ica sebagai kekasihnya yang dengan rela memberikan tubuhnya dengan tujuan menyelamatkan Budi dari kecanduan narkotik. Aku tidak dapat memberikan komentar banyak kepada Ica, aku hanya berusaha untuk mengingatkan Budi agar menjauhi dunia narkotika, dan menyadari Budi bahwa Ica sangat mencintainya dengan sepenuh hati.<br /><br />Tetapi setelah aku bertemu Budi, dia tidak menanggapi perkataanku, malahan kami hampir berkelahi. Namun aku mengalah untuk meninggalkannya. Kemudian aku temui Ica dan menceritakan semuanya tanpa ada yang kututupi. Dan aku menyarankan kepada Ica agar melupakan Budi dan konsentrasi untuk ujian tingkat akhir, karena pada waktu itu Ica sedang menghadapi Ebtanas SMU dan Ujian UMPTN. Aku selalu menemui dan menemani kemanapun Ica pergi. Sampai-sampai aku rela mengontrak rumah di dekat rumahnya.<br /><br />Setelah Ica lulus dari SMU, dia mengajakku berlibur bersama teman-temannya di Anyer. Kebetulan orangtua Ica mempunyai villa lumayan besar di kawasan Anyer. Aku dipercaya oleh orangtua Ica untuk menjaga Ica dan temannya selama berlibur di Anyer. Kami berlibur selama 4 hari di Anyer. Aku tidur bersama dengan teman-teman Ica yang laki-laki. Setiap malam aku menemani Ica dan teman-temannya pergi ke diskotik di kawasan tersebut. Hingga suatu ketika, pada malam ketiga Ica tidak ikut teman-temannya pergi ke diskotik, alasannya dia ingin menikmati suasana malam di pinggir pantai Anyer. Maka berangkatlah semua teman-teman Ica ke tempat hiburan di sekitar Villa.<br /><br />Aku menemani Ica di Villanya, walaupun dia menyuruhku pergi bergabung bersama teman-temannya. Aku memberikan pengertian kepada Ica bahwa aku harus menemani dan menjaga Ica sesuai pesan orangtuanya. Ica mengajakku bertukar pikiran mengenai masa lalunya dan rencana masa depannya. Aku mendengarkan seluruh curahan hatinya dan aku pun memberikan masukan positif untuk Ica. Tidak terasa kami berbincang-bincang hingga larut malam, dan cuaca dingin pun mulai menyentuh kulit kami. Secara tidak sadar, kami mendekatkan diri kami untuk menghilangkan rasa dingin. Secara spontan aku memeluk tubuh Ica karena kulihat dia kedinginan. Entah karena cuaca dingin yang menggoda kami, tiba-tiba tubuh kami saling berpelukan rapat.<br /><br />Aku tidak sengaja menyentuh payudaranya yang kenyal dan besar, karena Ica mempunyai ukuran BH 36B. Dan Ica pun menyentuh kemaluanku yang mulai menegang dengan pahanya. Kami saling berpandangan tanpa keluar sepatah kata pun dari bibir kami. Jantungku berdebar-debar, aku merasakan bahwa aku sebenarnya menyukai Ica. Kemudian aku mulai mendekatkan bibirku untuk melumat bibir Ica yang seksi. Dan ternyata Ica pun membalas ciumanku dengan sepenuh hati. Kami saling berpagutan cukup lama. Kemudian kutarik bibirku dan mulai menciumi seluruh wajahnya dengan penuh kasih sayang. Aku mendengar nafas Ica yang mulai tidak beraturan, kemudian sambil mencium telinganya aku membisikkan bahwa aku meyukai dan mencintainya. Ternyata dia pun menyukaiku dengan memberikan tanda anggukkan kepalanya.<br /><br />Tangan kiriku mulai membelai rambutnya yang panjang sebahu, sedangkan tangan kananku mulai meraba tubuhnya. Tanpa kusadari akhirnya aku menyentuh payudaranya yang kenyal dan sudah kencang, sehingga membuatku gemas untuk meremas payudaranya dengan penuh kelembutan. Nafas Ica mulai memburu kencang ketika aku menyingkap kain pantai yang hanya dililitkan di pinggangnya. Aku mulai meraba-raba pahanya yang putih mulus, kemudian tanganku mulai menggerayangi tubuhnya di balik kaos putih yang dikenakannya. Tangan kiriku ikut memainkan tali BH-nya, ketika aku mulai memainkan puting payudaranya yang sudah mengeras, tiba-tiba tangan kiri Ica mulai menyelusup ke dalam celana pendek yang kukenakan dan memijat-mijat kemaluanku yang sudah mengeras seluruhnya. Kami sudah larut dalam kenikmatan yang sebelumnya belum pernah kami rasakan.<br /><br />Kemudian tangan kananku mulai menyusup ke dalam celana dalam Ica, dan mengelus rambut kemaluannya yang lebat. Aku mulai menyentuh bibir kemaluannya dan memasukkan jariku ke dalam liang keperawanannya, aku merasakan vagina Ica sudah basah, ia mengerang menahan nikmat.Tiba-tiba Ica mendorong tanganku dan berkata, “Andy, aku tidak kuat berlama-lama berada di luar.”<br />Kemudian Ica berdiri dan menarikku dengan setengah berlari menuju ke Villa.<br /><br />Setelah berada di dalam Villa, Ica mengajakku masuk ke dalam kamarnya. Ketika sampai di kamar, Ica mulai membuka seluruh pakaiannya dan yang tersisa hanya celana dalamnya saja. Tanpa menunggu lebih lama lagi, aku pun membuka pakaianku dan hanya celana dalam saja yang kukenakan. Ica menarikku ke atas ranjang, dan rebahan dengan posisi yang sangat menantang. Aku mulai menggerayangi tubuhnya dengan kedua tanganku dan menciumi serta menjilat tubuhnya mulai dari kakinya hingga kemudian wajahnya. Aku sangat bernafsu sekali ketika Ica menyuruhku untuk menjilat, menciumi payudara dan puting susunya yang menonjol keras dengan warna coklat muda kemerahan.<br /><br />Kemudian aku mulai membuka celana dalamku dan celana dalam milik Ica. Kuusap bulu-bulu yang tumbuh lebat di sekitar liang kewanitaan Ica. Aku mulai memasukkan dua jariku ke dalam liangnya yang sudah basah oleh lendir dari dalam kemaluannya. Ica mengerang dan tubuhnya menggeliat menahan nikmat.<br />Nafasnya sangat berat dan yang terdengar hanya desahan dan rintihannya, “Andy terus Dy, Ooohh.. sshh..!”<br />Kemudian Ica bangun dan mendorongku hingga telentang. Ica mulai memegang penisku yang besar dan panjang sambil dikocok-kocok dengan gemas.<br /><br />Ica mulai mendekatkan wajahnya dan menjilat serta mengulum batang kemaluanku hampir seluruhnya. Perasaanku terbang melayang menahan rasa geli dan nikmat tiada tara. Setelah Ica puas mengulum batang kejantananku, dia pun mengambil posisi telentang dengan kaki dibuka selebar-lebarnya. Tanpa menunggu lama, aku mulai menuntun batang kejantananku untuk dimasukkan ke dalam liang senggama Ica. Ica menahan sakit karena dia masih perawan. Ia memintaku untuk memasukkan batang rudalku ke dalam vaginanya secara pelan-pelan. Aku menuruti keinginannya, hingga akhirnya seluruh batang kemaluanku masuk ke dalam liang keperawanannya.<br /><br />Aku mulai menggerakkan pinggul dan pantatku, sehingga batang kemaluanku keluar masuk liang kewanitaan Ica yang sudah banjir. Hingga akhirnya aku mulai merasakan sesuatu yang akan keluar dari batangku, aku berniat ingin mengeluarkan air maniku di atas tubuh Ica, tetapi Ica menarik pantatku sehingga batang kejantananku terbenam masuk seluruhnya ke dalam liang kenikmatannya dan aku memuntahkan air maniku di dalam rahim Ica. Aku juga merasakan cairan hangat yang keluar dari dalam liang kemaluan Ica. Kami sama-sama menjerit, penuh dengan rasa nikmat dan puas. Tetapi kami mengulangi perbuatan tersebut hingga pagi hari.<br /><br />Kami mulai ketagihan untuk melakukan hubungan seks, bukan hanya selama liburan di Anyer saja, tetapi berlanjut hingga kini. Tetapi kami tidak dapat menikah karena Ica sudah mempunyai calon suami yang ternyata sepupunya, dan aku pun sudah mempunyai seorang calon istri. Tetapi hingga sekarang kami melakukan hubungan seks bukan dengan calon pasangan kami, aku dan Ica sengaja ingin melakukan hubungan seks sepuas-puasnya, karena Aku dan Ica tidak mungkin bersatu dalam hubungan suami istri.<br /><br />TAMAT</div>adminhttp://www.blogger.com/profile/15854628150373432211noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5658668220254956031.post-102917727730733612009-10-26T17:38:00.000-07:002009-10-26T17:39:39.027-07:00Ngentot Bersama Gadis Maniak Seks<div style="text-align: justify;"><a href="http://blogceritapanas.blogspot.com/"><span style="font-weight: bold;">Cerita Daun Muda</span></a> ~ Pengalaman ini terjadi waktu saya masih di SMA. Menjelang perpisahan SMA, saya dan teman-teman sekelas berencana untuk pergi ke Pangandaran. Di sana, kita menginap di sebuah penginapan yang jaraknya dekat dengan pantai. Kita semua benar-benar bersenang-senang, keliling pantai bersama-sama. Pada malamnya banyak temanku yang jalan-jalan menyusuri pantai sama cewek atau cowoknya masing-masing. Saking asyiknya, mereka sampai lupa pulang, ceritanya sih mereka bersetubuh sama pasangannya masing-masing.<br /><br />Di malam kedua, teman-temanku sedang keluar semua. Tinggallah saya dengan teman cewek saya (Eva).<br />Saya tanya dia, “Eva, kenapa kok tidak keluar?”.<br />Dengan entengnya dia menjawab, “Tidak ah, saya lagi sedikit pusing”.<br />Mendengar jawabannya seperti itu, otomatis saya sebagai temannya harus menjaga dia (masa’ ditinggal sendiri?). Malam itu saya menemaninya di kamarnya sambil nonton TV. Waktu jam 8 malam, dia mandi (katanya sih gerah). Saya sih cuek saja. Setelah 15 menit dia mandi, dia memanggilku minta dibawakan handuk (Dia kelupaan). Ya sudah, saya ambilin. Tapi saya kaget ketika dia minta handuk itu langsung saja dibawa masuk ke kamar mandi dan pintunya tidak dikunci. Pertama saya gugup sekali. Dengan perlahan-lahan saya masukin tanganku untuk memberikan handuk ke dia. Lalu dia menjawab, “Duh, Wolf tanganku nggak nyampe.., saya lagi ada di shower nih.., Masuk saja deh. tidak apa-apa”. Mendengar ajakan itu, saya masuk. Dengan pelan saya taruh handuk itu di tempat wastafel yang jaraknya ketika di sebelah shower yang tertutup tirai tipis. Tapi saya kaget banget, ketika saya lagi meletakkan handuk. Tangannya yang basah nongol menyentuh tanganku. Lalu setelah itu dia keluar berbugil ria dari shower dengan tubuh yang masih basah total. Pada waktu itu, penglihatanku terarah ke dua payudaranya yang besar, padat, dan indah. Lalu kulitnya yang putih bersih. Pokoknya pemandangan itu membuat penisku tegang banget. Setelah itu dia langsung meraih tangan ku dan mengusapkan tangan kananku itu ke payudaranya yang indah itu seraya berkata “ooh, Wolf. Rasakanlah payudaraku ini dan rasakan pula detak jantungku yang berdebar.” Telapak tanganku diusapkannya di payudaranya.<br /><br />Dia berkata “ooh, Wolf. Saya sudah tidak tahan lagi. Usaplah payudaraku ini dan kita main yuk!”. Sebagai cowok normal, saya pasti ereksi. Lalu pelan-pelan tangan kananku memeras payudaranya yang kanan. “Yaa, itu Wolf. Nikmat sekali. Teruskan Wolf!”. Sewaktu tanganku meremas pelan payudaranya, Tangan Eva dengan ringan membuka kancing-kancing bajuku. Setelah kancing bajuku terlepas semua, Bibirnya yang ranum dan merah merekah itu pelan-pelan mencium dan menjilati dadaku. Lidahnya yang panjang itu terasa nikmat sekali di dadaku. Lalu dia kubalas dengan tangan kananku yang kuarahkan ke pantatnya yang besar dan bersih dan tangan kiriku memeluknya yang diteruskan dengan ciuman saya yang hot di bibirnya itu. Dia mengerang dan menikmatinya, beberapa detik kemudian tangannya membuka retseleting celanaku dan kemudian memelorotinya. Begitu celana dalamku dibuka, penisku yang sudah ereksi dari tadi langsung meloncat keluar. Melihat penisku yang sudah membesar dan memanjang, dia langsung membungkukkan badannya dan mulutnya itu dengan pelan mengulum penisku. Terasa nikmat sekali “Aah.., Eva.., enak Va.., terusin Va!”. Lidahnya itu dengan leluasa menjilati permukaan penisku dan puncaknya, lidahnya diarahkan ke pucuk penisku. Setelah berselang beberapa detik, giginya itu langsung menggigit penisku dan langsung mengocoknya.<br /><br />Setelah setengah jam kita melakukan foreplay di kamar mandi, ternyata dia masih belum puas juga. “Wolf, yuk kita lanjutin di tempat tidur! saya pengin lebih hot lagi”. Dengan perlahan, saya angkat dia dalam keadaan sama-sama telanjang bulat. Setelah sampai di pinggir tempat tidur, perlahan-lahan saya taruh badannya di atas tempat tidur. Masih dalam keadaan membungkuk, saya ciumi bibirnya dan saya jilat payudaranya yang makin membesar itu. “Oyaa, terusin Wolf, terusin”, Mendengar omongannya saya jadi semakin buas menikmati tubuhnya. Saya rebahkan badannya menjadi dalam keadaan telentang, susunya yang membesar terlihat bagai Gunung Bromo yang menjulang tinggi. Payudaranya itu langsung saya serbu dengan jilatan lidahku. Setelah itu, mulutku diarahkan ke arah selangkangannya. Terlihat bulu vaginanya lebat bak hutan perawan yang masih belum terjamah. Dengan asyik, tanganku mengobrak-abrik bulu vaginanya dan terlihatlah dinding daging tipis alias vaginanya. Langsung saya jilati vaginanya dengan buas dan Eva langsung menjerit kenikmatan sambil mengerang dan berkata “Terusin Wolf, terusin”. Masukin lidahmu itu ke ‘dompet’ku”. Anehnya vaginanya yang rata-rata orang bilang vagina cewek itu biasanya kebanyakan bau tak sedap, tapi vagina Eva terasa harum dan nikmat. Baunya yang justru harum itu membuat saya makin terangsang lagi untuk lebih lama menikmati vaginanya. Sambil menciumi vaginanya, kedua tanganku juga meraba kedua belah payudaranya, Eva hanya mengerang lagi dan memegang kedua tanganku dengan erat. Setelah setengah jam saya terus begitu, akhirnya Eva minta posisinya diganti ke atas. Saya turuti dech, masa saya terus yang gerilya? Saya langsung pindah jadi di bawah dan eva di atas. Sebelum mulai aksinya, Eva pertama-tama meremas sendiri kedua payudaranya dan mimik wajahnya itu yang membuatku tambah syuur. Sehabis meremas-remas sendiri kedua payudaranya, dia langsung memulai aksinya dengan mencium dan menjilati bibirku seraya tangannya meremas-remas dadaku yang agak bidang dan meraba-raba puting susuku. Bibirnya benar-benar fantastik, terasa nikmat dan pokoknya tidak bisa saya uraikan dengan kata-kata. Puas dengan menciumi dan menjilati bibirku, perhatiannya mengarah pelan-pelan ke bawah. Pertama-tama dia menciumi dan menjilati leherku dan kadang-kadang menggigit leherku, serasa benar-benar nikmat. Sambil menikmati leherku, tangan kanannya berpindah posisi menjadi di penisku. Dengan enaknya dia mengocok penisku, ke atas.., ke bawah.., ke atas.. Dan seterusnya. Kocokannya benar-benar membuat mataku merem melek.<br /><br />Kemudian setelah menciumi, menjilati dan menggigit leherku, matanya tertuju ke dadaku. Lidahnya langsung menjilati puting susuku. Tapi dia cuma sebentar menjilati puting susuku, perhatiannya langsung tertuju ke penisku yang sudah besar dari tadi. Bibirnya langsung menjilat penisku, terasa nikmat sekali. Lidahnya itu yang membuatku puas sekali, dengan pelan-pelan lidahnya mnjilati penisku sambil tangannya yang kecil itu terus mengocoknya. “Aach Eva.., Nikmat sekali Va Ohh”, Selang beberapa menit kemudian, sewaktu dia masih mengocok penisku. Terasa ada sesuatu yang hangat mengalir dari penisku dan serasa hendak meletus keluar. saya bilangin ke Eva, “Awas Va, saya mau keluar Va. Tahan dulu kocokanmu, Jangan sampai spermaku keluar Va saya masih pengin nerusin Va!!”, Tapi dengan cuek dia malah bertambah giat dan keras mengocok penisku sambil lidahnya menjilati pucuk penisku. Beberapa menit kemudian keluarlah cairan kenikmatan yang berwarna putih yang disebut sperma. Dan spermaku mengenai mulutnya dan ada sebagian yang sengaja dijilat dan ditelan Eva. Terasa nikmat sekali!, Eva terus menjilati sisa-sisa sperma yang keluar dari penisku. Sementara Eva masih sibuk dengan penisku, aku istirahat sejenak dalam kenikmatan yang tiada taranya.<br /><br />Sewaktu saya masih istirahat, terasa Eva masih sibuk dengan penisku. Karena saya kasihan Eva belum mencapai orgasme, Langsung saja saya bangun dan meneruskan aksi. Saya suruh Eva pindah posisi jadi di bawah, langsung dia turuti. Sejenak sebelum memasukkan penisku, saya kocok sebentar penisku agar membesar dan Eva membantuku dengan ikut mengocoknya. Selang beberapa detik kemudian penisku langsung berdiri lagi dan langsung saya masukkan ke vaginanya. Eva langsung teriak dan mengerang kenikmatan, “Aacchh”. Tetapi terasa posisiku kurang nikmat, saya cabut lagi penisku dan saya taruh bantal di atas pantat Eva supaya penisku terasa nikmat masuk divaginanya. Begitu saya masukin penisku dalam-dalam, terasa vaginanya hangat dan sudah penuh cairan yang membuat penetrasi penisku terasa nikmat dan licin. Ini pertanda Eva sudah mengalami orgasme sebelum saya masukin penisku. Penisku, aku tarik pelan-pelan, masukin lagi pelan-pelan dan demikian seterusnya. Eva lagi-lagi berteriak kecil dan mengerang. Saya biarin Eva berteriak dan mengerang, saya terusin aksiku dengan membuat variasi seperti menggoyang pinggulku.<br /><br />Selang 45 menit saya meneruskan aksiku, Eva pelan-pelan berbisik “Wolf, saya sudah tidak kuat lagi.., saya sudah pengin keluar.., Cairan spermaku sudah mau keluar!”. Ternyata benar juga, beberapa detik kemudian di penisku terasa ada banyak cairan yang menyelimuti. Saya biarkan penisku di dalam vagina Eva selama beberapa menit selama Eva orgasme. Sebab saya baca, cewek senang kalau sewaktu dia orgasme, penis cowoknya berada dalam-dalam di vaginanya. Dan benar juga kata buku, Eva terlihat sangat puas. Begitu dia selesai orgasme, beberapa menit kemudian selama penisku masih di dalam, terasa spermaku masih mau keluar. Buru-buru saya cabut penisku dari vagina Eva dan Eva langsung menyambutnya dengan kuluman yang hebat sekali. Sekali lagi spermaku langsung tumpah ke arah muka Eva, sekeliling bibirnya langsung dipenuhi dengan spermaku yang ternyata banyak sekali. Sebagian cairan putih itu masuk ke mulutnya dan sebagian ada yang tumpah ke payudaranya dan ke sprei. Eva memintaku untuk menjilat spermaku yang tumpah ke payudaranya dan saya turuti. Lidahku menyapu sisa-sisa spermaku di payudaranya dan Eva terlihat benar-benar menikmatinya.<br /><br />Setelah puas, saya dan dia langsung lemas dan langsung tidur sambil dalam keadaan polos sampai pagi (tanpa berselimut). Pagi-paginya dia sudah bangun dan nonton TV masih dalam keadaan telanjang. Langsung tubuhnya yang indah itu saya tutupi dengan jaketku supaya tidak masuk angin, dia menolak seraya berbisik, “Wolf, lue hebaat sekali tadi malam. Baru lu cowok yang bisa muasin saya. cowok yang lain yang pernah nidurin saya terasa hambar. saya pengin lagi Wolf. saya pengin pagi dan malam selanjutnya kita terus bertelanjang bugil dan main terus. Kita cek out saja dari penginapan ini. Kita bilang ke anak-anak kalau kita ada urusan lain dan harus cepat pulang ke Bandung. Terus kita cek in ke hotel lain”. Ternyata saya lebih gila daripada dia, saya terima saja. Beberapa jam kemudian teman-temanku datang, saya langsung pamit mau pulang sama Eva. Mereka percaya saja.<br />Langsung deh kita cabut dan cek in di penginapan yang jauh dari mereka. Dan pengalaman itu diteruskan di hotel yang baru, siang malam saya dan Eva mengadakan pesta seks tanpa istirahat. Kecuali buat makan, dan minum. Setiap kali sehabis bersetubuh, saya dan Eva merasakan kenikmatan yang tiada tara.<br /><br />TAMAT</div>adminhttp://www.blogger.com/profile/15854628150373432211noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5658668220254956031.post-69961612183534733082009-10-26T17:33:00.000-07:002009-10-26T17:38:06.916-07:00Indahnya Masa Muda<div style="text-align: justify;"><span style="font-weight: bold;"><a href="http://blogceritapanas.blogspot.com/">Cerita Panas</a></span> ~ Cerita ini adalah kisah nyata yang merupakan pengalaman pribadi saya. Nama saya, sebut saja Andre, dan saya bekerja di sebuah perusahaan multi nasional di Jakarta. Beberapa bulan yang lalu perusahaan saya mengadakan workshop regional di Bali. Workshop diadakan di Hard Rock Hotel selama 4 hari, dan yang hadir kebanyakan dari Singapura, Thailand, Malaysia, Hong Kong dan sebagainya. Jumlah peserta sekitar 40 orang, dan selama berlangsungnya workshop kami dibagi menjadi 5 kelompok yang terdiri dari masing-masing sekitar 8 orang. Karena banyaknya aktivitas yang kami lakukan bersama, otomatis kami jadi kenal dengan baik satu dengan lainnya, terutama rekan-rekan yang satu kelompok.<br /><br />Di kelompok saya ada satu peserta dari Malaysia, namanya Eileen yang menurut saya sangat cantik. Kulitnya putih mulus dan badannya juga sangat seksi. Dari pertama kenal saya sudah tertarik dengannya, dan saya berusaha untuk dapat lebih dekat dengan dia. Karena kebetulan kami menangani bagian yang sama, walaupun dia di cabang Kuala Lumpur dan saya Jakarta, banyak hal yang berkaitan dengan pekerjaan yang dapat kami bicarakan. Sehingga dalam 2 hari kami sudah cukup dekat. Dari pembicaraan yang bersifat pekerjaan, pembicaraan kami sampai juga ke yang bersifat pribadi, dan saya mulai mengenal Eileen lebih jauh. Eileen ternyata sudah memiliki pacar di Malaysia, dan rencanya tahun depan dia akan menikah. Terus terang, waktu pertama kali mendengar itu saya kecewa, tapi saya berjanji pada diri sendiri kalau saya tidak akan menyerah begitu saja.<br /><br />Karena acara kami setiap harinya berlangsung dari pagi hingga sekitar jam 9 malam harinya, otomatis hampir semua kegiatan kami lakukan di hotel. Paling-paling sore harinya kami keluar untuk berbelanja di sekitar Kuta. Hari Rabu malam (hari ketiga) saya tidak dapat tidur. Dan sekitar jam 11 malam saya menelepon kamar Eileen dan mengajak dia keluar untuk berjalan-jalan di pantai. Di luar dugaan, ternyata dia setuju dan kami pun kemudian ke pantai Kuta yang terletak persis di seberang Hotel. Kami duduk di tepi pantai yang gelap dan berbicara banyak hal sambil memandangi ombak dan bintang-bintang. Karena suasana pantai yang sangat romantis, perasaan kami terhanyut dan saya memberanikan diri untuk mengutarakan perasaan saya. Ternyata perasaan saya tidak bertepuk sebelah tangan dan dia mengakui bahwa dia juga suka dengan saya.<br /><br />Sekitar jam 1 pagi dia mengajak saya balik ke hotel, karena sudah larut malam dan besok paginya masih ada aktivitas lagi walaupun sudah hari terakhir. Saya ajak Eileen untuk tidur di kamar saya, tetapi dengan halus dia menolak, alasannya dia belum siap karena kami baru saling kenal.<br /><br />Besok harinya kami berpura-pura tidak ada apa-apa di antara kami, dan kami pun bekerja dalam kelompok seperti biasanya. Terus terang saya sudah tidak sabar untuk menunggu malam tiba dan berduaan dengan dia lagi. Karena malam terakhir, kantor kami mengadakan acara makan malam di Nusa Dua dan kami baru kembali ke hotel sekitar jam 10 malam. Begitu sampai di hotel, saya tanya Eileen apakah saya boleh main ke kamarnya karena rencananya itu adalah malam terakhir saya di Bali. Eileen dengan rekan-rekannya baru kembali ke Malaysia hari Minggu, sedangkan saya rencananya kembali ke Jakarta hari Jumat pagi. Eileen bilang boleh, tapi sekitar setengah jam lagi karena dia mau mandi dulu.<br /><br />Saya pun kembali ke kamar, mandi dan menunggu dengan tidak sabar. Sekitar jam 10:30 malam, saya ke kamar Eileen. Waktu itu Eileen baru selesai mandi dan rambutnya masih basah. Dia mengenakan baju kaos putih yang panjangnya sepaha dan tidak mengenakan celana pendek lagi. Eileen mempersilakan saya duduk di tempat tidur dan dia lalu ke kamar mandi untuk mengeringkan rambutnya.<br /><br />Dari tempat tidur saya dapat melihat dia di kamar mandi, dan malam itu Eileen terlihat sangat cantik. Saya tidak tahan lagi, dan kemudian bangun mendekati dia di kamar mandi.<br />Saya peluk dia dari belakang dan Eileen berkata, “Wait honey, let me finish first. After I’m done I’ll give you a night that you won’t forget”.<br />Saya pun kembali ke kamar dan duduk di tepi ranjang. Setelah selesai Eileen keluar dan berdiri di depan pintu kamar mandi. Karena baju kaosnya cukup tipis, lekuk badan Eileen terlihat jelas, dan saya tahu kalau dia tidak mengenakan bra di balik baju kaosnya. Putingnya samar-samar terlihat di balik baju kaosnya yang tipis.<br /><br />Saya berdiri dan segera menciumnya dengan penuh nafsu. Ternyata dia juga memberikan reaksi yang sama, dan kemudian saya menggendong dia ke ranjang.<br />“Have you done it before..?” tanya saya.<br />“No, I haven’t. My boyfriend asked for it many times, but I always told him to wait until we’re married..” katanya.<br />Dia terdiam sejenak dan kemudian berkata, “But I think I want to do it with you tonight..”<br />Wow, sebuah kalimat yang membuat saya serasa ‘melayang’.<br /><br />Eileen menyuruh saya tiduran, dan dia mulai melepaskan baju kaos dan celana pendek yang saya kenakan. Saya coba untuk membuka baju kaosnya, tapi dia minta saya untuk tunggu dulu.<br />“Not that fast, honey..” katanya.<br />Eileen kemudian menciumi saya dengan penuh nafsu, dan tangannya dimasukkan ke dalam celana dalam saya, dan mulai memainkan kemaluan saya. Saya sudah sangat terangsang dan segera membalikkan tubuhnya sehingga posisi saya sekarang di atas.<br /><br />Saya lepas baju kaosnya, dan di depan saya terpampang pemandangan yang sangat indah. Eileen yang telentang dan hanya mengenakan celana dalam putih transparan terlihat begitu menantang. Bulu kemaluannya yang lebat terlihat dengan cukup jelas di balik celana dalamnya. Buah dadanya sangat indah dengan puting yang berwarna coklat kemerahan, sangat kontras dengan tubuhnya yang putih mulus. Saya menjilati putingnya dan Eileen terlihat begitu menikmati.<br /><br />“Take off your underwear please..!” katanya.<br />Saya lepas celana dalam saya, dan Eileen kemudian memandangi kemaluan saya yang sudah sangat terangsang. Dia meminta saya tiduran dan kemudian mulai menjilati tubuh saya dari atas sampai kemaluan saya. Sungguh luar biasa, dan Eileen ternyata cukup ahli dalam melakukan oral seks. Pasti dia sering melakukannya dengan pacarnya, pikir saya.<br /><br />Saya minta dia berubah posisi, sehingga kemaluannya sekarang persis di atas kepala saya. Saya sengaja tidak melepaskan dulu celana dalamnya karena saya ingin menikmati keindahan ini perlahan-lahan. Saya jilati selangkangannya dan sekali-sekali menyibakkan celana dalamnya, sehingga kemaluannya yang ditumbuhi bulu lebat itu terlihat. Kemaluan Eileen sangat harum karena dia baru saja selesai mandi dan memang kelihatan kalau Eileen orangnya sangat bersih. Beberapa menit kemudian dia berdiri dan melepaskan celana dalamnya. Di depan saya adalah pemandangan yang sangat indah, belum pernah saya melihat wanita secantik Eileen tanpa busana di hadapan saya.<br /><br />“Let’s do it, now Honey.. I’m so turn on..” pintanya.<br />Eileen pun kemudian merebahkan diri dan membuka kedua pahanya lebar-lebar. Saya jilati selangkangannya dan kemaluannya.<br />“Ah.. ah.. come on.. do it now, I can’t stand it anymore..”<br />Saya tidak menghiraukan dia dan kemudian menyibakkan rambut kemaluannya dan mulai menjilati klitorisnya.<br />“Ah.. please.. please.., do it now.. please..!” pintanya.<br />Saya terus jilati klitorisnya, dan suara erangannya menjadi semakin keras tanda kalau Eileen sudah sangat terangsang.<br /><br />Sebelum Eileen mencapai puncaknya, saya tarik badan Eileen ke sisi tempat tidur. Kakinya dibuka dengan lebar dan saya mencoba untuk memasukkan kemaluan saya ke vaginanya. Walaupun Eileen sudah sangat basah karena terangsang, ternyata kemaluan saya tidak mudah untuk masuk, karena dia belum pernah melakukan ini sebelumnya.<br />“Honey.. slowly please.. it’s painful..”<br />Senti demi senti saya masukkan kemaluan saya sampai akhirnya masuk dengan penuh.<br />“Oh.. it feels good.. can you move your body now..?” katanya.<br />Saya pun mulai menggerakkan pinggul, dan dari kemaluannya saya lihat sedikit darah keluar tanda kalau dia memang masih perawan.<br /><br />“Yes.. yes.. I like it.., faster please.. faster..!” katanya.<br />Beberapa menit kemudian saya minta dia untuk merubah posisi, dan kami melakukan doggy style. Ternyata Eileen sangat menikmati posisi ini, apalagi posisi ini juga memudahkan saya untuk memegang buah dadanya yang lumayan besar dari belakang.<br />Selang beberapa saat, Eileen mengeluarkan teriakan keras, “Ah.. ah.. I’m coming Honey.. I’m coming..”<br />Saya tahu kalau Eileen sudah orgasme, dan saya pun terus mempercepat gerakan sampai akhirnya saya juga orgasme. Tentunya saya tidak ejakulasi di dalam vaginanya, karena saya tidak mengenakan kondom, dan saya tidak mau dia sampai hamil.<br /><br />Setelah itu kami berdua ke kamar mandi dan mencuci bersih tubuh kami yang penuh dengan keringat dan juga sedikit darah Eileen. Selesai mandi kami berendam di bathup sambil berpelukan. Sungguh nikmat rasanya. Malam itu kami tidak tidur sama sekali dan kami berhubungan lagi 2 kali sampai pagi.<br /><br />Pagi harinya Eileen meminta saya untuk tidak kembali ke Jakarta hari itu dan menemani dia di Bali sampai hari Minggu. 2 hari berikutnya saya habiskan waktu berkeliling Bali dengan Eileen dan teman-temannya. Sayang sekali saya tidak dapat terus berduaan dengan Eileen karena dari sebelumnya dia sudah janji dengan teman-temannya untuk liburan di Bali setelah acara kantor selesai. Baru malam harinya kami bisa menikmati waktu berdua dan waktu itu terasa amat singkat dan hari Minggu pagi Eileen sudah harus kembali ke Malaysia dan saya ke Jakarta. Sebelum berpisah kami berjanji untuk tetap akan saling berhubungan melalui telpon dan e-mail dan berharap kami dapat melanjutkan hubungan kami.