Bercinta Dengan Polwan ketika Liburan Ke Bandung

Cerita ini mungkin adalah sebuah hasil cerita panas yang pernah aku alami dengan seorang cewek cantik teman sekolah aku dulu. Memang dia sekarang menjadi polisi wanita di daerah bandung, ketika itu aku sedang liburan sendiri dan aku hubungi dia dan kita ketemuan. disinilah ada sebuah cerita tragis yang pernah aku alami. Kisah ini terjadi sekitar 2011 an, saat aku masih kuliah sambil cari kerja sampingan buat biaya kuliah. Kebetulan ada temen ibuku yang punya warnet di kota ini, jadi aku kerja nungguin warnet. Shift jaga biasanya malam, mulai jam 7 sampe jam 12 malam. Tapi kadang-kadang gentian sama teman-teman yang lain, tergantung situasi lah. Cerita sex terbaru dan terlengkap hanya ada di blogceritapanas.blogspot.com.

Saat itu aku jaga warnet malem sendirian, harusnya sih berdua, tapi biasa lah ada aja alesan untuk ngilang. Yang heran, tumben warnet sepi banget (padahal tahun2 segitu saat orang jarang punya modem sendiri, warnet ndak pernah sepi lho). Jadinya aku santai-santai sambil browsing materi kuliah, sambil slonjor-slonjor dan nyamil kacang.
Sekitar jam 9 ada suara motor berhenti diluar. Hah, akhirnya ada pengunjung juga. Pintu kemudian dibuka, Nampak cewek masuk, bodynya tinggi, wajahnya imut sih, rambut potong pendek dan pake jaket dan celana panjang.