<br /><br />Kami pun terus berhubungan melalui telpon dan e-mail sampai sekitar satu setengah bulan kemudian saya menerima e-mail yang sangat mengejutkan. Eileen meminta saya untuk berhenti menelpon dan menulis e-mail ke dia, karena pacarnya sudah mengetahui affair dia dengan saya, dan dia lebih memilih pacarnya karena beberapa alasan yang terus terang, sangat berat untuk saya terima.<br /><br />TAMAT</div>adminhttp://www.blogger.com/profile/15854628150373432211noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5658668220254956031.post-26299827221308573212009-10-18T21:25:00.001-07:002009-10-18T21:27:42.386-07:00Kenikmatan Diatas Kereta Api<div style="text-align: justify;"><a href="http://blogceritapanas.blogspot.com/search/label/Cerita%20Panas"><span style="font-weight: bold;">Cerita Panas</span></a> ~ Ini adalah pengalamanku yang benar-benar gila, karena aku sendiri tak menyangka kalau kejadian ini bisa terjadi pada diriku.<br /><br />Jumat pagi, 16 Mei 2003, aku kembali ke Jakarta setelah bertugas di Semarang sejak hari Senin. Karena Sabtu pagi aku ada undangan pernikahan temanku, maka kupaksakan diri untuk naik kereta pagi. Ya, aku naik Argo Muria pagi, dan benar-benar berangkat pukul 05.00 pagi. Sengaja aku memilih kereta api, karena aku ingin menikmati suasana pagi di sepanjang perjalanan.<br /><br />Akibat semalam kurang tidur (aku dijamu oleh rekan di Semarang), hampir saja aku ketinggalan kereta. Tidur jam 01.00, terbangun karena kaget jam 04.15. Terpaksa aku hanya mandi koboy. Yang penting bisa gosok gigi dan pakai parfum. Terburu-buru aku meninggalkan hotel di daerah candi, dan kupaksa sopir taksi memacu kendaraan. Terbukti, aku bisa sampai di stasiun Tawang hanya lima menit sebelum kereta berangkat.<br /><br />Sampai di atas kereta, aku merebahkan diri, tidur-tiduran dan ternyata benar ketiduran. Aku baru terbangun gara-gara seseorang mencolek lenganku, dan aku merasa nafas hangat menerpa pipiku.<br />“Minum teh atau kopi, Pak?”, seorang wanita bertanya lembut padaku.<br />Oh, ternyata sang pramugari menawarkan minuman pagi. Segera kuminta teh panas, sekaligus aku memesan kopi susu satu gelas besar. Tak berapa lama, pesananku tiba, dan aku tersenyum padanya sebagai tanda terima kasih bahwa dia telah mengantarkan pesananku dengan cepat. Ia pun tersenyum ramah namun penuh arti kepadaku. Sempat kulirik name tag-nya, ternyata namanya Risma.<br /><br />Sambil menikmati kopi susu panas, aku mengobrol sebentar dengan penumpang sebangku, sekedar membunuh waktu. Karena benar-benar kurang tidur, maka aku pun tertidur kembali. Nyenyak sekali rasanya tidurku, sebab aku terbangun pukul 08.30, dan tepat pada saat itu, Risma dan rekannya ternyata sedang membagikan sarapan pagi.<br /><br />Ah.., manis benar anak ini. Kulitnya kuning langsat, tampaknya dia rajin lulur, semampai, dadanya kutaksir berukutan 36B. Dan pantatnya, terbuai aku melihatnya. Apalagi saat itu dia mengenakan rok mini ketat seragam setinggi 15 cm di atas lutut, membuatku bebas menikmati pahanya yang selicin lilin. Hatiku berdebar, darah kelelakianku terasa mengalir, adrenalinku terpacu.<br /><br />Kemusdian sampailah dia ke deretan tempat dudukku. Karena stok yang tersedia berada di bawah (dia dan temannya mendorong trolley seperti trolley yang ada di pesawat), maka dia harus berjongkok untuk mengambil nampan yang berisi sarapan pagi. Sengaja kupandangi pahanya yang benar-benar licin terawat sambil berharap aku bisa melihat lebih jauh (aku duduk di pinggir dekat aisle/gang). Tapi ternyata aku hanya bisa melihat sepasang paha yang terkatup rapat. Ah, sialnya.., dan ternyata aku sial dua kali karena dia mengetahui arah pandang mataku. Deg! Aku terkejut dan malu hingga kubuang pandanganku ke arah jendela. Namun demikian aku tak dapat menahan keinginanku untuk melirik ke arahnya lagi. Dan dia melakukannya untuk yang kedua kalinya, berjongkok mengambil nampan, dan.., thank God, kali ini aku bisa mengintip celana dalamnya yang warnanya ungu, serasi benar dengan warna seragamnya. Tiga kali aku melihat pemandangan indah itu yang makin lama ternyata makin lebar dia buka. Kembali, darah kelelakianku bergejolak memberontak, menuntut pelepasan, apalagi ditambah ekstra bonus saat ia menyerahkan nampan kepadaku dengan agak membungkuk hingga tampak dua pasang bukit kembar yang benar-benar.., ah.., aku hanya mampu menelan ludah.<br /><br />Segera kunikmati sarapan pagiku, dan selesai sarapan aku menuju bordes untuk merokok. Cukup lama aku berada di bordes, dua batang Dji Sam Soe aku habiskan. Aku benar-benar pusing akibat pemandangan indah tadi. Sambil merokok aku berkhayal, seandainya aku bisa membelai paha mulus itu, meremas payudaranya yang montok itu, ah.., nikmatnya. Tapi apa boleh buat, aku hanya sebatas berkhayal, karena aku tidak punya keberanian untuk memulai.<br /><br />Makin lama ternyata hasrat ini tak mampu kubendung. Segera kunyalakan Dji Sam Soe yang ketiga. Pada saat yang sama, Risma melintas lagi, entah hendak kemana. Entah setan apa yang mampir di benakku, tahu-tahu aku sudah mencekal tangannya.<br />“Mbak, sorry, tadi waktu ngasih sarapan maksudnya apa, kok pake buka-buka paha?”, tanyaku kasar.<br />“Lho, bukannya Bapak yang memang berniat ngintip saya?”, sergahnya.<br />“Saya tadi melihat Bapak kayaknya berusaha ngintip celana dalam saya, ya sekalian aja saya buka. Memangnya kenapa?”.<br />“Kamu nggak takut kalo aku birahi, Ris?”, kataku.<br />“Soal birahi atau enggak, itu urusan Bapak. Saya ‘kan cuma memperjelas aja, biar Bapak nggak penasaran. Kalo Bapak pengen lebih dari itu, maaf, memangnya saya ini cewek apaan?”, Risma mulai kesal denganku.<br /><br />Tak tahan kuseret dia ke toilet hingga Risma menjerit-jerit minta tolong, tapi suaranya tertelan gemuruhnya roda-roda Argo Muria yang sedang melaju dengan kecepatan penuh. Di dalam toilet, kusingkap rok mininya, dan rupanya ia mengenakan G-String. Pantas saja, aku tidak melihat garis celana dalam di balik rok mininya. Tanpa ampun, kutarik G-Stringnya hingga robek, dan segera kujilat vaginanya dengan rakus. Cukup sulit melakukannya karena selain toilet yang sempit, goncangan kereta, diapun memberontak sambil berusaha mengatupkan pahanya atau menendangku. Tapi aku tidak menyerah. Kepalang basah, sudah berduaan di toilet, kalau nggak tuntas, aku sendiri yang rugi.<br /><br />Aku mulai merasakan ada cairan mengalir dari lubang surgawinya. Setelah kurasa cukup basah, kuhentikan aktivitasku. Kupandangi matanya yang mulai sayu, tanda bahwa ia mulai terangsang juga.<br />“Kamu keberatan kalau aku bertindak lebih dari ini?”.<br />“Maksud Bapak..?”, Risma tak memahami pertanyaanku.<br />“Kontolku udah keras banget, Ris. Dia pengen dituntaskan”, sahutku.<br />“Tolong Pak, jangan.., saya belum pernah begituan.., tolonglah Pak..”, Risma memohon kepadaku.<br />Rupanya ia masih perawan sehingga ia sangat ketakutan kalau aku menyetubuhinya.<br /><br />Aku tak peduli lagi, dan segera kubalikkan badannya sehingga memunggungiku. Kupaksa agar dia membungkuk, dan dengan posisi doggy style, kuterobos memeknya yang sudah sangat basah itu dengan kontolku yang sudah menegang kemerahan.<br />“Aawww.., Paakk.., ssaakiitt..”, Risma menjerit kesakitan akibat keperawanannya kutembus.<br />Aku sendiri merasakan ada sesuatu yang sobek di dalam lubang surganya. Aku tak peduli, dan segera dengan gerakan memutar, kukocok penisku. Risma rupanya sudah mulai bisa menikmati permainanku. Terbukti, ia tak lagi melawan atau menolakku tetapi aku bahkan merasa pinggulnya bergoyang mengimbangi permainan penisku. Tak lupa, kulucuti juga blazer dan kaos dalamnya. Begitupun dengan BH-nya, segera kurenggut paksa karena aku sudah tak sabar ingin meremas payudaranya. Nampak Risma sudah telanjang bulat, dan aku makin bernafsu melihat tubuhnya yang kuning langsat mulus.<br /><br />Sambil kuentot, kuremas payudaranya dan kupilin putingnya seperti aku memilin kapas. Risma bergetar dan menggelinjang menahan nikmat. Secara tiba-tiba kucabut penisku dari memeknya, dan kubalikkan Risma sehingga kami kini berhadap-hadapan. Kuserbu bibirnya yang mungil, perlahan aku turun ke lehernya yang jenjang, dan kuhisap habis putingnya yang berwarna coklat muda. Risma kaget dan menggeram karena ternyata pusat rangsangannya ada di putingnya. Kumainkan bergantian payudara montok itu, kuhisap dan kukulum yang kiri, kuremas yang kanan begitu pula sebaliknya.<br /><br />Puas dengan kedua bukit kembarnya, lidahku turun menyusuri perutnya yang rata, dan mataku terpaku melihat semak belukar yang begitu lebatnya. Tampak sekali belukar itu basah kuyup oleh lendir memeknya yang bukannya merembes tetapi mengalir seperti anak sungai. Ya, Risma ternyata tipe perempuan becek, dimana perempuan seperti inilah yang sangat kusukai. Tak sabar, kukuakkan memeknya hingga tampak percikan darah perawannya di labia mayoranya dan aku sangat terkejut melihat ada tonjolan sebesar kacang merah mencuat menantang. Merah sekali. ternyata itil Risma benar-benar besar. Baru kali ini aku melihat itil perempuan sebesar ini, dan mencuat keluar, tegang seperti penisku yang tegak mengacung.<br /><br />Tanpa membuang waktu segera kujilat dan kukulum itil Risma. Seiring dengan kulumanku, Risma menggelinjang hebat, dan nafasnya semakin memburu. Perlahan tapi pasti lendir memeknya mulai mengalir deras membasahi mulutku. Sambil menahan nikmat, Risma menjambak rambutku dan aku merasakan cairan hangat menyemprot wajahku, rasanya agak-agak asin tapi nikmat sekali. Ternyata karena tidak kuat menahan nikmat Risma sampai terkencing-kencing, walaupun dapat kurasakan kalau dia masih belum mencapai puncaknya. Tak kusia-siakan, kuteguk semua cairan yang keluar dari memeknya habis-habisan. Rupanya akibat perlakuanku di itilnya, Risma makin tak dapat menguasai gejolak birahinya. Iapun memohon agar aku meneruskan kocokan penisku di memeknya, karena ia merasakan lagi kalau seperti mau pipis. Segera aku berdiri, dan sebelah kaki Risma kuangkat dan kusangga dengan tanganku. Dengan posisi ini penisku bisa menstimulasi itilnya lebih maksimal. Risma memeluk tubuhku, dan memejamkan mata seolah menikmati permainan surga ini.<br /><br />“Ris, kamu ngerasa diperkosa nggak?”, tanyaku.<br />“Emmhh.., sshh.., eeng.., ggaakk.., oouuffhh..”, rintihnya.<br />“Kok..?”, aku bertanya lagi sambil mempercepat kocokan penisku di vaginanya.<br />Kurasakan tubuh Risma mulai limbung dan aku yakin dia akan segera mencapai puncaknya. Maka tanganku pun segera meraba itilnya yang ternyata terasa sekali makin mencuat dan keras.<br />“Ssshh.., mmhh.., een.., nnaakk.., ss.., ssee.., kkaa.., llii..”<br />“Ooohh.., tadinya kupikir.., nggak.., se.., enak ini..”<br />Kata-katanya mulai terputus, nafasnya makin memburu dan akhirnya segera kucabut penisku dan aku kembali ke posisi doggy style lagi.<br />“Paakk.., akk.., kkuu.., ppee.., nggeen.., pi.., piiss.., aahh..”<br />Akhirnya Risma menghentak-hentakkan paha dan pinggulnya dengan sangat liar. Mulutnya meracau pertanda ia mendapat kenikmatan yang luar biasa. Ya, Risma telah mencapai puncaknya. Aku pun mulai tak tahan, melihat geliat pinggul dan pantatnya yang putih bak lilin itu hingga akhirnya..<br />“Riiss.., Rriissmmaa.., aku kelluaarr..”, aku mengerang dan kocokanku makin kupercepat.<br />Risma tersentak akibat semprotan spermaku yang langsung menembus rahimnya, namun tidak bisa berbuat banyak, karena aku memeluk dia erat-erat hingga akhirnya kami berdua jatuh karena lemas. Sejenak kami berpelukan dan berciuman lembut, rasanya aku tak ingin melepaskan penisku dari vaginanya. Ya, walaupun sudah muncrat, penisku masih tegang di dalam vaginanya.<br /><br />“Pak.., kalo aku hamil gimana?”, Risma bertanya cemas.<br />“Jangan khawatir, ini alamat dan nomor teleponku”, aku menenangkannya seraya memberikan kartu nama dan nomor teleponku.<br />“Aku akan bertanggung jawab atas benih yang telah aku tanam. Tapi berjanjilah padaku, kamu tidak akan melakukannya dengan orang lain”<br />“Ah.., paling teleponnya palsu..”, Risma mencibir.<br />“OK, kalo nggak percaya kamu boleh coba sekarang ke HP-ku. Dan nanti malam sekitar jam 19.00 ke telepon rumahku. Malam ini kamu nggak kembali ke Semarang kan?”<br />Kamipun berdiri dan saling membersihkan tubuh. Tapi karena G-String Risma robek, akhirnya dengan terpaksa ia keluar dengan tanpa mengenakan celana dalam. Dan aku sangat beruntung mendapat kenang-kenangan celana dalam itu.<br /><br />Dan tepat pada pukul 19.00, Risma meneleponku. Kami berdua bercanda dan Risma mengeluh kalau vaginanya masih terasa perih bercampur pegal. Maklum, diperawani di toilet kereta api. Kami berjanji untuk saling bertemu jika Risma berada di Jakarta atau sebaliknya. Dan Risma berjanji akan menginap di rumahku minggu depan, karena dia bertugas di Argo Muria pada shift malam dan memintaku untuk menjemputnya di stasiun Gambir.<br /><br />TAMAT</div>adminhttp://www.blogger.com/profile/15854628150373432211noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5658668220254956031.post-16881372258936212292009-10-18T21:21:00.000-07:002009-10-18T21:25:15.781-07:00Enaknya Ngentot Masa Muda<div style="text-align: justify;"><span style="font-weight: bold;"><a href="http://blogceritapanas.blogspot.com/">Cerita Panas</a></span> ~ Pada awalnya aku tidak pernah menyangka akan ML untuk pertama kali pada bulan pertamaku tinggal di Bali. Waktu itu aku baru masuk kuliah dan dapat tempat kost di daerah Jimb. Lingkungan kostku juga cukup enak dan tenang, apalagi aku tinggal sendiri di kostku itu.<br /><br />Cuma ada 4 kamar yang terisi pada saat itu. Satu keluarga muda, mungkin baru berumur 30-an, Seorang pria setengah baya, dan 2 wanita muda yang cantik dan seksi, umurnya sekitar 22-27 (mereka tinggal satu kamar) dan aku. Kebetulan mereka berdua tinggal di sebelah kamarku. Sebut saja mereka Evi dan Silvi.<br /><br />Evi yang lebih muda selalu ada di rumah sore hari, jadi aku sering mengobrol dengannya. Seminggu setelah aku tinggal di tempat kost itu barulah mulai petualangan seksku.<br /><br />Siang itu seperti biasa aku pulang kuliah dan tiba di tempat kostku. Tidak sengaja aku melihat ke dalam kamar Evi, Evi sedang tidur siang. Mungkin karena udara di temat kostku cukup panas dia tidak menutup jendela dan hanya mengunakan kaos tipis dan celana pendek, dan saat itu kaosnya sedikit tersingkap dan terlihat payudaranya (Evi tidur tanpa menggunakan bra).<br /><br />Saat itu juga darahku terasa naik dan penisku mengeras. Jujur saja, aku belum pernah melihat pemandangan seindah itu. Tapi saat itu aku cuma bisa mengagumi dengan melihatnya saja. Setelah puas akupun masuk ke kamarku dan mengkhayal bila aku bisa meraba payudara dan paha mulusnya.<br /><br />Sekitar jam 3 sore aku keluar kamar, kulihat Evi sudah bangun dan sedang duduk di depan kamarnya dan memang seperti biasa kost tempatku itu sedang sepi. Masih dengan pakaian yang tadi, akupun keluar dan mengobrol dengan Evi dan sekali lagi aku cuma bisa memandangnya. Kamar kost Evi isinya cukup lengkap, TV, VCD dan bahkan kulkas. Dengan dalih mau nonton TV aku ajak Evi untuk ngobrol di dalam saja.<br /><br />Walaupun ngobrol, mataku sekali-kali melirik ke badannya dan mangagumi tubuhnya. Penisku mengeras melihat itu dan akupun semakin gelisah. Melihat aku gelisah Evi tersenyum.<br /><br />“Kenapa Re?, Gak enak yah duduk dibawah?”, Tanya Evi sambil senyum.<br />“Ah gak kok cuma kesemutan” jawabku sekenanya sambil melirik ke arahnya.<br />“Panas ya udaranya. Lihat, bajuku aja sampe basah sama keringat”, katanya sambil menarik-narik bajunya.<br />“Aku mandi dulu yah, kamu mau ikut gak mandi bareng aku?”, sambil tertawa dan menyubit pinggangku.<br />“Bener nih”, tantangku.<br /><br />Evi cuma tertawa dan berlalu ke kamar mandi. Kamar kost kami masing-masing ada kamar mandinya dan juga ada di belakangku. Entah kenapa tiba-tiba VCD-nya menyala sendiri (ternyata remotenya kedudukan olehku) dan ternyata ada film di VCD-nya, dan itu film porno. Aku tonton film itu dan tanpa sepengetahuanku ternyata Evi sudah selesai mandi dan telah berdiri di belakangku.<br /><br />“Hayo nonton BF ya”, katanya tiba-tiba membuatku kaget.<br /><br />Aku menoleh dan oh god, Evi cuma menggunakan handuk saja. Tingginya yang 165 cm berkulit putih hanya menggunakan handuk sebatas dada dengan payudaranya yabg sedikit terlihat dan bawahnya beberapa centi saja dari lekuk pantatnya yang bulat.<br /><br />“Eh sorry vi, gak sengaja. VCD nya nyala sendiri” kataku sambil mematikan VCD.<br />“Kok dimatiin, abis ini adegannya seru loh..?” katanya sambil duduk di sebelahku dan menyalakan VCD lagi.<br /><br />Penisku yang sudah sejak siang tadi sudah menegang jadi semakin tegang sekarang apalagi noton VCD itu ditemani seorang Evi yang cantik di sebelahku dengan hanya menggunakan handuk.<br /><br />“Tuh kan adegannya seru” katanya. Saat itu di VCD tampak sang bintang wanita sedang merintih karena vaginanya dijilati.<br />“Kalo dijilat gitu rasanya enak gak?” tanyaku.<br />Evi tersenyum saja menjawabnya, “Dah, liat dulu aja”<br /><br />Sekarang aku semakin gelisah dan penisku semakin menegang. Evi tampak menikmati film itu dan nafasnya pun semakin berat mungkin karena gairahya yang mulai timbul sama dengan gairahku yang sudah timbul sejak siang tadi. Pelan-pelan aku mencium aroma wangi dari tubuh Evi yang segar setelah ia mandi. Dan aku pun mencium lehernya. Evi pun melengos.<br /><br />“Kenapa Ren?, Kamu mau cium aku ya?”<br />“Aku dah gak kuat Vi, boleh yah aku cium Vi?”<br />“Kamu dah konak ya dari tadi”, katanya sambil meraba penisku dari luar. Saat itu aku pakai celana pendek Hawaii.<br /><br />Aku diam saja dan terus mencium lehernya. Pelan-pelan tanganku menarik handuknya turun sehingga terlihat payudaranya yang putih dan indah. Putingnya yang agak kecoklatan naik ketika kuraba lembut. Akupun segera melumat bibirnya sambil tanganku meraba payudaranya. Evi pun membalas ciumanku dengan hangatnya.<br /><br />“Hhh”, terdengar desisnya ketika mulutku meluncur turun dan mulai menciumi payudaranya yang kira-kira berukuran 36B.<br /><br />Tanganku pun makin sibuk melepas seluruh handuknya sehingga membuat jariku dapat dengan mudah menyelusup ke liang kewanitaannya.<br /><br />“Ssshhh terus Ren”, desisnya semakin menjadi ketika tanganku mengelus klitorisnya.<br /><br />Mulutku pun sibuk menciumi-kedua bukit kembarnya. Tangan Evi yang semula di samping perlahan naik ke kepalaku dan meremas rambutku. Genggamannya makin kuat seiring gerakan tanganku di vaginanya yang sudah mulai basah. Pelan-pelan mulutku mulai turun menciumi perutnya dan akhirnya sampai di liang kewanitaannya.<br /><br />“Aaahhh Ren, enak Ren” Evi menggelinjang hebat ketika lidahku menyapu habis klitorisnya.<br /><br />Vaginanya yang sudah basah dengan lendirnya semakin basah oleh sapuan lidahku. Tangannya yang sudah bebas bergerak ke penisku dan mengocok penisku.<br /><br />“Enak Vi” erangku menerima kocokan di penisku. Penisku semakin tegang dan mulai basah.<br />“Besar juga punyamu Ren” kata Evi di tengah racauannya.<br /><br />Lidahku pun jadi semakin giat melumat habis klitorisnya. Dan akhirnya kulihat lubang kewanitaannya dan kumasukan lidahku ke dalamnya.<br /><br />“Ren, kamu nakal Ren” racaunya dan badannya pun menggeliat hebat, kocokannya pun pada penisku semakin cepat membuatku terengah-engah.<br /><br />Setelah 15 menit lidahku mengobok-obok vagina dan lubang kewanitaannya, tubuh Evi pun menegang disertai desahan kepuasannya. Evi orgasme dengan menjepit kepalaku di antara kedua paha putih mulusnya. Kocokan pada penisku pun melemah padahal aku sedang merasakan nikmatnya.<br /><br />Celanaku yang masih terpakai aku lepas dan kuarahkan batang kemaluanku ke mulut Evi. Evi pun menarik penisku dan memasukkannya ke dalam mulutnya dan menjilati kepala penisku. Tubuhkupun direbahkannya sambil terus mengulum penisku. Makin lama kuluman Evi bertambah cepat membuatku merasakan nikmat yang belum kurasakannya sebelumnya. Sambil menikmati kuluman Evi, aku melihat ke arahnya. Rambut hitamnya yang lebat menutupi sebagian besar wajahnya. Matanya sesekali terpejam dan melirik nakal ke arahku sambil mengulum penisku dengan cepatnya.<br /><br />Akupun mengubah posisiku dan kembali menciumi bagian kewanitaannya dan melumat habis kllitorisnya lagi. Evi pun mendesah dan makin cepat mengulum penisku sambil sesekali tangannya memainkan buah zakarku. Cukup lama juga posisi 69 itu kulakukan sebab kenikmatan sama-sama kami rasakan. Hingga akhirnya Evi mengalami orgasme yang kedua kalinya dengan desahan puas yang cukup panjang dan melepas kulumannya.<br /><br />“Ren, Masukin penismu dong Ren, jangan buat aku tersiksa” racau Evi di antara desahannya.<br /><br />Akupun mengatur posisiku. Evi yang masih tidur telentang dengan kaki menekuk membuka pahanya sehingga aku dapat melihat vagina indahnya. Kuarahkan batang kemaluanku yang sudah membesar dan menegang ke lubang kewanitaannya. Pelan-pelan kumasukkan kepala penisku, kulihat Evi menggigit bibirnya ketika penisku masuk ke dalam vaginanya yang sempit. Akupun merasakan kenikmatan yang baru kali itu kurasakan ketika seluruh batang kemaluanku tertanam di lubang kemaluannya, terjepit dan seperti dipijat.<br /><br />Akupun mengerakkan pantatku maju mundur sambil kulihat Evi memejamkan mata dan mendesah. Tak lama Evi pun mengimbagi gerakanku dengan sesekali menggoyangkan pinggulnya.<br /><br />“Lebih cepat sedikit Ren, ahhh, enak sekali”.<br /><br />Akupun mempercepat gerakanku. Evi pun melenguh dan mendesah, dan pinggulnya pun makin cepat bergerak.<br /><br />“Terus Ren”, katanya.<br /><br />Desahannya membuatku semakin bernafsu dan akupun mencium bibirnya, lehernya dan belakang telingnya. Desahan dan nafasnya semakin tak beraturan.<br /><br />“Terus Ren, aku sebentar lagi sampai”.<br /><br />Akupun mempercepat gerakanku dan tak lama Kaki Evi yang melingkar di pinggangku menguat begitu juga pelukannya. Evi telah orgasme lagi. Lenguhannya yang panjang membuatku semakin terangsang. Tetapi Evi mendorong tubuhku karena badannya cukup lelah.<br /><br />“Kamu masih belum keluar ya Ren? Tanya Evi.<br /><br />Dia pun menarik penisku sambil dan kembali mengulumnya. Kulumannya kali ini pun cukup lama sambil tanganku memainkan klitorisnya. Setelah agak lama, Evi pun mengatur posisinya dan memeragakan gaya woman on top. Dia duduk di atas perutku sambil menggoyangkan pinggulnya dan sesekali memutarnya. Akupun mencoba bangkit karena aku tak tahan melihat payudaranya yang putih. Aku ingin sekali mencium dan melumat payudara putih dan kenyalnya.<br /><br />Kucium payudaranya dan perlahan naik ke lehernya dan belakang telinganya. Aku suka sekali mencium belakang telinganya karena Evi selalu mendesah hebat kalau dibegitukan. Seiring dengan desahan dan gerakan tubuhnya yang semakin cepat akupun merasa aku akan mencapai puncak kenikmatanku. Desahan dan gerakannya makin cepat, akhirnya melemah diiringi desahannya yang panjang.<br /><br />Akupun mencapai puncak kenikmatanku saat itu. Sambil mendesah Evi pun membaringkan tubuhnya ke kasur dengan posisi penisku masih ada di dalamnya. Akupun perlahan mencabut batang kemaluaku yang telah basah oleh cairannya dan cairanku sendiri. Kucium lagi bibirnya sambil kuucapkan terima kasih padanya.<br /><br />“Makasih ya Vi, Ini pengalaman pertamaku, tapi aku puas dengan dirimu”.<br />“Aku juga puas dengan kamu Ren. Kamu hebat Ren”.<br />“Aku juga Vi”, kataku sambil mencium bibirnya lagi.<br /><br />Aku pun berdiri dan mengenakan bajuku lagi. Evi pun memperhatikan penisku ketika aku mengenakan baju. Dia duduk dan kembali mengulum penisku. Tapi itu tidak berlangsung lama padahal penisku sudah siap dan tegang lagi.<br /><br />“Di simpan buat lain kali aja ya Ren”, katanya ketika nafasku mulai kembali tidak beraturan.<br />Aku hanya tersenyum, “Masih ada lain kali ya Vi”.<br /><br />Evi hanya tertawa dan kembali ke kamar mandi. Ternyata ‘lain kali’ itu adalah keesokan harinya dan berlanjut terus setiap kali ada kesempatan.<br /><br />TAMAT</div>adminhttp://www.blogger.com/profile/15854628150373432211noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5658668220254956031.post-67092129265793500662009-10-15T17:36:00.000-07:002009-10-15T17:38:04.537-07:00Pemuas Nafsu Atasan Yang Gila Seks<div style="text-align: justify;"><a style="font-weight: bold;" href="http://blogceritapanas.blogspot.com/">Cerita Panas</a> ~ Aku cepat-cepat memakai celana dan merapikan bajuku, ketika kudengar ketukan di pintu. Demikian pula Sheila. Dia merapikan rambut dan bajunya. Awalnya blus yang dipakai sudah terbuka seluruh kancingnya, sehingga dadanya yang putih dan indah itu terlihat. Sheila lalu duduk di meja kerjanya dan menyuruhku membukakan pintu.<br /><br />Agaknya Rosita yang datang dengan map ditangan. Dia melihatku dengan pandangan aneh. Entah apa yang dipikirkannya. Aku melihat jam ditangan hampir pukul 14.30. Waktu makan siang sudah habis. Pantas saja Rosita, sekretaris Sheila, sudah kembali mengerjakan tugasnya.<br /><br />Sheila tengah membaca proposal yang dibawa Rosita, sementara aku hanya diam saja di sofa ruangan Sheila. “Mungkin cukup untuk siang ini, Wim. Lakukan tugas yang kuberikan tadi dengan baik”, kata Sheila memecah kesunyian di antara kami.<br /><br />Aku hanya mengangguk, lalu keluar dari ruangan itu. Sheila adalah bosku langsung. Usianya 34 tahun. Tetapi dia belum menikah. Padahal, menurutku, dia sudah memiliki segalanya. Rumah, mobil dan penghasilan besar. Entah kurang apalagi dia, sehingga sampai sekarang masih melajang.<br /><br />Antara aku dengan Sheila bukan hanya sebatas hubungan atasan bawahan lagi, melainkan lebih dari itu. Sebab, Sheila selalu menuntut aktivitas seksual, jika kami hanya berduaan. Padahal aku sendiri sudah menikah. Wina, istriku, termasuk tipe wanita yang setia. Dia memang bukan wanita karier. Namun dia mencoba mengerti pekerjaanku. Kami sudah menikah tiga tahun, dan belum juga dikaruniai anak.<br /><br />Sebenarnya aku tak pernah punya niat untuk berselingkuh. Di dalam hatiku juga tidak ada niatan untuk menggantikan Wina dengan wanita lain. Tetapi godaan dari Sheila sungguh membuatku tak mampu untuk menolak. Kecantikan Sheila sebenarnya bukan hal utama yang menarik lelaki, termasuk diriku. Tetapi justru dengan wajahnya yang biasa-biasa saja, dia berkesan sensual dengan kulit putih dan tubuh ramping tanpa lemak. Ditambah lagi dengan kegesitan dan kedinamisan geraknya, membuat laki-laki banyak mengaguminya.<br /><br />Di kantorku saja, beberapa manajer dan direktur tertarik padanya. Tetapi anehnya, dia tetap dingin menanggapinya. Entah apa sebabnya dia justru memilihku untuk melayaninya di tempat tidur. Pada awal mulanya aku selalu hormat padanya. Lebih-lebih karena aku termasuk pegawai baru di kantor ini. Itu sebabnya aku berusaha menunjukkan kesungguhanku dalam bekerja.<br /><br />Pada suatu siang aku dipanggil keruangannya. “Wim, perusahaan mengirimku untuk menemui klien di Bandung. Aku ingin kamu ikut agar suatu saat kalau aku berhalangan datang kamu bisa menggantikan tugasku”, katanya.<br /><br />Aku senang sekali mendengar hal itu. Berarti Sheila percaya kepadaku. Aku mengabarkan hal ini kepada Wina. Dia sama sekali tidak curiga, meskipun aku bilang hendak menginap di hotel bersama bos wanitaku. “Aku percaya kepadamu. Ini juga demi kemajuan kariermu”, katanya memberi semangat.<br /><br />Kami berangkat dengan kereta. Sepanjang perjalanan, kami banyak mengobrol tentang hal-hal pribadi. Termasuk perkawinanku dan harapanku. Tetapi aku susah sekali mengorek tentang pribadinya, karena ia hanya tertawa saja ketika kutanya mengenai pria idamannya.<br /><br />Pukul 22.00, kami tiba di salah satu hotel berbintang di Bandung. Agaknya perusahaan kami hanya menyediakan sebuah kamar untuk Sheila. “Tidak mengapa Win, kita bisa menggunakan bed ekstra untuk kamu. Hitung-hitung pengiritan”, katanya membaca kebingunganku.<br /><br />Sebenarnya aku canggung sekali harus tidur sekamar dengan wanita lain. Lebih-lebih wanita itu adalah bosku. Namun aku tidak kuasa menolak perintahnya. Lagipula aku tidak punya uang untuk itu. Kulihat Sheila tidak canggung berada sekamar denganku. Dia malah seenaknya membuka blazer, dan hanya menggunakan kamisol dan celana pendek, lalu masuk ke kamar mandi Aku hanya duduk terdiam saja. Rasa sungkanku ternyata lebih banyak mempengaruhiku, sehingga aku tidak bisa bersantai.<br /><br />Tak lama kemudian Sheila keluar dengan hanya menggunakan mantel handuk, rambutnya yang sebahu basah.<br />“Wim, kamu gak mau mandi?, sekalian kamu mandi kan saya bisa bertukar pakaian”, katanya.<br />“Baik Bu, saya juga mau mandi sekarang ini”, kataku.<br />“Kalau tidak sedang di kantor, atau menemui klien, kamu panggil aku dengan Sheila aja, Bukankah usia kamu lebih tua ketimbang saya?”.<br />“Baiklah, Sheila”, jawabku sambil segera masuk ke kamar mandi. Saat mandi aku kembali membayangkan istriku yang ada di rumah, kelembutannya, tak terasa aku seperti dekat dengannya, ada letupan-letupan kecil dari gariahku yang membuat alat kelaki-lakianku menggeliat-geliat dan mengeras. Dan aku memain-mainkan beberapa saat lamanya dengan menggunakan sabun seperti biasanya.<br /><br />Ketika aku membuka pintu kamar mandi dan keluar, aku melihat Sheila masih sedang mengeringkan rambut dengan menggunakan hair-dryernya. Tetapi Sheila sudah mengenakan gaun tidur putih yang amat tipis. Saking tipisnya sehingga aku bisa melihat bahwa tidak ada pelindung yang menutupi keindahan payudaranya, hanya terlihat Sheila menggunakan CD warna putih saja.<br /><br />Sinar lampu kamar yang remang-remang ditambah dengan lampu dari meja rias membuat baju tipisnya menerawang. Sebagai lelaki normal aku menelan ludah melihat pemandangan ini. Aku bisa melihat lekuk-lekuk tubuhnya yang indah. Pinggangnya yang ramping membuatku berdecak kagum dalam hati. Tetapi aku tidak berani memandangnya dengan lama-lama.<br />“Wim, Saya sudah menelepon ke bagian house keeping, ternyata Ekstra Bed sudah habis”, katanya.<br />“Ah tidak kenapa-napa kog Sheila, Saya bisa tidur di bangku saja”, jawabku.<br />“Jangan Wim, malam ini kamu harus beristirahat penuh, sebab besok kamu harus menjalankan tugas pertama kamu dengan sebaik-baiknya, sayapun tidak keberatan kamu tidur di ranjang” jawab Sheila sambil mematikan lampu ruangan, dan kami pun berusaha tidur.<br /><br />Satu jam telah berlalu, namun mataku tidak bisa terpejam. Kulihat Sheila sepertinya sudah tidur. Akupun berusaha memejamkan mataku supaya bisa cepat tidur. Tiba-tiba aku merasakan adanya dekapan halus di dadaku. Aku mengintip dari sebelah mataku, ternyata sheila masih tertidur mungkin aku dianggapnya sebagai guling. Aku tidak berani membangunkannya, kudiamkan saja dan aku kembali berusaha tidur. Kira-kira beberapa menit kemudian kurasakan tangan Sheila berpindah tempat dari dadaku tiba-tiba berpindah menempel di atas celanaku, tepatnya di atas kemaluanku.<br /><br />Akupun tetap membiarkannya, dan tetap berusaha untuk tidur, tapi tetap aja gagal. Adanya tangan lembut menempel di atas penisku, membuat jantungku berdegup kencang. Tanpa bisa kukendalikan lagi, darah-darah di dalam pembuluh tubuhku bergerak dengan cepatnya kearah kemaluanku. Dan kurasakan aku tidak mampu lagi menahan aliran tersebut, hingga kurasakan kemaluanku mulai mengeras secara perlahan-lahan sampai akhirnya menegang dan sangat keras, sedangkan tangan Sheila tetap saja bertengger di atas kemaluanku.<br /><br />Tiba-tiba aku merasakan adanya gerakan halus yang datangnya dari jari-jari Sheila, seperti gerakan mengelus-elus kecil ke seluruh batang penisku. Aku tetap diam saja tidak berani memberikan reaksi, namun tetap aku merasakan seluruh elusan-elusan tangannya yang lembut, membuat penisku kini menjadi ereksi dengan sempurna. Dan aku sangat menyesalkan ketika tiba-tiba tangan Sheila berpindah tempat menuju ke perutku. Ah kenapa harus berpindah tempat, pikirku dengan kesal.<br /><br />Namun kekesalanku tampaknya tidak berlangsung lama, karena aku merasakan perlahan-lahan tangan Sheila kembali turun ke arah bawah, namun sampai di perbatasan celanaku tangan Sheila kembali diam. Ah Sheila jangan menyiksaku seperti ini doaku memohon. Seperti bisa membaca seluruh pikiranku, tangan Sheila kembali mulai bergerak-gerak kecil, dan astaga! kini tangan Sheila tidak bergerak di atas celanaku, tetapi secara perlahan tetapi pasti tangannya masuk ke dalam celanaku dan mencengkeram dengan lembut batang penisku yang sangat ‘tegang’. Dan beberapa saat kurasakan tangannya bergerak turun naik, batang kemaluanku dikocok-kocok dengan lambut, napasku sudah tidak beraturan lagi, dan tiba-tiba wajah Sheila mendekat ke wajahku.<br /><br />“Wim, kamu belum tidur kan?” tanyanya lembut. Aku membuka mataku dan kulihat Sheila sudah dekat sekali dengan wajahku.<br />“Belum Sheila”, jawabku.<br />“Ehm.., Wim, maukah kamu menggangap aku sekarang ini sebagai istrimu, aku membutuhkan kasih sayang dan kehangatanmu malam ini”, pintanya. Seperti terhipnotis saja aku mengangguk kecil setelah menyaksikan dadanya yang putih mulus dan masih kencang tidak tertutup karena belahan baju tidurnya yang rendah.<br /><br />Begitu mendapatkan signal setuju dariku, Sheila tanpa sungkan-sungkan lagi kini mencumbuku dengan panasnya, Ciumannya yang dahsyat membuatku mengikuti seluruh kegairahan yang tertumpah dari Sheila. Dalam gairah yang menggebu-gebu tanpa terasa pakaian yang kami gunakan satu persatu terlepas dan akhirnya kami bergelut tanpa menggunakan apa-apa lagi. Sheila memang luar biasa, aku hanya bisa menahan napas ketika Sheila memain-mainkan lidahnya dan mengulum seluruh batang penisku dengan lincahnya. Dan akupun membalas dengan hebatnya dengan merangsang seluruh bagian-bagian payudaranya apalagi ketika aku melumat habis clitoris yang terdapat di vaginanya, tampak tubuh Sheila menggelinjang-gelinjang tak kuasa menahan nikmat. Malam itu kami lalui berdua dengan penuh kepuasan.<br /><br />Pagi harinya aku baru sadar dan bahkan setengah tidak percaya mengingat kejadian tadi malam yang begitu mengesankan. Aku masih melihat Sheila tertidur pulas tanpa busana di sampingku. Aku baru saja hendak bangun, ketika Sheila menggeliat bangun dan tersenyum kepadaku.<br />“Kamu hebat, Wim. Aku sampai kewalahan loh”, katanya. Kemudian dia naik ke atas perutku, lantas mendekatkan kepalanya ke wajahku. Dalam keadaan itu, dua benda lembut menyentuh dadaku. Agaknya dia ingin membuatku terangsang. Dan, kami berdua seperti lupa diri lagi.<br /><br />Sejak itu hubunganku dengan Sheila berubah. Kami sering melakukan hubungan seksual, pada waktu senggang di kantor. Ini memang sangat memungkinkan pada waktu jam makan siang. Agar tidak mencolok, kami berangkat dengan kendaraan masing-masing. Kemudian bertemu di tempat yang telah ditentukan. Menjelang sore kami kembali ke kantor, dengan kendaraan masing-masing.<br /><br />Sudah hampir enam bulan ini aku melayani gairah Sheila di ranjang. Selama ini hampir setiap hari aku harus mencumbunya agar hasrat seksnya terpuaskan. Aku juga tak tahu, apa yang membuatku begitu mudah berpaling kepadanya. Sebenarnya aku tak sepenuhnya melupakan Wina, Sheila hanya menuntut pelayananku pada jam kamtor saja. Pada malam hari dia tak pernah menghubungiku. Apa sebenarnya yang dinginkan Sheila?<br /><br />Dia sepertinya tidak menginginkan hubungan yang serius denganku. Keinginannya bertemu denganku hanya karena dia tidak mampu menahan hasrat seksualnya. Dia tak pernah menanyakan, bagaimana hubunganku dengan Wina. Terus-terang, kadang-kadang aku merasa kredibilitas pekerjaanku tidak terlepas dari pengaruhnya sebagai atasan.<br /><br />Kadang-kadang aku berniat untuk menolak ajakannya bermain seks. Namun, aku takut karierku akan macet total lantaran tidak mengikuti keinginannya. Selama ini aku merasakan karierku mengalami sedikit kemajuan, setelah aku selalu mengikuti seluruh perintah-perintah ‘lainnya’. Sheila banyak membuka order buatku sehingga penghasilanku dapat bertambah.<br /><br />Sekarang kami sudah jarang berkencan di hotel. Tetapi itu bukan berarti aktivitasku melayaninya juga berhenti. Tempat kencan kami berpindah ke ruang kerjanya. Ketika jam makan siang, Sheila memanggilku di ruangannya, Dari gerak-geriknya, aku tahu pasti dia meminta ‘jatahnya’ siang ini.<br />“Aku lapar Sheila, Aku ingin makan siang dulu”, elakku.<br />Tetapi Sheila justru tersenyum, “Nih aku telah menyiapkan makanan untukmu” katanya sambil menyodorkan sepiring nasi siap saji.<br /><br />Rupanya dia menyiapkan segalanya. Aku tidak punya alasan lagi untuk menghindarinya. Dengan lambat kuhabiskan makan siangku karena aku tahu aku akan membutuhkan tenaga yang banyak untuk melayani Sheila. Dan begitu makan siangku selesai, Sheila tidak mau membuang waktunya. Aku duduk di sofa hitam, sementar Sheila duduk di atas pangkuanku. Wajahnya dihadapkan persis di wajahku, lantas dia mulai menciumiku.<br /><br />Sheila membuka kancing bajuku satu persatu, sembari terus mencumbuiku. Sampai pada kancing terakhir, tangannya dengan lincah bergerak ke celanaku. Dan cerita selanjutnya akan panjang kalau diceritakan, yang jelas aku dan penisku berusaha setengah mati supaya tidak ‘kalah’ selagi tangan-tangan Sheila mengocok-ngocok penisku dengan bernafsunya.<br /><br />Tingkah Sheila tidak hanya berhenti di situ saja. Dengan gaya erotis dia mulai membuka bajunya satu persatu sampai tak tersisa sehelai benangpun. Kemudian membaringkan tubuhnya yang telanjang itu dikarpet dan menarik tanganku untuk mendekat. Melihat tubuhnya dalam posisi ini membuat darah kelaki-lakianku menggelekak. Sejurus kemudian aku sudah menindih tubuhnya dan melakukan ‘tugas siangku’ sampai dia mengerang karena klimaks yang dirasakan.<br /><br />Karena kemampuanku memberikan klimaks kepada Sheila di dalam setiap memenuhi hasrat seksualnya itulah, maka hampir setiap hari Sheila memintaku untuk datang ke ruangan kerjanya untuk ‘melaksanakan tugas’. Harus kuakui akupun mendapatkan pengalaman bercinta yang hebat, setelah mengenal Sheila.<br /><br />TAMAT</div>adminhttp://www.blogger.com/profile/15854628150373432211noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5658668220254956031.post-29041711947935313962009-10-15T17:31:00.000-07:002009-10-15T17:36:03.430-07:00Perawan Itu Jatuh Dalam Pelukanku<div style="text-align: justify;"><a href="http://blogceritapanas.blogspot.com/">Cerita Panas</a> ~ Namaku Indra, seorang mahasiswa dari jogja umurku sekarang 21 tahun. Kisah ini adalah kisah nyataku yang aku alami bersama dengan anak tetanggaku sekitar 1 tahun yang lalu. Waktu itu aku masih kuliah dan Ayu, sebut saja begitu, umurnya masih sekitar 18 tahun dan baru saja lulus dari SMU.<br /><br />Ayu orangnya supel dan mudah bergaul dengan siapa saja. Maka dari itu semua orang dilingkungan tempat tinggalku kenal dengan dia. Selain itu juga Ayu aktif dalam berbagai kegiatan dilingkungan kami seperti halnya karang taruna dan dia selalu terpilih menjadi ketua panitia dalam setiap kegiatan dilingkungan kami. Sifatnya yang energik itulah yang disukai siapapun. Satu lagi sifat yang sulit dipisahkan darinya yaitu, dia seorang gadis tomboy, walaupun dia sering marah jika disebut begitu.<br /><br />Sikap Ayu padaku sudah seperti adikku sendiri. Dia seringkali main ke rumahku untuk sekedar bercengkerama dengan keluarga kami. Dan juga pada tetangga yang lain dia juga begitu. Karena begitu akrabnya denganku sehingga dia sering keluar masuk kamarku untuk sekedar membangunkanku dari tidur mengajakku bercanda atau kadang-kadang dia juga tak segan untuk curhat denganku.<br /><br />Kebiasaan itulah yang selalu dilakukannya hingga pada suatu saat aku lupa mematikan komputer yang ada di kamarku setelah aku mengerjakan paper untuk mata kuliah Ilmu Sosial Dasar semalam suntuk. Karena kelelahan aku tertidur dimuka komputer dan aku tinggalkan komputerku dalam keadaan menyala. Sebagai anak muda menyimpan gambar-gambar porno dari disket ke disket atau bertukar VCD porno adalah hal yang wajar diantara aku dan teman-temanku. Rasa khawatirku muncul dan aku bergegas bangun.<br /><br />“.. Mas, koq komputernya enggak dimatiin sih..?” tanya Ayu sambil menggeser-geser mouse.<br /><br />Untung saja ia hanya main game solitaire. Aku banting lagi tubuhku yang masih setengah nyawa ke kasur busa yang ada dilantai.<br /><br />“.. Iya.. Semalem.. Abis ngerjain tugas.. Aku ketiduran, Yu..” kataku sambil bermalas-malasan dikasur.<br />“.. Iya.. sudah sana mandi..! Mana bau ih.. sudah sana..!” bentak Ayu sambil bercanda menirukan gaya Ibuku yang biasa membangunkanku dengan kata-kata itu.<br />“.. Hoahh..!!” aku menguap sambil menggeliat mengumpulkan nyawa.<br />“.. Idih.. Baunya kemana-mana.. sudah sana mandi.. mau mandi enggak.. Hah?!” kata Ayu sambil merapat padaku dan memukul guling ke mukaku..<br />“.. Aduh.. Duh.. Aduh.. He.. He.. He.. Aduh..!!” aku pura-pura sakit sambil tertawa terkekeh.<br />“.. sudah.. Sana.. Mandi.. Sana!!” bentak Ayu sambil terus memukul-mukul dengan bantal ke mukaku<br /><br />Tak tahan diserang bertubi-tubi aku akhirnya menyerah dan bergegas ke kamar mandi sambil mengambil handuk dan pakaianku. Hari itu hari sabtu jadi aku tak perlu tergesa-gesa karena hari itu hari libur. Ada yang aneh karena Ayah dan Ibuku yang biasanya ada dirumah kini tidak ada. Setelah itu aku kembali ke kamarku.<br /><br />“.. Yu.. Ibu sama Ayahku kemana..?” tanyaku pada Ayu<br />“.. Lho.. Mas.. Koq.. enggak tahu sih..?” Ayu balas bertanya<br />“.. Nggak.. Ada apa..?” tanyaku lagi..<br />“.. Ibu sama Ayah Mas.. Tadi pagi sudah berangkat ke Bekasi.. Katanya mau lihat anaknya Mas Robi..” cerita Ayu.<br /><br />Mas Robi adalah abangku. Anaknya yang juga adalak keponakanku yang umurnya baru 2 tahun sakit. Ayah dan Ibuku menengok keponakanku yang adalah cucu mereka juga.<br /><br />“.. Oh..” aku baru mengerti.<br />“.. Iya.. Nah tadi Ayah sama Ibu Mas Yanto nitip rumah ke aku..” kata Ayu.<br />“.. Oh..” sahutku.<br />“.. Ah.. Oh.. Ah.. Oh.. Apanya sih..?!” hardik Ayu sambil bercanda.<br />“.. Ah.. Nggak..” kataku sambil memperhatikan Ayu.<br /><br />Wajah Ayu sepertinya biasa-biasa saja. Hanya kulitnya yang putih mulus yang membuatnya terlihat cantik. Rambutnya yang dipotong pendek semakin membuat ia kelihatan tomboy. Tubuhnya sintal dan padat menyiratkan kalau ia seksi. Dalam hatiku ingin sekali menikmati tubuhnya itu yang aku rasa lebih nikmat daripada pelacur kelas kakap sekalipun. Aku atur strategi bagaimana caranya supaya aku bisa menikmati tubuhnya.<br /><br />“.. Kenapa sih, Mas..?!” tanya Ayu yang membuat lamunanku buyar seketika.<br />“.. Akh.. Nggak.. Eh.. Ayu sudah sarapan belom..?” tanyaku mengalihkannya.<br />“.. Kenapa sih.. Mau Ayu buatin yah..?” kata Ayu.<br />“.. Aduh kamu tuh baik sekali sih..” kataku memujinya.<br />“.. Iya dong.. Siapa dulu dong.. Ayu..” katanya membanggakan diri sambil meinggalkan kamarku.<br /><br />Aku buka gambar-gambar porno di folderku. Aku pajang besar-besar untuk memancing Ayu supaya melihatnya. Aku ingin tahu reaksinya. Tak lama kemudian memanggilku.<br /><br />“.. Mas sudah tuh..” katanya.<br /><br />Aku meninggalkan komputerku dalam keadaan gambar terdisplay besar-besar dimonitor. Perkiraanku benar saja. Ayu kembali ke kamarku. Aku sengaja membiarkannya melihat gambar-gambar porno itu karena ingin tahu reaksinya. Sementara itu aku sarapan diruang makan. Setelah itu aku kembali ke kamarku.<br /><br />Tak kusangka dan tak kuduga Ayu ternyata membolak-balik gambar-gambar yang ada difolderku sambil melihat gambar-gambar yang lain. Aku hanya memperhatikannya dimuka pintu tanpa sepengetahuannya. Aku tak bisa melihat wajahnya karena ia membelakangiku entah bagaimana mimik mukanya. Perlahan aku dekati dia berbicara.<br /><br />“.. Ehm.. Lagi ngapain, Yu..?” tanyaku.<br />“.. Ehm.. Nggak.. Eh.. Eh.. Aduh.. Maaf.. Yah, Mas.. Eh.. Ayu nggak sengaja.. Maaf sudah buka-buka foldernya Mas..” kata Ayu. Ku lihat mukanya merah dan berkeringat.<br />“.. Ah.. Nggak pa-pa.. Koq.. Itu juga buat ngilangin stress aja..” kataku dengan ringan.<br />“.. Aduh.. Gimana.. Nih. Maaf yah.. Mas..” kata Ayu memohon maaf padaku. Padahal aku tahu kalau Ayu malu setengah mati.<br />“.. Enggak.. Nggak pa-pa.. Koq..” kataku lagi.<br /><br />Kali ini aku menuntun tangannya yang memegang mouse supaya lebih aktif lagi membuka gambar yang lain. Aku rasakan keringat dingin yang membasahi tangan Ayu.<br /><br />“.. Rileks aja oke..” kataku sambil meniup tengkuk leher Ayu. Teknik ini untuk membangkitkan birahi wanita.<br />“.. Emh.. Mas..” sahut Ayu.<br />“.. Tuh lihat.. Ditunggingin gitu terus ditubles deh pantatnya..” kataku mengomentari gambar doggy style.<br />“.. Ih.. Masak sih.. Mas.. Hiiy.. Jorok.. Ih..!” kata Ayu terkaget-kaget.<br /><br />Tanganku membimbing tangannya yang memegang mouse untuk melihat gambar selanjutnya. Kali ini gambar seorang gadis mengulum-ngulum penis pria yang berukuran besar dan panjang.<br /><br />“.. Kalau yang ini.. Serem.. Ah..” bisikku sambil terus meniup tengkuk lehernya.<br />“.. Ih.. Jijik.. Ih.. sudah ah, Mas.. Liat yang lain aja..” bisik Ayu<br /><br />Tanganku terus membimbing tangannya yang memegang mouse hingga gambar berikutnya. Kali ini gambar vagina yang dijilati oleh pria. Ayu terbelalak.<br /><br />“.. Tuh.. Dijilatin.. Tuh.. Enak kali yah..?!” bisikku ditelinganya.<br />“.. Ih.. Apa nggak jijik tuh, Mas..?!” tanya Ayu terheran-heran.<br />“.. Nggak.. Enak.. Koq.. Liat aja tuh cowoknya ke enakkan gitu..” kataku.<br />“.. Ih..” Ayu masih terlihat jijik.<br />“.. Kalau kamu mau.. Mas mau tuh jilatin..” bisikku sambil menawarkan.<br />“..” Ayu diam saja<br />“.. Gimana, Yu.. Kamu mau nggak.. Enak koq..” rayuku.<br />“.. Engh.. Nggak.. Ah..” kata Ayu.<br />“.. Ih.. Enak.. Enak banget.. Koq, Yu..” rayuku lagi.<br />“.. Mas.. Nggak jijik..?” tanya Ayu.<br />“.. Nggak sayang.. Malah.. Mas yang keenakan..” rayuku lagi.<br />“.. Ih.. Eng..” Ayu masih jijik.<br />“.. Oke deh.. Gimana kalau mulai dengan ini dulu..” kataku sambil mengulum bibirnya dalam-dalam.<br />“.. Emh..” hanya itu suara yang aku dengar dari mulut Ayu.<br /><br />Aku yang berdiri dibelakang Ayu kali ini mengulum bibir Ayu dalam-dalam. Ciumanku aku arahkan ke tengkuk lehernya sambil kujilati tengkuk leher yang putih mulus itu.<br /><br />“. Emh.. Mas.. Ohh..” hanya itu suara dari mulut Ayu membalas seranganku.<br /><br />Ciuman dan jilatanku aku arahkan ke dagu dan leher Ayu terus ke bawah. Tapi kausnya masih menghalangi aksiku.<br /><br />“.. Ayu.. Bajunya, Mas.. Buka yah..?” bisikan rayuanku.<br />“.. Emh..” hanya itu suara yang keluar dari mulut Ayu. Aku tak tahu apakah itu berarti ya atau tidak.<br /><br />Perlahan-lahan aku tarik bajunya Ayu tak memberontak sedikitpun. Aku teruskan menarik kaus itu hingga terlepas. Tak ku sia-siakan kesempatan ini sambil terus membuka BH-nya. Aku tarik kancing BH-nya yang berukuran 36B. Aku lihat tulisan itu pada tanda label pada BH-nya. Kini tubuh Ayu sudah topless dan siap aku gempur bagian atasnya. Perlahan-lahan aku papah Ayu ke kasur yang ada dilantai kamarku. Aku baringkan ia dan aku teruskan aksiku tadi.<br /><br />“.. Ayu.. Mau diterusin enggak nih..” tanyaku. Aku takut nanti ia melapor pada orangtuanya kalau ia diperkosa.<br />“.. Engh.. Mmhh.. Main atas aja yah.. Mas.. Sshtt..” pintanya dalam keadaan horny.<br /><br />Rupanya Ayu sudah beberapa kali main pas foto dengan teman-temannya dulu waktu disekolah. Jadi ia sudah tak heran lagi dengan yang beginian.<br /><br />Kali ini bibirku mengulum dan lidahku menjilati buah dada yang bulat dengan puting susu berwarna coklat kemerahan mengacung ke atas. Aku mengulumnya sambil lidahku memainkan puting susu itu. Tanganku menggerayangi buah pantatnya yang padat berisi. Aku teruskan dengan membuka celana pendek yang dikenakannya. Kali ini Ayu agak bertahan. Dia tidak mau menaikkan pinggulnya supaya celananya mudah diperosotkan. Sementara itu aku melepaskan celana pendek kolorku dan juga kausku hingga aku hanya celana dalam saja.<br /><br />“.. Emh.. Jangan.. Mas.. Sshh..” pinta Ayu dalam desahannya.<br />“.. Gimana.. Mas.. Bisa ngejilatin itunya Ayu..?” tanyaku.<br />“.. Engh.. Jangan.. Mass.. Sshh.. Main atas aja..” pinta Ayu.<br />“.. Nggak koq.. Yu.. Mas Cuma mau liat ama jilatin itunya kamu aja.. Mas nggak akan ngapa-apain deh..” rayuku.<br /><br />Setelah itu Ayu seperti membolehkanku. Terbukti kali ini ia mengangkat sedikit pinggulnya supaya celananya bisa diperosotkan. Aku ambil dua sekaligus celana dalam dan celana luarnya sehingga Ayu langsung telanjang bulat. WOW! Kini tubuh yang selama ini aku idam-idamkan terpampang jelas di depan mata.<br /><br />“.. Ih.. Mas.. Tapi Mas.. Jangan yah..” pintanya supaya aku juga tidak telanjang.<br />“.. Lho.. Kenapa sayang..?” tanyaku.<br />“.. Engh.. Jangan.. Deh..” pintanya lagi sambil kedua tangannya mencoba menutupi bagian paling pribadinya.<br />“.. Kenapa.. Kamu takut..?” tanyaku.<br />“.. Engh.. Cukup deh.. Gini aja.. Ayu takut, Mas..” katanya dibalik nafasnya yang menderu.<br /><br />Aku tahu kalau Ayu masih perawan dan aku juga tak mau merusaknya. Hanya ingin memainkannya saja. Aku perhatikan bentuk tubuh Ayu yang benar-benar indah itu. Buah dada yang bulat dengan puting susu coklat kemerahan mengacung menantangku. Perut yang mulus putih bersih dan kencang. Paling utama bagian dibawah perut yang ditutupi bulu-bulu halus. Dibalik bulu halus itu terdapat bongkahan daging merah dengan celah yang sempit dari situ tersembul seonggok daging kecil seperti kacang merah merekah.<br /><br />“.. Ayu.. Punya kamu indah.. Banget.. Sayang..” kataku sambil mendekati vaginanya dan langsung mengulumnya..<br />“.. Oufh.. Sshhtt.. Engh.. Emh.. Sshtt.. Ough..” Ayu melenguh dan mendesah penuh kenikmatan ketika bibirku mengulum bibir vaginanya.<br />“.. Gimana enak.. Kan sayang..?’ bisikku.<br />“.. Emh.. Sshtt. Ough.. Sshhtt.. Ough.. Sshhtt.. Ough..” suara desahan itulah yang keluar dari mulut Ayu.<br /><br />Aku kulum-kulum kelentitnya sambil sesekali lidahku menerobos celah sempit dibawah kelentitnya. Aku julurkan lidahku dalam-dalam hingga lidahku aku merasakan seperti ada yang menghalanginya. Aku semakin yakin kalau Ayu masih benar-benar perawan. Sementara itu cairan putih bening tak henti-hentinya keluar dari kelentitnya membasahi lidah dan bibirku. Aku jilat dan aku hisap lalu aku telan cairan kenikmatan itu seperti halnya aku kehausan.<br /><br />Cukup lama juga aku menjilati liang vagina itu. Sambil mulutku bermain di liang vaginanya tanganku melepas celana dalamku. Satu-satunya kain penutup tubuhku yang menutupi batang penisku. Tanpa sepengetahuannya aku berhasil melepas celana dalamku. Kini tubuhku dan tubuh Ayu sama-sama polos dan telanjang bulat. Kali ini tinggal Ayu saja yang menentukan apakah boleh atau tidak batang penisku yang sudah panjang dan keras untuk menerobos liang vaginanya.<br /><br />Tak lama kemudian nafas Ayu semakin cepat dan mulutnya meracau seperti ingin menjerit.<br /><br />“.. Auwfh.. Sshtt.. Engh.. Emh.. Augh.. Enaxx.. Mmasshh.. Sshtt.. Ough..” begitu erangnya dan kali ini aku tahu kalau Ayu sedikit lagi akan mencapai orgasme.<br /><br />Disini aku atur siasat. Aku hentikan jilatan dan kulumanku ke liang vagina Ayu hingga Ayu hampir sadar. Wajahnya yang tadi merekah kini perlahan-lahan kembali normal. Ada sedikit kekecewaan diwajah Ayu.<br /><br />“.. Ayu.. Sayang.. Kamu mau.. Kan..?” tanyaku.<br />“.. Mas.. Engh.. Ayo dong..” begitu pinta Ayu ditengah-tengah desahan nafasnya yang tersengal.<br />“.. Iya.. Sayang.. Tapi kamu mau.. Nggak..?” tanyaku lagi.<br />“.. Iya deh.. Mas.. Ayu mau apa aja yang Mas suruh.. Tapi..” aku melihat Ayu seperti mengiba padaku.<br />“.. Oke.. Deh.. Punya.. Mas.. Boleh kan dimasukin..?” tanyaku.<br />“.. Iya.. He.. Eh.. Egh.. Ayo.. Dong..” Ayu meminta padaku.<br />“.. Ayo.. Apa.. Ayo.. Apa.. Sayang..” tanyaku pura-pura.<br />“.. Ayu mau yang tadi..” pinta Ayu.<br />“.. Yang tadi.. Yang mana..?” tanyaku pura-pura.<br />“.. Engh..” Ayu meminta dengan manja sambil menjambak rambutku dan mengarahkan pada liang vaginanya.<br />“.. Yang ini sayang.. Emgh.” aku teruskan lagi jilatanku..<br />“.. Iyah.. Ough.. Emh.. Yesshh.. Ough. Emh.. Sshhtt.. Oufh.. Sshhtt.. Oughh..” begitu desah Ayu menimpali jilatanku hingga Ayu hampir orgasme lagi dan..<br />“.. Ayu.. Mas.. Boleh yah.. Masukin..” tanyaku sambil batang kontolku sudah menunggu dibibir vaginanya.<br />“.. Emggh..” Ayu mendesah sambil matanya terpejam dan siap menerima batang kontolku.<br />“.. Boleh.. Nggak sayang.. Emh..?” tanyaku sambil memainkan <a href="http://blogceritapanas.blogspot.com/search/label/Cerita%20Panas">batang kontol</a>ku dibibir vaginanya .<br /><br />“..” Ayu terdiam namun ia sediki mengangkat pinggulnya dan aku langsung siap mencobloskan batang penisku yang sudah keras dan panjang ini ke liang vaginanya. Namun baru didorong sedikit batang penisku seperti terpeleset begitu terus menerus hingga..<br /><br />“.. Augh.. Sshhtt..” Ayu merintih.<br />“.. Dikit.. Lagi. Yah.. Sayang.. Enaxx.. Koq..” rayuku.<br />“.. Augh.. Pelan-pelan.. Mas.. Aduh.. Sshhakit..” rintih Ayu aku lihat sedikit airmata dimatanya.<br /><br />Aku dorong perlahan-lahan batang penisku hingga<br /><br />“.. SLEB.. SLEB.. BLESS!!” batang penisku berhasil amblas ke liang vagina Ayu.<br /><br />Aku diamkan sesaat batang penisku didalam liang vagina Ayu. Aku biarkan otot-otot vagina Ayu supaya terbiasa dulu dengan batang penisku yang baru saja menerobos liang vaginanya. Batang penis yang selama ini belum pernah menerobos liang vagina Ayu kini merintih.<br /><br />“.. Sshhtt.. Auh.. Sshhtt.. Sakit.. Mas.” aku lihat sedikit airmata dimata Ayu.<br />“.. Iya.. Sayang.. Aku tahu.. Sebentar lagi enak koq.. Yah..” kataku sambil mengulum bibirnya.<br /><br />Setelah itu aku liukkan perlahan-lahan pinggulku untuk memainkan batang penisku didalam liang vagina Ayu. Ayu yang tadi merintih kesakitan kini kembali mendesah penuh kenikmatan.<br /><br />“.. Oufh.. Sshhtt.. Engh.. Emh.. Sshtt.. Ough..” begitu suara desahan Ayu mengiringi liukan dan terjangan batang penisku<br />“.. Ouh.. Yu.. Kamu enaxx.. Banget.. Yu.. Egh..” kataku memuji-mujinya.<br /><br />Posisi tubuh kami aku atur. Kaki Ayu aku lingkarkan dipinggulku dan kedua kakiku terlipat supaya batang penisku benar-benar pada posisi yang enak diliang vagina Ayu. Permainan ini terus berlangsung hingga dua puluh menit kemudian.<br /><br />“.. Ough.. Eghh.. Ough.. Ough.. Egh.. Emh.. Sshhtt.. Ough.. Shhtt.. Ouggh.. Sshtt.. Ough..” mulut Ayu mendesah-desah penuh kenikmatan sambil meracau.<br />“.. Masshhtt.. Augh.. Enaxx.. Banget.. Mmhh.. Sshhtt.. Oughh.. Sshhtt.. Ough.. Shhtt.. Ough..” tangan Ayu memeluk punggungku erat-erat sambil kedua kakinya mencengkram erat-erat pinggangku. Ayu sebentar lagi orgasme.<br />“.. Tenang.. Sayang.. Aku juga bentar lagi.. Koq..” kataku sambil mempercepat liukkan pinggulku dan akhirnya..<br />“.. Augh.. Augh.. Aarghh.. Emh.. Emh.. Ouh..” Ayu mengerang panjang dan diakhiri dengan desahan-desahan lambat. Aku rasakan otot-otot divaginanya berdenyut-denyut seperti menyedot batang penisku. Diperlakukan begitu, batang penisku jadi terasa berdenyut-denyut akan ada yang keluar lalu tak lama kemudian.<br /><br />“.. Oooh.. Ayuu.. Enaxx..” kataku sambil diikuti dengan semburan cairan kenikmatanku menembak dirahimnya.<br /><br />CROT.. CROT.. CROTT..! batang penisku menyemprotkan cairan sperma penuh kenikmatan. Aku merasakan denyutan-denyutan yang dahsyat dibatang penisku. Setelah itu bibir kami berpagutan sambil menikmati sisa-sisa kenikmatan orgasme yang kami rasakan. Perlahan Ayu mengendorkan cengkeramannya dan kembali rileks.<br /><br />“.. Makasih banget yah, Yu.. Kamu mau begini sama aku..” kataku sambil membelai rambutnya.<br />“.. He-eh.. Makasih juga yah, Mas.. Ayu enggak sia-sia kehilangan keperawanan kalau seenak ini..” kata Ayu yang membuatku kaget.<br />“.. Jadi kamu nggak nyesel..?” tanyaku.<br />“.. Nggak.. Eh.. Malah.. Ayu jadi ingin dan ingin terus beginian sama.. Mas..” sahutnya blak-blakan.<br />“.. Eh.. Bagus deh..” kataku sambil menariknya ke pangkuanku dan kami kembali berciuman.<br /><br />Lalu setelah cukup terangsang aku dan Ayu kembali bersenggama dengan berbagai posisi. Hari itu tak kurang dari empat kali kami bersenggama di kamar hingga siangnya kami sama-sama kelelahan lalu tertidur. Sorenya setelah bangun dari tidur kami mandi berdua dan masih melakukannya di kamar mandi.<br /><br />Setelah kejadian itu aku dan Ayu masih melakukannya jika ada kesempatan hingga setahun kemudian. Ayu pindah ke daerah untuk kuliah. Hingga detik ini aku tak tahu bagaimana kabarnya ia sekarang ini.<br /><br />TAMAT</div>adminhttp://www.blogger.com/profile/15854628150373432211noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5658668220254956031.post-81591658779280234452009-10-11T18:58:00.000-07:002009-10-11T19:06:05.558-07:00Tawaran Nikmat Penjual DVD<div style="text-align: justify;"><span style="font-weight: bold;">Cerita Panas</span> ~ Untuk pembaca yang belum membaca ceritaku terdahulu, perkenalkan namaku Wawan. Umurku 23 tahun, dan aku adalah mahasiswa tingkat akhir sebuah PTS di Jakarta. Saat ini aku tinggal menyelesaikan skripsi, tetapi sampai sekarang masih belum selesai-selesai juga. Mungkin karena aku saat ini terlalu fokus pada bisnis wiraswastaku. Hasilnya sangat lumayan sih, jadi membuatku agak mengabaikan skripsiku itu. Tetapi aku berniat untuk mulai mengerjakannya lagi di tengah-tengah kesibukan mengerjakan proyek-proyek bisnisku. Bangga juga bila mempunyai gelar nanti, dan terlebih hal itu bisa membuat orang tuaku senang.