“Mau nge-net ada mas?” tanyanya.
“Oh, silahkan mbak…, kosong kok. Bebas milih mana saja.” Jawabku ramah sambil melihat wajah imut tersebut.
“Makasih mas, saya dipojok situ aja” dia lalu menuju bilik yang pojok, terus nglepas sepatu dan duduk (bilik warnetnya lesehan semua). Aku lihat sepatunya sepatu kulit, kayak-kayaknya bukan cewek biasa nih. Setelah duduk, dia membuka jaket, ternyata dibalik jaketnya dia memakai seragam polisi, pangkatnya Segitiga Kuning satu biji, ohh Sersan Dua pangkatnya. Ohh.., seorang polwan yang manis pikirku.
“Mas, username ama passwordnya apaan nih??” tanyanya, sambil menoleh ke aku.
“Ehh.., ohh.., bebas kok mbak, langsung aja” kataku jadi sedikit gagap gara-gara terpana plus kaget..
“Okey mas, makasih”
Beberapa menit sambil browsing aku curi-curi lihat ke mbak polwan tadi. Lama-lama kok beberapa kali ketahuan lagi nyuri pandang. Akhirnya aku gak berani lagi ngliat dia. Konsentrasi aku alihkan ke monitor komputerku. Karena bosan dengan materi kuliah, aku mulai browsing situs-situs hot.
Setengah jam berlalu, tiba-tiba aku kaget saat mbak tadi sudah disampingku.
“Mas, ajari bikin email dong” katanya…
“ehh…,ehhhh…, ehhh iya” aku panic, karena monitorku isinya penuh gambar pasangan lagi adegan hot. “ayo mbak…, saya ajari” aku langsung berdiri dan mengajak mbak polwan tadi ke biliknya (supaya aku gak tengsin & terlalu lama salting didepan komputerku).
Aku mulai ngajari cara mbuat email dari dasar-dasarnya. Sambil lirak-lirik aku baca namanya, sebut saja Dewi . Dewi tampak antusias mendengar penjelasanku, kemudian mulai mencoba mempraktekkan langkah demi langkah. Aku masih grogi, bagaimana tidak, lha wong dia polwan… hiiiii. Tapi kayaknya dia yang berusaha mencairkan suasana.
“Mas sudah lama kerja diwarnet ya?” tanyanya
“Wah, baru kok mbak. Ini juga buat nambah-nambah biaya kuliah” jawabku sambil berusaha tersenyum, tapi masih kaku…. Shitt.
“wah, kok lancer banget gitu ya nge-netnya? Ehh, jangan panggil saya mbak dong. Nih, kan namaku udah terpampang jelas gini. Panggil Dewi aja ya? Kalo nama mas sapa?”
“Saya Andri mbak.., wah nggak berani manggil gitu mbak. Ngak sopan” Jawabku sambil menggerakkan mouse.
“Nggak papa kok, biar akrab. Lagian kayaknya kita seumuran ya. Aku dua puluh tiga tahun kok” paparnya blak-blakan, jarang yh cewek blak-blakan masalah umur
“Ya deh mbak, eh Dewi…, kalo saya baru dua puluh dua tahun mbak, tuaan mbak dikit dong, ngomong-ngomong kok masih pake baju dines. Habis tugas ya?” tanyaku sambil kesempatan buat mandang wajahya yang manis (buehhh…, betul-betul manis nihh)
“Iya habis ikut pengamanan di balaikota, tadi ka ada demo mahasiswi. Jadi Polwannya turun semua.”
“Ohh.., gitu. Lho mbak Dewi kok gak pulang kerumah? “ tanyaku lagi
“Nggak, tadi lihat warnet jadi pengin mampir. Sekalian belajar”
“Emang mbak Dewi rumahnya dimana?”
“Di perumahan ****, yahh agak jauh sih. “dia menjawab sambil tersenyum manis… wihhh.
“Lho, udah nikah ya mbak? (nanya nya mulai gak konsen gara-gara senyuman tadi)”
“Udah, nikah sih udah satu tahun. Suamiku sipil, kerja di expidisi. Tapi lagi ruwet nihh…, dia kecantol ama temen kerjanya, ini aku lagi ngurus cerai” katanya sambil sedikit serak.
“Ehm, maaf mbak. Lancang nanya.”
“Gak papa.., kalo mas sendiri?” Lhahh, dia balas nanya
“Belum mbak, pacar aja gak ada. Nanti-nanti lah”
“Ohh, padahal penampilan mendukung lhoh” dia menjawab sambil tersenyum lagi. Matek aku… panas dingin langsung. Apalagi tangannya sambil menyenggol bahuku… beuhhh.
“Ahh, mbak bisa aja. Ehh.., suami mbak terlalu juga ya. Mbak yang secantik ini di khianati…” agak nggombal dikit jawabanku
“Hahaha…, cantik gimana? Biasa aja ah” Sambil tangannya disenggolkan ke bahuku lagi. “Tapi, hatiku sedih sekali, makanya kadang kalo pulang kerja aku ndak langsung kerumah. Tapi jalan kemana dulu gitu”
“Lho, cantik betul lho mbak, manis tinggi langsing lagi…” entah darimana kata-kata ini kudapat, dia terlihat agak tersipu-sipu. Senyumnya makin mengembang.
“Ehmm.., makasih ya. Eh.., ngliat situs-situs yang kayak tadi dimana ya?” tanyanya agak malu-malu
“Ehhh.., yang mana ya mbak?” jawabku pura-pura bego
“Yang tadi itu lho, yang dikomputernya mas.”
“Ohh.., ehh gak papa ya mbak? Ini aku carikan alamatnya” aku mulai mengetik alamat, dan muncul gambar-gambar orang lagi bercinta berat. Aku lihat matanya menatap monitor penuh hasrat. “ini tinggal di klik link-link yang ada. Banyak kok nantinya” Sambil aku beranjak pergi, mau kembali ke tempat operator.
“Ehh, kemana mas? Temenin aku dong, siapa tau nanti ada kesulitan lagi.” Sambil tangannya meraih tanganku dan menarikku untuk duduk lagi. “Disini aja ya..” dan aku mengangguk pelan.
Kami berdua mulai browsing situs-situs xxx, dan aku merasa duduk makin merapat. Mata Dewi tak lepas dari monitor, nafasnya terdengar agak memburu (aku juga demikian sihh hehehehe…). Terasa tubuhku mulai bersentuhan dengannya, hangat dehh. Tangannya ditumpangkan kepahaku, membuat konty ku meluap meronta-ronta (waktu itu aku masih betul-betul perjaka… bayangkeunn), diusap-usap pahaku. Aku beranikan memeluk pinggangnya yang ramping dan aku rapatkan tubuhnya ke tubuhku.
“Mas, udah pernah kayak yang dikomputer ini ndak?” tanyanya pelan, agak berbisik. Wajahnya betul-betul rapat dengan wajahku, bikin aku gelagepan.
“Belum mbak, pacar aja gak punya, ciuman juga belum pernah…” jawabku jujur.
“Ehmmm…, kalau gitu…” di berdiri kemudian berjalan kepintu depan. Pintu dikunci oleh dia, kemudian tulisan closed dibalik. Lalu dia kembali ke tempatku duduk, kembali memeluk aku yang sudah betul-betul panas dingin.
“Mau nggak kayak gitu??” setengah berbisik dewi nanya didekat telingaku, seluruh badanku jadi merinding. Bibirnya ditempelkan ke telingaku. Anjrriiiiittttt……, aku gak bisa ngomong apa-apa. Tanpa menunggu jawabanku tangannya menarik tangan kiriku, ditempelkan ke toketnya. Gak terlalu besar sih, tanganku dibimbing untuk membuat gerakan mengusap dan meremas. Setelah aku bisa gerak sendiri, tanganku dilepaskan. Kemudian tangan kanan Dewi menelusup kedalam kaosku, meremas dan memilin-milin putingku. Badanku kayak kejang semua jadinya.
“Mas, mau kan sama Dewi? Satu malam ini aku milikmu… masss” suaranya mendesah ditelingaku. Mulutnya memagut bibirku, lidahnya liar masuk kemulutku. Sementara aku mendesah-ndesah keenakan (pengalaman pertama …) tanganku semakin aktif meremas toketnya. Tangan Dewi kemudian membuka beberapa kancing baju dinasnya, ehhh… ternyata masih ada kaos dalam. Kaos dalam dia sibakkan ke atas, kemudian BH juga dia sibakkan ke atas. Tanganku ditarik lagi buat meremas-remas toketnya, aku mulai bersemangat.
Tangan Dewi menelusup ke celanaku, ****** yang udah bengkak diremas-remas…, ahhhhhh. Ubun-ubun kayak mau meledak. Sementara Dewi terus memagut seisi mulut dan lidahku. Perlhan kaosku dinaikkan keatas, bibir Dewi kemudian pindah menjelajahi dadaku. Lidahnya menjilati putingku…. Huuuuuhhhhh, sambil sesekali terasa gigitan-gigitan kecil yang sering bikin aku kaget. Terasa seluruh dadaku disapu lidahnya.., rasanya nyaman-nyaman gimana gitu, lidahnya mulai turun menjilati pusarku. Karuan aja aku mengelinjang kesana-kemari.
Perlahan tangannya membuka risluting celanaku, diturunkan sebatas lutut. Didalam cd, ****** ini mulai terasa berdesir-desir, sementara Dewi dengan buas menciumi batang kejantananku. Tak lama kemudian, cd ku dilorotkan sebatas lutut juga.
“Mas, burungnya lumayan besar ya.. emmm” sambil tangannya mengelus dan meremas-remas batangku.
“Uhhhh…, emang besar ya mbakkk???” tanyaku sambil merem melek
“Nggak terlalu besar sih, tapi pas segini nih…”
Dewi menjawab sambil tangannya mulai mengocok batangku. “Massss…., burungnya aku emut yaa??”
“Iya mbak….” Aku udah gak konsen, Dewi lalu mulai mengulum kepala dan batang burungku pelan-pelan. Lembut banget, tangan kananku dengan gemas meremas-remas rambutnya yang pendek, rapi dan hemmmm…., sangat wangi. Dan tangan kiriki meremas toket dibalik baju dinasnya…, kenyal banget.
Semakin lama kulumannya semakin cepat, aku semakin menggelinjang dan kelojotan.
“Ohhhh…, Wii.., Dewiii.., sudahhhh…, sudahhh, aku nggak tahannnnn” aku menceracau sejadi-jadinya. Baru pertama kali diemut, sama cewk manis lagi…. Wahhhh betul juga, pangkal batangku mulai terasa senut-senut.
“Dewiii.., ohhh gak tahan mbakkk…” senut-senutnya semakin kencang dan akhirnya terasa ada sesuatu menggelegak… crottt.., crottt. Spermaku keluar didalam mulut Dewi. Tapi….., aduhhhh Dewi nggak melepas batang burungku, tetap dikulum-kulum dan disedot. Terasa bukan nikmat yang sekarang, tetapi jadi geli gak tertahan.
“sudah mbakkk…, geli aku..” sambil tanganku berusaha melepas kepala Dewi dari burungku. Tak berapa lama ia melepas mulutnya dari burungku…, uhhhhhh. Seluruh badan lemas serasa tak bertulang. Dewi tersenyum melihatku, kulihat mulutnya sedikit mengecap-ngecap.
“Ehhh mbak, spermaku mbak telan ya??” tanyaku
“Iya, nggak papa kok. Sehat tuh, rasanya emang agak asin sihh. Lagian daripada nyemprot kemana-mana, bisa kena macem-macem tuhh….” Dewi menjawab sambil tersenyum genit. Tangannya mulai bergerilya lagi mengejar batang burungku yang sudah mulai mengkerut. Dipegang dan mulai dielus lagi…, aku masih menggelinjang geli…, tapi lama-lama mulai terasa hangat dan nikmat lagi. Mulutnya kembali memagut mulutku, kami berciuman dengan ganas. Aku mulai bisa mengimbangi permainannya.
“Mas, setelah ini giliranku yang dikasih kenikmatan ya?” sambil nafasnya mulai tersengal-sengal
“Ya mbak, aku puasin mbak dehh” tanganku dibimbing untuk ikut melepas celana dinas coklat miliknya. Aku plorotkan hingga sebatas lutut. Tampak celana dalam warna hitam yang menutupi gundukan. Nggak sabar sekalian aku plorotin celana dalamnya. Terlihat jembut tebal menghiasi gundukan daging. Tanganku mulai mengusap dan berusaha menyibak jembutnya, mencari sesuatu seperti yang ada di situs-situs porno.
Dengan lembut tangan Dewi membimbing tanganku, dan mengarahkan mulutku kea rah memeknya. Cuma karena celana Cuma dilorot sebatas lutut, maka agak sulit untuk sampai ke memeknya. Akhirnya lidahku dapat menjangkau memeknya, kujilat dikit-dikit dan terasa agak basah (hihihi…, agak bau keringat ya.., nggak papa). Dewi mulai mendesah lirih, aku tambah ritmenya.
“Masss…, ayo masukin aja ya…, udah nggak tahan nih..” Dewi bersuara lirih.
“Ya mbak” Aku kembali berdiri dan bersiap dengan burungku. Tapi aku kebingungan, dengan posisi celanaku yang sebatas lutut dan Dewi yang juga sama kami berdua keliatannya sama-sama bingung.
“Mbak…, masukinnya gimana nih??”
“Ehh.., iya ya mas…., gimana kalau dari belakang saja? Aku agak nungging ya…”
“Ya deh.., terserah mbak. Aku masih bingung nih..” Lalu Dewi berbalik dan posisi merangkak, kedua pahanya direnggangkan sehingga memeknya sedikit tampak membuka.
“Sini mas, masukkan…, tusuk ke yang sini yaa…” tangannya menjangkau dan memegang batangku, ditarik pelan-pelan kearah lubang memeknya yang agak basah. Sebentar kemudian, kepala burungku digesek-gesekkan ke memeknya, nikmat sekali…
Aku mulai sedikit mendorong batang burungku kelubang memeknya. Pelan-pelan, batangnya mulai ambles kedalam memek. Tanganku mulai meremas-remas pantat Dewi…. (gila, bulat banget nih pantat polwan, kenceng banget lagi. Banyak olahraga kali ya?). Terkadang tanganku menyusup kedalam baju dinasnya dan meremas-remas toketnya serta memilin putting susunya. Dewi mendesah-ndesah keenakan.
“Gimana masss??? Enakkk?… terus mas maju mundur aja….”
“Ya mbak, enak. Mbak seksi banget yahh, udah langsing pantatnya montok lagi” pujiku jujur
“Ahhh mas, bisa aja. Burung mas juga enak kok…, kuat banget, padahal baru keluar habis-habisan lho tadi…” godanya genit. “gimana mas perasaannya nggoyang polwan??”
“Ehhh…, agak deg-degan juga…”sambil pinggulku memaju mundurkan batang didalam memeknya. Sambil mataku lihat jam dinding, 22.30. tanganku semakin familiar dengan lekuk-lekuk tubuh Dewi. Pundak Dewi kemudian merendah, pantatnya sekarang benar-benar nungging, nafasnya mulai memburu tak teratur.
“Ahhhh… mass…, enakkkkk, terusss” badannya mengeliat-geliat, sesekali tampak pantat bulatnya mengejang. “ohhhh…. Ohhhhh….., ahhhhhhhh” Tampak seluruh badan Dewi mengejang beberapa saat dan kemudian mengendur pelan-pelan.
“Aku dah orgasme mass…., ayo mas terus aja sampe keluar” matanya sayu tapi mengerling manja ke arahku. “Mau ganti gaya ya mas?? Spooning aja ya? Mas pasti tau dehh… yukk”
“Ya mbak” aku pelan-pelan rebah bersama Dewi. Posisi spooning sekarang, aku peluk Dewi dari belakang sambil sku sodokkan burungku berulang-ulang dan sekuat tenaga.
“ahh…, ahhh…, ahhh” Dewi menjerit pelan, aku terus memompa
“Ahhhh mbakkk…, akuu keluarrrrr…” tubuhku mengejang dan crott…crottt. Spermaku keluar untuk kedua kalinya… Pelukanku ke Dewi bagai mencengkeram sampai Dewi sepertinya sulit bernafas.
“masss…., puas ya” ucapnya lembut dan manja…, aku hanya mengangguk sambil tersenyum. Aku melirik jam dinding.., sudah jam 23.15.
“Ada apa sih mas, kok lihat jam??? Nggak suka ya?” Dewi merengut
“nggak mbak.., tapi udah hamper jam setengah dua belas, temenku yang aplusan jaga bentar lagi dating” jelasku
“Ohhh… kirain..” senyumnya manja kemudian kepalanya menoleh ke wajahku dan mulai memagut mulutku lagi. “ya udah…, kita beres-beres dulu yuk”
Aku melepas batangku yang mulai lemas dari memeknya, kuambil tisu untuk menahan dan membersihkan cairan disekitar memeknya.
“Makasih ya mas” sambil dia merapikan kembali seragam polwannya. Merapikn lagi rambutnya yang pendek…, aku suka sekali melihatnya.
“Mbak cantik banget dehhh”
“ahhh mass…., makasih juga. Sama-sama, aku juga sangat menikmati ini kok. Kalau bisa lain kali kita ketemuan lagi…, aku percaya kamu kok” balasnya masih dengan nada manja. “Ehh…, boleh minta nomer hp ya mas…, supaya bisa ketemuan lagi”
“Tentu mbak, mbak baik banget. Perjakaku diambil mbak lhooo…..” aku sedikit tersipu
“Ohhh…, maaf ya. Habis aku pngen banget sihhhh… semoga kamu suka dan nggak kapok” setelah rapi, dia memakai sepatu dan mau membayar internet.
“ndak usah mbak.., ini bayarannya sudah sangat berlebih kok” jawabku
“Ahhh… yaudah. Makasih ya ..” Setelah tukar menukar nomer hp, Dewi membuka pintu dan menyempatkan kissbye yang aku bales dengan lebih mesra.
Dan sejak itu kadang-kadang aku ketemuan dengan Dewi diberbagai tempat.Beberapa minggu setelah itu Dewi bercerai dengan suaminya. Hubunganku dengan Dewi hingga tahun 2004. Tahun itu dewi udah punya suami baru, seorang perwira polisi. Aku ndak berani ketemuan lagi, dan Dewi kayaknya sekarang betul-betul sayang sama suaminya. Aku turut bersyukur saja.