<br /><br />Semenjak aku kenal dengan Tante Sonya, aku jadi ketagihan bermain seks. Aku selalu memikirkan hal itu, terutama bila setelah beberapa hari tidak ada penyaluran. Memang aku mempunyai pacar, tetapi dengan Monika pacarku itu, aku hanya bercumbu saja dan tidak sampai berhubungan lebih jauh. Dia memang ingin mempertahankan mahkotanya sampai menikah nanti.<br /><br />Berhubung sekarang aku sudah mempunyai penghasilan, aku bisa menggunakannya sebagian sebagai ‘biaya’ kenakalanku. Kadang aku dan temanku pergi hunting ABG-ABG yang sering nongkrong di mall atau tempat nongkrong lainnya. Aku juga masih sering berhubungan dengan Tante Sonya, dan juga teman-temannya. Memang Tante Sonya ini memperkenalkanku dengan beberapa temannya yang kesepian. Mungkin lain kali aku akan menceritakan pengalamanku dengan mereka, tetapi saat ini aku ingin menceritakan kejadian lain beberapa hari yang lalu.<br /><br />Malam itu aku sedang suntuk di tempat kosku. Aku perlu refreshing setelah mengerjakan salah satu proyek pesanan klienku. Kutelepon Monika untuk kuajak nonton, tetapi ternyata dia bilang bahwa dia sedang sibuk mengerjakan tugas kuliahnya yang sudah mendekati deadline.<br /><br />Akhirnya kuputuskan saja untuk membeli DVD sekalian makanan untuk malam nanti. Di dekat tempat kosku, memang terdapat penjual DVD bajakan. Sudah sering aku beli DVD di tempat itu, malahan aku sudah kenal cukup dekat dengan penjualnya. Kadang saat aku beli DVD, uang kembaliannya aku beri untuk dia. Umurnya sekitar 25 tahunan dan berbodi seksi. Namanya Sinta, dan orangnya memang agak genit. Kalau dilihat sekilas, ada miripnya dengan Della Puspita. Tidak mirip sekali sih, tapi lumayan cantik. Hanya bodinya jauh lebih seksi jika dibandingkan aktris sinetron itu.<br /><br />“Hai.. Mbak. Ada film baru nggak?” tanyaku setelah sampai di tempatnya berjualan.<br />“Ada Wan.. Nih pilih aja sendiri” katanya sambil menyodorkan setumpuk DVD. Kulihat DVD tersebut satu persatu. Ada beberapa yang menarik, seperti ‘The Terminal’-nya Tom Hanks dan ‘Collateral’-nya Tom Cruise.<br />“Mbak, dicoba dulu dong” kataku sambil menyerahkan kedua DVD itu padanya.<br /><br />Mbak Sinta pun kemudian mencoba DVD itu di playernya. Kuperhatikan malam itu dia tampak seksi sekali, dengan T-shirt ketat yang menonjolkan keindahan payudaranya. Tubuhnya tampak padat berisi, dengan rok mini dari bahan jeans yang semakin menambah keseksiannya.<br /><br />“Ya udah deh.. Saya ambil Mbak”<br />“Sedang sendirian nih Wan? Nggak pergi sama pacar?” tanyanya.<br />“Iya Mbak. Sedang suntuk nih, makanya saya beli DVD” sahutku.<br />“Mau yang lebih seru nggak?” tanyanya lagi sambil tersenyum genit.<br />“Boleh.” jawabku.<br /><br />Dia pun lalu mengambil bungkusan plastik hitam dari balik lacinya, dan menyerahkannya padaku. Kulihat isinya, ternyata DVD porno.<br /><br />“Wah.. Kalau beli ini nontonnya nggak bisa sendirian nih” pancingku.<br />“Emang perlu Mbak temenin?” godanya.<br />“Siapa takut.. Bener nih?” tanyaku. Aku senang sekali mendengarnya. Aku merasakan penisku sudah mulai tegang membayangkan nikmatnya tubuh Mbak Sinta.<br />“Tapi nanti ya Wan.. Satu jam lagi aku off. Jemput aja aku nanti”<br /><br />Akhirnya setelah janjian dan membayar DVD yang kuambil, 2 DVD biasa dan satu DVD porno, aku pun pergi dahulu untuk makan malam sambil menunggu Mbak Sinta pulang. Aku pergi ke restoran fast food yang berada tak jauh dari tempat penjualan DVD itu. Tak sabar aku menunggu satu jam lagi..<br /><br />Singkat cerita, Mbak Sinta telah berada dalam mobilku. Aku pun memacu mobil kembali ke tempat kosku.<br /><br />“Ih.. Kok ngebut sih Wan? Udah pengen ya?” godanya genit.<br />“Iya nih Mbak.. Wawan udah pengen diajarin Mbak” sahutku asal.<br />“Ah.. Pasti kau udah pinter kan..” jawabnya sambil menyilangkan kakinya. Paha mulusnya makin menambah gairahku.<br />“Kamu kalau main kuat berapa lama Wan? Jangan cepet lho.. Puasin Mbak dulu ya?” tanyanya lagi genit.<br />“Iya pasti Mbak puas deh..”<br />“Habis tunangan Mbak kalau main cepet banget..” katanya lagi. Pantas jadi genit begini, pikirku.<br /><br />Sesampainya di tempat kosku, aku langsung masuk ke kamarku bersama Mbak Sinta. Memang di tempat kosku ini, kamarku agak terpencil hingga bebas saja membawa siapa pun masuk ke tempat kosku ini.<br /><br />Kunyalakan AC dan TV-ku. Segera kupilih DVD porno yang berjudul ‘Sporty Babes 2′ dan kunyalakan DVD playerku. Aku pun kemudian beranjak menuju ranjang dimana Mbak Sinta telah menunggu. Kami kemudian menikmati tontonan seru itu. Di layar TV tampak seorang gadis bule cantik sedang disetubuhi di tempat permainan bowling. Desahan suara gadis itu begitu menggairahkan. Tampak lawan mainnya sangat menikmati keindahan tubuh gadis itu saat menyetubuhi sambil menghisapi payudaranya.<br /><br />Nafas Mbak Sinta sudah memberat di sebelahku. Tangannya mulai meremasi tanganku. Kupalingkan wajahku menatapnya, dan Mbak Sinta langsung melumat bibirku. Diciuminya aku dengan penuh gairah. Lidahnya mulai menerobos masuk ke dalam rongga mulutku, yang kemudian kuhisap gemas. Tanganku pun mulai meremasi payudaranya yang kenyal dari balik T-shirtnya yang ketat.<br /><br />“Sebentar.. Mbak buka dulu ya” katanya sambil melepaskan T-shirt putih yang dipakainya. Tampaklah payudaranya yang besar dibungkus BH berwarna krem. Puting payudaranya tampak menonjol di balik kain BH-nya itu.<br />“Ayo kamu yang buka BH-nya Wan” ujarnya menggoda.<br /><br />Tanganku langsung membuka kaitan BH di punggungnya. Lalu kuturunkan tali penyangga dari pundaknya, dan terpampanglah payudara Mbak Sinta di depanku. Payudara yang ranum dan besar, dengan putingnya yang menonjol menantang. Kuusap-usap dan kupilin perlahan puting payudara Mbak Sinta yang manis ini, sambil kemudian kuciumi lagi bibirnya.<br /><br />“Ayo Wan, tunggu apa lagi. Isap susu Mbak dong” pintanya. Sambil berkata demikian, tangan Mbak Sinta agak menekan kepalaku ke bawah menuju dadanya. Tanpa menunda waktu lagi kujilati seluruh permukaan payudaranya.<br />“Ohh..” lenguh Mbak Sinta ketika lidahku mengenai putingnya yang telah menonjol keras.<br /><br />Erangannya semakin menjadi ketika kuhisap putingnya sambil sesekali kugigit perlahan. Sementara aku menghisapi payudaranya yang sebelah kiri, tanganku mempermainkan payudara yang sebelahnya. Tangan Mbak Sinta mengusap-usap rambutku sambil terus mengerang nikmat.<br /><br />“Iya Wan.. Bener gitu.. Aduh.. Enak.. Oh..” erang Mbak Sinta sambil meliuk-liukkan badannya. Aku pun semakin bernafsu menghisapi dan menjilati payudaranya yang kenyal itu.<br /><br />Kulirik layar TV, dan di layar terpampang adegan dimana seorang gadis bule berambut pirang sedang dijilati vaginanya di atas sebuah meja billiard. Erangan gadis tersebut dari suara TV bercampur dengan suara lenguhan Mbak Sinta yang sedang kulahap payudaranya.<br /><br />“Ayo Wan.. Mbak ajari seperti itu” ujarnya sambil menarik rambutku dan menunjuk ke layar TV. Kemudian didorongnya pundakku menuju ke arah bawah.<br />“Cepet buka celana Mbak” katanya lagi.<br /><br />Aku pun kemudian mengangkat rok jeans mininya dan tampaklah celana dalam warna krem berenda yang dipakainya. Kubuka celana dalam itu, dan tampaklah liang kewanitaannya dengan rambut yang tercukur rapi. Tangan Mbak Sinta mengelus-elus kemaluannya sendiri, sambil matanya menatapku genit.<br /><br />“Ayo Wan. Mbak pengen ngerasain jilatanmu di sini” katanya lagi sambil tangannya masih sibuk mengusap-usap vaginanya.<br /><br />Kudekatkan kepalaku ke liang kewanitaannya, dan kujulurkan lidahku. Perlahan kujilati vaginanya. Tubuh Mbak Sinta menggelinjang hebat kala itu, sambil mulutnya mengerang dan meracau nikmat.<br /><br />“Ohh.. Wan.. Ya.. Jilati terus Wan.. Enak.. Ohh..”.<br /><br />Sambil melenguh, tangannya menekan kepalaku ke selangkangannya, dan akupun dengan penuh gairah menikmati liang vagina Mbak cantik ini. Erangannya semakin keras dan tubuhnya meliuk-liuk liar ketika aku menghisapi klitorisnya.<br /><br />“Terus Wan.. Oh.. Oh..” sambil mengerang Mbak Sinta meremas-remasi payudaranya sendiri.<br />“Ayo Wan, kamu tidur di sini” katanya sambil bangkit dari ranjang.<br />“Mbak ajari posisi yang lebih enak”<br /><br />Aku pun patuh dan tidur telentang di ranjang. Sementara kulihat sekilas di TV, si gadis bule cantik sedang disetubuhi secara doggy style di atas meja billiard. Erangan suara dari TV menambah erotis suasana di dalam kamarku. Mbak Sinta kemudian naik ke atas wajahku. Diturunkannya tubuhnya, sehingga liang kewanitaannya tepat berada di atas mulutku. Kujulurkan lidah, dan Mbak Sinta kemudian menggoyang-goyangkan pantatnya di atas wajahku. Erangan Mbak Sinta kembali bersaing dengan erangan dari DVD porno di TV.<br /><br />“Oh.. Oh..” erang Mbak Sinta sambil pantatnya terus bergoyang-goyang mencari kepuasan.<br /><br />Kujilat dan kuciumi dengan penuh gairah vagina Mbak manis ini. Tangan Mbak Sinta memegang pinggiran ranjang di atas kepalaku, sementara tubuhnya terus bergoyang mencari kepuasan birahi. Beberapa lama kemudian, goyangan pantat Mbak Sinta semakin menjadi.<br /><br />“Oh.. Wan.. Mbak hampir sampai.. Ohh..” lenguhnya panjang. Tubuhnya menegang, dan saat itu banyak cairan nikmat keluar dari vaginanya. Kuhisap habis cairan kewanitaan itu, dan tak lama Mbak Sinta pun menjatuhkan tubuhnya di sebelahku.<br />“Kamu hebat Wan.. Dengan Mas Joko belum pernah aku orgasme seperti tadi” katanya sambil tangannya mengusap-usap dadaku.<br />“Mbak istirahat sebentar ya” katanya lagi.<br /><br />Sebenarnya nafsuku sudah memuncak, tetapi aku tak mau memaksa Mbak seksi ini untuk melayaniku saat itu juga. Kami pun lalu kembali menonton DVD porno yang masih terpampang di layar TV. Di layar tampak sekarang seorang gadis bule berambut pirang sedang bermain tenis dengan seorang pria. Setelah bermain, mereka beristirahat dan mulai bercumbu. Si gadis bule tersebut lalu membuka celana si pria dan tampak terkejut melihat ukuran penisnya yang besar.<br /><br />“Oh.. my god.. I love it.. So big” desah si gadis sebelum memasukkan penis itu ke dalam mulutnya.<br /><br />Tampak gairah Mbak Sinta kembali bangkit melihat adegan itu.<br /><br />“Punyamu besar begitu nggak Wan?” tanyanya sambil tangannya mulai meraba kemaluanku.<br />“Lumayan deh Mbak. Memang Mbak suka yang besar ya?”<br />“Iya. Semakin besar Mbak semakin suka” jawabnya genit.<br />“Ya udah Mbak lihat aja sendiri” kataku.<br /><br />Mbak Sinta tersenyum dan mulai membuka celana panjangku.<br /><br />“Ih.. Besar juga punyamu Wan. Sampai celananya nggak cukup tuh”<br /><br />Memang karena nafsuku sudah memuncak, kepala penisku tampak mencuat keluar tak tertampung celana dalamku. Mbak Sinta tak sabar membuka celana dalamku. Tangannya kemudian mengocok perlahan senjata kelelakianku itu.<br /><br />“Ih.. Keras banget.. Mbak suka kontol yang kayak gini. Besar dan keras. Pasti cewek kamu puas ya.” katanya lirih.<br /><br />Wajah Mbak Sinta kemudian mendekati selangkanganku. Hembusan nafasnya terasa hangat di kulit kemaluanku ketika dia mengamati penisku dengan pandangan gemas. Rasa nikmat yang luar biasa menjalar tubuhku ketika lidah Mbak Sinta yang cantik ini mulai menari di kepala penisku. Dijilatinya kepala penisku berikut batangnya. Setelah itu dengan rakus dikulumnya batang kemaluanku. Srrpp.. Srpp.. Bunyi itu yang terdengar ketika Mbak Sinta memaju-mundurkan kepalanya menghisapi penisku.<br /><br />“Ahh.. Kontolmu enak Wan.. Mbak suka.. Hmm” desah Mbak Sinta ketika dia menghentikan kulumannya untuk <a href="http://blogceritapanas.blogspot.com/">menjilati batang kemaluanku</a>.<br /><br />Sesaat kemudian, penisku kembali menyesaki mulutnya yang haus kejantanan lelaki itu. Sementara mulutnya menikmati kejantananku, tangan Mbak Sinta mengelus-elus buah zakarku. Aku tak kuasa lagi untuk menahan erangan nikmatku. Tanganku pun meremas-remas rambut Mbak Sinta gemas.<br /><br />Mbak Sinta semakin cepat menghisapi penisku. Kadang mulutnya dimiringkan, sehingga penisku membuat pipinya tampak menggelembung. Tangannya pun semakin cepat mengocok batang kemaluanku. Kemudian dikeluarkannya penisku dari mulutnya, dan kembali dijilatinya seluruh permukaan penisku sambil tangannya mengurut-urut buah zakarku.<br /><br />“Keluarin di mulut Mbak Wan.. Mbak pengen minum spermamu..” katanya dengan nada memerintah.<br /><br />Aku tentu tak menolak perintahnya. Memang aku sudah tidak tahan lagi. Sambil mengerang nikmat, aku pun mengalami ejakulasi. Saat itu, Mbak Sinta malah kembali mengulumi kemaluanku, sehingga spermaku pun masuk ke dalam mulutnya. Mbak Sinta kemudian menjilati kemaluanku sampai bersih.<br /><br />“Enak Wan..?” tanyanya sambil menjilati spermaku di sudut bibirnya.<br />“Enak Mbak..” jawabku lemas.<br /><br />Kami pun lalu kembali beristirahat sambil menonton tayangan DVD. Kali ini dilayar tampak seorang gadis ABG bule berambut coklat sedang belajar memancing. Tak lama gadis itu sudah bercumbu dengan pelatihnya. Si gadis ABG menaiki tubuh lawan mainnya, dan mulai memompa tubuhnya naik turun. Sementara si aktor, seorang lelaki setengah baya, meremasi payudara gadis tersebut yang bergelantungan indah. Adegan persetubuhan lalu dilanjutkan dengan gaya doggy style. Tak lama kami pun kembali terangsang.<br /><br />“Wan.. Mbak pengen seperti itu. Mbak pengen ngerasain ngentotin kontolmu. Pasti lebih enak daripada punyanya Mas Joko” katanya sambil meraba kemaluanku dan mulai menciumi bibirku.<br /><br />Mbak Sinta melepaskan rok mininya yang masih tersisa, lalu menaiki tubuhku dan mengarahkan kemaluanku pada lubang kewanitaannya.<br /><br />“Ohh..” desahnya saat penisku mulai menerobos liang vaginanya.<br /><br />Dia pun mulai memompa kemaluanku naik turun. Terkadang dia pun mengoyang-goyangkan pantatnya ke kiri dan ke kanan. Suara deritan ranjang, erangan Mbak Sinta, serta erangan suara dari DVD memenuhi kamar kosku. Walaupun AC kamar telah dinyalakan, tetap saja tubuh kami berkeringat. Tetesan peluh itu mengalir dari wajah Mbak Sinta membasahi payudaranya. Aku segera membuka T-shirt yang masih aku pakai. Sementara itu, Mbak Sinta terus bergoyang menikmati kejantananku. Tanganku tak ketinggalan meremasi payudaranya yang kenyal. Beberapa menit kami bersetubuh dengan gaya ini.<br /><br />“Ayo Wan.. Sekarang Mbak pengen dientotin dari belakang” katanya sambil bangkit dari tubuhku. Dia kemudian menungging sambil tangannya memegang ujung ranjang. Aku pun segera memasukkan penisku kembali ke dalam vaginanya.<br />“Ohh.. Enak Wan.. Terus Wan.. Ohh.. Yang cepat.. Ohh” desah Mbak Sinta saat kupompa tubuhnya. Tanganku meremasi payudaranya yang bergoyang menggemaskan. Terkadang kuremas pula pantatnya yang bulat padat menantang.<br />“Ayo Wan.. Mbak hampir sampai.. Terus wan.. Oh.. Ohh.. Ohh..”<br /><br />Tubuh Mbak Sinta kembali mengejang, lalu rebah lemas di atas ranjang. Kali ini aku tak mau lagi ‘menggantung’. Kubalikkan badan Mbak Sinta dan kuarahkan penisku kembali ke liang vaginanya yang telah licin oleh cairan orgasmenya. Kugenjot tubuh Mbak yang seksi ini dengan gaya missionary.<br /><br />“Eh.. Eh..” demikian erangan yang keluar dari mulutnya seirama dengan genjotan tubuhku.<br />“Hisapi putingku Mbak” kataku.<br /><br />Mulut Mbak Sinta pun kemudian menghisapi puting dadaku sementara aku menggenjot tubuhnya. Tak lama aku pun tak tahan lagi menahan ejakulasiku yang kedua. Wajah cantik Mbak Sinta ditambah dengan erangannya, serta jepitan vaginanya di kelaminku membuatku mencapai puncak.<br /><br />“Aku sampai Mbak.. Ahh” jeritku tertahan ketika aku menyemburkan spermaku dalam rahimnya.<br /><br />Kami pun terbaring lemas di atas ranjang. Puas sekali rasanya menyetubuhi Mbak Sinta nan ayu ini. Kunyalakan sebatang rokok untuknya dan satu untukku. Kami kemudian mengobrol dan bercanda sambil tiduran di atas ranjang.<br /><br />“Wan.. Anterin aku pulang ya” katanya setelah dia menghabiskan rokoknya.<br />“Lho.. Udah malam Mbak nanggung. Nginep di sini aja”<br />“Wah jangan Wan.. Besok pagi Mas Joko mau jemput aku berangkat kerja. Aku juga nggak bawa pakaian ganti” jawabnya.<br /><br />Akhirnya, aku mengantar dia ke rumahnya. Cuma aku menurunkannya agak sedikit jauh dari rumahnya agar tetangganya tidak curiga. Enak juga nonton DVD bareng Mbak Sinta. Mungkin aku akan semakin sering beli DVD nantinya.<br /><br />TAMAT</div>adminhttp://www.blogger.com/profile/15854628150373432211noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5658668220254956031.post-13821011021873587952009-10-11T18:54:00.000-07:002009-10-11T18:58:27.009-07:00Ngentot dengan Suster Genit<div style="text-align: justify;"><span style="font-weight: bold;">Cerita Panas</span> ~ Aku bernama Tomi, saat ini berumur 27 tahun, dibesarkan di lingkungan yang cukup baik, baik dalam hal norma-norma keagamaan ataupun budaya. Dari kecil sampai SMA aku tidak pernah yang namanya menonton blue film. Pokoknya bisa dikata aku ini anak yang baik dan patuh.<br /><br />Namun semuanya berubah ketika aku mulai kuliah. Aku mulai bergaul dengan teman-teman yang cukup “gaul”. Aku mulai sering ke diskotik, karaoke dan lain halnya yang berhubungan dengan dunia malam. Semua kisahku akan aku ceritakan nanti. Saat ini aku ingin menceritakan suatu kejadian yang cukup unik buatku. Yang sebenarnya adalah khayalan liarku ketika masih SMA. Maklumlah, masa itu adalah masa yang penuh dengan rasa keingintahuan.<br /><br />Suatu ketika aku terkena serangan demam berdarah yang cukup parah hingga mengharuskanku untuk masuk ke rumah sakit. Tadinya aku tidak ingin, sebisa mungkin jangan sampai masuk, namun keadaan kesehatanku sudah parah sehingga orang tuaku waktu itu memasukkanku juga ke rumah sakit. Aku ditempatkan di kamar kelas 2. Pada malam pertama aku di sana, keadaannya sungguh parah. Tanganku diinfus dan aku tidak bisa tidur karena ruangan itu banyak nyamuknya. Setengah mati aku berkeringat di tempat tidur tidak bisa bangun karena infus.<br /><br />Di situ setiap pagi dan sore badanku dilap oleh suster-suster di sana. Ada juga beberapa orang suster cantik yang melap badanku. Namun yang namanya orang sakit, walau diberi rangsangan apapun tetap saja tidak ada reaksi sehingga malam pertama sampai dengan malam ketiga, aku tidak merasakan gairah walaupun dilap badanku oleh salah satu suster cantik itu.<br /><br />Setelah malam pertama lewat dengan derita dikerubuti nyamuk, maka aku minta untuk dipindahkan di ruangan kelas 1. Di situ ruangannya lebih nyaman, dengan adanya AC aku jadi tidak keringatan lagi dan dalam ruangan itu aku hanya berempat dengan pasien yang sepenyakit denganku. Dan yang lebih istimewa lagi, setiap tempat tidur pasien dikelilingi oleh kain kelambu.<br /><br />Selama hari kedua dan ketiga, aku berpikir bahwa tidak mungkin berjumpa dengan suster cantik yang di kamar kelas 2 itu, karena sepengetahuanku mereka berjaga sudah ditentukan tempatnya. Ternyata aku salah.<br /><br />Ketika menjelang pagi hari keempat, datanglah suster cantik yang kumaksud itu. Dia tersenyum kepadaku, demikian juga aku. Saat itulah aku berkenalan dengannya ketika dia kembali melap badanku. Di situ aku tahu bahwa dia bernama Susan dan sudah kurang lebih 1 tahun bekerja sebagai suster di sana.<br /><br />Keadaanku pada hari keempat sudah mulai membaik. Aku sudah tidak demam lagi dan sudah bisa turun ranjang walaupun masih harus membawa-bawa kotak infus. Dalam pikiranku saat itu adalah ingin cepat sembuh dan ingin cepat pulang. Siapa yang tahan berlama-lama di rumah sakit? Makanannya tidak enak dan ruangannya ramai sekali. Namun keinginan ini cepat sekali berubah pada malam harinya. Mengapa? Begini ceritanya..<br /><br />Ketika saatnya dilap pada sore hari keempat, ternyata suster itu datang lagi beserta dengan perawat yang lainnya. Ketika dia melap badanku, aku perhatikan wajahnya dengan seksama sambil terus berbincang-bincang sehingga tanpa sadar, “adikku” yang di bawah telah mengeras sehingga agak menggunung. Begitu aku sadar, aku langsung melihat ke arah suster Susan, ternyata dia sedang memperhatikannya juga dan saat itu dia sedang melap pahaku, pantas saja jadi terangsang begitu. Kulihat dia berlagak cuek namun aku terus perhatikan dia. Ternyata ia benar-benar sedang memperhatikan selangkanganku dan bukannya sekilas saja.<br /><br />“Kenapa suster?” tanyaku berlagak bego.<br />“Ah, ga pa-pa kok..”<br /><br />Hmm.. Gelagapan dia, pikirku. Aku mulai sengaja berpikiran yang jorok-jorok supaya “adikku” cepat bangun, dan ternyata berhasil. ‘Adikku’ makin besar saja sehingga menampakkan gundukan yang besar di celanaku. Kulihat Susan agak memerah mukanya melihat hal itu.<br /><br />“Kenapa suster?”, tanyaku sekali lagi.<br />“Itu.. Anu..”, gelagapan lagi dia.<br />“Suster kenapa?” sambil bertanya, kuraih tangannya lalu kuusapkan di selangkanganku.<br />“Aduh, gak boleh begini.. Jangan sekarang”, katanya.<br />“Lalu..? Nanti malam yah aku tunggu di sini”, jawabku sambil berbisik dekat sekali ke telinganya.<br /><br />Demikianlah awalnya kenapa kemudian suster cantik yang bernama Susan itu datang pada malan harinya ke kamarku. Pada saat itu aku sudah tertidur lelap, maklum lagi sakit, perlu istirahat. Dan sekeliling ranjangku sudah aku tutup dengan kain kelambu putih. Sehingga kedatangan suster Susan agak sedikit mengagetkanku.<br /><br />Waktu itu pukul 1 pagi. Aku tersentak terbangun kaget karena merasa ada yang aneh di sekitar selangkanganku. Ternyata ketika aku sadar, Susan sudah asyik dengan pekerjaan barunya di situ, yaitu menjilati dan mengulum kontolku. Rupanya ini yang membuatku terbangun dan terasa nikmat. Susan mengulum kontolku sambil duduk di kursi di samping kiri ranjang. Kursi itu memang disediakan untuk pengunjung.<br /><br />Sudah tidak dapat dielakkan lagi, malam itu akan terjadi permainan yang nikmat antara aku dan suster Susan. Dengan ranjang yang ditutup dengan kain putih, dengan tanpa suara, kami melakukan persetubuhan itu. Kami melakukannya dengan sangat pelan sekali supaya tidak menimbulkan suara-suara yang mencurigakan. Kami berdua sama-sama mengerti bahwa di sebelah masih ada pasien yang butuh istirahat.<br /><br />Aku pun mengelus-elus kepala Susan dengan kedua tanganku sambil menikmati ciuman dan kuluman mulutnya pada kontolku. Saat itu perasaan yang kuterima sungguh sukar untuk dilukiskan. Betapa nikmatnya permainan oral yang dilakukan oleh Susan. Ia menjilati ujung kontolku dengan lidahnya lalu turun ke batang dan ke buah pelirku. Ia memainkannya dengan lembut dan penuh perasaan. Berkali-kali dia melakukan itu naik turun. Aku hanya bisa menerima sensasi nikmat itu dengan memejamkan mata sambil sekali-kali menggelinjang kegelian.<br /><br />Kemudian ia memasukkan seluruh kontolku ke dalam mulutnya, sungguh rasa yang luar biasa, dengan tiba-tiba kontolku merasakan kehangatan yang berbeda sama sekali bercampur dengan rasa geli. Sungguh permainan yang luar biasa dari Susan. Tapi aku tidak mau kalah dengan dia, tanganku mulai berjalan di sekitar dadanya mencari-cari yang harus dicari yaitu payudara Susan. Begitu terasa, langsung saja aku remas-remas payudaranya dari luar bajunya. Agaknya dia memang sudah tidak tahan lagi sehingga sambil tetap mengulum kontolku, ia membuka baju susternya sendiri yang ternyata di dalamnya sudah tidak memakai alat pelindung dada yang bernama BH.<br /><br />Ciuman Susan langsung berpindah tempat, berjalan ke atas menyusuri seluruh badanku dan membuka bajuku. Dadaku, perutku, putingku, semua dia cium dan jilat tanpa ada yang ketinggalan. Aku memeluk dia erat-erat karena rasa nikmat yang bercampur aduk yang ada dalam diriku. Sampailah akhirnya bibir kami berpadu menjadi satu. Ciuman kami begitu dahsyat dan membara. Lidah kami saling membelit, saling menyedot, sehingga menimbukan suara-suara berdecak kecil.<br /><br />Sambil terus memeluk tubuh Susan, aku menjalankan tanganku ke daerah pantatnya. Aku meremas-remas pantatnya dan menekan-nekannya ke arah selangkanganku dan akhirnya aku membuka rok pakaian kebesaran seorang suster. Ternyata.. Dia juga tidak memakai celana dalam lagi! Langsung saja kontolku bergesekan dengan memeknya namun belum sampai masuk. Namun gesekan itu ternyata memberikan sensasi yang cukup membuat suster Susan terlihat menggelinjang keenakan. Tidak henti-hentinya suster Susan mendongakkan kepalanya dan membuka mulutnya namun tidak sampai menimbulkan suara yang menandakan bahwa ia telah sangat terbenam jauh dalam lautan kenikmatan yang sedang kami arungi.<br /><br />Selama permainan tadi, posisi suster Susan menindih badanku sehingga aku kurang leluasa dalam mempermainkan payudaranya. Akhirnya kemudian aku menyudahi posisi itu dan meminta suster Susan untuk duduk di pinggiran ranjang. Kemudian aku turun dan mengangkat sebelah kaki suster Susan sambil memegang kontolku dan mencoba untuk menancapkan kontolku ke dalam memeknya.<br /><br />Dapat aku lihat ekspresi suster Susan yang sayu dan pasrah menikmati suasana ketika kontolku telah aku tancapkan ke dalam selangkangannya, dan aku kocokkan dengan pelan-pelan. Untung saja ranjang yang aku tempati tidak menimbulkan bunyi berderit ketika kami saling menggoyangkan selangkangan kami. Meski demikian, kami tetap menjaga frekuensi goyangannya agar jangan sampai ketahuan. (Kami tidak mau mengambil resiko tertangkap basah waktu sedang melakukannya, kan?)<br /><br />“Oh.. Tomi.. Damn its good..!” lirih suaranya di telingaku.<br />“Ohh.. Its good.. Baby.. Uhh..” Mendengar lirihan suaranya makin membuatku bertambah nafsu dan terus menggenjot selangkangannya.<br />“Ohh.. Shitt.. Achh..”<br />“Fuck me hard Tom, harder.. Achh”<br /><br />Demikianlah lirih suara suster Susan di telingaku ketika kami sedang asyik menggoyang selangkangan kami dan saling berpelukan. Saat itu kami sudah tiduran lagi, kali ini posisiku di atas posisi suster Susan dan kedua tanganku memegang erat kedua tangannya dengan posisi tangannya di atas kepala. Di situ dapat aku lihat betapa suster Susan melempar kepalanya ke kiri dan kanan dan terkadang mendongakkan kepalanya tanpa menimbulkan suara dari mulutnya. Pemandangan ini sungguh membuat aku tambah bergairah dan terus menggenjot memek suster Susan dengan bersemangat.<br /><br />Aku kemudian menciumi telinganya, dan seluruh mukanya aku jilat dengan lidahku tanpa terkecuali. Sampai akhirnya aku menciumi lehernya dan menggigit serta menjilat lehernya. Tanganku juga masih terus melancarkan serangan gerilya ke daerah dadanya. Dada suster Susan tetap aku remas-remas, dan aku pelintir dengan jari tanganku. Kadang-kadang aku usapkan saja tanganku di atas puting susunya. Hal itu tentunya menambah gairah suster Susan karena kemudian dia memintaku untuk <a href="http://blogceritapanas.blogspot.com/">mengulum puting susu</a>nya.<br /><br />Aku memenuhi permintaan dia dan langsung mencium seluruh dadanya kedua-duanya. Berbagai macam hal aku lakukan pada payudaranya, aku cium, aku usap, aku jilat, aku kulum, bahkan aku gigit kecil. Seluruh payudara suster Susan aku coba masukkan ke dalam mulutku – tidak muat memang – lalu aku sedot dalam-dalam dengan sekuat tenaga sehingga mengakibatkan tubuh suster Susan bergetar dengan dahsyat.<br /><br />Apakah dia sudah mencapai klimaksnya? Belum, ternyata reaksi itu timbul karena suster Susan amat sangat menikmati permainan yang aku berikan tersebut. Sekarang aku akan memasukkan kembali kontolku ke dalam liang memek suster Susan karena tadi sempat keluar akibat aku memainkan payudaranya dengan penuh nafsu.<br /><br />Sensasi yang diberikan ketika kontolku mulai masuk ke dalam memeknya masih tetap sama yaitu sangat nikmat sekali. Langsung saja mulai dari situ aku tancap gas dengan menggoyang pinggulku dengan kecepatan yang tetap dan kadang-kadang aku percepat dan aku perdalam hunjaman kontolku ke dalam memek suster Susan sehingga tidak berapa lama kemudian..<br /><br />“Ahh.. Im cumin!”<br />“Occhh.. Me too..”, rupanya suster Susan juga telah mencapai hasratnya yang terpendam.<br /><br />Akhirnya setelah kurang lebih satu jam, berakhirlah permainan itu dengan keluarnya cairan cinta kami berdua di dalam liang kenikmatan Susan. Badanku terasa lemas tapi lega sekali. Untuk sejenak aku berbaring menindih tubuh Susan. Beberapa menit kemudian aku bangun dan membersihkan tubuh dan memakai baju kembali, demikian juga dengan Susan yang segera memakai baju susternya kembali.<br /><br />Selama hampir seminggu aku beristirahat di rumah sakit itu dengan ditemani oleh suster Susan pada malam harinya. Pada malam terakhir aku di rumah sakit, kami saling bertukar nomor HP karena kami sama-sama menyadari bahwa kami menginginkan hal itu terjadi lagi di lain kesempatan.<br /><br />TAMAT</div>adminhttp://www.blogger.com/profile/15854628150373432211noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5658668220254956031.post-39987460114837531862009-10-07T23:36:00.000-07:002009-10-07T23:41:20.611-07:00Nikmatnya Tubuh Anak Majikan<div style="text-align: justify;"><span style="font-weight: bold;">Cerita Panas</span> ~ Aku bekerja sebagai seorang sopir untuk pengusaha WNI kaya di Surabaya. Namaku Herman, umurku 25 tahun, dan berasal dari Malang. Aku sudah bekerja selama 3 tahun pada juraganku ini, dan aku sedang menabung untuk melanjutkan kuliahku yang terpaksa berhenti karena kurang biaya. Wajahku sih kata orang ganteng, ditambah dengan tubuh atletis dan kekar berkat latihan beban yang sangat aku gemari. Banyak teman SMA-ku yang dulu bilang, seandainya aku anak orang kaya, pasti sudah jadi play boy kelas berat. Memang ada beberapa teman cewekku yang dulu naksir padaku, tetapi tidak aku tanggapi. Mereka bukan tipeku. Entah mengapa, aku paling suka dengan wanita keturunan. Paling tidak tahan aku kalau melihat kulit mereka yang putih mulus, ingin rasanya merasakan kelembutannya.<br /><br />Mungkin memang sudah normal bila seseorang tertarik dengan ras yang lain. Juraganku punya seorang anak tunggal, gadis berumur 17 tahun, kelas 2 SMA favorit di Surabaya. Namanya Inge. Tiap hari aku mengantarnya ke sekolah. Aku kadang hampir tidak tahan melihat tubuh Inge yang seksi sekali. Tingginya kira-kira 170 cm, dan payudaranya besar dan kelihatannya kencang sekali. Ukurannya kira-kira 36C. Ditambah dengan penampilannya dengan rok mini dan baju seragamnya yang tipis, membuatku ingin sekali menyetubuhinya. Setiap kali mengantarnya ke sekolah, ia duduk di bangku depan di sampingku, dan kadang-kadang aku melirik melihat pahanya yang putih mulus dengan bulu-bulu halus atau pada belahan payudaranya yang terlihat dari balik seragam tipisnya itu.<br /><br />Tapi aku selalu ingat, bahwa dia adalah anak juraganku. Bila aku macam-macam bisa dipecatnya aku nanti, dan angan-anganku untuk melanjutkan kuliah bisa berantakan. Siang itu seperti biasa aku jemput dia di sekolahnya. Mobil BMW biru metalik aku parkir di dekat kantin, dan seperti biasa aku menunggu Non-ku di gerbang sekolahnya.<br />Tak lama dia muncul bersama teman-temannya.<br />“Siang, Non.., mari saya bawakan tasnya”.<br />“Eh.., Pak, udah lama nunggu?”, katanya sambil mengulurkan tasnya padaku.<br />“Barusan kok Non..”, jawabku.<br />“Nge.., ini toh supirmu yang kamu bicarain itu. Lumayan ganteng juga sih.., ha.., ha..”, salah satu temannya berkomentar. Aku jadi rikuh dibuatnya.<br />“Hus..”, sahut Non-ku sambil tersenyum. “Jadi malu dia nanti..”.<br />Segera aku bukakan pintu mobil bagi Non-ku, dan temannya ternyata juga ikut dan duduk di kursi belakang.<br />“Kenalin nih Pak, temanku”, Non-ku berkata sambil tersenyum. Aku segera mengulurkan tangan dan berkenalan.<br />“Herman”, kataku sambil merasakan tangan temannya yang lembut.<br />“Mei-Ling”, balasnya sambil menatap dadaku yang bidang dan berbulu.<br />“Pak, antar kita dulu ke rumah Mei-Ling di Darmo Permai”, instruksi Non Inge sambil menyilangkan kakinya sehingga rok mininya tersingkap ke atas memperlihatkan pahanya yang putih mulus.<br />“Baik Non”, jawabku. Tak terasa penisku sudah mengeras menyaksikan pemandangan itu. Ingin rasanya aku menjilati paha itu, dan kemudian mengulum payudaranya yang padat berisi, kemudian menyetubuhinya sampai dia meronta-ronta.., ahh.<br /><br />Tak lama kitapun sampai di rumah Mei-Ling yang sepi. Rupanya orang tuanya sedangke luar kota, dan merekapun segera masuk ke dalam. Tak lama Non Inge ke luar dan menyuruhku ikut masuk.<br />“Saya di luar saja Non”.<br />“Masuk saja Pak.., sambil minum dulu.., baru kita pulang”.<br />Akupun mengikuti perintah Non-ku dan masuk ke dalam rumah. Ternyata mereka berdua sedang menonton VCD di ruang keluarga.<br />“Duduk di sini aja Pak”, kata Mei-Ling menunjuk tempat duduk di sofa di sebelahnya.<br />“Ayo jangan ragu-ragu..”, perintah Non Inge melihat aku agak ragu.<br />“Mulai disetel aja Mei”, Non Inge kemudian mengambil tempat duduk di sebelahku.<br /><br />Tak lama kemudian.., film pun dimulai.., Wowww.., ternyata film porno. Di layar tampak seorang pria negro sedang menyetubuhi dua perempuan bule secara bergantian. Napas Non Inge di sampingku terdengar memberat, kemudian tangannya meremas tanganku. Akupun sudah tidak tahan lagi dengan segala macam cobaan ini. Aku meremas tangannya dan kemudian membelai pahanya. Tak berapa lama kemudian kamipun berciuman. Aku tarik rambutnya, dan kemudian dengan gemas aku cium bibirnya yang mungil itu.<br />“Hmm.. Eh”, Suara itu yang terdengar dari mulutnya, dan tangankupun tak mau diam beralih meremas-remas payudaranya.<br />Kubuka kancing seragamnya satu persatu sehingga tampak bongkahan daging kenyal yang putih mulus punya Non-ku itu. Aku singkap BH-nya ke bawah sehingga tampaklah putingnya yang merah muda dan kelihatan sudah menegang.<br /><br />“Ayo.., hisap Pak.., ahh”. Tak perlu dikomando lagi, langsung aku jilat putingnya, sambil tanganku meremas-remas payudaranya yang sebelah kiri. Aku tidak memperhatikan apa yang dilakukan temannya di sebelah, karena aku sedang berkonsentrasi untuk memuaskan nafsu birahi Non Inge. Setelah puas menikmati payudaranya, akupun berpindah posisi sehingga aku jongkok tepat di depan selangkangannya. Langsung aku singkap rok seragam SMA-nya, dan aku jilat CD-nya yang berwarna pink. Tampak bulu vaginanya yang masih jarang menerawang di balik CD-nya itu.<br /><br />“Ayo, jilatin memekku Pak”, Non Inge mendesah sambil mendorong kepalaku. Langsung aku sibak CD-nya yang berenda itu, dan kujilati kemaluannya.<br />“Ohh.., nikmat sekali..”, erangan demi erangan terdengardari mulut Non-ku yang sedang aku kerjai. Benar-benar beruntung aku bisa menjilati kemaluan seorang gadis kecil anak konglomerat. Tanganku tak henti mengelus, meremas payudaranya yang besar dan kenyal itu.<br /><br />“Aduh, cepetan dong, yang keras.., aku mau keluar.., ehhmm ohh..”. Tangan Non Inge meremas rambutku sambil badannya menegang. Bersamaan dengan itu keluarlah cairan dari lubang vaginanya yang langsung aku jilat habis. Akupun berdiri dan membuka ritsluiting celanaku. Tapi sebelum sempat aku buka celanaku, Non Inge telah ambil alih.<br />“Biar saya yang buka Pak”, katanya.<br />Tangannya yang mungil melepas kancing celana jeansku, dan membantuku membukanya. Kemudian tangannya meremas-remas penisku dari luar CD-ku. Dijilatinya CD-ku sambil tangannya meremas-remas pantatku. Akupun sudah tak tahan lagi, langsung aku buka CD-ku sehingga penisku yang berukuran 20 cm dan sudah tegak, bergelantung ke luar.<br /><br />“Ih, besar sekali”, desis Non Inge, sambil tangannya mengelus-elus penisku. Tak lama kemudian dijilatinya buah pelirku terus menyusuri batang kemaluanku. Dijilatinya pula kepala penisku sebelum dimasukkannya ke dalam mulutnya. Aku remas rambutnya yang berbando itu, dan aku gerakkan pantatku maju mundur, sehingga aku seperti menyetubuhi mulut anak juraganku ini. Rasanya luar biasa.., bayangkan.., penisku yang berukuran 20 cm itu dan berwarna hitam legam sedang dikulum oleh mulut seorang gadis manis. Pipinya yang putih tampak menggelembung terkena batang kemaluanku.<br />“Punyamu besar sekali Pak.., saya suka.., ehmm..”, katanya sambil kemudian kembali mengulum kemaluanku.<br /><br />Setelah kurang lebih 10 menit Non Inge menikmati penisku, dia suruh aku duduk di sofa. Kemudian dia menghampiriku sambil membuka seluruh pakaiannya sehingga dia tampak telanjang bulat. Dinaikinya pahaku, dan diarahkannya penisku ke liang vaginanya.<br />“Ayo.., setubuhi saya..”, katanya memberi instruksi, aku tahu dia ingin merasakan nikmatnya penisku yang besar itu. Diturunkannya pantatnya, dan peniskupun masuk perlahan ke dalam liang vaginanya.<br /><br />Kemaluannya masih sempit sekali sehingga masih agak sulit bagi penisku untuk menembusnya. Tapi tak lama masuk juga separuh dari penisku ke dalam lubang kemaluan anak juraganku ini.<br />“Ahh.., yeah.., sekarang masukin deh penis bapak yang besar itu di memekku”, katanya sambil naik turun di atas pahaku. Tangannya meremas dadanya sendiri, dan kemudian disodorkannya <a href="http://blogceritapanas.blogspot.com/">puting</a>nya untukku.<br />“Yah, begitu dong Pak”, Tak perlu aku tunggu lebih lama lagi langsung aku lahap payudaranya yang montok itu. Sementara itu Non Inge masih terus naik turun sambil kadang-kadang memutar-mutar pantatnya, menikmati penis besar sopirnya ini.<br />“Sekarang setubuhi saya dalam posisi nungging..”, instruksinya. Diapun turun dan menungging menghadap ke sofa.<br />“Ayo Pak.., setubuhi saya dari belakang”, Non Inge menjelaskan maksudnya padaku. Akupun segera berdiri di belakangnya, dan mengelus-elus pantatnya yang padat.<br /><br />Kemudian kuarahkan penisku ke lubang vaginanya, tetapi agak sulit masuknya. Tiba-tiba tak kusangka ada tangan lembut yang mengelus penisku dan membantu memasukkannya ke liang vagina Non Inge. Aku lihat ke samping, ternyata Mei Ling, yang membantuku menyetubuhi temannya. Dia tersenyum sambil mengelus-elus pantat dan pahaku.<br /><br />Aku langsung menyetubuhi Non Inge dari belakang. Kugerakkan pantatku maju mundur, sambil memegang pinggul Nonku.<br />“Ahh.., Pak.., Pak.., Terus.., nikmat sekali”, Non Inge mengerang nikmat. Tubuhnya tampak berayun-ayun, dan segera kuremas dari belakang. Kupilin-pilin puting susunya, dan erangan Non Inge makin hebat.<br /><br />Mei Ling sekarang telah berdiri di sampingku dan tangannya sibuk menelusuri tubuhku. Ditariknya rambutku dan diciumnya bibirku dengan penuh nafsu. Lidahnya menerobos masuk ke dalam mulutku. Sambil berciuman dibukanya kancing baju seragamnya sehingga tampak buah dadanya yang tidak terlalu besar, tetapi tampak padat.<br />“Ohh.., terus dong Pak yang cepat”, Non Inge mengerang makin hebat. Tak berapa lama terasa cairan hangat membasahi penisku.<br />“Non.., saya juga hampir keluar..”, kataku.<br />“Tahan sebentar Pak.., keluarin dimulutku..”, kata Non Inge.<br /><br />Non Inge dan Mei Ling berlutut di depanku, dan Mei-Ling yang sejak tadi tampak tak tahan melihat kami bersetubuh di depannya, langsung mengulum penisku di mulutnya. Sementara itu Non Inge menjilat-jilat buah pelirku. Mereka berdua bergantian mengulum dan menjilat penisku dengan penuh nafsu. Akupun sibuk membelai rambut kedua remaja ini, yang sedang memuaskan nafsu birahi mereka.<br />“Ayo, goyang yang keras Pak..”, Non Inge memberiku instruksi sambil menelentangkan tubuhnya di atas karpet ruang keluarga.<br />“Ayo penisnya taruh di sini Pak”, kata Non Inge lagi. Akupun segera menaruh berlutut di atas dada Non-ku dan menjepit penisku di antara dua bukit kembarnya. Segera aku maju mundurkan pantatku, sambil tanganku mengapitkan buah dadanya.<br />“Oh, nikmat sekali..”.<br /><br />Sementara Mei Ling sibuk mengelap tubuhku yang basah karena keringat. Tak berapa lama kemudian, akupun tak tahan lagi. Kuarahkan penisku ke dalam mulut Non Inge, dan dikulumnya sambil meremas-remas buah pelirku.<br />“Ahh.., Non.., ahh”, jeritku dan air manikupun menyembur ke dalam mulut mungil Non Inge. Akupun tidur menggelepar kecapaian di atas karpet, sementara Non Inge dan Mei Ling sibuk menjilati bersih batang kemaluanku.<br /><br />Setelah itu kamipun sibuk berpakaian, karena jam sudah menunjukkan pukul 15.00. Orang tua Inge termasuk orang tua yang strict pada anaknya, sehingga bila dia pulang telat pasti kena marah. Di mobil dalam perjalanan pulang, Inge memberiku uang Rp 100.000,-.<br />“Ambil Pak, buat uang rokok, Tapi janji jangan bilang siapa-siapa tentang yang tadi ya”, katanya sambil tersenyum. Akupun mengangguk senang.<br />“Besok kita ulangi lagi ya Pak.., soalnya Mei-Ling minta bagian”.<br /><br />Demikian kejadian ini terus berlanjut. Hampir setiap pulang sekolah, Non Inge akan pura-pura belajar bersama temannya. Tetapi yang terjadi adalah dia menyuruhku untuk memuaskan nafsu birahinya dan juga teman-temannya, Mei-Ling, Linda, Nini, dll.<br />Tapi akupun senang karena selain mendapat penghasilan tambahan dari Non Inge, akupun dapat menikmati tubuh remaja mereka yang putih mulus.<br /><br />TAMAT</div>adminhttp://www.blogger.com/profile/15854628150373432211noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5658668220254956031.post-57515719357113807122009-10-07T23:32:00.000-07:002009-10-07T23:36:00.552-07:00Kenangan Indah ML<div style="text-align: justify;"><span style="font-weight: bold;">Cerita Panas</span> ~ Saat itu aku masih duduk di kelas 1 SMA di salah satu SMA swasta di kotaku. Hari pertama masuk SMA, aku sangat Percaya diri karena badanku yang dulunya gemuk akibat aku sakit lever selama sebulan menjadi langsing. Dan tentunya dengan ini aku semakin percaya diri. Ditambah lagi wajahku yang memang menawan. Bisa membuat pria mudah jatuh hati.<br /><br />Pertama masuk, aku sudah mengenal hampir setengah kelas karena memang berasal dari SMP yang sama. Di belakang tempat dudukku ada segerombolan cowok. Diantaranya ada seorang cowok Yang lumayan tampan, putih dan menarik. Sering kali aku merasa dia sering memperhatikanku secara diam-diam.<br /><br />Setiap hari aku berangkat dan pulang sekolah naik angkutan umum. Sampai suatu hari, seusai pelajaran tiba-tiba Tom mendekatiku. Dia menawarkan untuk mengantarku pulang. Kupikir dari pada naik kendaraan umum akhirnya aku setuju saja dia mengantarku. Ternyata dia juga sudah membawakanku helm. Hari itu sehabis mengantarku pulang tiba-tiba cuaca berubah jadi mendung dan hujan. Aku pun menyuruh dia masuk ke rumah sambil menunggu hujan reda. Sejak hari itu kamipun jadi dekat. Setiap hari dia mengantar jemput aku walaupun sebenarnya rumahnya sangat jauh dari tempat tinggalku.<br /><br />Pada hari Valentine karena kami sama-sama tidak mempunyai pasangan, dia menawariku untuk keluar nanti malam. Aku pun setuju. Pulang sekolah aku siap-siap, aku cuci rambut dan blow layaknya orang yang mau pergi berkencan, kupilih baju yang kuanggap paling oke. Kira-kira jam 16:00 dia datang menjemputku. Lalu kita berangkat ke bioskop. Dan aku benar-benar tidak menduga ternyata di dalam bioskop dia menyatakan perasaannya kepadaku. Bagaikan di sambar geledek, aku pun mengangguk. Karena memang selama ini diam-diam aku telah merasa sayang padanya.<br /><br />Hubungan kami berlanjut terus sampai 2 bulan kemudian kita bertengkar hebat sekali. Lalu keesokan harinya dia meminta maaf padaku. Karena sekolah kami libur selama semingu, kami pun merencanakan untuk menginap di luar kota. Kemudian aku minta ijin kepada orang rumah karena yang ada di rumah hanya nenekku, aku pun bilang padanya akan ke luar kota selama 4 hari dengan teman-teman. Tentunya itu hanya alasan supaya aku bisa pergi. Sesuai waktu yang di janjikan aku menunggu Tom di rumah sahabatku. Kemudian kami pun berangkat ke luar kota di daerah pegunungan.<br /><br />Sesampainya di sana kami mencari penginapan yang sesuai lalu check in. Ruangan yang kami tempati tidak terlalu besar namun terlihat sangat nyaman. Disana ada sebuah ranjang berukuran king size yang di sisi kanan kirinya terdapat meja kecil dan lampu. Lalu ada satu set sofa dan meja. Disisi yang lain ada televisi lengkap dengan VCD playernya. Sementara di kamar mandinya dilengkapi dengan bed tub dan shower. Walaupun tidak begitu bagus namun lumayan enak tempat tersebut.<br /><br />Karena kurasa seluruh tubuhku tidak fresh aku pun pergi mandi. Sementara Tom masih keluar untuk membelikan majalah dan camilan. Aku Mandi dengan air hangat dan berendam sesaat. Setelah selesai aku mengenakan lingerie warna merah menyala yang sengaja kubeli sebelumnya. Warnanya yang merah sangat kontras dengan kulitku yang kuning pasti akan membuat siapa saja yang melihatku terangsang. Kemudian kupakai Kimono kamar mandi dari hotel tempat kami menginap. Dan aku berbaring di ranjang sambil nonton TV.<br /><br />Tak lama kemudian Tom kembali. Setelah meletakkan belanjaan dia pun pergi mandi. Sengaja kumatikan lampu kamar kemudian lampu baca di meja kunyalakan remang-remang. Suasana ini benar-benar romantis, kimono pun kubuka dan kulempar begitu saja. Kemudian kutata bantal dan guling di ranjang sedemikian rupa sehingga aku bisa bersandar dengan enak. Kuusap-usap tubuhku sambil memperhatikan lingerie yang baru pertama kali kupakai.<br /><br />Tak lama kemudian Tom keluar dari kamar mandi sambil melilitkan handuk di pinggangnya. Dia pun tercengang melihatku, kemudian sambil tersenyum dia berkata, “Kamu benar benar sexy sayang..” Diapun mendekatiku sampai di bibir ranjang, aku pun berdiri dengan bertumpu pada kedua lututku. Kubelai rambut Tom yang baru setengah kering, kuciumi wangi rambutnya. Kemudian ciumanku pun turun, hidungnya kukecup, bibirnya kukecup dan kulumat dengan mesra. Dia melingkarkan tangannya di pinggangku sambil sesekali mengusap punggungku. Kurasakan ciuman Tom makin hebat, lidah kami saling berpagutan, kurasakan bibirnya perlahan namun pasti turun menjelajahi leherku yang membuat jantungku makin keras berdetak. Sementara tangannya yang lain mengusap-usap buah dadaku yang kelihatan hampir tidak muat di dalam lingerie yang kupakai karena ukurannya memang besar, 36C.<br /><br />Kurasakan lidah Tom turun dari leher menyusuri dadaku kemudian tangannya menurunkan lingerie-ku di bagian dada yang menyebabkan tersembullah dua bukit indahku. Matanya tak pernah lepas dari dadaku sambil dia berkata, “Oh buah dadamu memang indah sayang.. aku tak pernah sanggup menahan diriku bila melihatnya..” Aku pun hanya tersenyum sambil mataku mengerling nakal, yang membuatnya makin tidak tahan. Dia meremas-remas dengan mesra buah dadaku sambil dipilin-pilin putingnya. Kemudian dia jilati bergantian sambil dikulumnya. Kulihat benar-benar tidak muat buah dadaku dalam genggamannya. Ya inilah salah satu kebanggaan diriku, keindahan yang kumiliki. Aku pun mengerang, “Aaacchh.. Tom.. kau pandai sekali menghisapnya.. aacchh..” tanpa kusadari tanganku sudah membuka handuk yang dipakai Tom yang kubiarkan jatuh begitu saja. Dan dapat kulihat jelas kejantanannya yang panjang dan besar telah berdiri dengan tegak seolah-olah menantangku. Memang kuakui batang kejantanan Tom sangat besar, panjangnya mungkin hampir 19 cm, dan hal inilah yang mungkin membuatku selalu ketagihan untuk bermain seks dengannya.<br /><br />Kuusap-usap kepala kemaluannya, kurasakan ada lendir kenikmatan telah membasahi kepala kejantanannya yang membuatku makin terangsang. Kutundukkan kepalaku lalu kujilat-jilat kepala kemaluannya lalu seluruh batangnya kujilat sambil kuusap-usap. Kemudian kudorong tubuh Tom sampai dia terduduk di sofa, lalu aku berjongkok di depannya, kujilati terus batang kejantanannya kemudian kumasukkan seluruhnya ke dalam mulutku sambil lidahku berputar-putar di dalamnya. Kontan saja Tom mengerang, “Aahcchh.. sayaangg.. nikmatt sekalii..” Aku merasakan batang kejantanannya semakin tegang, urat-uratnya mulai menonjol keluar tentu saja aku semakin bergairah melihatnya.<br /><br />Aku mulai mengeluar-masukkan batang kejantanan Tom, makin lama gerakanku makin cepat sambil kugenggam dan kuputar-putar. Dia mengerang lagi, “Sayaang.. kamuu benar-benar hebat.. aacchh..” Aku tak menghiraukannya, kukocok batang kejantanannya makin lama makin cepat kemudian kuhisap-hisap, kurasakan tubuh Tom menegang, “Aku mau keluaarr saayy.. akuu nggaak tahann..” Makin kupercepat kocokan tanganku, kemudian kuhisap kuat-kuat batang kejantanannya dan.., “Creett.. ccrereett..” Kurasakan air mani Tom memenuhi mulutku, langsung kutelan sambil tetap kujilat batang kejantanannya kemudian kujilati seluruh permukaan bibirku sambil kuremas-remas buah dadaku, kulihat Tom lemas sesaat..<br /><br />Saat aku sedang asyik meremas-remas buah dadaku sendiri, sambil kulirik dia dengan pandangn sayu dan sexy. Tiba-tiba Tom mengangkat tubuhku dan membaringkannya di ranjang. Dia mengulum buah dadaku sambil dihisapnya kemudian perlahan ciumannya turun mencium lingerie di bagian perutku sambil tangannya merambat ke bagian kemaluanku dan mengusap-usap klitorisku yang rasanya sudah membesar. Aku menggeliat sambil engerang, “Aacchh.. Tom.. nikmat..”<br /><br />Kemudian dia berdiri dengan berlutut di ranjang, dia lepaskan celana dalam merahku yang sangat sexy itu. Dia usap-usap klitorisku yang memang bersih dari rambut-rambut. Kemudian pelan namun pasti dia jilat klitorisku sambil jari tengahnya dia masukkan ke liang kewanitaanku. Benar-benar nikmat kurasakan, kugigit bibirku sambil tanganku tak henti-hentinya memilin putingku sambil sesekali kujilati buah dadaku sendiri. Karena buah dadaku besar, aku tidak kesulitan untuk menjilatinya. Sementara Tom sedang sibuk di bawah sana, membuatku menggelinjang-gelinjang kenikmatan. Aku pun tak sabar lagi, aku berkata pada Tom, “Ayo.. Tomm.. masukkan pelermu.. aku.. akuu..” rupanya Tom telah paham maksudku, sebelum aku menyelesaikan kalimatku.. tiba-tiba.., “Slepp..” aku memekik, “Aaacchh.. yeeahh..” sambil menahan nikmat yang luar biasa kudapat. Belum sampai selesai kurasakan nikmat, Tom sudah menggoyangkan batang kejantanannya keluar masuk dari liang senggamaku dengan sangat cepat, rupanya dia masih ingat seperti itulah favoritku. Aku memang suka digoyang sangat cepat dari pertama sehingga rasanya luar biasa nikmatnya.<br /><br />Goyangan Tom pun makin cepat. Kurasakan batang kejantanannya sangat keras menghujam di dalam liang kewanitaanku. Aku pun hanya bisa memekik, “Tomm.. aachh.. nikmat sekali sayangg.. pelermu emmang nikmat..” Tom pun tak bereaksi mengurangi goyangannya, makin lama makin cepat dia bergoyang sampai aku berkata, “Tomm.. aku mau keluarr sayaangg.. akuu nggak tahann..” dia pun berkata, “Kita sama-sama sayaang..” batang kejantanan Tom makin cepat ritmenya. Kemudian kurasakan nikmat yang luar biasa, tubuhku menegang, melengkung hingga bagian dadaku terbusungkan, “Aaacchh.. Tomm.. aku keluarr..” Kurasakan liang kewanitaanku sangat hangat. Tiba-tiba Tom menghentikan goyangannya dan tubuhnya menegang juga, “Aachh.. akuu juga sayang..” dan, “Creett.. crett..” Air mani Tom kurasakan menyemprot dinding rahimku, terasa sangat hangat, mengalir perlahan di dalam liang kewanitaanku. Kemudian kami berdua tergeletak sambil dia terus menciumiku dan membisikkan kata-kata cintanya, diusap-usapnya rambutku yang membuatku ketiduran sejenak.<br /><br />Ketika aku terbangun, aku langsung menuju kamar mandi untuk berbilas. Kuisi bed tub dengan air panas sampai penuh kemudian kumasukkan aroma parfume kesukaanku dengan sedikit minyak lalu aku berendam di dalamnya, benar-benar nikmat. Aku hampir ketiduran ketika kurasakan ada jari-jari halus membelai dan mengusap rambutku. Kubuka mataku, kulihat Tom sedang berjongkok di sana, masih dalam keadaan telanjang bulat. Kulihat senyumannya yang mesra. Kemudian dia mencium keningku, terus menyusur hidungku hingga akhirnya kami berciuman lagi. Tangannya mengusap-usap buah dadaku, membuat birahiku bangkit kembali. Kemudian kuusap-usap batang kejantanannya yang memang sejak dia berjongkok telah tegak berdiri.<br /><br />Dia masuk ke bed tub, aku pun menggeser badanku hingga aku terduduk di tepi bed tub. Kemudian dia naikkan pahaku sampai posisiku <a href="http://blogceritapanas.blogspot.com/">mengangkang</a>, kutarik batang kejantanannya sampai menyentuh kemaluanku lalu kuusap-usapkan di klitorisku. Aku menggelinjang kenikmatan. Perlahan aku masukkan kepala kejantanannya di depan liang senggamaku dan Tom mendorong pantatnya yang otomatis menyodokkan batang kejantanannya ke liang kewanitaanku. “Aaachh.. kamu nakal Tomm..” erangku. Kemudian bibir kami saling berciuman dengan ganasnya, saling lumat dan saling memagut. Sementara itu kurasakan gerakan Tom sudah makin cepat dan cepat, dia naikkan kaki kiriku ke bahunya sambil setengah melingkar ke lehernya. Dia gerakkan memutar pantatnya, kuremas-remas buah dadanya sambil kami terus berciuman. Tiba-tiba dia melepas ciumannya dan.., “Aaacchh.. sayaang..” dia memekik sambil memeluk erat tubuhku. Kurasakan kebali air maninya membasahi dinding rahimku. Kemudian kucium dia dengan mesra sambil kubelai-belai. Setelah istirahat sebentar, kami mandi bersama. Aku menyabuni dia dan dia menyabuniku bergantian. Kemudian kami memesan sate yang biasa mangkal di depan hotel tersebut.<br /><br />Selesai makan kami nonton VCD yang memang sudah disediakan di sana. Waktu kami nonton blue film, kembali nafsu kami bangkit dan kami pun melakukan seperti yang ada di film. Seharian kami bisa bermain sampai Tom mencapai 7 kali orgasme dan aku sudah tak terkira lagi berapa kali orgasme. Ini kami lakukan selama 4 hari 3 malam. Benar-benar seperti orang yang sedang berbulan madu. Sampai pada akhirnya kami harus kembali ke kota kami. Aku dan Tom begitu bahagia. Meskipun kami sekarang sudah tidak bersama lagi. Kuharap jika kamu membaca ini kamu pasti tahu ini kisah kita Tom dan aku ingin kamu tahu bahwa aku tak pernah melupakan kenangan tentang kita.<br /><br />TAMAT</div>adminhttp://www.blogger.com/profile/15854628150373432211noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5658668220254956031.post-69447862353679198312009-10-06T23:33:00.000-07:002009-10-06T23:36:11.245-07:00Ngentot Seorang Istri Jablai<div style="text-align: justify;"><span style="font-weight: bold;">Cerita Panas</span> ~ Hari itu salah seorang direktur perusahaan, Pak Freddy, sedang mengadakan resepsi pernikahan anaknya di sebuah hotel bintang lima di kawasan Senayan. Tentu saja akupun diundang, dan malam itu akupun meluncur menuju tempat resepsi diadakan.<br /><br />Aku pergi bersama dengan Jason, temanku waktu kuliah di Amerika dahulu. Sesampainya di hotel tampak para undangan sebagian besar membawa pasangannya masing-masing. Iri juga melihat mereka ditemani oleh istri dan anak mereka, sedangkan aku, karena masih bujangan, ditemani oleh si bule ini.<br /><br />“Selamat malam Pak..” sapa seseorang agak mengagetkanku. Aku menoleh, ternyata Lia sekretarisku yang menyapaku. Dia datang bersama tunangannya. Tampak sexy dan cantik sekali dia malam itu, disamping juga anggun. Berbeda sekali jika dibandingkan saat aku sedang menikmati tubuhnya,.. Liar dan nakal. Dengan gaun malam yang berdada rendah, belahan buah dadanya yang besar tampak menggoda.<br /><br />“Malam Lia” balasku. Mata Jason tak henti-hentinya menatap Lia, dengan pandangan kagum. Lia hanya tersenyum manis saja dilihat dengan penuh nafsu seperti itu. Tampak dia menjaga tingkah lakunya, karena tunangannya berada di sampingnya.<br /><br />Kamipun lalu berbincang-bincang sekedarnya. Lalu akupun permisi hendak menyapa para undangan lain yang datang, terutama para klienku.<br /><br />“Malam Pak Robert..” seorang wanita cantik tiba-tiba menyapaku. Dia adalah Santi, istri dari Pak Arief, manajer keuangan di kantorku. Mereka baru menikah sekitar tiga bulan yang lalu.<br /><br />“Oh Santi.. Malam” kataku<br />“Pak Arief dimana?”<br />“Sedang ke restroom.. Sendirian aja Pak?” tanyanya.<br />“Sama teman” jawabku sambil memandangi dia yang malam itu tampak cantik dengan gaun malamnya dengan anggun. Belahan gaunnya yang tinggi memamerkan pahanya yang putih menggiurkan. Dadanya walaupun tak sebesar Lia, tampak membusung menantang.<br />“Makanya, cari istri dong Pak.. Biar ada yang nemenin” katanya sambil tersenyum manis.<br />“Belum ada yang mau nih”<br />“Ahh.. Bapak bisa saja.. Pasti banyak banget cewek yang mau sama bapak.. Kalau belum married saya juga mau lho..” jawabnya menggoda.<br /><br />Memang Santi ini rasanya punya perasaan tertentu padaku. Tampak dari cara bicaranya dan cara dia memandangku.<br /><br />“Oh.. Kalau saya sih mau lho sama kamu biarpun kamu sudah married” kataku sambil menatap wajahnya yang cantik.<br />“Ah.. Pak Robert.. Bisa aja..” jawabnya sambil tersipu malu.<br />“Bener lho mau aku buktiin?” godaku<br />“Janganlah Pak.. Nanti kalau ketahuan suamiku bisa gawat” jawabnya perlahan sambil tersenyum.<br />“Kalau nggak ketahuan gimana.. Nggak apa khan?” rayuku lagi.<br /><br />Santi tampak tersipu malu. Wah.. Aku mendapat angin nih.. Memang aku sejak berkenalan dengan Santi beberapa bulan yang lalu sudah membayangkan nikmatnya menyetubuhi wanita ini. Dengan kulit putih, khas orang Bandung, rambut sedikit ikal sebahu, bibir tipis, dan masih muda lagi. Dia baru berumur 24 tahunan.