Selingkuh memang Nikmat

Veni seorang wanita yang selalu membahagiakan suami. Aku mengenal Veni dari masa sekolah dulu, kami awalnya adalah teman biasa dan kemudian berpacaran. Pacarku saat itu bukan hanya Veni, aku memiliki beberapa pacar, di antaranya sebut saja Indi yang merupakan sepupu dari Veni dan ia sekarang tinggal bersamaku. Aku dan Veni memiliki kisah yang cukup banyak, kami dulu sering berdua, maklumlah cinta masa muda dipenuhi dengan tantangan, kami sering berdua sehabis selesai sekolah.

Kebetulan kemerdekaan saat itu benar-benar kami rasakan, karena orang dan saudara kami sibuk dengan aktivitasnya. Awalnya kami hanya berjalan berdua, lalu bergandengan tangan, duduk berduaan, berpelukan, berciuman, dan akhirnya ia menyerahkan keperawanannya, dan hubungan ini adalah yang pertama buat kami. Ternyata kami ketagihan, setiap malam Minggu kami lakukan dengan pakaian lengkap. Ia selalu memakai rok, sehingga tangan serta milikku dapat leluasa masuk ke dalam tubuhnya, ini merupakan kenangan indah kami. Tapi yang paling kusuka bila selesai pulang sekolah, sebab di rumah kami selalu kosong, kami leluasa. Di saat itu aku dapat melucuti pakaiannya satu persatu sampai aku memuntahkan cairanku, aku menikmatinya. Aku puas menikmati tubuhnya berjam-jam tanpa sehelai pakaian. Yang paling kusuka adalah saat aku ulang-tahun, ia selalu memberi hadiah yang istimewa, mengundang datang ke rumahnya dan hadiah langsung, yaitu tubuhnya yang tanpa sehelai kain pun dan aku diajak ke lantai atas rumahnya, untuk menikmati hadiah istimewanya.

Memang awalnya aku takut berhubungan badan, setelah sering dengan Veni, aku malah ketagihan. Akhirnya aku dan Veni lulus sekolah dan kami kuliah. Saat itu aku memiliki kenalan baru di telepon, ia adalah teman dari temannya Veni waktu di sekolah, ia sering menghubungiku dan meminta tolong supaya aku mencari kabar tentang cowoknya, sebab cowokya anak kampusku dan sudah lama tidak bertemu. Namanya Reyne dan awalnya kami hanya berbincang biasa, lama kelamaan kami akrab dan berbicara bebas. Akhirnya kudapati dengan samar-samar kabarnya, dan ternyata cowoknya telah memiliki pacar baru, dan aku minta cerita tersebut dibarter dengan hadiah. Ia berjanji akan memberi hadiah. Awalnya aku bercanda kalau hadiahnya Reyne, dan Reyne menyanggupinya sambil bercanda. Kami hanya berbincang ditelepon dan belum pernah bertemu, entah setelah beberapa lama kami sepakat bertemu, dan Reyne berterima kasih kepadaku atas bantuanku dan akan memberikan hadiah yang ia janjikan, entah apa hadiah itu.

Akhirnya kami bertemu di suatu tempat lalu ke rumahku yang kebetulan kosong waktu itu (keluargaku berlibur ke daerah). Kami mengobrol, aku bertanya bahwa hadiahnya dimana, lalu jawabnya adalah hadiahnya belum ada dan apa yang kumau. Lalu kami berdua berbincang panjang lebar, aku menanyakan dan meminta hadiah darinya, aku meminta cumbuan sebagai hadiahnya sambil bercanda tapi entah mengapa kami menjadi serius. Awalnya ia tidak merespon, tapi setelah beberapa lama ia terima permintaanku. Akhirnya aku mengambil kadoku, aku bertanya sambil tanganku mengarah ke dada kanannya, “Ini boleh kan?” lalu Reyne menjawab, “Boleh!” dengan tegang. Tanpa basa-basi dan birahi yang berkembang aku menyentuh dadanya, memang tidak terlalu besar sekali tapi aku suka petualangan ini. Lalu kuusap-usap dan perlahan kuangkat kaosnya hingga terlihat BH-nya, lalu kubuka kaitan BH-nya dan kuangkat tinggi sehingga kedua buah dada serta putingnya dapat kunikmati dengan mataku dengan jelas.

Kuraba-raba dan kuremas-remas sampai puting dan dadanya mengeras, wajahnya memucat dan tegang tapi tampaknya Reyne menikmati sentuhanku. Lalu aku menawarkan menonton film, dan ia mau nonton film. Aku bergegas mengambil film, tetapi yang kuambil adalah film XX. Kuambil film tersebut lalu kembali ke tempat dimana aku merasakan tubuh Reyne, kulihat ia sudah menutup kembali buah dadanya seperti semula. Aku agak kecewa, tapi tak apalah. “Kita nonton ini ya,” sahutku, lalu kusetel dan segera duduk di sampingnya. Reyne tak tahu film apa yang kusetel, film belum mulai, aku kembali meraba-raba dadanya yang tertutup seperti semula, lalu film pun dimulai. “Ini nggak apa-apa kan?” tanyaku sesaat. “Asal bagus, aku suka,” jawabnya.

Film pun dimulai seiring tanganku yang meraba-raba tubuhnya, tampaknya ia menyukai film yang kusetel. Tangannya ke pundakku, lalu wajahnya ke dadaku sambil berkata, “Filmnya, ah..” kulihat tubuhnya tegang, lalu tangan kananku mengangkat dan menarik dagunya dan bibirnya perlahan ke bibirku. Akhirnya bibirnya kukecup dan kami berciuman bersama nafsu kami, tanganku tak henti-henti meraba-raba tubuhnya dan melakukan pekerjaan awal lagi, kulepas kaitan BH-nya, lalu kuangkat bersama kaosnya sehingga mata dan tanganku dapat menikmati buah dadanya secara langsung. Kulepas sesaat bibirku dari bibirnya, lalu kuhisap kedua putingnya secara bergantian, setelah itu kukecup bibirnya lagi, dan kami berciuman lagi.

Lidah dan bibir kami bersaing menyerang, bersama tanganku yang terus meraba-raba tubuhnya. Ternyata tangannya tak mau kalah, segera milikku didekap jemarinya dan dimainkan. Birahi kami pun terus bertambah, tanganku tampaknya sudah tak tahan. Secara bertahap kubuka ikat pinggangnya, tapi ia menolak halus dan bekata, “Jangan!” dengan ucapan lembut. Tampaknya gairahku tak dapat kutahan, kujawab, “Nggak apa-apa,” lalu kukecup bibirnya dengan nafsu, ia pun mengimbangiku. Tanganku tetap membuka ikat pinggangnya, tanganya menolak dengan halus dan menghentikan sementara, tapi tak benar-benar menahan tanganku. Akhirnya ikat pinggangnya kulepas. Tangannya masih menahan halus, perlahan kubuka kancing celananya dan resletingnya kutarik perlahan sampai habis, lalu jemari tanganku menyusup ke dalam celananya, kurasakan bulunya yang lebat. Aahh, getaran birahiku, kuraba-raba bulu halusnya, ia menikmatinya.

Kulihat matanya dipejamkan perlahan, kurasakan hasratnya bergairah. Kuteruskan perjalanan jemariku, terus menyusup di dalam CD-nya, akhirnya sampai ke tonjolan sensitifnya yang tertutup bulu-bulu halus. Perlahan-lahan kuusap-usap, wajahnya terlihat lemas dan agak memucat seiring getaran nafasnya. Aku terhenti, lalu kubertanya kepadanya, “Kamu mau ML nggak?” tetapi ia menjawab ragu dengan isyarat seiring hasratnya. Lalu kupegang lengannya, dan kuajak ke kamar kakakku, sebab kamarnya ber-AC. Kunyalakan AC, dan ia bertanya, “Kulepas celana aja ya,” lalu kuanggukan daguku. Ia pun duduk di samping tempat tidur, lalu kuhampiri, kupeluk tubuhnya dari samping, kuraba dadanya, kukecup bibirnya, bibir kami akhirnya saling menyerang. Perlahan kudorong tubuhnya dengan tubuhku, akhirnya tubuhnya terebah dan ku tindih tubuhnya. Langsung penisku menyerang vaginanya, tapi tak berhasil karena terlalu licin.

Dengan sadar ia lalu memegang penisku, kakinya mengangkang lebar, lalu penisku diiring masuk ke dalam vaginanya. Secara cepat penisku masuk bersama birahi, ah lembut dan halus vaginanya. Segera ia melepas dekapan jemari yang membimbing penisku. Perlahan-lahan kukeluar-masukkan penisku, ia pun perlahan menyebut, “Aah, Ndi..” dengan desahannya. Tampaknya birahinya lebih tinggi dariku, lalu ia menggoyangkan pinggulnya agar lubang vaginanya dapat gesekan yang cepat dari penisku. Sesaat kulihat ia menegang, lalu merarik pantatku agar penisku dapat masuk dengan dalam ke vaginanya. Lalu ia tegang sekali dan tak bergerak, wajahnya memerah, putingnya terlihat mengeras, dan kurasakan penisku tergigit lubangnya yang lembut. Sesaat aku dapat menggesekkan penisku lagi, keluar-masuk dan akhirnya aku tak sempat mengeluarkan penisku dari vaginanya. Ah, air maniku keluar dengan cepatnya di dalam vagina Reyne, aku tak dapat bergerak, yang kurasakan kenikmatan yang dasyat, Reyne pun hanya dapat mendesah sambil merasakan semburanku di dalam tubuhnya.