<br /><br />“Gimana nih setelah kawin.. Enak nggak? Pasti masih hot y.<br />“Godaku lagi.<br />“Biasa aja kok Pak.. Kadang enak.. Kadang nggak.. Tergantung moodnya” jawabnya lirih.<br /><br />Dari jawabannya aku punya dugaan bahwa Pak Arief ini tidak begitu memuaskannya di atas tempat tidur. Mungkin karena usia Pak Arief yang sudah berumur dibandingkan dengan dirinya yang masih penuh gejolak hasrat seksual wanita muda. Pasti jarang sekali dia mengalami orgasme. Uh.. Kasihan sekali pikirku.<br /><br />Tak lama Pak Ariefpun datang dari kejauhan.<br /><br />“Wah.. Pak Arief.. Punya istri cantik begini kok ditinggal sendiri” kataku menggoda.<br /><br />Santi tampak senang aku puji seperti itu. Tampak dari tatapan matanya yang haus akan kehangatan laki-laki tulen seperti aku ini.<br /><br />“Iya Pak.. Habis dari belakang nih” jawabnya. Tatapan matanya tampak curiga melihat aku sedang mengobrol dengan istrinya yang jelita itu. Mungkin dia sudah dengar kabar akan ke-playboyanku di kantor.<br />“Ok saya tinggal dulu ya Pak Arief.. Santi” kataku lagi sambil ngeloyor pergi menuju tempat hidangan.<br /><br />Akupun mengambil hidangan dan menyantapnya nikmat. Maklum perutku sudah keroncongan, terlalu banyak basa-basi dengan para tamu undangan tadi. Kulihat si Jason masih ngobrol dengan Lia dan tunangannya.<br /><br />Ketika aku mencari Santi dengan pandanganku, dia juga sedang mencuri pandang padaku sambil tersenyum. Pak Arief tampak sedang mengobrol dengan tamu yang lain. Memang payah juga bapak yang satu ini, tidak bisa membahagiakan istrinya.<br /><br />Santi kemudian berjalan mengambil hidangan, dan akupun pura-pura menambah hidanganku.<br /><br />“San.. Kita terusin ngobrolnya di luar yuk” ajakku berbisik padanya<br />“Nanti saya dicari suami saya gimana Pak..”<br />“Bilang aja kamu sakit perut.. Perlu ke toilet. Aku tunggu di luar ya”.<br />“Kataku sambil menahan nafsu melihat lehernya yang putih jenjang, dan lengannya yang berbulu halus<br /><br />Tak lama Santipun keluar ruangan resepsi menyusulku. Kamipun pergi ke lantai di atas, dan menuju toilet. Aku berencana untuk bermesraan dengan dia di sana. Kebetulan aku tahu suasananya pasti sepi. Sebelum sampai di toilet, ada sebuah ruangan kosong, sebuah meeting room, yang terbuka. Wah kebetulan nih, pikirku. Kutarik Santi ke dalam dan kututup pintunya.<br /><br />Tanpa basa-basi lagi, aku cium bibirnya yang indah itu. Santipun membalas bergairah. Tangankupun bergerak merambahi buah dadanya, sedangkan tanganku yang satu mencari kaitan retsleting di belakang tubuhnya. Kulepas gaunnya sebagian sehingga tampak buah dadanya yang ranum hanya tertutup BH mungil berwarna krem. Kuciumi leher Santi yang jenjang itu, dan kusibakkan cup BHnya kebawah sehingga buah dadanya mencuat keluar. Langsung kujilati dengan rakus buah dada itu, aku hisap dan aku permainkan putingnya yang sudah mengeras dengan lidahku.<br /><br />“Oh.. Pak Robertt..” desah Santi sambil menggeliat.<br />“Enak San..”<br />“Enak Pak.. Terus Pak..” desahnya lirih.<br /><br />Tangankupun meraba pahanya yang mulus, dan sampai pada celana dalamnya. Tampak Santi sudah begitu bergairah sehingga celananya sudah lembab oleh cairan kewanitaannya.<br /><br />Santipun kemudian tak sabar dan membuka kancing kemeja batikku. Dicium dan dijilatinya putingku.. Lalu terus ke bawah ke perutku. Kemudian dia berlutut dan dibukanya retsleting celanaku, dan tangannya yang lentik berbulu halus itu merogoh ke dalam mengeluarkan kemaluanku dari celana dalamnya. Memang kami sengaja tidak mau telanjang bulat karena kondisi yang tidak memungkinkan.<br /><br />“Ohh.. Besar sekali Pak Robert.. Santi suka..” katanya sambil mengagumi kemaluanku dari dekat.<br />“Memang punya suamimu seberapa?” tanyaku tersenyum menggoda.<br />“Mungkin cuma separuhnya Pak Robert.. Oh.. Santi suka..” katanya tak melanjutkan lagi jawabannya karena mulutnya yang mungil itu sudah mengulum kemaluanku.<br />“Enak Pak?” tanyanya sambil melirik nakal kepadaku. Tangannya sibuk meremas-remas buah zakarku sementara lidahnya menjilati batang kemaluanku.<br />“Enak sayang.. Ayo isap lagi” jawabku menahan rasa nikmat yang menjalar hebat.<br /><br />Dikulumnya lagi kemaluanku, sementara kedua tangannya meremas-remas pantatku. Sangat sexy sekali melihat pemandangan itu. Seorang wanita cantik yang sudah bersuami, bertubuh padat, sedang berlutut didepanku dengan pipi yang menggelembung menghisap kemaluanku. Terlebih ketika kemaluanku keluar dari mulutnya, tanpa menggunakan tangannya dan hanya menggerakkan kepalanya mengikuti gerak kemaluanku, Santi mengulumnya kembali.<br /><br />“Hm.. Kontol bapak enak banget.. Santi suka <a href="http://blogceritapanas.blogspot.com/">kontol yang besar</a> begini” desahnya.<br /><br />Tiba-tiba terdengar bunyi handphone. Santipun menghentikan isapannya.<br /><br />“Iya Mas.. Ada apa?” jawabnya.<br />“Lho Mas udah pikun ya.. Khan Santi tadi usah bilang.. Santi mau ke toilet.. Sakit perut.. Gimana sih” Santi berbicara kepada suaminya yang tak sabar menunggu. Sementara tangan Santi yang satu tetap meraba dan mengocok kemaluan atasan suaminya ini.<br />“Iya Mas.. Mungkin salah makan nih.. Sebentar lagi Mas.. Sabar ya..”<br /><br />Kemudian tampak suaminya berbicara agak panjang di telpon, sehingga waktu tersebut digunakan Santi untuk kembali mengulum kemaluanku sementara tangannya masih memegang handphonenya.<br /><br />“Iya Mas.. Santi juga cinta sama Mas..” katanya sambil menutup telponnya.<br />“Suamiku sudah nunggu. Tapi biarin aja deh dia nunggu agak lama, soalnya Santi pengin puas dulu”. Sambil tersenyum nakal Santi kembali menjilati kemaluanku.<br /><br />Aku sudah ingin menikmati kehangatan tubuh wanita istri bawahanku ini. Kutarik tangannya agar berdiri, dan akupun tiduran di atas meja meeting di ruangan itu.<br /><br />Tanpa perlu dikomando lagi Santi menaiki tubuhku dan menyibak gaun dan celana dalamnya sehingga vaginanya tepat berada di atas kemaluanku yang sudah menjulang menahan gairah.<br /><br />Santi kemudian menurunkan tubuhnya sehingga kemaluankupun menerobos liang vaginanya yang masih sempit itu.<br /><br />“Oh.. My god..” jeritnya tertahan.<br /><br />Kupegang pinggangnya dan kemudian aku naik-turunkan sehingga kemaluanku maju mundur menjelajahi liang nikmat istri cantik Pak Arief ini. Kemudian tanganku bergerak meremas buah dadanya yang bergoyang saat Santi bergerak naik turun di atas tubuhku. Sesekali kutarik badannya sehingga buah dadanya bergerak ke depan wajahku untuk kemudian aku hisap dengan gemas.<br /><br />“Ohh Pak Robertt.. Bapak memang jantan..” desahnya<br /><br />“Ayo Pak.. Puaskan Santi Pak..” Santi berkata sambil menggoyang-goyangkan badannya maju mundur di atas kemaluanku. Setelah itu dia kembali menggerakkan badannya naik turun mengejar kepuasan bercinta yang tak didapatkan dari suaminya.<br /><br />Setelah beberapa menit aku turunkan tubuhnya dan aku suruh dia menungging sambil berpegangan pada tepian meja. Aku sibakkan gaunnya, dan tampak pantatnya yang putih menggairahkan hanya tertutup oleh celana dalam yang sudah tersibak kesamping. Kuarahkan kemaluanku ke vaginanya, dan langsung kugenjot dia, sambil tanganku meremas-remas rambutnya yang ikal itu.<br /><br />“Kamu suka San?” kataku sambil menarik rambutnya ke belakang.<br />“Suka Pak.. Robert.. Suka..”<br />“Suamimu memang nggak bisa ya”<br />“Dia lemah Pak.. Oh.. God.. Enak Pak.. Ohh”<br />“Ayo bilang.. Kamu lebih suka ngentotin suamimu atau aku” tanyaku sambil mencium wajahnya yang mendongak ke belakang karena rambutnya aku tarik.<br />“Santi lebih suka dientotin Pak Robert.. Pak Robert jantan.. Suamiku lemah.. Ohh.. God..” jawabnya.<br />“Kamu suka kontol besar ya?” tanyaku lagi<br />“Iya Pak.. Oh.. Terus Pak.. Punya suamiku kecil Pak.. Oh yeah.. Pak Robert besar.. Ohh yeah oh.. God. Suamiku jelek.. Pak Robert ganteng. Oh god. Enakhh..” Santi mulai meracau kenikmatan.<br />“Oh.. Pak.. Santi hampir sampai Pak.. Ayo Pak puaskan Santi Pak..” jeritnya.<br />“Tentu sayang.. Aku bukan suamimu yang lemah itu..” jawabku sambil terus mengenjot dia dari belakang. Tangankupun sibuk meremas-remas buah dadanya yang bergoyang menggemaskan.<br />“Ahh.. Santi sampai Pak..” Santi melenguh ketika gelombang orgasme menerpanya.<br /><br />Akupun hampir sampai. Kemaluanku sudah berdenyut-denyut ingin mengeluarkan laharnya. Kutarik tubuh Santi hingga dia kembali berlutut di depanku. Kukocok-kocok kemaluanku dan tak lama tersemburlah spermaku ke wajahnya yang cantik. Kuoles-oleskan sisa-sisa cairan dari kemaluanku ke seluruh wajahnya. Kemudian Santipun mengulum dan menjilati kemaluanku hingga bersih.<br /><br />“Terimakasih Pak Robert.. Santi puas sekali” katanya saat dia membersihkan wajahnya dengan tisu.<br />“Sama-sama Santi. Saya hanya berniat membantu kok” jawabku sambil bergegas membetulkan pakaianku kembali.<br />“Ngomong-ngomong, kamu pintar sekali blowjob ya? Sering latihan?” tanyaku.<br />“Santi sering lihat di VCD aja Pak. Kalau sama suami sih jarang Santi mau begitu. Habis nggak nafsu sih lihatnya”<br /><br />Wah.. Kasihan juga Pak Arief, pikirku geli. Malah aku yang dapat menikmati enaknya dioral oleh istrinya yang cantik jelita itu.<br /><br />“Kapan kita bisa melakukan lagi Pak” kata Santi mengharap ketika kami keluar ruangan meeting itu.<br />“Gimana kalau minggu depan aku suruh suamimu ke luar kota jadi kita bisa bebas bersama?”<br />“Hihihi.. Ide bagus tuh Pak.. Janji ya” Santi tampak gembira mendengarnya.<br /><br />Kamipun kembali ke ruangan resepsi. Santi aku suruh turun terlebih dahulu, baru aku menyusul beberapa menit kemudian. Sesampai di ruang resepsi tampak Jason sedang mencari aku.<br /><br />“Hey man.. Where have you been? I’ve been looking for you”<br />“Sorry man.., I had to go to the restroom. I had stomachache” jawabku.<br /><br />Tak lama Santi datang bersama Pak Arief suaminya.<br /><br />“Pak Robert, kami mau pamit dahulu.. Ini Santi nggak enak badan.. Sakit perut katanya”<br />“Oh ya Pak Arief, silakan saja. Istri bapak cantik harus benar-benar dirawat lho..”<br /><br />Santi tampak tersenyum mendengar perkataanku itu, sementara wajah Pak Arief menunjukkan rasa curiga. He.. He.. Kasihan, pikirku. Mungkin dia akan syok berat bila tahu aku baru saja menyetubuhi istrinya yang cantik itu.<br /><br />Tak lama aku dan Jason pun pulang. Sebelum pulang aku berpapasan dengan Lia, sekretarisku. Aku suruh dia untuk mendaftarkan Pak Arief untuk training di Singapore. Memang baru-baru ini aku mendapat tawaran training ke Singapore dari salah satu perusahaan. Lebih baik Pak Arief saja yang pergi, pikirku. Toh memang dia yang mengerjakan pekerjaan itu di kantor, sedangkan aku hanya akan menolong istrinya yang cantik mengarungi lautan birahi selama dia pergi nanti.<br /><br />Tak sabar aku menanti minggu depan datang. Nanti akan aku ceritakan lagi pengalamanku bersama Santi bila saatnya tiba. Dengan tidak adanya batas waktu karena terburu-buru, tentu aku akan lebih bisa menikmati dirinya.<br /><br />TAMAT</div>adminhttp://www.blogger.com/profile/15854628150373432211noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5658668220254956031.post-62675572211192919482009-10-06T23:29:00.000-07:002009-10-06T23:31:37.827-07:00Pelukan Hangat Sang Pacar<div style="text-align: justify;"><span style="font-weight: bold;">Cerita Panas</span> ~ Kali ini Saya ingin menceritakan pengalaman yang tak akan pernah terlupakan disaat masih SMA dulu pada tahun ajaran 1991. Kisah ini benar-benar Saya alami bersama teman-teman satu genk yang saling berpasangan. Kami mempunyai anggota sekitar tujuh pasang alias empat belas orang yang berlainan jenis. Kami dalam kelompok sudah tidak ada lagi rahasia-rahasiaan dan sudah saling bantu baik dalam suka maupun duka.<br /><br />Pada saat liburan Sekolah, Genk Kami mengadakan piknik ked aerah Puncak tepatnya dekat perkebunan teh Gunung Mas. Disana salah seorang anggota ada yang mempunyai Villa tepat ditepi jalan raya yang tidak pernah ada sepinya, sehingga suara deru mesin mobil yang lalu lalang sangat mengganggu kami tidur. Villa tersebut mempunyai delapan kamar tidur dan Kami mengisi kamar tersebut dengan pasangan masing-masing. Saya mendapat kamar tidur didepan yang sangat dekat dengan jalan raya yang bising, sehingga Saya dan pacar Saya sebut saja Henny tidak dapat tidur, padahal jam telah menunjukkan pukul 01.15 wib.<br /><br />Saya dan Henny hanya bisa mengobrol saja diatas tempat tidur, karena belum bisa memejamkan mata. Sambil bercerita Saya sesekali meminum minuman beralkohol yang Saya bawa dari Jakarta, maklum udara Puncak saat itu dingin sekali karena sorenya baru diterpa oleh hujan deras. Henny mendekatkan tubuhnya ke tubuh Saya yang tidur hanya mengenakan celana basket yang pendek dan tidak memakai baju, karena sudah terbiasa tidur seperti itu.<br /><br />Suasana di Villa terasa hening, sebab para penghuninya sudah memasuki kamarnya masing-masing. Saya mendekap Henny yang badannya terasa dingin agar hangat, Henny berusaha untuk memejamkan matanya tetapi tidak bisa karena bising oleh suara deru mesin mobil yang lalu lalang. Saya melihat hal itu merasa kasihan dengannya, maka Saya berusaha membuat badannya hangat agar Henny dapat tidur.<br /><br />“Tidurlah sayang..” kataku pelan.<br />“Nggak bisa.. Berisik sich..” jawabnya.<br />“Sudah usahakan merem dech..” kataku lagi.<br />“Iyaa.. Ini juga lagi diusahakan..” jawabnya lagi.<br /><br />Saya membantu menina bobokan Henny dengan mengusa-usap rambutnya agar Henny bisa tidur sambil memeluknya agar tubuhnya terasa hangat. Kami berpelukkan saling berhadapan sehingga tanpa sadar kemaluan Saya menyetuh kemaluannya yang masih menggunakan pakaian dan membuat batang kemaluan Saya mengeras perlahan-lahan. Hennypun merasakan adanya sesuatu yang menonjok-nonjok kemaluannya dari depan.<br /><br />“Yang.. Kamu.. Ngapain..?” tanyanya.<br />“Nggak ngapa-ngapain..” jawabku.<br />“Adik Kamu nakal tuch..” katanya.<br />“Mana Kamu tahu kalau adik Saya nakal..” kataku belum ngerti makasudnya.<br />“Henny tahu dong..” jawabnya lagi.<br />“Dari mana..?” tanyaku penasaran.<br />“Tuchh.. Mulai nusuk-nusuk Henny..” jawabnya sambil senyum.<br />“Ooh.. Adik yang itu..” kataku tersipu malu.<br />“Hee.. Telmi yaa..” ledeknya.<br /><br />Saking malunya Saya langsung mengulum bibirnya dengan penuh nafsu dan Hennypun membalasnya dengan semangat. Saya mengusap-usap punggungnya perlahan-lahan agar Henny merasakan kelembutan belaian dari Saya. Henny terus melumat bibir Saya sambil memeluk tubuh Saya dengan eratnya sehingga membuat sesak nafas. Melihat hal tersebut Saya berusaha meneruskan belaian kebagian bawah lagi yaitu sekitar pantatnya yang ranum dan menantang bila sedang jalan.<br /><br />Henny melepaskan pagutannya dan langsung menciumi leher yang dilanjutkan kedada Saya sambil menggigit kecil pada puting dada Saya. Saya semakin bertambah nafsu dan tangan Saya mulai meraba sekitar selangkangannya yang masih mengenakan CD. Henny menarik pantatnya ke belakang agar Saya tidak menyentuh vaginanya. Saya berusaha meraihnya lagi, tetapi Henny malah bangun dan berkata, “Yang.. Jangan lakukan itu.. Kita masih sekolah dan belum siap..”.<br /><br />Mendengar itu Saya menghentikan dan merebahkan tubuh sambil menatap langit-langit sambil berfikir macam-macam. Melihat Saya termenung Henny mendekatkan wajahnya ke telinga Saya sambil berbisik pelan.<br /><br />“Yang.. Jangan marah yaa..” pintanya.<br /><br />Saya masih pura-pura tidak mendengarkan bisikkanya.<br /><br />“Yang.. Kok diem aja..” rengeknya sambil mengguncang-guncang tubuh Saya.<br /><br />Saya masih diam tanpa menghiraukannya.<br /><br />“Yaang..” rengeknya lagi.<br /><br />Henny melihat hal itu langsung memberanikan diri utnuk mencium bibirku sebagai permintaan maafnya kepada Saya. Saya masih tetap pura-pura diam dan tidak membalas kuluman bibir Henny.<br /><br />“Yang.. Kamu bener marah nich..?” rengeknya setelah melihat Saya tanpa reaksi.<br /><br />Saya masih tetap membisu sambil meneguk sisa minuman dari botolnya. Henny merebahkan dirinya disebelahku sambil menatap kelangit-langit. Sayapun mengitkuti dengan menatap keatas juga. Lima belas menit lamanya ruangan yang Kami tempati terasa hening.<br /><br />“Yang.. Kamu marah yaa..” rengeknya sambil mendekatkan wajahnya ke wajahku.<br /><br />Melihat hal itu Saya nggak tega melihatnya, maka Saya sambut bibirnya dengan lumatan dan pelukkan. Henny kaget mendapat serangan mendadak seperti itu langsung tubuhnya menindih tubuh Saya sambil membalas memeluk dan mengulum bibir Saya dengan penuh nafsu karena girang. Saya terus mengusap-usap bokongnya sambil menggesekkan kemaluan yang sedang ditekan oleh vaginanya Henny.<br /><br />Henny tidak melepaskan pagutannya dari bibir Saya, Saya langsung menaikkan dasternya dan memasukkan tangan Saya ke cdnya dari belakang sambil menyentuh lubang anusnya yang dilanjutkan ke vaginanya. Henny menggeser naik tubuhnya ketika salah satu jariku mencoba meraba lubang vaginanya, sehingga kemaluan Saya terasa digesek-gesek.<br /><br />“Yang.. Jangan lakukan itu ya.. aa..” rengeknya.<br />“Saya nggak tahan nich yang..” pintaku seolah merengek kepadanya.<br />“Jangan dulu yaa..” mohonnya lagi.<br /><br />Mendengar itu Saya banting ke kiri agar Henny rebah dan langsung Saya tindih karena Saya berada diatas tubuhnya sambil menciumi lehernya dan turun kebagian dadanya yang dasternya sudah Saya singkap keatas. Saya mulai melepaskan BH nya yang masih melekat dan menjilati putingnya sehingga membuat Henny menggelinjang ke kanan dan kiri. Ciuman Saya teruskan pada perutnya dan terus turun kebawah untuk menciumi vaginanya yang masih mengenakan CD, kemudian secara perlahan Saya merosotkan CD-nya yang langsung Saya jilati klitorisnya yang menyembul sehingga membuat Henny kegelian dan membuka kedua pahanya mengangkang lebar yang membuat Saya lebih leluasa menjilati hingga masuk kebagian dalam lubang vaginanya. Lubang vagina Henny sudah mulai agak basah karena cairan kenikmatan sudah keluar sedikit demi sedikit mengalir. Saya semakin bernafsu menjilati sambil menyeruput bagaikan sedang menikmati minum kopi hangat yang baru diseduh.<br /><br />“Yaang.. Oouuch..” desahnya panjang sambil menaik rambut Saya.<br /><br />Rupanya Henny telah mencapai orgasmenya. Saya menghentikan permainan ini dan Saya hampiri wajahnya sambil berbisik ditelinganya.<br /><br />“Enak yaa..” ledekku sambil tersenyum.<br />“Aacchh..” rengeknya sambil mencubit lenganku manja.<br />“Tadi pura-pura nggak mau..” ledekku lagi.<br /><br />Henny tersenyum dan langsung mengulum bibirku dengan manja, Saya memintanya agar gantian Henny melakukan hal serupa seperti yang Saya lakukan terhadapnya. Tanpa dikomando Hennypun langsung menjilati leherku terus turun kedada dan perutku.<br /><br />Ketika jilatan sudah sampai diperutku, tangan Henny merosotkan celana basketku dan menyembullah kemaluanku yang sudah tegang sejak tadi, maklum kalau tidur nggak pernah pakai CD. Henny langsung menyambut kemaluanku dengan lumatan bibirnya sambil mengulum turun naik. Saya melepaskan daster Henny yang masih melekat ditubuhnya sehingga bugil.<br /><br />Saya miminta agar Henny menaikki tubuh Saya sambil mengangkangkan pahanya, Henny menggelengkan kepalanya karena belum bisa. Akhirnya Saya suruh Henny merebahkan tubuhnya ditempat tidur sambil pantatnya diganjal oleh bantal. Hennypun melaksanakannya dengan perasaan berdebar-debar karena baru pertama kali melakukan hal ini.<br /><br />Saya mengarahkan kepala kemaluan Saya kebibir vagina Henny, Saya tempelkan kepalanya sambil menggesekkan perlahan terus agak ditekan sedikit demi sedikit agar Henny tidak merasa sakit saat kemaluanku memasuki lubang vaginanya.<br /><br />“Yang.. Pelaan..” rengeknya ketika kepala kemaluanku masuk.<br />“Ini sudah pelan sayang..” kataku berbisik sambil terus menekan.<br />“Oouuchh.. Yaanngg..” desahnya.<br /><br />Saya mulai memompa kemaluan Saya keluar masuk perlahan agar Henny tidak merasa sakit. Beberapa menit kemudian Henny menggoyangkan pinggulnya kekanan dan kekiri dengan cepat, karena sudah merasakan nikmat yang sebentar lagi mencapai orgasmenya.<br /><br />“Yaang.. Nggaak.. Kuuaat.. Hmm ” desahnya sambil mengulum bibir Saya dan Saya merasakan pada batang kemaluan ada cairan hangat. Saya semakin bernafsu dan menggoyang lebih cepat lagi agar menyusul surga kenikmatan yang baru pertama kali dirasakan.<br /><br />Sepuluh menit kemudian Saya sudah mulai terasa ada gumpalan cairan yang akan keluar dari kepala kemaluan Saya, maka Saya semakin gila memompa dan rupanya Henny juga sudah bangkit lagi untuk yang kedua kalinya mencapai orgasmenya.<br /><br />“Yaangg.. Saayyaa..” desah Saya terputus ketika semburan pertama menyemprotkan sperma secara kencang.<br />“Yang.. Henny.. Jugaa.. Hheemm..” desahnya sambil meraih bibir Saya untuk dikulumnya dan memeluk tubuh Saya dengan eratnya.<br /><br />Sprei biru muda yang terpasang ditempat tidur basah oleh peluh Kami dan ada noda cairan kenikmatan yang berwarna merah muda mengalir dari lubang vagina Henny. Rupanya Henny benar-benar masih perawan ting-ting. Saya melepaskan kemaluan Saya dari lubang vagina Henny ketika sudah mulai menciut dan langsung merebahkan diri disisinya.<br /><br />Henny memelukku dan menciumi bibirku sambil mengucapkan terima kasih atas permainannya.<br /><br />“Terima kasih yaa yang..” ucapnya ditelingaku.<br />“Sama-sama..” jawabku sambil senyum kemenangan.<br />“Kamu Sayangkan sama Henny..?” tanyanya.<br />“Iyaa dong..” jawabku.<br />“Kalau Henny Hamil, Kamu maukan tanggung jawab..?” tanyanya lagi.<br />“Tentu dong.. Kan cuma Saya yang malakukannya..” jawabku untuk menghiburnya.<br /><br />Beberapa menit kemudian Kami melakukannya lagi hingga beberapa kali sampai subuh. Akhirnya Kami tertidur dengan tubuh telanjang bulat sampai siang.<br /><br />Jam menunjukkan pukul 10.20 wib. Teman-teman sudah pada bangun dan berkumpul diruang tengah sambil sarapan pagi menunggu yang lainnya untuk jalan-jalan melihat kebun apel disebelah atas villa yang Kami tempati. Pemilik Villa sebut saja namanya Riani membangunkan Kami sambil mengetuk pintu dan Kami masih terlelap tidur karena kelelahan. Rupanya Riani nggak sabar, maka diambilnya kunci duplikat kamar Kami dan membukanya. Betapa kagetnya Riani melihat Kami yang masih tidur dalam keadaan bugil dan sprei berantakan. Riani menutup kembali pintu kamar kami dan menguncinya. Riani pergi ke kamarnya dan menceritakan hal yang dilihatnya pada pacarnya sebut saja bernama Ronny.<br /><br />“Ron.. Gawat nich..” katanya pada Riani.<br />“Gawat kenapa..?” tanya Ronny penasaran.<br />“Tuch.. Temen deket lho..” katanya.<br />“Kenapa emangnya..?” tanya Ronny.<br />“Dia pada melakukan itu..” kata Riani.<br />“Melakukan apa sich..?” tanya Ronny agak penasaran.<br />“Dia pada bugil, habis begiutan kali..” kata Riani lagi.<br />“Biarin aja.. Emangnya Lo mau..?” tantang Ronny.<br />“Ngapain lagi..” elaknya.<br />“Ya.. Udah.. Mendingan Kita siap-siap..” kata Ronny lagi.<br /><br />Dua puluh menit kemudian Saya dan Henny bangun dan langsung menuju kamar mandi, Kami mandi berdua sambil saling menyabuni tubuh sehingga membuat kemaluanku tegak lagi. Henny Saya suruh menungging dan Saya masukkan kemaluannya dari belakang dengan gaya Doggy style. Setelah selesai Kami berkemas-kemas untuk berangkat jalan-jalan dengan teman-teman ke kebun apel.<br /><br />Begitu keluar kamar Kami lihat semuanya sedang sarapan dan Kami langsung menuju ke meja untuk menyantap hidangan nasi goreng yang telah tersedia. Kami bergabung diruang tengah untuk sarapan, tiba-tiba Riani menghampiri Henny dan mengajaknya kebelakang untuk berbicara berdua.<br /><br />“Hen.. Loe gila yaa..?” tanya Riani pada Henny.<br />“Gila kenapa..?” tanya Henny nggak ngerti.<br />“Loe semalem ngewe kan..?!” katanya.<br />“Nggak.. Loe kali yang ngewe..” balas Henny sengit.<br />“Ngaku aja.. Tadi Gue lihat Loe tidur bugil berdua..” cecarnya.<br />“Loe ngiri.. Yaa..” kata Henny.<br />“Kalau ngiri.. Loe ngewe aja sama Ronny..” serang Henny.<br />“Bukan gitu.. Gue nggak enak sama yang lain..” bela Riani.<br />“Biarin aja.. Emang Gue pikirin..” kataku sambil meninggalkan Riani kembali ke ruang tengah.<br /><br />Pada malam kedua Kami berkumpul diruang tengah untuk merencanakan hari esok untuk tujuan piknik selanjutnya. Ketika jam menunjukkan pukul 23.00 wib, Kami pergi ke kamar masing-masing untuk tidur.<br /><br />Seperti biasa Kami tidak dapat tidur, maka Saya dan Henny bergumul seperti kemarin. Henny menyampaikan berita kalau tadi pagi si Riany masuk kekamar dan melihat Kita masih tidur dalam keadaan bugil. Maka timbul niat iseng gue dan gue keluar kamar menemui Ronny dan berbisik ketelinganya.<br /><br />“Ron.. Cewe Loe kayaknya pengen ngewe dech ama Loe..” bisik Saya.<br />“Gila kali yee..” sungut Ronny.<br />“Tadi pagi Die masuk ke kamar Saya..” kataku lagi.<br />“Yang bener Loe..?!” tanya Ronny yang pura-pura nggal tahu.<br />“Ach.. Loe udeh tau pake pura-pura lagi..” kata Saya.<br />“Lagian Loe gila sich.. Ngewe nggak langsung pake baju lagi..” ejek Ronny.<br />“Abis keenakkan sich..” ledek Saya lagi.<br /><br />Ronny langsung pergi masuk kamarnya dan Sayapun balik kekamar.<br /><br />Rupanya Henny sudah nggak sabar lagi, ketika saya naik ketempat tidur dan masuk kedalam selimut, ternyata Henny sudah bugil. Melihat hal tersebut Saya langsung buka semua pakaian sampai <a href="http://blogceritapanas.blogspot.com/">bugil</a> dan langsung menubruk untuk bergumul sambil berpagutan. Saya menjilati dari leher turun ke susunya dan terus kebawah sampai ke vaginanya yang sudah mulai agak basah, Henny mengelinjang hebat ketika lidah Saya menyentuh clitorisnya sambil mempermainkannya. Sepuluh menit kemudian Henny meminta Saya agar naik dan langsung menancapkan kemaluan Saya pada lubang Vaginanya.<br /><br />“Yangg.. Henny nggak tahann..” rengeknya.<br /><br />Sayapun mengarahkan kemaluan Saya yang sudah tegang sejak tadi ke vagina Henny yang sudah siap untuk dimasukinya. Henny langsung menggoyangkan pinggulnya kekanan kekiri ketika kemaluan Saya sudah menancap seluruhnya didalam vaginanya. Saya merangsang Henny dengan cara menghisap kedua susunya secara bergantian dan sesekali mengulum bibirnya. Lima belas menit kemudian Henny sudah mendekati puncaknya dan meminta Saya agar cepat-cepat menuju puncaknya juga. Sayapun memompa dengan cepat agar Kami selesai secara berbarengan.<br /><br />“Yangg.. Nggaakk.. Kk..” desahnya.<br />“Ayoo.. Kita.. Bareng..” kataku sambil memompa dengan lebih cepat lagi.<br />“Yyaang.. Hhgghh..” desahnya sambil memelukku dengan erat.<br /><br />Sayapun merasakan hal yang sama dan Kamipun mencapai orgasmenya secara berbarengan. Henny mendorong tubuh Saya kesamping dan meraih kemaluan Saya yang masih agak tegang setelah memuncratkan spermanya dan langsung dikulum serta dihisapnya sampai bersih.<br /><br />“Yang.. Malam ini sudah dulu yaa..” pintanya.<br />“Kenapa emangnya..?” tanyaku.<br />“Capek sich..!” serunya lagi.<br />“Oke.. Dech yayang..” kataku sambil memeluknya. Dan Kamipun tertidur sampai pagi.<br /><br />Riany rupanya masih penasaran dan membuka pintu kamar Saya perlahan-lahan dan dilihatnya Saya masih dalam keadaan bugil. Ronny membangunkan Saya dan betapa kagetnya ketika Saya lihat Ronny dan Riany sudah ada didalam kamar.<br /><br />“Enak yaa..” kata Riany.<br />“Gila kali Loe yee..” sungutku pada Mereka.<br />“Tuch.. Barang Loe masih ngaceng..” kata Riany.<br />“Sini Loe.. Saya pake..” ledekku.<br />“Gila Loe.. Gue udeh dikasih semalem ” ledeknya lagi.<br />“Ya udeh sono keluar..” pintaku.<br />“Bangun.. Kita pada mau ke puncak beli oleh-oleh..” katanya.<br />“Ntar dulu Saya mau tuntasin dulu nich..” ledekku sambil menindih si Henny yang masih tidur lelap.<br />“Ee.. Gilaa..” kata Riany sambil menarik tangan Ronny keluar.<br /><br />Saya cuek aja memasukkan kemaluan Saya ke lubang vagina Henny dan memompanya sampai selesai. Setelah selesai Kamipun pergi mandi dan siap-siap untuk pergi ke puncak setelah sarapan pagi.<br /><br />TAMAT</div>adminhttp://www.blogger.com/profile/15854628150373432211noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5658668220254956031.post-60947660449003152492009-10-05T19:30:00.000-07:002009-10-05T19:32:59.615-07:00Hotel Mesum<div style="text-align: justify;"><span style="font-weight: bold;">Cerita Panas</span> ~ Saya mendapat tugas dari kantor saya untuk pergi ke kota Solo menemui kepala cabang di sana untuk suatu pekerjaan yang memakan waktu lamanya 3 hari. Di hari terakhir setelah kerjaan saya rampung saya dengan wakil kepala cabang yang bernama Ibu Ria menghadap kepala cabang untuk melaporkan status pekerjaan. Setelah berbasa-basi dan acara lapor melapor selesai maka saya pamit kembali ke hotel untuk beristirahat.<br /><br />Ketika saya keluar dari ruang kepala cabang, saya mampir dulu ke ruangan Ibu Ria. Sesampainya di ruangan Ibu Ria saya langsung duduk di sofa yang ada di ruangan tersebut. “Mau minum kopi dulu nggak Jim..?” tanya Ibu Ria. “Wah.. boleh juga tuh bu..!” jawab saya. “Kamu nggak buru-buru mau balik ke Hotel kan Jim..!” tanya Ibu Ria sambil order kopi ke office boy. “Enggak Bu..! lagian besok keretanya berangkat siang kok..” jawab saya sambil menghisap rokok yang sudah terselip di bibir. Tidak beberapa lama dua cangkir kopi yang dipesan oleh Ibu Ria diantar oleh office boy, tapi eh.. office girl sebab dia perempuan tuh. Waktu saya perhatikan ternyata itu perempuan cukup oke juga wajah maupun bodinya. Tahu saya melihati terus itu perempuan tanpa berkedip Ibu Ria menyeletuk, “Hooi.. Jim.. lu tuh kalau ngeliat jidat licin jangan melotot gitu dong..!” Saking malunya, muka saya sampai terasa panas, “Ah.. Ibu.. engga koq..!” sahut saya sekenanya. “Emang kamu belum berkeluarga Jim..?” tanya Ibu Ria sambil dia mengambil rokok saya yang ada di meja. “Belum Bu, saya masih ’single fighter’ nih..!” jawab saya sambil menyalakan korek zippo saya buat rokok Ibu Ria. “Kalau Ibu tawarin kamu cewek yang tadi buat nemeni kamu malem ini mau nggak Jim..?” tanya Ibu Ria bikin saya kaget. “Haah.. apa.. Bu..?” saya yang lagi nyeruput kopi di cangkir sedikit tersedak, untung nggak tumpah. “Aduh.. nggak usah kaget gitu Jim, Ibu ngerti kalau masalah itu siih, sudah deh.. nanti Ibu urus berees.. ok!” “Waah.. gimana yah Bu.. eehhmm..!” saya masih belum bisa berbicara. “Ya.. sudah kamu tunggu di sini yah.. sebentar.. jangan kemana-mana! eh.. kamu di kamar berapa Jim..?” tanya Ibu Ria sambil berdiri. “Saya di kamar 215, Bu!” sahut saya sambil tersenyum. Enggak berapa lama Ibu Ria kembali bersama perempuan itu dan berkata, “Jimmy ini kenalin..!” Saya sambut tangan itu perempuan sambil menyebut nama saya, “Jimmy..” Perempuan tersebut membalas, “Saya Santi Mas..!” sambil menunduk. Santi ternyata sudah ganti pakaian dengan mengenakan kaos oblong putih ketat dan celana Blue Jeans belel. “Cakep juga nih cewek, Ibu Ria tau saja selera orang”, saya berkata dalam hati. “Ya.. sudah Jim.. kalau gitu.. saya anter ke hotel deh sekalian!” Ibu Ria berkata begitu sambil membereskan mejanya dan mengambil kunci mobilnya.<br /><br />Akhirnya kita bertiga beriringan keluar dari kantor sekitar jam 9 malam menuju ke hotel tempat saya menginap. Selama perjalanan ke hotel Santi lebih banyak diam sambil tersenyum mendengarkan obrolan saya dengan Ibu Ria. Sesampainya di hotel saya dan Santi turun dari mobil dan saya langsung menghampiri Ibu Ria dan berbisik, “Enggak ikut mampir Bu?” “Ah, Jimmy.. pakai basa-basi.. sudah sana nanti keburu dingin.. ok.. Jim, sampai ketemu lagi yah.. bye..!” Setelah berkata begitu Ibu Ria langsung tancap gas. Tinggallah saya dengan Santi di depan lobby hotel. “Ayo deh San.. kita ke kamar saja!” ajak saya ke Santi. “Iya Mas!” jawab Santi sambil tersenyum. Sambil jalan ke kamar, saya perhatikan ini perempuan mukanya lumayan manis, kulit kuning, rambut lurus sebahu, pinggulnya besar, dan dadanya lumayan besar kira-kira 34B dan kelihatannya masih cukup kencang. Sesampai di dalam kamar saya tawarkan si Santi minum, “Mau minum apa San..?” tawar saya. “Ya.. apa saja lah Mas..! engga usah repot-repot”, jawabnya. Akhirnya saya buka kulkas minibar dan saya ambil dua kaleng soft drink dan saya kasih satu ke Santi. Santi duduk di sofa samping saya sambil mulai minum dan saya segera buka sepatu saya dan ganti dengan sandal kamar. “Sudah lama kenal Ibu Ria..?” tanya saya. “Lumayan Mas.. soalnya saya kost di rumahnya”, jawab Santi lagi. “Ooo.. gitu yah..!” pantesan Ibu Ria bisa tahu kalau nih perempuan “bispak”. “Waduh.. badan saya capek sekali.. San, kamu bisa mijet engga, tolongin saya mau yah..?” sembari berkata begitu saya langsung rebahan di tempat tidur dan melepaskan semua baju dan celana hingga tinggal <a href="http://blogceritapanas.blogspot.com/">celana dalam</a>. saya lihat si Santi sudah beranjak dari sofa menghampiri saya sambil berkata, “Enggak begitu pinter sih Mas.. tapi saya coba yah..!” Setelah berkata demikian Santi ikut naik ke ranjang dan mulai memijat badan saya. Pertama-tama saya dipijat sambil tengkurap dan otomatis begitu tangan Santi mulai memijat badan saya, penis saya langsung mengeras, ternyata saya sudah horny nih, pikir saya dalam hati. Lumayan juga pijatan Santi, dan nggak berapa lama saya balik badan dan si Santi tepat di atas saya mulai memijat bagian pundak saya. Tangan saya mulai beraksi, pertama saya elus-elus paha dia yang masih pakai celana jeans, dan perlahan tapi pasti saya mulai membuka celananya dan saya lihat dia diam saja. Waktu celana jeans-nya sudah copot, saya lihat wah.. muluss sekali.. bikin saya makin horny saja. Santi masih mengenakan CD berwarna krem dan pakaian atasnya masih komplit. Tangan saya gerilya lagi tapi kali ini pindah kebagian dadanya, saya elus-elus payudaranya yang masih mengenakan bra dengan lembut seakan takut pecah. Akibat elusan tangan saya si Santi kelihatan juga horny dan pijatan tangannya sudah nggak karuan berubah menjadi remasan.<br /><br />Berhubung saya sudah horny berat, langsung saja saya rebahkan si Santi di ranjang. “San.. saya buka semua baju kamu yah..?” tanpa menunggu jawaban lagi langsung saya buka kaos, bra, dan CD-nya beruntun hingga Santi menjadi telanjang bulat. Wuuiih.. body nih perempuan oke punya, payudaranya ternyata benar-benar masih kencang, asyik punya. “Mass.. bajunya belum dibuka, buka dong..!” Santi berkata demikian sambil berusaha melepaskan baju saya. Saya diamkan saja si Santi yang sekarang gantian melepas baju dan celana saya. setelah saya telanjang bulat penis saya yang dari tadi memang sudah tegang langsung “ngejeplak” dengan perkasa. “Isepin punya saya dong San..!” pinta saya. Tanpa banyak omong Santi langsung menghisap penis saya dan dijilat-jilat sampai saya merasa nikmat benerr, uuiihh. Dengan telaten si Santi menghisap batang penis dan kepala penis saya sampai penis saya banjir air liurnya, tanpa saya sadar saya mulai menggerakkan penis saya maju mundur di dalam mulutnya. Ternyata Santi sungguh lihai permainan mulutnya hingga saya merasa penis saya sudah mau mengeluarkan sperma. “aahh.. shh.. Aduh.. San saya nggak tahaann nihh.. aahh.” “Crett.. crett.. crett..” keluarlah air mani saya di dalam mulutnya banyak sekali dan semua langsung ditelan oleh si Santi tanpa merasa jijik sama sekali. Setelah itu Santi bergegas ke toilet untuk kumur-kumur dan saya masih telentang di ranjang.<br /><br />Sekembalinya dari toilet Santi rebahan di samping saya, dan payudaranya yang indah itu menantang saya untuk di hisap. Tanpa menunggu lagi saya langsung sergap payudaranya dan mulai bermain dengan pentilnya yang kecil dan berwarna coklat tua.<br />“Ahh.. oouuhh.. shh.. Mas.. Jimmy.. ahh”, Santi bergumam demikian ketika saya gigit pelan pentilnya. Tangan saya mulai merambah kebagian vaginanya dan ternyata saya baru sadar kalau vaginanya nggak ada bulunya dan jari saya langsung mengenai kelentitnya.<br />“Wah.. bulunya kok nggak ada San..?” tanya saya di sela-sela hisapan ke payudaranya.<br />“Aoohh.. saya cukur Mas.. sshh.. biar tambah lebat numbuhnya.. ahh”, Santi menjawab sambil sesekali mengerang keenakan. Jari saya mulai masuk kebagian dalam vaginanya yang hangat dan mulai basah, jari saya seakan menari-nari di dalam vaginanya.<br />“Waaw.. oouuhh.. aahh.. Mas sudah dong nggak tahan nih.. cepetan.. sshh..” Santi menjerit dan pinggulnya bergoyang ke kiri dan ke kanan nggak karuan. Setelah itu saya langsung ambil posisi untuk memasukkan penis saya kedalam vaginanya yang sudah banjir. Ternyata Santi sudah nggak sabaran dan dia langsung mengarahkan penis saya ke dalam lubang vaginanya.<br />“Blesspp.. uuaahh.. ahh.. oohh..” saya mulai menggerakkan penis saya maju mundur perlahan.<br /><br />“Ohh.. ahh.. eehhmm.. San.. nikmat.. banget San.. uuhhgg”, sambil berkata begitu saya remas payudaranya yang semakin kencang. “Iya.. Mas.. saya juga nikmat.. nih.. oouuhh.. Mas.. saya di atas ya..” Santi merengek manja ke saya. Saya turuti maunya dan saya langsung cabut penis saya dan saya gantian di bawah sedangkan Santi di atas saya. Santi langsung mengangkangi penis saya dan cepat-cepat menekan vaginanya kebawah, “Bleepp.. slebb.. sleebb.. bless.. ahh.. aahh.. Mass.. oohh”, Santi menjerit kecil sambil menggerakkan vagina dan kepalanya bergoyang ke kiri dan ke kanan. Sambil bergoyang saya mulai meremas lagi payudaranya dan bermain dengan putingnya yang membuat saya gemas setengah mati.<br />“aaduhh.. oohh.. Mass.. saya nggak tahaann.. aahh”, Santi menjerit lagi dan saya rasa vaginanya menyemburkan cairan hangat dan menambah nikmat rasanya buat saya. Ternyata saya juga merasakan hal yang sama dan langsung saya pompa dengan cepat penis saya agar bisa mengeluarkan sperma saya di dalam vaginanya.<br />“Tahan San.. saya juga mau keluar nihh.. aahh.. ahh..” dan tidak berapa lama kemudian muncratlah sperma saya untuk kedua kalinya dan kali ini keluar di dalam vaginanya.<br />“Croot.. creett.. oouhh.. Saannti.. ahh”, saya peluk dia kencang-kencang sambil menikmati sisa-sisa sperma yang masih keluar.<br /><br />Akhirnya saya dan Santi tertidur sambil berpelukan dan keesokan paginya kita berdua bangun dan mandi berdua sambil bermain satu ronde lagi dengan menggunakan dog style. Sebelum berangkat ke stasiun kereta api. Saya titip pesan buat Ibu Ria lewat Santi untuk mengucapkan rasa terima kasih saya.<br /><br />TAMAT</div>adminhttp://www.blogger.com/profile/15854628150373432211noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5658668220254956031.post-69852221903648662522009-10-05T19:26:00.000-07:002009-10-05T19:30:01.455-07:00Cerita Seks Dengan Gadis Kembar<div style="text-align: justify;"><span style="font-weight: bold;">Cerita Panas</span> ~ Memang sudah tidak aneh kalau ada dua orang anak kembar yang menyukai selera yang sama dalam segala hal, termasuk soal memilih pacar. Tapi ada sedikit pengalamanku yang benar-benar hebat dengan dua anak kembar di sekolahku. Bukan berpacaran dengan salah satu dari mereka atau keduanya sekaligus, tapi meniduri mereka berdua sekaligus, itu baru luar biasa.<br /><br />Hari itu seperti biasanya, aku tidak langsung pulang dari sekolah, aku dan beberapa orang temanku duduk-duduk sambil sedikit ngobrol, yah tentu saja tidak jauh dari soal cewek dan seks.Alf salah satu temanku yang kebetulan duduk di sebelahku bercerita tentang pengalamannya dengan satu dari sepasang kakak beradik yang kembar. Kalau saja mereka tidak ketahuan penjaga sekolah, pasti Alf sudah berhasil melakukan niatnya. Alf sedikit kecewa dengan pengalamannya itu, tapi dia sedikit senang karena dia berhasil meremas dada kanan gadis itu sambil menciumnya.<br /><br />Saat itu kedua gadis kembar itu lewat, dan dengan gaya centilnya mereka menyapa kami berempat. Alf yang sedari tadi bercerita langsung berdiri hendak menghampiri mereka, tapi seketika itu juga dilihatnya penjaga sekolah yang memergoki mereka, kontan saja Alf duduk lagi. Aku sendiri tetap duduk sambil memandang kedua gadis itu menjauh dari kami berempat. Lumayan juga, memang tidak terlalu cantik, tapi cukup manis.<br /><br />Dua hari kemudian, tanpa sepengetahuan ketiga temanku, kuajak salah satu dari mereka makan siang di kantin sekolah, sebut saja namanya Adriana. Aku yakin ketiga temanku tidak tahu, karena mereka berencana untuk berenang sepulang sekolah. Aku sedikit berbincang-bincang dan saat itu kakak kembar gadis itu datang, sebut saja Cinderella datang menghampiri kami berdua. Dia datang ketika aku mengajak Adriana sedikit refreshing setelah pra-EBTA yang benar-benar bikin kepala pusing.<br /><br />Cinderella langsung merengek untuk ikut juga, tentu saja aku tidak menolak, kapan lagi aku bisa mengajak dua orang gadis pergi bersama, apalagi mereka kembar. Akhirnya kami bertiga sepakatuntuk pergi ke Pangandaran, kebetulan sekolah libur 3 hari setelah pra-EBTA.<br /><br />Singkat cerita, kami sampai ke Pangandaran, dan kami menyewa 2 kamar, satu untukku dan satu lagi untuk mereka berdua. Tentu saja kami sedikit berjalan-jalan dulu sebelum akhirnya memutuskan untuk beristirahat. Aku sebenarnya tidak ingin tidur, karena itu aku tetap terbangun walaupun aku berbaring di tempat tidurku.<br /><br />Pukul 11 tepat, pintu kamarku diketuk. Ketika kubuka, Adriana dengan tenang masuk ke kamarku. Aku memang memintanya untuk datang ke kamarku kalau kakak kembarnya sudah tidur. Kamiberbincang sebentar, dan akhirnya perbincangan itu kuakhiri dengan sebuah ciuman. Mulanya hanya ciuman selamat malam, tapi begitu tahu kalau dia membalasnya, aku tidak segera melepaskan bibirnya, dan terus kulumat bibir seksinya itu.<br /><br />Tanganku yang semula diam, mulai nakal dan memanjat naik ke dadanya, tetapi ketika kuremas dadanya, Adriana meronta, “Aku sudah milik orang lain, apalagi dia Alf temanmu.”<br />Aku tersenyum, “Aku tidak akan mengambilmu darinya, hanya untuk malam ini saja.”<br />Adriana tersenyum nakal, diraihnya tanganku, “Oke, siapa takut..!”<br />Aku tersenyum, lalu melanjutkan permainanku. Kupagut lagi bibirnya, sedang tanganku tidak lagi meremas dadanya, kedua tanganku melingkar di tubuhnya, dan kulepas bra di balik baju tidurnya.<br /><br />Setelah selesai melaksanakan tugasnya, barulah kedua tanganku bermain-main di depan, meremas, mengelus dan sesekali memelintir puting dadanya yang sudah mengeras. Adriana tidak menolak ketika kulepas kaosnya. Kulihat dengan jelas kedua gunung yang menggoda itu, tidak terlalu besar, tapi cukup untuk membuat mataku terbelalak. Tanpa menunggu aba-aba lagi, langsung kusambar keduanya, kuremas sedikit kuat.<br /><br />Adriana mendesah dalam, dipegangnya tanganku seolah memohon untuk lebih lembut sedikit. Aku tahu hal itu, karenanya kulepaskan dada kirinya, tapi sebagai gantinya, hap.., buah dadanya seolah kumakan dengan liar. Kuhisap sedikit sambil kumainkan lidahku memutar putingnya yang sudah berdiri tegak di puncak kedua bukit itu.<br /><br />Belum selesai kubermain, aku tersentak kaget. Kulihat Cinderella berdiri di ambang pintu yang lupa kukunci. Dia tersenyum ke arahku, lalu mendekat. Aku benar-benar menyesal karena lupa mengunci pintu, tapi penyesalanku berubah menjadi senyum kemenangan ketika Cinderella membuka pakaian tidurnya.<br />“Jangan hanya berani melawan adikku, bagaimana kalau kau buktikan kejantananmu pada kami berdua sekaligus..?”<br /><br />Aku tidak banyak berbicara lagi, kusambar tubuh Cinderella yang sudah setengah telanjang itu, kutarik bra-nya hingga putus, lalu kubanting dia ke tempat tidurku. Seperempat detik kemudian lidahku sudah bermain di puting dadanya yang sedikit lebih besar dari Adriana. Cinderella mendesah dalam sambil menikmati permainanku, kulihat Adriana duduk memandang kami berdua, kutarik tubuhnya, dan kubaringkan di sampingku. Cinderella di sebelah kananku, dan Adriana di sebelah kiriku, sedang aku telungkup di tengah sambil meremas dada mereka. Selagi tanganku bekerja meremas dan mengelus, mulutku bergantian menghisap dan menjilati dada mereka yang lainnya secara bergantian.<br /><br />Setelah kurasa cukup, aku berdiri, dan membuka seluruh pakaianku, begitu pula Adriana dan Cinderella. Kubuka agak lebar kaki Adriana, dan lidahku langsung bermain di sekitar kemaluannya. Adriana bergoyang-goyang keenakan. Kutarik kepala Cinderella ke selangkangan kakiku dan tanpa disuruh lagi, langsung dikulumnya kejantananku. Hebat juga permainannya, sesekali dihisapnya kejantananku, lalu dijilatinya kepalanya yang berwarna ungu, itu membuatku sedikit geli dan semakin liar menjilat kemaluan Adriana.<br /><br />Kulihat juga klit-nya mulai terlihat walau tersembunyi, kugosok dengan telunjukku, dan Adriana mendesah sambil menegangkan otot pinggulnya. Aku tahu dia menyukainya, karena itu kugosok lagi, dan sesekali kujilat benda itu. Tidak lama kemudian Adriana menyerah, tubuhnya menggoncang hebat, dan dia sedikit memekik menahan nikmatnya <a href="http://blogceritapanas.blogspot.com/">puncak birahi</a>. Kemaluannya semakin basah, dan terlihat lendir mengalir perlahan dari sela surga dunia itu.<br /><br />Kudorong kepala Cinderella, dan kuregangkan lebih lebar paha Adriana. Cinderella tahu kalau aku akan menusuk kemaluan Adriana, karena itu dia duduk di belakang Adriana, sepertinya hendak membantu Adriana menahan goncangan-goncangan yang sebentar lagi akan terjadi. Kugosokkan sebentar kepala kejantananku yang sudah basah oleh liur Cinderella. Dan kutekan sedikit di kemaluan Adriana. Tangannya meremas sprei dan mulutnya terbuka sedang matanya terpejam.<br /><br />Setelah masuk kepala kejantananku, kugerakkan naik turun sedikit, dan dengan sedikit hentakan, seluruh kejantananku masuk semua ke dalam kemaluannya. Adriana menjerit tertahan dan tubuhnya terdorong ke belakang. Cinderella berusaha menahannya dan kembali menegakkan tubuh Adriana yang seolah tergeletak tidak bertenaga.<br /><br />Setelah itu kugerakkan pinggulku maju mundur, dan sesuai dengan irama maju mundur itu, Adriana mendesah-desah. Cinderella sendiri memeluk adiknya sambil mengelus lengannya, seolah menghibur kalau ini akan segera berakhir. Semakin lama kocokanku semakin cepat, dan desahan Adriana sudah berganti menjadi jeritan-jeritan tertahan yang membuat nafsuku semakin membara. Beberapa menit kemudian kurasakan kejantananku panas, aku akan mencapai puncak, karena itu kupercepat gerakanku, dan ketika hampir keluar, kucabut kejantananku dari kemaluan Adriana.<br /><br />Aku teringat artikel yang kubaca di situs ini, yang berjudul “Pria Multi Orgasme” (kalau tidak salah). Karena itu segera kutekan bagian bawah buah kemaluanku, tempat antara dubur dan batang kemaluanku (lengkapnya, baca saja artikel itu). Aku tetap merasa kenikmatan orgasme, dan kulihat tidak ada mani yang keluar dari kejantananku, hanya saja ketika kenikmatan itu berakhir, kulepas jariku dan kulihat cairan bening keluar sedikit dari kejantananku. Adriana sendiri bergoncang-goncang menikmati puncak keduanya. Cinderella sedikit kesulitan menahan badan adiknya yang bergoncang-goncang.<br /><br />Tetapi akhirnya itu berakhir. Adriana segera ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya yang penuh keringat. Aku tidak menunggu lagi, kejantananku yang sudah sangat basah masih tetaptegang dan siap digunakan, karena itu aku langsung menyambar tubuh Cinderella yang sepertinya sudah tidak sabar juga.<br /><br />Aku tidak perlu membasahi kemaluannya, karena sudah sangat basah. Rupanya dia menikmati dan menonton pertunjukkanku dengan adiknya. Kali ini aku tidak bermain dari depan, kubalikkan tubuhCinderella dan kutusuk dia dari belakang. Cinderella berusaha menahan goncangan ke depan dengankedua tangannya, tapi sepertinya dia tidak kuat, berkali-kali aku harus menarik pinggulnya yang semakin terseret maju akibat kocokanku.<br /><br />Di luar dugaanku, ternyata dengan teknik pria multi orgasme itu aku menjadi lebih lemah, dan belum aku puas mendengar jeritan dan desahan Cinderella, kejantananku sudah panas dan hampir keluar. Aku segera melepaskan kejantananku dari kemaluan Cinderella, dan sambil memberi sedikit waktu pada kejantananku, kukunci pintu yang lupa kukunci. Tidak lama, tapi cukup untuk memberi waktu pada kejantananku untuk beristirahat.<br /><br />Setelah itu kulanjutkan permainanku, kukocok kemaluan Cinderella dari belakang, dan beberapa saat kemudian kucabut lagi, kali ini kuarahkan ke lubang duburnya. Kutekan, tapi hanya sedikit saja yang masuk. Kutekan lagi lebih keras, dan terus menerus, tapi tidak juga masuk semuanya. Aku tidak peduli, kukocok walaupun sulit. Akhirnya aku menyerah, kepala kejantananku terasa sakit karena lubang duburnya jauh lebih sempit dari kemaluannya.<br /><br />Kubalikkan tubuh Cinderella yang sudah basah karena keringat, dan kukocok kemaluannya dari depan. Cinderella menjerit dan berdesah sebelum akhirnya mencapai puncak. Aku sendiri sudahhampir mencapai puncak, karena itu kupercepat gerakanku, semakin cepat dan semakin liar. Ketika hampir keluar, kucabut dari kemaluannya, dan kuselipkan di antara dada Cinderella.<br /><br />Kugosok-gosokkan seolah sedang mengocok kemaluannya, dan tidak lama kemudian aku mendesah panjang dibarengi dengan cairan putih kental yang memancar keluar ke wajah Cinderella, dan jugaleher serta di sela-sela dadanya. Setelah berbaring sebentar, aku menggendong Cinderella ke kamar mandi, dan membersihkan diri di sana, bertiga dengan Adriana.<br /><br />Kami sempat bermain sebentar di kamar mandi, tapi tidak sampai puncak, karena aku sudah terlalu lelah untuk bermain dengan mereka. Kami tidur bertiga dengan tubuh masih telanjang, dan paginya kami pulang ke Bandung dengan sejuta kenikmatan. Malam itu benar-benar menyenangkan dan tidak akan kulupakan seumur hidupku.<br /><br />Melalui cerita ini juga aku ingin meminta maaf pada Alf, “Sorry, kutiduri pacarmu. Tapi dia memang benar-benar luar biasa. Aku sungguh-sungguh menyesal tidak mengajakmu ikut, tapi mungkin lain kali kita bisa bermain berempat dengan mereka berdua. Sekali lagi maafin aku ya Alf, aku janji lain kali nggak bakalan niduri dia lagi tanpa ijin eloe..”<br /><br />TAMAT</div>adminhttp://www.blogger.com/profile/15854628150373432211noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5658668220254956031.post-44525459124906171922009-10-04T20:16:00.000-07:002009-10-04T20:18:51.340-07:00Maniak Seks<div style="text-align: justify;"><span style="font-weight: bold;">Cerita Panas</span> ~ Para pembaca yang sudah membaca kisahku “<a href="http://blogceritapanas.blogspot.com/2009/10/aku-seorang-penggila-seks.html">Aku Seorang Penggila Seks</a>” pasti sudah mengetahui bagaimana aku, Nadya, kehilangan keperawananku akibat hubungan sexku dengan para TKI yang merupakan anak buah dari papaku.<br /><br />Sejak peristiwa itu, aku merasa agak bersalah kepada pacarku, yang justru terhadapnya aku belum pernah berhubungan sex. Paling-paling hanya sebatas saling menjilat kemaluan sampai kami sama-sama klimaks.<br /><br />Pagi itu, aku lupa hari apa, aku masih tertidur di ranjangku, yang kebetulan sekamar dengan orang tuaku. Kata orang tuaku sich, kami tidur seranjang untuk menghemat biaya AC yang cukup mahal itu. Saat itu aku memakai baju tidur satin warna pink yang tidak berlengan. Di dalamnya hanya mengenakan celana dalam warna kuning yang mini, sehingga kalau ada pria yang melihat pasti akan terangsang melihatnya.<br /><br />Hari itu, mama dan papaku kembali sedang pergi ke Jakarta. Sedang ciciku sudah ke kantornya. Memang sudah kebiasaan di rumahku, jika ada orang di rumah, pintu depan tidak pernah terkunci, hanya dirapatkan saja.<br /><br />Pagi itu, aku tidak tahu bahwa mamaku memanggil tetanggaku Benny yang tukang servis AC itu, untuk menservis AC di rumah. Benny adalah seorang cowok chinese yang wajahnya jauh dari tampan. Rambutnya agak botak. Tubuhnya tinggi. Usianya tak jauh beda dari ciciku. Katanya sich dia pernah naksir aku.<br /><br />Pagi itu, sekitar jam 8, Benny datang ke rumahku membawa peralatan hendak menservis AC. Dia mengetuk pintu namun tak ada jawaban karena aku masih pulas tidur di kamar. Maka dia memberanikan diri, karena sudah kenal, masuk ke rumah.<br /><br />Waktu dia mendekati kamarku, rupanya mamaku lupa merapatkan pintu kamar, hingga agak terbuka sedikit. Benny tanpa kusadari membuka pintu itu pelan-pelan. Aku saat itu sedang tertidur pulas tanpa ditutupi selimut. Baju tidurku juga sudah tersingkap sampai di pusar, sehingga celana dalamku yang berwarna kuning menyala itu terpampang bebas di hadapan Benny.<br /><br />Aku merasa ada tangan yang meraba-raba pahaku. Namun aku saat itu sedang memimpikan bersetubuh dengan pacarku. Saat tangan itu membelai-belai selangkanganku yang masih tertutup CD itu, aku merasa bahwa itu adalah jilatan-jilatan dari pacarku.<br /><br />Kurasakan tangan itu semakin berani merabai tubuhku. Diselipkan jarinya dibalik Cdku yang sudah mulai basah itu. Diraba-rabanya bibir vaginaku dari luar.<br /><br />Tiba-tiba di halaman belakang ada suara genteng jatuh sehingga aku terkaget dan terbangun. Lebih kaget lagi saat kulihat Benny sedang mempermainkan vaginaku dengan jari-jarinya sambil cengegesan.<br /><br />“Pagi Dya, sorry gua masuk tanpa permisi, abis ngga ada yang bukain pintu. Pas gua masuk eh gua liat lu lagi bobo dengan baju seksi gini.” “Gua ngga tahan kalo liat lu begini”<br /><br />Aku berusaha menolak Benny, tapi tangannya kuat mencengkeram bahuku sambil jari tangan yang satunya sibuk mengorek-ngorek isi vaginaku dari balik Cdku yang sudah basah itu.<br /><br />Aku merasakan geli yang amat sangat, namun aku juga tak begitu rela disetubuhi oleh si Bandot ini.<br /><br />“Sudah Ben.. gua ngga tahan nich.. entar ketahuan orang ngga enak ” kataku sambil berusaha memegang tangannya. Namun dia tetap bertahan “Tenang aja Dya, bentar lagi pasti enak koq.. Ayo lah.. kita kan udah kenal lama, sekali-sekali kasih donk gua kesempatan..” kata Benny sambil terus mengorek-ngorek vaginaku.<br /><br />Tak lama kemudian aku merasakan akan orgasme, sehingga pahaku menjepit kuat tangan Benny yang ada di selankanganku. Kira-kira 5 menit kemudian aku merasakan ada cairan yang keluar deras dari vaginaku. Aku jadi lemas karenanya dan telentang tak berdaya, pasrah membiarkan apa yang akan dilakukan Benny.<br /><br />Benny kemudian menaikkan dasterku ke atas hingga lewat kepala dan membuangnya entah kemana. Dia tersenyum mesum melihat payudaraku yang terpampang bebas dengan putingnya yang merah kecoklatan itu.<br /><br />Dia segera mengenyot payudara kananku, sambil lidahnya bermain-main di atas putingku. Tangan kanannya perlahan-lahan merosot Cdku hingga bugil. Kemudian jari-jarinya kembali ditusuk-tusukkan ke dalam vaginaku yang sudah becek itu. Mulutnya berganti-ganti mengenyot kedua payudaraku.<br /><br />Aku yang sudah terangsang itu tak sadar mulai mengelus-elus kepala Benny yang botak itu seperti kekasihku. Padahal sebelumnya aku sama sekali tak kepengen disentuh Benny. Namun Benny sungguh sangat pandai menaikkan nafsuku.<br /><br />Kemudian Benny melepas seluruh pakaiannya hingga terlihatlah kontolnya yang berukuran sekitar 18 cm dengan diameter 4 cm itu. Dia menyuruhku untuk menjilatnya.<br /><br />Mulanya aku menolak karena kontol itu agak bau, namun dia menjejalkan kontolnya ke mulutku hingga aku mulai mengemutnya. Kepalaku digerakkannya maju mundur seperti sedang dientot oleh kontolnya.<br /><br />Tiba-tiba aku dikagetkan oleh suara. “Wah, lagi apa nich.. lagi asik ya.. ikutan donk..” Kami berdua menoleh. Rupanya Bang Man, sopir tetanggaku masuk ke dalam rumahku yang tak terkunci itu. “Sorry non, tadinya mau minjem tangga, eh ternyata lagi pada asyik..” Kata Bang Man.<br /><br />Aku merasa kepalang basah, maka mendiamkan saja keadaanku yang sedang bugil bersama Benny. Kulihat Bang Man segera melepas celana panjang dan Cdnya. Kontol Bang Man sedikit lebih panjang dari Benny tapi lebih kurus. Selain itu warnanya juga hitam.<br /><br />Kini kedua pria itu mendekatkan kontol mereka ke bibirku. Sambil terus mengocok kontol Benny yang sudah tegang itu, kontol Bang Man yang masih lemas itu mulai kujilat-jilat. Perlahan tapi pasti kontol itu mulai menegang, hingga akhirnya sama tegangnya seperti kontol Benny.<br /><br />“Bang, aku udah ngga tahan.. langsung masukin aja ya.. Ben, elu masukin dari bawah aja dech..” kataku kepada keduanya.<br /><br />Benny kemudian menelentang hingga kontolnya mengacung tegak ke atas. Perlahan aku naik ke atas tubuh Benny dan memasukkan kontolnya ke vaginaku.<br /><br />Mula-mula agak sakit, namun Benny menghentakkan tubuhnya ke atas hingga bless.. Kontolnya langsung masuk ke dalam lubang memekku.<br /><br />Aku perlahan-lahan mulai menaik turunkan tubuhku. Tak terlalu susah karena vaginaku sudah basah. Aku merasakan kegelian yang amat sangat saat kontol Benny keluar masuk tubuhku.<br /><br />Tiba-tiba Bang Man memaksaku agak menelungkup. Kemudian.. bless.. Kurasakan kontolnya yang panjang itu menyodok lubang pantatku hingga aku agak terdongak ke atas. Bang Man segera menjambak rambutku dan menjadikannya sebagai pegangan.<br /><br />Aku semakin kegelian karena payudaraku yang tergantung bebas itu dijilat-jilat Benny dari bawah. Sungguh sensasi yang luar biasa. Saat Bang Man menyodokkan kontolnya, saat itu pula kontol Benny tertanam makin dalam ke liang vaginaku. Aku sampai dibuat orgasme 2 kali.