Lalu kami istirahat dan setelah beberapa lama kami berbicara seperti semula. Kurasakan kenikmatan yang berbeda dari tubuh wanita, dan membuatku tertarik terhadap tubuh wanita. Keesokannya aku bertemu dengan Reyne, kebetulan aku membawa mobil, lalu kami jalan-jalan. Di saat berhenti ia sempat merangkulku, lalu mengecup bibirku, aku agak malu takut terlihat umum, lalu kuajak ia ke tempat sepi di suatu halaman yang rumahnya kosong. Lumayan halamannya luas dan sepi dari orang-orang, lalu bibir kami berperang saling mengalahkan, kaitan branya kulepas, kuangkat kaosnya, sesaat kulihat bra dari bahan seperti kaos yang berwarna merah dengan kembang-kembang. Lalu kuangkat sehingga terlihat kedua puting di ujung buah dadanya, kuraba, kuremas, kumainkan putingnya, lalu kulepas bibir kami dan kuhisap putingnya bergantian.

Sesaat aku terhenti, dan kurasakan hasrat penisku, tapi kurasa tempatnya tidak memungkinkan. Lalu kubuka resletingku dan kukeluarkan milikku, sesaat kemudian ia pun melihat, lalu kutanya, “Bisa hisap ini?” ia menggeleng dan terdiam sesaat, beberapa lama kemudian akhirnya ia memberi jawaban yang berbeda. Perlahan tangannya mendekap penisku, perlahan wajahnya menghampiri, lalu bibirnya mendekat penisku, perlahan mulutnya terbuka dan menelan ujung penisku. Mulai kunikmati, perlahan mulutnya menelan penisku, lalu perlahan dikeluarkan sedikit dari mulutnya, terkadang penisku dihisap habis, lalu secara bertahap penisku dikeluar-masukkan dengan cepat. Ah, kulihat matanya terpejam dan wajahnya memperlihatkan ia menikmatinya. Beberapa waktu kemudian aku merasakan puncak, seiring aku berkata kepadanya, “Nanti kalo sempet kita ML ya, tapi kayaknya aku mau muncrat,” perlahan penisku ditelan sedikit oleh mulutnya, lalu puncakku kurasakan. Air maniku menyembur di dalam mulutnya sampai habis, perlahan ia hisap dan telan penisku dan air maniku sampai habis, ah rasanya aku mulai menyukai caranya.

Kulihat ia agak lemas dan tegang, begitu juga aku, lalu aku bertanya, “Nyari tempat ML yuk!” lalu Reyne menjawab sambil mendekati penisku, “Boleh!” lalu ia membersihkan penisku dengan lidah dan mulutnya. Bibirnya menelan dan lidahnya menjilat lubang kencing di ujung penisku, ia telan semua cairan yang tersisa hingga penisku bersih, lalu ia usap dengan tissue supaya kering. Sesaat kami menutup badan ke keadaan semula, dan kami pergi dari tempat itu. Akhirnya kami menemukan tempat terdekat untuk ML, kami ke sana, keadaan mulai gelap, suasana memancing hasrat kami. Tanpa pemanasan kami sudah terangsang.
Kutanya, “Main nggak?”
“Mmm.. langsung yuk!” sahutnya.

Lalu ia melepaskan pakaiannya dan merebahkan kursi seiring badannya. Lalu kubuka celanaku dan bergeser ke arahnya, lalu kutindih tubuhnya yang samar-samar terlihat dan hanya dapat dirasakan kulitku. Awalnya kedua pahanya agak mengapit pahaku, lalu perlahan kakinya diangkat ke dashboard, ujung dengkulnya melebar sampai habis. Tangan kiriku memeluk pinggangnya yang ramping, tangan kananku menikmati dada kirinya, bibir dan lidahku bertahap menikmati dari pipi, kuping, leher, dagu dan akhirnya berperang melawan bibir dan lidahnya. Seiring dengan itu tangannya mendekap penisku dan perlahan memasukkan ke dalam vaginanya, ternyata ia sudah basah. Perlahan gerakanku, tetapi ia langsung bergoyang cepat, rupanya ia menyukai gerakan cepat, tentu saja aku harus adil, kukeluar-masukan milikku dengan cepat, terlihat ia menikmatinya.

Desahannya yang perlahan pun mulai mengencang dengan tegang seiring menyebut namaku. Akhirnya kami sampai puncak dan selesai dengan permainan ini. Tampaknya aku menyukai Reyne karena permainan dan pengalamannya yang tidak kudapatkan dari Veni.



Akhirnya hari esok pun tiba, di siang hari tepatnya di rumahku terkadang ada beberapa anak sekolah lewat, kebetulan sepupu istriku waktu itu sering lewat depan rumahku. Sebenarnya kami juga berpacaran, tapi karena aku dan Veni lebih dekat maka aku dan Indi jarang bertemu sebagai seorang pacar walau belum ada kata putus. Awalnya kami hanya menyapa, tapi beberapa hari pun lewat, akhirnya kami mulai mengobrol, dan mungkin karena ada perasaan suka di antara kami. Akhirnya ia pun sering mampir ke rumahku, dari hari ke hari sepulang sekolahnya. Akhirnya terungkap kalau memang masih ada perasaan suka di antara kami, akhirnya kami akrab dan terus akrab. Awalnya kami sengaja hanya berteman dan kami mengerti bila aku berpacaran dengan sepupunya, istriku sekarang. Tapi perasaan saling suka tak bisa kami bendung, rasanya kurang bila kami belum bertemu.

Kami pernah jarang bertemu, dan kemudian kami bertemu lagi, saat itu ia pulang sekolah bersama temannya, lalu ia berpisah dan mampir ke rumahku. Akhirnya kami mengobrol dan masuk ke dalam rumah supaya nyaman, dan kami berbincang di dalam. Entah mengapa rasa sukaku mulai bertambah, kulihat ia bersama sosoknya dari ujung rambut sampai kaki. Agaknya gejolakku mulai bertambah, kupegang tangannya, kubelai rambutnya, perlahan mataku mulai tertarik memandangi buah dadanya. Akhirnya kami mulai berbicara sambil berpandangan, kutatap matanya hidungnya, giginya yang putih dan rapi, bibirnya yang merah pucat, pinggangnya, betisnya, pokoknya semuanya. Sesaat dia sadar dengan tatapan mataku yang tertuju, dan ia menjadi salah tingkah. Perlahan kami duduk sangat dekat, sampai aku dapat merangkul dan memeluk tubuhnya dari samping dan belakang, tampaknya ia menyukainya.

Perlahan hasratku memuncak, terasa hasratku untuk menjamahnya, dan tampaknya suasana dan kondisi sangat memungkinkan. Pertama, kudekap dan kurangkul tubuhnya, kucium pipinya, kurasa ia memberi lampu hijau kepadaku. Rasanya tubuhnya sudah kumiliki, perlahan kudekap pinggangnya, tanganku satunya mengusap wajahnya yang manis, lalu ke pipi, kuping lalu turun perlahan ke leher pundak, lalu ke pinggang sambil sengaja kulewati buah dadanya dengan sentuhan telapak tanganku. Sesaat kulepas pelukanku, lalu badanku ke depan, aku pura-pura melihat-lihat dan memegang sesuatu di meja, lalu kusenderkan lagi badanku ke kursi seiring sikuku yang seolah-olah tidak sengaja untuk menyentuh buah dadanya. Akhirnya sikuku menyentuh dadanya dan ia agak kaget bercampur aduk, kurasakan empuk di sikuku. Dengan pura-pura aku meminta maaf karena aku tak sengaja, lalu kurangkul kembali tubuhnya.

Kurasakan getaran di jiwaku, perlahan kucium pipinnya, kupingnya, lehernya, dagunya dan akhirnya kutuju bibirnya, sesaat dia kaget karena kukecup bibirnya. Lalu ia menghindar dari bibirku sesaat sambil berkata “Mas!” lalu dia terdiam dengan beribu benak di pikirannya. Lalu perlahan kuhampiri wajahnya kembali, dan kukecup bibirnya. Perlahan ia menolak, menghindar dengan wajah bingung. Lalu tanganku ke dagunya dan kutahan, perlahan bibirku mulai dapat menikmati bibirnya karena ia mulai tidak menolak. Perlahan kurasakan bibirnya, lidahnya, dan akhinya kunikmati. Awalnya ia terdiam dan pasrah, beberapa saat kemudian tangannya mulai memegang dan megelus lengan dan tubuhku, lalu bibir dan lidah kami saling bersaing seiring berebutan air liur. Tanganku tak bisa diam rupanya, kuelus-elus pinggangnya, perut, lalu kuraba dadanya.

Perlahan tangannya memegang tanganku di dadanya dan bibirnya perlahan ia lepaskan bersama tanganku.
Lalu ia berkata, “Mas..!” dengan wajah yang campur aduk.
Sahutku, “Ada, apa?”
“Jangan dulu Mas!” jawabnya.
Lalu kujawab kembali, “Jangan takut!”
Lalu kuhampiri lagi bibir dan dadanya, tampaknya ia agak menolak dan secara perlahan dan akhirnya ia malah menikmatinya.

Akhirnya hubungan kami bertahap dari hari ke hari, akhirnya kumulai mendapatkannya dari meraba dadanya, meremasnya, melihatnya secara langsung, dan menghisap kedua buah dadanya. Aku selalu menikmati dadanya dan hampir setiap saat rumahku kosong saat bersamanya, hampir tak pernah buah dada dan putingnya tertutup, karena selalu kujamah. Pernah di saat aku menikmati tubuh atasnya yang polos, di saat itu ia hanya mengenakan CD dan roknya, tepatnya di dalam kamarku. Kami hanya dapat bercumbu di kamar, karena saat itu di rumahku ada pembantuku yang baru. Kurasakan birahiku memuncak saat aku menindih tubuhnya di tempat tidur, tanganku tak kuasa dan akhirnya mengangkat roknya dan perlahan mencari celah dan menyusup di CD-nya. Dengan cepat ia menahan tanganku, sambil berkata, “Jangan yang ini, aku masih perawan,” dan kujawab, “Nggak Say, aku nggak masuk kok, cuma di luar, janji deh.”

Perlahan ia lepas tangannya. Jemariku akhirnya leluasa mengelus-elus bulu dan belahannya, sampai kurasakan belahannya licin dan jariku basah. Akhirnya birahi kami terus bertambah, perlahan kulepas CD-nya. Dengan cepat tangannya menahan tanganku kembali dan dengan lemas ia berkata, “jangan aku masih mau perawan, jangan Mas!”
Dengan perlahan kujawab, “Aku cuma mau liat tubuhmu langsung, aku nggak bakal masukin deh, itu kamu tetep utuh, aku janji deh!”
Perlahan ia pasrah dan menjawab, “Aku udah ngasih banyak, emang belom cukup?”
Ucapku, “Aku rasa belom, aku janji nggak ngerobek selaput kamu, tapi bolehkan kubuka semuanya.”
Ia pun menjawab, “Gimana ya, boleh .. asal kamu janji.”

Lalu perlahan kubuka CD dan roknya. Mataku perlahan menerawangi tubuhnya dari ujung rambut sampai ujung kaki, kulihat rambut, wajah, leher, pundak, dada, perut, pinggang, bulunya, paha, dengkul sampai ke ujung kaki. Tampaknya tubuhnya memang mulus dan lebih dari yang dimiliki Veni.
“Ndi, badan kamu bagus ya,” ucapku pelan.
“Masa! Makasih ya,” ucapnya dengan tegang dan lemas.
Kutatap matanya, tanganku tak ketinggalan kuusap-usap tubuhnya kemudian kami berciuman. Tampaknya ia terbawa, kunikmati bibirnya, kupingnya, lehernya, pundaknya, dada dan putingnya, perutnya akhirnya kulewati bulu hitamnya dan kucium kedua pahanya yang putih lalu belahan di selangkangannya.

Perlahan Indi menegang, dagunya terangkat dan kemudian dadanya terangkat seakan kedua payudaranya membusung memamerkan diri, kurasakan Indi menikmati sentuhan bibirku. Kemudian bibirku menciumi belahan Indi, kurasakan ia menggeliat-geliat dan kedua tangannya mengelus dan membuai rambutku. Kedua tanganku memegang dengkulnya dan perlahan membuat kedua kakinya mengangkang lebar sehingga belahannya agak terbuka. Detil demi detil kulihat bagian di belahan tubuh Indi, lalu kuhampiri tonjolan yang ada di ujung belahan Indi, kurasakan perbedaan dari beberapa cewek yang kusentuh, tampaknya Indi memiliki tonjolan dan sama seperti Reyne tetapi berbeda dengan Veni yang tidak memiliki tonjolan.

Kucium, kukecup, lalu lidahku perlahan keluar dan menyentuh tonjolan itu, kudengar Indi mendesah dengan kaget. Setelah itu lidahku mulai bermain dan Indi menegang dan mendesah dengan tegang, kujilati tonjolan itu sampai basah. Lidahku bermain terus lalu turun ke arah bibir vagina Indi, dengan desahan yang tegang Indi berkata, “Mas Andi, ahh!” Lidahku menjilati bibir vaginanya dan perlahan kucoba masuk ke liang vaginanya yang masih agak sempit dan kurasakan selaput dara Indi, ah.. kunikmati keutuhan selaput daranya. Desahan dan ketegangan Indi serta belaian tangannya terus membuat nafsuku bertambah, rasanya keinginanku bertambah, kurasakan gejolak ingin menyetubuhi dan merasakan liang vaginanya. Kurasakan hasratku tak tertahan lagi.

Perlahan badanku kusejajarkan dengan tubuh Indi, bibir dan lidahku mulai naik dari liang vagina, tonjolannya, bulunya, perut dan pusarnya, belahan payudaranya, lehernya, lalu ke kupingnya dan perlahan kucium dan kumasukkan ujung lidahku ke lubang telinga Indi dan kurasakan ia menegang kaku dan tidak dapat bergerak. Kurasakan kedua kaki Indi mengapit kedua kakiku dan kedua tangannya yang lembut mengelu-elus punggungku. Ah, kurasakan sentuhan Indi membuatku jadi nafsu. Ingin aku menyetubuhinya, pelan-pelan kugesek-gesekkan milikku dengan belahan Indi sehingga kurasakan cairan membuat basah milikku dan kurasakan licin dan lembut waktu kugesek-gesekkan milikku di belahannya. Perlahan kubuat kembali kakinya mengangkang dengan kedua pahaku, sehingga kurasakan kelembutan belahannya dan kurasakan bulu-bulu kami basah kuyup. Mungkin karena kulihat Indi menikmati percintaan ini maka tanpa berpikir lagi kuikuti nafsuku dan aku bertanya, “Ndi, masuk ya?” lalu Indi terlihat ragu dan bingung, namun karena gairah kami yang memanas ia hanya dapat menunggu untuk menikmati kelanjutan percintaan.

Ia memasrahkan dirinya kepadaku, terlihat ia tidak bisa berpikir dan hanya terus melayang jauh menikmati semuanya, sesaat ia berkata, “Mas Andi!” sambil bergeliat dan merasakan gairah serta rangsangan di seluruh tubuhnya. Aku masih bingung, lalu kedua tanganku menghampiri pantatnya, kudekap, kuremas, lalu kugesekan kembali milikku di belahannya sambil perlahan kugelitiki lubang anusnya dengan ujung jariku. Sedikit demi sedikit cairan dari daerah vagina Indi kualiri ke lubang anus Indi sehingga terasa licin dan jariku dapat masuk ke anusnya. Akhirnya jemariku dapat keluar masuk dengan mudah di anusnya yang licin, terlihat Indi menikmatinya dan desahan yang tegang ia keluarkan dengan suara yang menggairahkan. Perlahan penisku terhunus dan siap menembus bibir vaginanya yang lembut. “Ndi, masuk ya?” ucapku dengan bergetar. “Terserah Mas!” ucapnya tanpa bisa berpikir karena dikuasai nafsu dan rangsangan sehingga ia terbawa melayang dan pasrah menikmati kejadian ini.

Perlahan penisku yang terhunus mendekati bibir vagina Indi dan perlahan kurasakan lembut bibir vaginanya, perlahan ujung penisku mencoba masuk dan kurasakan agak tertahan, kulihat Indi mengemut bibir bawahnya dan dagunya terangkat tinggi sambil terlihat menahan nafas. Ah, kurasakan lembut di ujung penisku. Sesaat aku tersadar akan janjiku, namun birahi ini tak tertahan. Lalu, “Ndi, yang belakang boleh ya?” sahutku karena tak dapat menahan keinginan milikku yang ingin merasakan dagingnya. “Mas Andi!” dengan nada pasrah ia jawab keinginanku.

Lalu perlahan ia tengkurapkan tubuhnya dengan iringan tanganku, kulihat rambutnya terurai menutup wajahnya. Kutindih tubuhnya yang elok, kuciumi lehernya, pundaknya, kupingnya sambil tanganku meremas-remas dan memainkan buah dadanya yang terhimpit tubuhnya. Kemudian kududuk di bawah pantat Indi yang berbentuk gunung, lalu kubuka pantat Indi sehingga belahan yang menutup anus Indi terbuka dan anusnya agak terlihat lubangnya. Penisku yang terhunus perlahan mencoba masuk ke liang anus Indi, tetapi awalnya sulit masuk walaupun sudah licin, dengan sabar kucoba dan beberapa lama kemudian kurasakan anus yang agak rapat perlahan-lahan dapat terbuka seiring ukuran penisku. “Mas Andi, ahh!” sahut Indi seiring penisku yang masuk ke dalam anusnya. Akhirnya kurasakan tubuh Indi, perlahan kukeluar-masukkan penisku di anusnya.

Kurasakan empuknya pantat Indi, lembutnya tubuhnya, seluk beluk tubuhnya yang membuat birahiku tertuang, perlahan dan perlahan dan akhirnya penisku mudah keluar-masuk di anus Indi. Desahan demi desahan Indi keluarkan dan membuat nafsuku tertuang, akhirnya kusetubuhi tubuh Indi, kurasakan lembutnya kedua paha dalam belakang Indi di depan kedua pahaku. Bokongnya terangkat seolah meminta sentuhan dari penisku, tidak lama aku bermain di lubang belakang Indi sampai kurasakan semua tubuhku menegang dan kulepaskan air maniku di dalam tubuhnya. Indi menegang dan tubuhnya terdiam lemas sambil mengeluarkan rintih dan desahan karena merasakan air maniku yang menyembur di dalam tubuhnya.

Beberapa hari kemudian kami melakukan lagi, mungkin karena tempatnya yang tidak sesuai maka setiap masuk lubang belakang aku selalu menggunakan pengaman, meski begitu kami menikmatinya dan mungkin karena selaputnya terus kami pertahankan. Setelah beberapa wanita kutiduri akhirnya akumulai ketagihan dan banyak setiap wanita yang kukenal akhirnya akrab sampai ke ranjang dan setiap melakukan kuabadikan dengan handycam-ku, untungnya mereka semua tidak mengetahui hal ini. Kurasakan kelemahanku dan kurasakan perbedaan kenikmatan, kelembutan dan kepuasan yang kudapat dari masing-masing tubuh wanita. Untunglah setiap wanita yang kusentuh tidak ada yang hamil.