<br /><br />15 menit kemudian mereka berganti posisi. Benny masih menelentang, namun dia mendapat jatah lubang duburku. Sementara itu dari depan, Bang Man menyodokkan batangnya kedalam vaginaku yang sudah becek. Bang Man menggenjot kontolnya maju mundur dengan cepat sambil tangannya berebutan dengan tangan Benny meremasi payudaraku.<br /><br />Aku dibuat menggelinjang kesana kemari oleh terjangan dua cowok ini, hingga akhirnya aku tak tahan dan orgasme untuk entah yang keberapa.<br /><br />Tak berapa lama kurasakan kontol Benny berdenyut-denyut, dan dia mencengkeram keras payudaraku. Dia kemudian menyemprotkan spermanya banyak sekali di dalam duburku.<br /><br />Rupanya Bang Man masih perkasa. Tanpa mempedulikanku yang kecapean, dia segera memangkuku, sambil kontolnya naik turun menusuk vaginaku. Bibirnya yang hitam itu sibuk mengenyot-ngenyot puting susuku hingga aku kegelian.<br /><br />Akhirnya aku kepengen orgasme lagi. ” Bang.. aku mau keluar lagi..” “Tahan non, abang juga dah mau nyampe.. barengan aja ”<br /><br />Akhirnya kurasakan aku mulai mengejang, Bang Manpun juga demikian. Akhirnya pertahananku jebol. Dari vaginaku keluar cairan banyak sekali. Tak lama kurasakan Bang Man juga menyemprotkan banyak sekali air maninya ke dalam vaginaku.<br /><br />Kami berdua kecapean hingga telentang di ranjang. Rupanya Benny sudah bangkit lagi. Hingga tanpa memberiku waktu istirahat, dia segera menancap vaginaku.<br /><br />Hari itu, kami bertiga bermain sex sampai kira-kira hampir sore. Aku merasa sangat kelelahan sekali, namun juga sekaligus puas sekali. Ini adalah pengalamanku yang sangat hebat.<br /><br />“Nadya, elu sungguh hebat, kapan-kapan kita main lagi ya” kata Benny sebelum pulang sambil menciumku. Dalam hati aku hanya bisa mendongkol. Enakan di dia, ngga enak di guanya, gerutuku dalam hati.</div>adminhttp://www.blogger.com/profile/15854628150373432211noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5658668220254956031.post-39967007385178040882009-10-04T20:13:00.000-07:002009-10-04T20:16:22.785-07:00Aku Seorang Penggila Seks<div style="text-align: justify;"><span style="font-weight: bold;">Cerita Panas</span> ~ Namaku Nadya. Aku adalah gadis keturunan chinese yang berkulit kuning langsat. Badanku tidak terlalu tinggi hanya sekitar 155 cm dan berat 45 cm. Payudaraku berukuran sedang, sekitar 34B. Usiaku sekarang 22 tahun dan aku tinggal di pinggiran kota Jakarta<br /><br />Aku sebenarnya bukanlah wanita penggoda. Cuman aku sering mendengar dari teman-teman kuliahku bahwa aku termasuk cewek yang berpenampilan sexy dan sering membuat para cowok turun naik jakunnya. Terlebih aku suka memakai kaos longgar, sehingga jika aku menunduk sering terlihat gundukan payudaraku yang terbungkus bra hitam kesukaanku.<br /><br />Di rumahku sendiri, setiap habis mandi, aku selalu hanya membungkus tubuhku menggunakan kimono mandi warna biru muda berbahan handuk. Seringkali karena habis tersiram air yang dingin, membuat puting susuku tercetak di balik kimono. Kamar mandiku sendiri terletak di ruang tamu, dan sering pada saat aku mandi, pacar ciciku datang sedang ngapelin ciciku. Walau aku tidak pernah berpikiran ngeres, tapi sering aku melihat pacar ciciku menelan ludah jika melihat aku habis mandi hanya berbalut kimono itu.<br /><br />Ayahku adalah seorang penyalur TKI yang akan diberangkatkan ke luar negeri. Sering kali ada TKI baik pria maupun wanita menginap di rumah sebelum diberangkatkan ke luar negeri. Hari Minggu kemarin papa baru saja membawa pulang 3 orang TKI pria berusia sekitar 20 tahunan yang kuketahui bernama Maman, Yadi, dan Mulyo. Mereka bertiga orang desa yang bertubuh kekar dan berkulit gelap. Mereka sedang menunggu akan berangkat ke Malaysia.<br /><br />Pagi itu hari Senin, aku sendirian di rumah bersama ke 3 orang calon TKI itu. Mamaku sedang pergi ke Jakarta bersama papaku ada keperluan mendadak. Sementara ciciku pergi bersama pacarnya entah kemana.<br /><br />Aku waktu itu habis beraerobik ria di rumah, dan kemudian ingin mandi. Seperti biasa kubawa saja kimono biruku ke kamar mandi. Dan setelah aku beberapa saat aku selesai mandi, maka kubalut tubuh telanjangku itu dengan kimonoku tanpa apa-apa lagi di baliknya.<br /><br />Kemudian aku berjalan ke halaman belakang hendak menjemur pakaian dalam yang baru kupakai semalam untuk tidur. Kulihat para TKI itu sedang menikmati sarapan pagi. Mereka menyapaku ramah.<br /><br />Kulihat mereka memandangiku saat aku memeras BH hitam dan celana dalam kuningku yang sexy itu. Sebenarnya aku risih juga dilihatin begitu, tapi aku pikir tanggung, sebentar lagi aku akan kekamar untuk ganti pakaian. Maka aku kemudian menjemur pakaian dalamku itu. Pada saat aku berjinjit untuk menaruh pakaian dalamku di jemuran, tak terasa kimonoku sedikit tertarik ke atas, padahal kimono itu hanya sepaha. Maka, tak elak lagi, bulu bulu vaginaku yang tidak tertutup itu sedikit kelihatan membuat mereka melotot.<br /><br />Tapi aku tak menyadari hal itu, kemudian aku berbalik dan masuk ke kamar. Kamarku sendiri ada jendela besar ke halaman belakang. Aku ingat ada para TKI itu, maka korden aku tutup, namun rupanya tidak tertutup rapat dan masih bisa kelihatan dari halaman belakang.<br /><br />Aku melepas kimonoku, dan mulai melotioni tubuh telanjangku ini. Aku tak sadar ada 3 pasang mata yang melotot memandangi tubuh telanjangku ini. Beberapa saat kemudian aku baru sadar saat melihat bayangan di cermin. Maka aku berteriak dan segera menutup payudara dan kemaluanku dengan tangan.<br /><br />Ketiga TKI itu segera lari dan masuk ke kamarku yang memang tak pernah kukunci. Aku kaget melihat mereka bertiga masuk ke kamarku.<br /><br />“Non, kami sudah melihat tubuh non yang mulus itu. Sebaiknya non tidak usah melawan karena di sini tidak ada siapa-siapa lagi ” kata Mulyo cengengesan. Aku masih berusaha galak dan menyuruh mereka keluar.<br /><br />Namun Maman dan Yadi segera maju dan memegangi tanganku. Kemudian aku mereka banting di ranjang. Aku kemudian berpikir daripada aku melawan malah mendapat celaka, maka lebih baik aku pasrah saja dan tidak melawan.<br /><br />“Sabar-sabar, jangan pada main kasar gitu donk. Saya kan belum pernah gituan.. pelan2 kek” tegurku.<br /><br />Mereka kemudian tidak lagi beringas, dan mendekatiku. Maman segera memelukku dan menciumi bibirku dengan ganas. Mula-mula aku berusaha menolak bibirnya yang bau itu, namun saat Yadi mulai menjilati payudaraku, dan Mulyo mulai mengelus-elus bibir vaginaku dengan tangannya yang kasar itu, aku mulai terangsang dan bibirku mulai membuka untuk membalas serbuan bibir Maman yang tangannya sibuk meremasi pantatku yang bulat itu.<br /><br />Tanganku mulai meraba-raba celana mereka. Dan Yadi berinisiatif membuka celananya dan menyodorkan kontolnya yang lumayan besar itu ke tanganku. Aku agak kaget melihat kontol pria sebesar itu. Aku sudah sering melihat kontol milik pacar-pacarku namun tidak ada yang sebesar itu. Apalagi Maman dan Mulyo menyusul <a href="http://blogceritapanas.blogspot.com/">bugil</a>. Ternyata kontol mereka begitu besar.<br /><br />Aku sempat ketakutan, namun dengan halus, Mulyo memegang tanganku dan menaruhnya di batang penisnya. Akupun perlahan mulai mengelus penisnya. Maman melanjutkan menyusu di payudaraku yang montok itu.<br /><br />Aku yang sudah makin terangsang, mulai bergantian menjilati batang penis Mulyo dan Yadi secara bergantian, sementara Maman kini mulai menjilati klitorisku yang memerah.<br /><br />Tiba-tiba aku merasa ingin pipis dan akhirnya keluar cairan banyak dari vaginaku. Ketiga cowok itu segera saja berebut menjilati vaginaku sampai aku kegelian.<br /><br />Yadi kemudian menelentangkan aku di ranjang. Aku merasa inilah saatnya aku akan kehilangan keperawananku. Saat Yadi menempelkan kepala kontolnya yang besar itu di bibir vaginaku aku sempat berusaha menolaknya. Namun dari belakang Mulyo mendorong Yadi sehingga kontolnya langsung amblas ke memekku. Aku menjerit kesakitan.<br /><br />Namun Mulyo segera berinisiatif menjilati puting payudaraku sehingga aku kegelian. Yadi sendiri perlahan mulai menarik majukan kontolnya sehingga aku merasakan kegelian yang amat sangat di lubang vaginaku. Terasa kontolnya memenuhi lubang vaginaku.<br /><br />Tiba-tiba sambil memelukku, Yadi menggulingkan aku sehingga aku berada di atasnya. Mulutnya segera menyerbu ke puting payudaraku yang menggantung bebas. Belum sempat aku berpikir tiba-tiba dari belakang Mulyo menyodokkan kontolnya yang besar itu ke dalam lubang anusku. Aku yang berteriak kesakitan, segera disumpal mulutku dengan kontol Maman samai aku nyaris muntah.<br /><br />Kini dalam keadaan menelungkup, ketiga lubangku sudah dimasuki kontol yang berbeda. Namun aku merasakan sensasi yang luar biasa. Seluruh tubuhku serasa dilolosi. Aku mengalami orgasme sampai 3 kali.<br />Akhirnya aku merasa ingin orgasme lagi, dan bersamaan dengan orgasmeku, kurasakan Yadi menyemprotkan banyak sekali spermanya di dalam memekku. Kemudian aku jatuh lunglai di pelukan Yadi.<br /><br />Mulyo kemudian segera menarikku duduk di pangkuannya sambil kontolnya masih menancap di lubang anusku. Dari belakang ia meremas-remas payudaraku yang berguncang-guncang. Maman yang belum klimaks, segera menyodokkan kontolnya ke dalam vaginaku yang nganggur itu.<br /><br />Aku benar-benar sudah merasa kepayahan, hingga akhirnya aku merasa ingin keluar lagi. Tak lama kemudian aku benar-benar tak tahan lagi dan akhirnya aku menyemprotkan cairan orgasmeku yang kelima. Maman tak lama kemudian menyusul menyemprotkan maninya di dalam memekku.<br /><br />Mulyo rupanya memang yang terkuat di antara mereka. Dia belum keluar, sehingga dia kemudian menunggingkan aku dan kontolnya pindah ke vaginaku. Dari belakang aku disodoknya sambil tangannya memeras-meras payudaraku.<br /><br />15 menit kemudian dia akhirnya mencapai klimaks dan aku pun juga mencapai orgasmeku lagi. Kami berempat akhirnya lunglai di atas ranjang.<br /><br />Kulihat jam, ternyata sudah hampir 2 jam kami melakukan pesta sex. Aku kemudian mengajak mereka untuk mandi bersama karena aku khawatir sebentar lagi papa mamaku pulang. Kemudian kami berempat mandi bersama. Di kamar mandi ketiga laki-laki itu selalu berebutan untuk menjamah tubuhku yang mulus ini.<br /><br />Sungguh pengalaman ini tak terlupakan bagiku dan aku mulai mengerti nikmatnya sex sejak itu. Lain kali akan kuceritakan pengalamanku bersama tetanggaku.</div>adminhttp://www.blogger.com/profile/15854628150373432211noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5658668220254956031.post-68993830571314866512009-10-02T16:39:00.000-07:002009-10-02T16:42:24.276-07:00Pengalaman Threesome di Sekolah<div style="text-align: justify;"><span style="font-weight: bold;">Cerita Panas</span> ~ Waktu aku masih sekolah di sebuah SMU di Bantul aku mempunyai seorang teman. Bisa dikatakan teman dekat. Namanya Evi. Usianya detikhots. Dia keturunan Cina sehingga kulitnya kuning langsat. Tingginya sekitar 156 cm dan beratnya sekitar 48 kg. Rambutnya lurus panjang dan berwarna kecoklatan. Dia pindahan dari kota lain waktu permulaan kelas tiga. Aku dan dia saling menyukai. Meskipun ada perbedaan warna kulit. Kulitku sendiri sawo matang.<br /><br />Suatu hari menjelang EBTA lokal dia minta sesuatu yang juga ada dipikiranku. Dia minta dicium. Akhirnya kami berdua sepakat melakukannya setelah pulang sekolah. Di salah satu kamar mandi sekolah. Setelah keadaan sekolah sepi kami berdua segera masuk ke kamar mandi. Kebetulan kamar mandi di sekolahku tidak membedakan antara cowok dan cewek.<br /><br />Kami berdua berhadap-hadapan. Kami sama-sama ragu untuk memulai. Entah siapa yang memulai, tahu-tahu kami berdua sudah berciuman. Lidah kami berdua saling menjilat. Matanya terpejam.<br /><br />Tanganku mencoba meremas payudaranya yang berukuran 38 yang masih tertutup pakaian seragam sekolah. Kuremas payudara kanannya. Ciuman kami terlepas.<br />“Ooohh..” Desah Evi.<br />Tangannya turun ke bawah mau membuka retsluiting celanaku. Kami berdua tersenyum. Tiba-tiba.<br />“Apa-apaan kalian.” Bentak seseorang.<br />Kami berdua terkejut. Di pintu yang terbuka terdapat salah seorang guru BP yang sangat ditakuti. Namanya Bu Heydi. Tanganku menghentikan remasan pada payudara kanan Evi. Sementara tangan Evi masih di celanaku.<br />“Kalian berdua ikut aku ke kantor.” Kata Bu Heydi sambil berjalan keluar kamar mandi.<br />Kami berdua mengikutinya. Tangan Evi memegang tanganku. Dia kelihatan ketakutan. Aku sendiri juga takut. Takut hal ini akan disebarluaskan.<br /><br />Kami bertiga telah sampai di ruang BP. Dikuncinya pintu ruangan itu. Kami berdua disuruh duduk di kursi sofa. Begitu duduk Evi dengan setengah menangis berkata.<br />“Tolong bu. Jangan bilang siapa-siapa.”<br />“Baiklah. Kamu jangan menangis. Aku akan tutup mulut. Tapi ada syaratnya.” Kata Bu Heydi yang duduk di depan meja kerjanya.<br />“Apa syaratnya, bu?” tanyaku.<br />“Saya bersedia memberi uang kepada ibu.” Kata Evi sebelum Bu Heydi menjawab pertanyaanku.<br />“Aku nggak butuh uang.”<br />Bu Heydi diam sejenak. Kemudian lanjutnya.<br />“Aku butuh kamu.” Katanya sambil menunjukku. Kali ini suaranya agak lembut.<br />“Apa yang bisa saya bantu?”<br />“Aku butuh tubuhmu.”<br />“Maksudnya?”<br />“Aku minta dilayani.”<br /><br />Aku dan juga Evi setengah kaget. Aku tidak mengira Bu Heydi mengajukan syarat yang sangat tidak mungkin kulakukan. Aku hanya diam. Aku tahu Bu Heydi yang berusia 47 tahun adalah seorang janda. Jadi wajar saja dia minta dilayani.<br /><br />“Bagaimana?” Kata Bu Heydi sambil melepas kemejanya. Sehingga dia tinggal memakai baju dalam yang putih tipis memperlihatkan branya yang berwarna hitam. Tampak juga sebagian kulit sawo matangnya pada tubuh dengan tinggi sekitar 156 cm dan berat sekitar 53 kg.<br />“Jangan, bu. Syarat yang lain saja.” Tolakku sambil tetap memegang tangan Evi.<br />“Ibu nggak punya syarat lain selain itu.”<br />“Jangan, bu.” Tolakku sekali lagi.<br />“Kalau begitu, ibu akan umumkan perbuatan kalian besok.” Kata Bu Heydi agak marah.<br /><br />Aku dan Evi berpandangan. Kembali Bu Heydi berkata.<br />“Daripada bercinta dengan orang yang lain warna kulitnya, lebih baik dengan..”<br />Belum selesai Bu Heydi selesai bicara sudah disela oleh Evi.<br />“Tolong, bu. Jangan sebut-sebut warna kulit. Aku rela. Terserah ibu mau lakukan apa terhadapnya. Tapi. Sekali lagi. Jangan sebut-sebut warna kulit.” Kata Evi dengan nada keras dan melepaskan pegangan tanganku.<br /><br />Bu Heydi tertawa sambil berdiri menghampiriku. Dia jongkok di depan tempat aku duduk. Dia meremas penisku yang masih tidur. Remasan itu membuat penisku setengah tegang. Sementara Evi berdiri. Dia berjalan mau keluar dari ruangan itu.<br />“Eh. Jangan pergi dulu.” Cegah Bu Heydi sambil tetap memegang penisku. Kemudian sambungnya lagi.<br />“Setelah aku menikmati tubuh pacarmu ini, kamu boleh melakukannya sepuasnya.”<br />Kelihatannya Evi setuju. Dia kembali duduk. Tetapi duduk di kursi sofa yang berada di depanku yang dibatasi oleh meja. Sementara meja itu telah digeser Bu Heydi untuk berjongkok.<br /><br />Setelah melihat Evi duduk, kembali Bu Heydi meremas penisku. Kali ini penisku sudah hampir tegang. Dibukanya celanaku. Diturunkan ke bawah sedikit termasuk celana dalamku. Penisku sudah muncul dihadapan Bu Heydi dengan keadaan tegang sepenuhnya. Dipegangnya penisku dan langsung dimasukkan ke mulutnya. Dikeluarmasukkan penisku yang panjangnya 15 cm. Tanganku hanya memegang rambut hitamnya yang lurus potong pendek sebahu ciri khas BP. Mataku setengah terpejam menikmati kuluman Bu Heydi terhadap penisku.<br /><br />Sekarang kepala penisku dijilatinya sambil melepas baju dalam yang masih dipakainya. Kemudian dipegangnya lagi penisku dan dimasukkan kembali ke mulutnya. Tangannya juga membelai buah pelirku. Penisku dikeluarkan dari mulutnya dan disentuhkan ke lehernya sementara lidahnya menjilati pinggangku. Aku beranikan membuka ikatan bra yang dipakai Bu Heydi. Perlahan-lahan kulepas bra itu. Sedangkan Bu Heydi menjilati buah pelirku.<br />Beberapa saat kemudian digesek-gesekkan diantara kedua payudara Bu Heydi yang berukuran 34. Pada saat itu kulihat Evi sedang melakukan masturbasi. Baju seragam sekolahnya setengah terbuka dan dia meremas payudara kanannya yang masih ditutupi kaos dalam dan bra. Bu Heydi kembali menjilati kepala penisku. Kudorong kepalanya supaya penisku masuk ke mulutnya. Kembali penisku keluarmasuk masuk mulut Bu Heydi. Sambil kedua tangannya membelai-belai buah pelirku.<br /><br />Setelah puas menikmati penisku, dia berdiri menyorongkan payudara kirinya ke mulutku. Kujilati payudara kirinya itu. Bu Heydi rupanya juga melihat Evi bermasturbasi. Dia meninggalkanku dan menghampiri Evi yang masih asyik dengan remasan pada payudara kanannya.<br />“Boleh ibu bantu.” Tawar Bu Heydi.<br />Evi menghentikan remasannya dan hanya diam. Dan tanpa persetujuan Evi dibukanya dengan cepat seluruh pakaian seragam sekolah yang dipakai Evi termasuk kaos dalam dan bra. Mereka berdua sama-sama setengah telanjang.<br />Dibimbingnya Evi untuk berdiri untuk menempelkan kedua payudaranya ke kedua payudara Evi.<br /><br />“Ooouhh..” Mereka berdua sama-sama mendesah.<br />Bu Heydi lalu memegang kedua payudara Evi sedangkan Evi mendorong tubuh Bu Heydi pada kedua lengannya. Aku kira Evi yang mempunyai tato bergambar bunga mawar kecil di atas pusarnya akan menolak ajakan Bu Heydi. Ternyata tidak. Evi bahkan melepas semua pakaian yang tersisa di tubuhnya yang diikuti oleh Bu Heydi yang juga dengan cepat melepas semua pakaiannya. Keduanya berdiri berhadap-hadapan dan saling tersenyum. Aku sendiri ketika mereka melepaskan semua pakaian juga ikut melepas semua pakaianku sambil duduk. Aku ingin menghampiri mereka yang kemudian dihalang-halangi oleh Bu Heydi.<br />“Biarkan aku menikmati tubuhnya sendirian.” Kata Bu Heydi sambil berjalan ke belakang Evi.<br /><br />Dari belakang diciumnya bibir Evi yang tangan kanannya memegang leher belakang Bu Heydi. Tangan kiri Bu Heydi dari belakang meremas payudara kiri Evi. Tangan kiri Evi menjepit tangan kiri Bu Heydi di bawah ketiaknya sambil memegang tangan kanan Bu Heydi yang membelai vaginanya.<br />Lalu Evi membalik badannya dan dengan membungkuk dihisapnya kedua payudara Bu Heydi bergantian.<br /><br />“Uuughh..” Desah Bu Heydi.<br />Kedua tangannya memegang pinggang Bu Heydi. Ditariknya tubuh Evi ke atas sambil dia sendiri berjongkok di hadapan Evi. Langsung saja dibukanya vagina Evi dengan kedua tangannya. Evi meletakkan kaki kirinya ke atas kursi sofa untuk mempermudah terbukanya vaginanya. Bu Heydi lalu menjilat vagina Evi dan menghisapnya.<br />“Aaaghh..oohh..” Desah Evi.<br />Bu Heydi lalu membimbing Evi untuk duduk di kursi sofa. Gantian dia membungkuk dan menghisap kedua payudara Evi bergantian.<br />“Uuughh..” Desah Evi.<br />Mulutnya turun ke bawah dan dihisapnya kembali vagina Evi dengan lidahnya. Evi meremas rambut Bu Heydi yang semakin bernafsu dalam menghisap vagina Evi.<br />“Aaaghh..oohh..” Desah Evi.<br /><br />Bu Heydi kemudian menghentikan permainannya. Dia lalu duduk di kursi sofa dengan kaki kanannya tetap dibawah. Dengan isyarat tangan dipanggilnya Evi yang masih duduk sambil tangannya memegang vaginanya yang sudah basah. Dihampirinya Bu Heydi. Jempolnya basah karena cairan yang keluar dari vaginanya. Diarahkannya ke mulut Bu Heydi yang kemudian menghisap jempol itu.<br /><br />Lalu Evi duduk di antara kedua kaki Bu Heydi. Dari belakang Bu Heydi memeluk Evi sambil mencium bibir Evi. Tangan kanannya membelai vagina Evi dan jari tengah dan telunjuknya dimasukkan ke vagina Evi. Kepala Evi otomatis mendongak ke atas yang membuat Bu Heydi menjilati leher Evi. Tangan kirinya meremas kedua payudara Evi bergantian. Sedangkan tangan kanan Evi memegang tangan kanan Bu Heydi untuk mempercepat kocokan pada vaginanya.<br /><br />“Ooohh..aahh..oouhh..” Desah Evi.<br />Aku tetap duduk melihat permainan Bu Heydi dengan Evi yang memanas. Aku hanya bisa meremas-remas penisku sendiri yang tegang. Kelihatannya Evi sudah mencapai orgasme. Bu Heydi mengeluarkan kedua jarinya dari vagina Evi dan memeluknya. Aku ingin menghampiri mereka lagi. Tapi.<br /><br />“Aku ingin lagi, bu.” Kata Evi pelan.<br />Aku urungkan menghampiri mereka yang telah memulai kembali permainannya yang semakin memanas. Kulihat Evi dalam posisi kayang sedang dihisap vaginanya oleh Bu Heydi. Evi tidak kuat dalam kayangnya sehingga dia terjatuh ke lantai. Tetapi Bu Heydi tetap saja menghisap vagina Evi dengan lidahnya sambil tangan kirinya membelai paha kiri Evi.<br />“Aaaghh..oohh..eehmm..” Desah Evi.<br />Setelah beberapa lama Evi mencapai orgasme. Tampak dia kelelahan. Tetapi oleh Bu Heydi dirangsang kembali. Dengan cara Bu Heydi membuka vaginanya dan menempelkan kelentitnya ke puting payudara kanan Evi.<br />“Aaahh..” Mereka berdua sama-sama mendesah.<br />Gairah Evi kembali lagi. Tangan kirinya meremas payudara kanannya sendiri sementara tangan kirinya membelai paha kanan Bu Heydi. Bu Heydi melanjutkan dengan berdiri dan meletakkan kaki kirinya ke kursi sofa. Evi yang berada tepat di bawahnya lalu memegang paha kanan Bu Heydi dan menjilatinya.<br />“Eeehmm..” Desah Bu Heydi.<br />Mulutnya naik ke atas dan dibukanya vagina Bu Heydi untuk menghisap dengan lidahnya.<br />“Aaaghh..oohh..” Desah Bu Heydi.<br /><br />Akhirnya Bu Heydi mencapai orgasme dan dia terjatuh tertelungkup di sofa dengan kaki tetap di bawah. Tetapi Evi belum puas. Puting payudara kirinya di tempelkan di lubang pantat Bu Heydi. Kemudian dari belakang dihisapnya lagi vagina Bu Heydi dengan lidahnya.<br />“Aaahh..aaghh..oohh..” Desah Bu Heydi.<br />Sebagai puncak permainan mereka, Evi membalikkan tubuh Bu Heydi dan mengangkat kakinya ke atas kursi sofa. Mereka bermain dalam posisi 69 selama beberapa menit.<br />Aku semakin asyik saja dengan penisku. Tidak saja meremas-remas penisku. Juga kukocok penisku. Aku tidak tahu ketika mereka berdua telah mendatangi aku yang bersandar ke meja. Bu Heydi mengambil kursi kayu. Sambil duduk dia memegang penisku dan memasukkan ke mulutnya. Evi ingin menciumku. Tetapi kudaratkan bibirku ke payudara kanannya.<br /><br />“Oooughh..”<br />Kulepaskan hisapan pada payudara kanannya. Dia merangkulkan tangan kirinya ke pundakku. Tangan kanannya ikut memegang penisku yang keluar masuk mulut Bu Heydi. Tangan kananku meremas pantat kirinya yang membuat kepalanya mendongak ke atas. Aku dapat dengan leluasa menjilati lehernya dan kedua payudaranya.<br />“Eeehmm..eehmm..” Desah Evi.<br />Kutambah dengan remasan tangan kiriku yang meremas pantat kanannya. Penisku sudah tidak lagi dikeluarmasukkan. Kulepaskan diriku dari rangkulan Evi. Evi kemudian duduk di kursi kayu. Bu Heydi mendekati Evi. Mereka berdua berciuman kembali. Setelah kukangkangkan kaki Bu Heydi, dari bawah kuhisap vagina Bu Heydi dengan lidahku sementara mereka tetap berciuman.<br />“Aaaghh..oohh..” Desah Bu Heydi disela-sela ciumannya.<br />Mereka berciuman sambil tangan kanan Bu Heydi memasukkan jari tengah dan telunjuknya ke vagina Evi.<br />Kuremas-remas juga pantat Bu Heydi. Bu Heydi melepaskan ciumannya dan berkata.<br />“Masukkan.” Katanya sambil mencium Evi kembali.<br />Dari belakang kumasukkan pelan-pelan penisku ke vagina Bu Heydi.<br /><br />Kulihat tangan kanan Evi memegang paha kiri Bu Heydi. Evi juga telah berdiri dari kursinya. Bu Heydi menjilati leher Evi sampai ke kedua payudara Evi. Tangan kirinya memegang erat tangan kanan Evi. Penisku keluarmasuk vagina Bu Heydi dari belakang sementara Bu Heydi dan Evi tetap berciuman sambil menempelkan kedua payudara mereka. Kedua tangan mereka saling meremas kedua paha. Kurasakan maniku mau keluar.<br />“Maaf, bu. Mau keluar.” Kataku pelan.<br />“Keluarkan saja di dalam.” Jawab Bu Heydi sambil mendesah disela-sela ciumannya.<br />Akhirnya kukeluarkan maniku di vagina Bu Heydi yang juga basah. Bu Heydi kemudian mendorong tubuhku. Kukeluarkan penisku dari vagina Bu Heydi dan aku langsung jatuh terduduk. Aku duduk bersandar ke tembok dengan kakiku kuluruskan. Bu Heydi juga melepaskan ciumannya pada Evi. Dia duduk di kursi sofa.<br /><br />Evi menghampiriku. Aku berjalan dengan dua lututku juga maju mendekatinya. Kuhisap payudara kiri Evi. Sedangkan payudara kanan Evi kuremas.<br />“Oooughh..oohh..” Desah Evi.<br />Bu Heydi juga berdiri dan menggesekkan kedua payudaranya ke punggungku sambil kedua tangannya membelai bagian depan tubuhku.<br /><br />Kubalikkan tubuhku sambil berdiri. Kubimbing Bu Heydi untuk duduk di kursi sofa. Ingin sekali kumasukkan penisku dari depan. Tapi Evi menarikku ke belakang. Dia langsung menghisap vagina Bu Heydi dengan lidahnya dengan bertumpu pada kedua tangannya dan lututnya. Dia juga berkata kepadaku.<br />“Masuki aku.” Kata Evi yang menghentikan hisapan pada vagina Bu Heydi dengan lidahnya.<br />Dari belakang pelan-pelan kumasukkan penisku.<br />“Aaaghh..” Desah Evi.<br />Evi melanjutkan lagi menghisap vagina Bu Heydi dengan lidahnya. Tapi baru sebentar, Evi berkata lagi.<br />“Keluarkan. Nggak enak.”<br />Terpaksa kukeluarkan lagi penisku. Evi membalikkan tubuhnya dan mendorongku untuk duduk di kursi kayu. Aku duduk di kursi kayu. Evi kemudian mencoba duduk di pangkuanku. Dia meraba-raba ke belakang mencari penisku. Aku tahu maksudnya. Pelan-pelan kumasukkan penisku ke vagina Evi. Kurasakan vagina Evi yang basah.<br />“Aaaghh..” Desah Evi.<br /><br />Bu Heydi juga bangkit dari kursi sofa. Dari samping tangan kanannya membelai vagina Evi. Payudara kirinya menempel pada payudara kanan Evi. lalu dipegangnya payudara kiri Evi dan ditempelkan ke payudara kanannya. Kedua payudara mereka menempel dan bergesekan seiring dengan Evi yang menaikturunkan pantatnya supaya penisku keluar masuk. Kuangkat paha kanan Bu Heydi. Evi menyambutnya dengan belaian tangan kiri pada paha kanan Bu Heydi.<br />“Ooouhh..aahh..oouhh..” Desah Evi.<br />“Ooouhh..” Desah Bu Heydi.<br />Kemudian Bu Heydi turun ke bawah. Dihisapnya vagina Evi yang masih dimasuki penisku. Kuangkat pantat Evi dan akupun mencoba berdiri. Aku berhasil berdiri dan kulihat kaki kiri Evi diangkat ke atas meja kecil. Penisku dipegang oleh Bu Heydi sementara kepala penisku masih berada di vagina Evi. Dikeluarkannya penisku sambil Bu Heydi menjilati cairan yang keluar dari vagina Evi.<br />Aku masih berdiri sambil membersihkan penisku. Kulihat Bu Heydi terlentang di lantai dan tangannya menarik Evi untuk melakukan posisi 69. Ketika mereka melakukan posisi itu kukeluarmasukkan penisku ke vagina Evi.<br />“Aaahh..oouhh..Jangan. Jangan.” Teriak Evi berulang-ulang.<br /><br />Kukeluarkan penisku sambil berdiri. Evi juga berdiri. Evi menghampiriku dan dibimbingnya aku untuk telentang dilantai disamping Bu Heydi yang sudah duduk juga dilantai. Evi tengkurap di atas tubuhku sambil mencoba supaya penisku masuk vaginanya. Bu Heydi membantu dari belakang. Dimasukkannya penisku ke vagina Evi sambil lidahnya menjilati pantat Evi. Kuangkat kepalaku untuk menghisap kedua payudara Evi yang bergoyang seiring dengan pantatnya yang dinaikturunkan. Aku hisap payudara kanannya. Bu Heydi dari belakang menempelkan kedua payudaranya ke punggung Evi. Tubuhnya ikut membantu mendorong tubuh Evi yang dinaikturunkan supaya penisku keluarmasuk vagina Evi. Tangan kirinya <a href="http://blogceritapanas.blogspot.com/">meremas payudara</a> kiri Evi.<br /><br />“Aaahh..oouhh..oohh..aahh..oouhh..” Desah Evi.<br />“Aku mau keluar.” Kataku sambil berteriak kenikmatan.<br />“Jangan keluarkan di dalam.” Kata Evi sambil memundurkan tubuhnya ke belakang.<br />Bu Heydi yang tahu hal itu langsung berdiri. Evi langsung melentangkan tubuhnya di lantai sambil berkata kepadaku.<br />“Keluarkan di sini.” Kata Evi sambil memegang kedua payudaranya.<br />Kukangkangkan kakiku yang setengah berdiri bertumpu dengan kedua lututku tepat di atas kepala Evi. Kutumpahkan maniku di kedua payudara Evi yang langsung dijilati Bu Heydi.<br />“Eeehmm..” Desah Evi.<br /><br />Bu Heydi juga menjilati kepala penisku. Sedangkan buah pelirku dijilati oleh Evi. Aku lalu pindah ke samping kanan Evi. Kugesek-gesekkan penisku yang masih keluar mani ke kedua payudara Evi bergantian. Juga ke belahan kedua payudara Evi. Akhirnya kujatuhkan tubuhku di samping kanan Evi. Bu Heydi masih menjilati kedua payudara Evi bergantian sambil sesekali membagi maniku dengan lidahnya ke bibir Evi. Akhirnya Bu Heydi juga menjatuhkan tubuhnya di samping kiri Evi.<br />Setelah beristirahat sebentar dan membersihkan tubuh di kamar mandi yang ada di dalam ruang BP, kami bertiga pulang ke rumah masing-masing.<br /><br />TAMAT</div>adminhttp://www.blogger.com/profile/15854628150373432211noreply@blogger.com