Sampai suatu saat aku dan Veni menikah dan kami tinggal di rumah sendiri, pisah dari orang tua. Namun Veni memintaku supaya Indi dapat tinggal bersama dan aku menyanggupinya. Sikap Indi dan aku biasa saja karena kami sadari bahwa aku dan Veni sudah terikat. Hari demi hari berlalu dan ternyata perasaan aku dan Indi masih sama dan perasaan kami muncul lagi, entah mengapa kami mulai akrab seperti dulu. Suatu saat aku dan Indi hanya berdua di rumah, Veni melakukan aktivitasnya seperti biasa yaitu bekerja di kantor. Mungkin karena rasa jenuh aku memilih istirahat di rumah sebentar. Sesaat aku dan Indi berbincang lalu entah mengapa perasaan yang dulu muncul, lalu kami duduk berdampingan. Kami burdua menonton TV, tangan kami mulai bersentuhan dan rasa gairah ini muncul kembali, mungkin karena aktivitas sex aku dan Veni sudah tak berjalan sehingga kurasakan kebutuhanku. Terlintas dalam pikiranku, apa salahnya bila kudapatkan dari Indi karena aku membutuhkannya, kurasakan perbedaan bila belum menikah sex hanya untuk senang-senang tetapi berbeda bila sudah menikah karena sudah menjadi kebutuhan. Terpikir di benakku tak salah bersentuhan asal tak bersetubuh, mungkin efisien untuk melepaskan kebutuhanku.

Kami saling bergenggaman dan mengelus-elus dengan jemari, salah satu tanganku merangkul tubuhnya, ah kunikmati tubuhnya seakan birahiku tersalurkan. Tanpa kompromi penisku mengejang, muncul keinginan untuk bercumbu dengannya, selintas kuucapkan,
“Andai aku masih bisa merasakanmu Ndi!”
“Kenapa Mas, Mas Andi kenapa?” ucapnya dengan lembut sambil tangannya mengelus pipiku dan yang satunya mengelus-elus di dalam genggaman jemariku.
“Enggak, kamu suka pake celana pendek bikin Mas terangsang,” dengan nada gerogi kuucapkan.
“Masa sih, emangnya kenapa Mas!” perlahan tangannya menaruh tanganku di atas pahanya yang mmhh..
“Kulit kamu lembut ya Ndi,” sambil kuusap dan kuraba-raba seluruh pahanya.
“Mas suka!” sambil salah satu tangannya mengelus lenganku yang sedang menikmati pahanya.

Tanpa kusadari mataku mulai tertuju ke buah dadanya.
“Ndi dada kamu kayaknya tambah besar,” ucapku dengan agak malu.
“Kan umurku nambah Mas, yang pasti udah ganti ukuran dong, memangnya kenapa Mas!” ucapnya dengan lembut.
“Eh, enggak, andai bisa..!” sambil tanganku mengelus pundak dan perlahan agak turun mendekati dadanya.
“Mas Andi!”
Tampaknya Indi mengerti ucapku, dan perlahan tanganya menghampiri tanganku dan mengajak ke dadanya sehingga kurasakan telapak tanganku menyentuh salah satu buahnya.

Tanpa berpikir panjang lebar kuraba-raba dadanya, kuremas dan aah rasanya aku memilikinya lagi. Salah satu tanganku tak mau ketinggalan, kuelus-elus selangkangannya lalu kuucapkan, “Makasih ya Ndi.”
“Buat Mas..” sambil tangannya mengelus pipi dan juga tanganku di dadanya.
Perlahan kuhampiri wajahnya, lalu bibirku mendekati pipinya dan kucium, lalu ke lehernya dan dagu Indi terangkat tinggi, lalu kupingnya, lehernya kembali dan merambat ke bibirnya. Bibirnya kukecup, kemudian ia memberikan respon dan kami saling memberi bibir dan lidah, kami saling mengecup, menjilat, dan menghisap liur dari mulut kami. Tangan Indi kupegang dan kuajak ke arah penisku, rupanya Indi mengerti dan perlahan ia elus-elus penisku yang sudah mengeras, lalu ia mendekap dan memainkan dengan lembut. Mungkin sudah lama aku tidak bersetubuh dengan Veni karena kesibukan kami sehingga setiap bertemu kami lelah dan sungkan untuk berhubungan, dan mungkin aku mendapatkan sesuatu dari Indi yang tidak kudapatkan dari Veni.

Tanganku berpindah dari dada Veni ke arah kaitan BH-nya, dan yang satunya dari selangkangan perlahan mengangkat kaos depan Indi sehingga BH-nya dapat kulihat jelas bersama belahan dadanya yang lebih besar dari yang kurasakan dulu. Kuremas dadanya dengan tangan kiriku dan tangan kananku melepas kaitan BH-nya dan menyusup ke depan sehingga BH-nya terangkat dan selanjutnya kumainkan kedua putingnya. Tampaknya Indi suka, lalu tangan kiriku turun dan menyusup ke dalam celana Indi, kurasakan rambut kemaluannya dan perlahan menuju ke tonjolan sensitif milik Indi. Kusentuh dan kumainkan dengan jemariku, Indi pun mengeluarkan suara “Hhmm..” dengan nikmatnya di saat berciuman, matanya terpejam, tangannya terus mengelus-ngelus tubuhku. Kurasakan tangan Indi perlahan mengeluarkan penisku dari celah celanaku sehingga membusung keluar, dan mendekap dengan jemarinya lalu mengayunkan dengan lembut.

Lama-kelamaan kurasakan jariku basah dan selangkangan Indi licin, lalu kugesek-gesekkan jariku di tonjolan Indi, tangan kami saling memainkan dan merangsang milik kami yang sensitif. Setelah beberapa lama Indi berhenti dan berbisik “Mas, udah dulu, di kamar Indi yuk!” Lalu Indi berdiri dan menuju ke kamarnya sambil berkata, “Cepat ya, kutunggu.” Lalu aku bergegas ke kamarku dan membawa pengaman ke kamar Indi, sesaat kusampai di depan pintu kamar Indi kulihat tiada sehelai benang pun di tubuhnya. Sesaat birahiku memuncak, kulihat tubuh yang lebih indah dari yang kulihat dulu, Indi sadar aku sampai di depan pintu dan ia menghampiriku lalu menarik tanganku dan mengajak ke dalam kamarnya.

Kemudian kami berpelukan dan berciuman sambil tangan kami meraba-raba dengan leluasa. Lalu kami duduk di pinggir tempat tidur Indi, dan kubuka bungkusan pengamanku, sesaat tangan Indi menghentikan tanganku yang ingin memakaikan pengaman di milikku. “Mas aku pengen nyoba,” dengan tangannya yang menunjuk milikku lalu ke arah bibirnya. Perlahan kuanggukkan daguku, dan ia menyambutnya dengan wajahnya yang menghampiri milikku, wajahnya mendekat, mulutnya terbuka dan lalu menelan penisku. Ahh kurasakan lembut mulut dan lidahnya yang perlahan menelan penisku, lalu ia memainkan penisku dengan mulutnya sesaat lalu berkata, “Udah dulu ya, aku belum biasa, belum tau caranya.” Lalu kami berciuman dan kami bermain seperti dulu (main di liang belakang) sampai kurasakan puncakku.

Lalu kucabut dan kukeluarkan penisku dari liang belakang Indi, lalu Indi bertanya, “Udah Mas?” dengan nada pelan dan halus. “Sebenarnya belum Ndi, soalnya bukan di tempatnya, tapi makasih ya!” ucapku. Lalu tangan Indi menghampiri milikku dan melepaskan sarung pengaman di penisku. Wajahnya menghampiri milikku sambil berkata, “Belum ya Mas?” lalu mulutnya terbuka dan menelan penisku sampai cairan yang ada ditelan habis oleh mulutnya lalu ia keringkan dengan kain yang ada di dekat kami, terlintas dibenakku kalau Indi cepat mengerti. “Mas pengen apa, kenapa belom puas?” ucapnya sambil jemarinya berayun-ayun memainkan penisku. “Aku pengen yang di tempatnya,” sahutku sambil dengan perasaan tidak enak. “Yang ini ya Mas?” sambil menunjuk kemaluannya. “Aku belom pernah.. tapi kalo Mas bisa puas dan pengen aku kasih buat Mas..” dengan nada pelan dengan ajakan. Rasanya diri ini terangsang oleh ajakannya.

Perlahan wajahku menghampiri bibir vagina Indi yang basah, lalu kujilati dan kadang-kadang agak kumasukkan lidahku ke dalam liang vagina Indi sampai kurasakan selapur daranya. “Ouh.. ouh.. ahh..” sahut Indi dengan tegang yang bercampur gairah. Sampai akhirnya kuhampiri bibir vaginanya yang agak terbuka sempit dengan penisku yang terhunus. Kumasukkan penisku perlahan, awalnya agak sulit tapi kusabar dengan perlahan dan kurasakan lubang yang mengikuti ukuran penisku, kurasakan penisku agak tertahan dan perlahan melepaskan sesuatu yang lengket di liang Indi secara perlahan-lahan sampai kurasakan tertelan di dalam liang Indi. Seiring kumasukkan penisku Indi hanya dapat merintih dan mendesah dengan tegang merasakan penisku masuk yang melepaskan beberapa lengketan yang agak menahan penisku saat masuk.

Akhirnya penisku tertelan di dekapan tubuh Indi, Indi menegang dan akhirnya melemas seakan pasrah dan melayang tinggi dan mengucap dengan gemetar campur lemas, “Mas, ini kado buat Mas Andi,” sambil tangannya mengelus-elus punggungku dengan lembut. Kurasakan kado yang istimewa dari Indi, membuat birahiku benar-benar dibuai. Kurasakan liang Indi yang lembut dan seakan mendekap penisku, lalu perlahan-lahan aku keluar-masukkan penisku di liangnya. “Ouh.. ahh.. ouh, Mas Andi..” hanya itu yang dapat Indi ucapkan dengan nada tegang dengan gairahnya yang merangsang. Akhirnya penisku bermain dengan cepat dan kami berdua benar-benar melayang jauh, beberapa lama kemudian kurasakan liang Indi mendekap dan kemudian kurasakan seakan penisku didekap erat seolah-olah digigit oleh liang vagina Indi.

Penisku seakan tak boleh bergerak sama sekali didekapan liang Indi, kedua tangan Indi memelukku dengan erat, kedua kakinya dari mengangkang menegang dan lurus seolah-olah ingin menari balet, lalu terucap di bibirnya dengan panjang, “Ouh.. Mas Andi..” Kurasakan genggaman Indi mulai melonggar, dan perlahan dapat kukeluar-masukkan penisku kembali, tampaknya Indi pasrah dan masih menikmati seolah membuatnya melayang tinggi. Perlahan setelah beberapa lama kurasakan dekapan liang Indi yang tidak erat, dan kurasakan puncakku, saat ingin kukeluarkan penisku tampaknya dekapannya kembali agak erat dan membuat aku enggan mengeluarkannya. Sesaat di dalam dekapan Indi kurasakan cairanku keluar menyembur di dalam tubuh Indi, dan Indi mendesah dan merintih campur nikmat, “Ouh.. ah.. Mas Andi..” sambil merasakan semburanku dan dekapan liang Indi semakin kuat bersama kedua dekapan tangannya.

Tanpa kusadari ternyata Veni istriku telah datang dan masuk ke rumah, perlahan Veni masuk ke kamar Indi. Saat itu tubuhku masih di atas tubuh Indi dengan penis yang masih tertancap di tubuhnya, perlahan aku dan Indi tersadar akan kedatangan Veni dan sesaat muka kami pun memucat. Pelan-pelan kuberdiri dari ranjang dan mencabut penisku, Veni mendekat dan sesaat salah satu tangannya melayang tepat ke pipiku “Plak!” bunyi suara yang terdengar. Suasana hening datang seketika di dalam kamar, perasaanku dan Indi mungkin sama, kami diam dengan wajah pucat dan penuh dengan rasa bersalah terhadap Veni. Aku terdiam dengan tubuh polos dan tertunduk, tanpa kusadari dan tak kuduga dengan cepat Veni memeluk tubuhku dan mendekapnya dengan erat. Sekilas kulihat Indi masih terdiam dengan tubuh polosnya yang masih menantang, wajahnya memucat dan terlihat tidak mengerti harus berbuat apa, yang ada hanya menunggu kejadian nanti.

Terdengar pelan bisikan Veni di kupingku, “Mas, kenapa begini, kenapa Mas!” dengan nada yang setengah menangis. Sesaat aku terdiam dan kemudian terucap dari bibirku, “Aku tak tahan, aku butuh,” dengan nada bersalahku. “Mas Andi, maaf ya, ini juga karena aku,” ucapnya dengan nada yang agar bersalah juga karena mungkin sebulan kami tidak berhubungan karena aktivitas. Kemudian Veni mengajakku keluar dari kamar Indi dan menuju kamar kami, sesaat kupalingkan wajahku ke arah Indi dan kuucapkan terima kasih tanpa suara sedikitpun dan Indi menjawab dengan agak tersenyum.

TAMAT


Berbagi Kenikmatan

Cerita Panas - Pembaca yang budiman, mungkin ini merupakan salah satu cara untuk bagi cerita kepada pembaca yang lain. Memang terkadang kita agak risih untuk menceritakan pengalaman pribadi masing masing. Cerita ini merupakan cerita yang nyata dan tidak dibuat buat atau ditambahkan dengan cerita lain.

Namaku INdra, kala peristiwa ini terjadi aku masih berkantor di wilayah Jl. Kramat Raya, biasanya aku pulang dengan membawa motor tapi kali ini aku agak malas pulang dengan membawa motor sehingga menitipkannya di halaman parkir kantor. Malam itu aku pulang pukul 7.30 malam, iseng aku mampir ke sebuah restoran fast food di Atrium Senen yang kala itu sudah agak sepi, maklum mungkin sudah agak malam. Aku mengambil tempat duduk yang kebetulan agak jauh di depan duduk seorang gadis yang kelihatannya sedang menunggu seseorang. Aku perhatikan terus, tiba–tiba dia memberi lambaian tangan agar aku mendekati tempat duduknya. Aku bergegas mendekati tempat duduknya.

“Hai”, sapaku.
Dia hanya tersenyum ketika aku menyapanya.
“Kenapa kamu perhatikan aku terus?”, tanyanya.
“Eh nggak, iseng aja, habis kamu kayanya lagi nunggu orang, ya?”, tanyaku.
“Iya nih aku lagi nunggu temenku, tapi kok nggak datang-datang ya?”.
“Oh ya aku INdra, kamu?”, tanyaku.
“Rani”, jawabnya.

Tidak lama kami mengobrol, kemudian datang teman Rani yang telah ditunggu–tunggunya. Kupikir teman Rani itu pria, tapi ternyata wanita juga. Setelah agak lama kemudian Rani kembali lagi ke meja dimana kami mengobrol.
“Oke Ndra, kita jalan yuk”, ajak Rani.
“Kemana Ran?”, tanyaku.
“Lho katanya kamu ingin dengar ceritaku”, jawab Rani.

Kemudian Rani mengajakku check in di salah satu hotel di bilangan Kramat. Pertama aku pikir Rani mengajakku mengantarnya pulang, ternyata dia malas pulang ke rumahnya karena pikirannya sedang suntuk. Setelah masuk kamar hotel, aku langsung ke kamar mandi.
“Ndra kamu sedang mandi ya?’, tanya Rani.
Aku tidak langsung menjawabnya dan sepuluh menit kemudian baru aku keluar dari kamar mandi dengan memakai kaos dalam dan celana pendek.
“Aku mandi dulu ya Ndra, nggak enak rasanya badanku sudah seharian”, kata Rani sambil menuju ke kamar mandi.

Sepuluh menit kemudian Rani keluar dari kamar mandi dengan hanya memakai CD dan BH. Terlihatlah payudaranya yang berukuran 34B menonjol menantang.
“Sorry ya, habis gerah kalau pakai baju lagi”, kata Rani sambil merebahkan tubuhnya yang sintal ke ranjang di sebelahku.

Tiba tiba Rani langsung memeluk dan mencium pipi kananku. Aku hanya terdiam dan pura pura acuh. Dan kemudian ia melumat bibirku dengan liar dan aku akhirnya membalas lumatannya dengan liar juga. Lama juga kami saling melumat bibir satu sama lain. Kemudian Rani membuka kaos dalam yang masih kukenakan dan melepas celana pendekku. Dan langsung memegang kontolku yang masih setengah tegak. Aku tidak menyia–nyiakan kesempatan ini. Langsung saja kubuka tali BH-nya dan membuangnya ke lantai. Kuhisap puting susunya serta kuremas–remas payudara yang satunya.

“Ooohh, Ndra teruss Ndra aahh”, rintih Rani yang merasa kenikmatan karena kuhisap dan kuremas payudaranya.
Secara bergantian kuhisap dan kuremas sepasang payudara kenyal itu sampai puas. Setelah puas, aku langsung memasukkan jariku di lubang kenikmatannya. Kuelus–elus klitorisnya yang sudah basah oleh cairan vaginanya.
Tiba-tiba Rani menarik kepalaku ke depan.
“Ndra Rani sudah nggak tahan lagi. Entot Rani ya, Ndra please.. memek Rani sudah nggak tahan pengen di entot.. please..”, rintih Rani mengiba kepadaku.

Segera kubuka CD-nya dan Rani kuminta menghisap penisku yang sudah tegang berdiri bagaikan tugu monas.
“Ran, hisap kontolku Ran”, pintaku.
Rani kemudian dengan liar menghisap dan memainkan kontolku di dalam mulutnya.
“Terus Ran, enak Ran.. yaa.. teruss.. aahh”.

Rani kemudian memintaku untuk berposisi 69. Aku turuti kemauan Rani. Dengan posisiku berada di bawah dan Rani di atas, memek Rani berada tepat di depan mulutku. Bau harum khas vagina sudah tercium, tanpa permisi lagi aku langsung melumat bibir vagina Rani yang sudah basah oleh cairan vaginanya. Rani pun tak mau kalah, ia asyik dengan kontolku, menghisap dan mengocok di mulutnya, dijilat dan terkadang dikocok oleh mulutnya sehingga membuat kontolku langsung berdiri dengan tegak dan keras.

Puas dengan gaya 69, Rani langsung berdiri di atasku dan mengarahkan memeknya ke arah kontolku.
“Ndra, Rani udah nggak tahan lagi, biar Rani yang entot kontol kamu dulu, ya”, pinta Rani.
Tidak lama kemudian kontolku sudah masuk ke liang kenikmatan yang sudah licin oleh cairan memeknya. Dengan posisi Rani yang berjongkok memegang bahuku, gerakan turun naik pantatnya menambah kenikmatan kocokan memeknya.
“Aahh.. Ndra kontol kamu enak Ndra, sshh.. aduh Ndra enak sekali..”, rintih Rani yang menikmati permainannya sendiri.

Aku pun mengimbanginya dengan sesekali menekan ke atas dan Rani menghentakkan pantatnya dengan lebih cepat. Selang lima menit kemudian Rani memegang bahuku kuat sekali dan langsung melumat bibirku. Ternyata Rani sudah mencapai klimaks dan cairan vaginanya terasa hangat membasahi kontolku yang masih menancap di dalam memeknya. Kugulingkan tubuh Rani ke samping, sekarang giliranku. Kutarik kontolku dari memeknya dan langsung menyerbu kearah lubang kenikmatan itu. Kumainkan klitoris Rani yang berwarna merah muda kecoklat coklatan dengan ujung lidahku, kulumat bibir vaginanya yang masih basah dengan cairan yang baru saja keluar dari vaginanya. Tidak ada pikiran jijik lagi dalam otakku, yang penting adalah merasakan kenikmatan.

“Teruss.. Ndra.. aahh enak Ndra ayo teruss..”, erang Rani yang ternyata dia sudah siap untuk dientot lagi.
“Ayo Ndra, sekarang kamu yang entot aku, Rani udah nggak tahan pengen dientot lagi”, pinta Rani.
Sekarang kuarahkan mulutku ke arah puting susunya yang sudah mengeras. Kuhisap dan kugigit sesekali.
“Aahh Ndra ayo entot Rani.. Aku sudah nggak tahan.. ayo dong pleasee.. aahh.”

Kuturuti kemauan Rani untuk mengentot memeknya. Segera saja kuarahkan kontolku tepat di vaginanya dan ‘bless..’, masuk sudah semua kontolku ke dalam memeknya.
“Aahh Ndra enak sekalii.. ayo Ndra teruss.. aahh”, erangan Rani menikmati kontolku yang masuk ke liang memeknya.

Aku gerakkan pantatku turun naik secara berkala. Kadang cepat kadang lambat. Kulihat Rani menikmati permainanku sampai ia memelukku erat sekali.
“Ndra teruss.. sebentar lagi aku keluar ayo terus entot.. aahh enak Ndra..”
Rani lemas dan terasa kontolku tersiram cairan hangat memeknya. Gerakan pantatku masih turun naik, kupacu terus, kulihat Rani sudah telentang lemas.
Kuminta Rina untuk ber-”dodgy style”. Rani segera mengubah posisinya hingga dapat kulihat gelambir bibir vaginanya yang basah oleh cairan memeknya. Segera kuarahkan kontolku ke arah memeknya dan bless..
“Oohh Ndra masukin semuanya, teruss.. aahh”.
“Gimana Ran, masih kuat?”, tanyaku.
“Terserah kamu Ndra, mau diapain aja memek Rani, yang penting memek Rani puas kamu entot”, jawab Rani sambil tersenyum puas.

Segera kumainkan perananku lagi. Kugerakkan maju mundur pantatku.
“Aahh Ndra teruss..”, Rani mengerang halus.
“Gimana Ran, enak nggak kontolku?” tanyaku.
“Aduhh Ndra enak sekali kontol kamu, memek Rani puas sekali”, jawabnya.
Kuminta Rani mengangkat kakinya sebelah, seperti anjing sedang kencing. Kutahan kakinya dengan lenganku dan sambil meremas payudaranya yang basah oleh keringatnya.
“Ayo Ran sekarang nikmati permainanku”.
Kupacu gerakan pantatku maju mundur.
“Ayo Ndra terus.. terus.. terus.. enak sekali Ndra, terus..”.

Dan Rina mengimbangi dengan menggoyang pantatnya.
“Ayo Ran sedikit lagi aku keluar”, sambil kupercepat gerakan pantatku.
“Ran, mau dikeluarin di dalam apa di luar?”, tanyaku.
“Terserah kamu Ndra.. aahh.. ayo Ndra kita keluar bareng.. aahh”, erangan Rani mengejang kenikmatan.
“Ran aahh.. enak Ran, aahh”, kupercepat gerakan pantatku.
“Ndra teruss.. kontol kamu enak sekalii.. aahh enak Ndra.. entot terus memek Rani sampai jebol.. aahkk..”, itulah teriakan Rani seiring spermaku yang akhirnya keluar membanjiri memeknya.

Dengan kontol yang masih menancap di memeknya, kupeluk Rani dengan erat.
“Terima kasih ya Ndra, kamu sudah memberi kepuasan ke memek Rani”, kata Rani sambil tersenyum kepadaku.
Setelah itu kami bergegas ke kamar mandi. Di kamar mandi Rani mencuci kontolku. Pertama ia hisap kontolku dan dijilatinya sisa sperma yang kemudian ia siramkan dengan air hangat yang ada di ‘bath tub’. Tiba tiba kontolku berdiri kembali. Kubalikkan tubuh Rani dan kuminta ia menungging dengan tangan memegang dinding kamar mandi.
“Ayo Ran, aku entot lagi kamu”, kataku.
Rani pun menuruti kemauanku. Segera kuarahkan kontolku ke memek Rani. Dan bless.. masuk sudah semua kontolku ke memek Rani.
“Aahh.. enak sekali Ndra.. ayo dong Ndra dikocok lagi yang keras”, pinta Rani.
Kukocok kontolku di memek Rani.
“Aduh Ran.. kok enak sekali memek kamu.. diapain Ran”, gumamku.
“Di entot kontol kamu sayang.. Please fuck me longer honey..”, jawab rani sambil menggoyang pinggulnya.
Aku pun tambah keenakan digoyang seperti itu. Kupercepat ayunan pinggulku menghantam pantat Rani yang sintal.
“Aahh.. oohh yes honey fuck me fuck me harder oohh.. yes enak sekali Ndra..”, rintih Rani.
Aku pun tak tahan lagi.
“Ran aku mau keluar.. aahh Ran.. yes.. yes.. memek kamu enak sekali.. Ran.. oohh yess..”, eranganku bersamaan dengan spermaku muncrat di dalam memek Rani.

Rani pun segera berbalik menghadapku dan langsung menghisap sisa sperma yang masih ada di kepala kontolku dan menelannya.
“Sperma kamu enak Ndra.. enak sekali”, kata Rani sambil terus menguras sisa spermaku yang masih ada di kepala kontolku.
Kulihat senyuman puas di bibir Rani. Kami pun mandi berdua di bath tub dan melanjutkan permainan itu sampai pukul 3 pagi, sampai–sampai kami tidak sempat untuk ke tempat tidur lagi, saking asyiknya menikmati surga dunia. Esoknya kami langsung check out dari hotel dan aku mengantar Rani sampai ke depan rumahnya tanpa aku turun dari taksi yang mengantar kami.

Itulah ceritaku tentang “kencan kilat” kami yang membekas, tanpa paksaan apapun. Untuk Rina, terima kasih atas kepuasan yang kamu berikan sepanjang malam itu, semoga kita bisa berbagi lagi..

TAMAT


Jurus Mesum Maut

Cerita Panas - Namaku Dira, Cowok berumur 20 thn. Aku kuliah di sebuah Universitas swasta di Jogja, dan aku hidup sebagai anak kost hampir 5 tahun di sini. Hari itu hari sabtu, dan aku sedang libur setelah mengikuti tes. Karena tidak ada kegiatan di Yogya maka aku memutuskan untuk mudik. Waktu itu aku masih kelas 2 SMA, aku pulang dengan naik kereta yang berangkat dari Jogja sore hari. Sebelum berangkat aku bertemu dengan dua cewek cantik, seksi, dengan bbentuk tubuh yang indah dan dibungkus dengan pakaian ketat dan di padu dengan rok panjang yang berkesan anggun tapi cukup untuk membuatku terangsang. Kebetulan pada waktu itu aku sedang antri di telepon umum. Kami saling pandang dan saling melemparkan senyum. Sesudah menelepon pacarku untuk sekalian pamit, aku langsung membeli tiket. Eh, ternyata secara kebetulan juga dia satu tujuan denganku.

Di kereta kami duduk berdekatan dan akhirnya kami kenalan. Rina dan Lina (bukan nama sebenarnya) nama mereka, kami ngobrol ke sana ke mari sampai kami kecapaian dan mereka berdua ketiduran. Lama juga mereka tidur. Kuperhatiin mereka berdua. Rina yang ternyata lebih tua 2 tahun dariku, mempunyai wajah yang manis, kulitnya putih bersih, rambutnya hitam dan panjang dan di atas bibirnya tumbuh sedikit kumis. Kata orang kalau seorang cewek mempunya kumis sedikit, dia memiliki nafsu yang besar dan asyik dalam hal permainan seks di atas ranjang. Kemudian mataku tertuju pada dua bulatan di dadanya yang menonjol bagaikan sepasang balon. Uh, aku jadi berpikir yang tidak-tidak. Kemudian kuperhatikan juga Lina yang tertidur di samping Rina. Cewek yang satu ini orangnya energik sekali dia orangnya lebih pendek dari Rina, tapi dia mempunyai bentuk tubuh yang tidak kalah bagusnya dengan Rina. Tapi aku lebih tertarik pada Rina, karena kumisnya dan kemulusan kulitnya membuat aku ingin sekali menjilatinya dan menidurinya.

Tiba-tiba Rina terbangun, “Aduh kepalaku pusing”, katanya membuyarkan lamunanku.
Lalu aku suruh dia duduk di sampingku, “Rin, biar aku pijit kepalamu, sini”.
Dia pun duduk di sampingku dan mulailah aku pijit keningnya. Matanya terpejam.
“Teruss Der di situ yyaa”.
Melihat ekspresi wajahnya yang manja membuat darahku berdesir, apalagi setelah aku lihat belahan di dadanya yang sedikit terbuka. Wouw, putih sekali, membuat kemaluanku bergerak naik, dan mempersulit posisi dudukku karena serasa mengganjal dan salah jalur.

“Udah enakan belon?”.
“Udah dikit sich, tapi belon klimaks”, katanya sambil tetap memejamkan matanya.
“Kalau belum klimaks, ya di goyang aja biar enakan dikit”, kataku.
Dia mencubit kakiku bersamaan dengan itu bergeraklah penisku makin tegang dan tampak menonjol. Dia tersenyum sambil melirik penusku yang sudah tidak sabar ingin keluar dari sarangnya.

“Adikmu kenapa?”, katanya sambil menunjuk ke bagian bawahku.
Tanpa basa basi lagi kupegang tangannya dan kubimbing menuju ke penisku.
“Iihh besar juga adik kamu yaa”, katanya sambil mengelus-gelus penisku dari luar celana.
“Adik gue bangun nich, Kamu mau nggak ngajak main adikku..?”.
Dia cuma tersenyum dan masih mengelus-elus penisku. Kebetulan gerbong sedang sepi. Langsung aja aku sosor lehernya, kujilati, dan kemudian kujilati juga telinganya dan kulumat bibirnya yang tipis, sambil memainkan payudaranya dengan tangan kiriku.
“Udah aahh takut ketahuan orang”, katanya sambil menarik bibirnya dari bibirku.
“Kita baru kenal kok udah ciuman sich”, katanya dengan nada manja.
“Tapi kamu suka kan?”, jawabku sekenanya. Dia cuma tersenyum dan mencubitku lagi.

Sesampainya di tujuan, Rina memberiku alamat rumahnya dan disuruhnya aku main ke rumahnya, besok kamis. Aku sih oke saja, malah suka. “Kucing kok di iming-imingi ikan”, mana mungkin nolak.

Kamis sore aku sudah bersiap-siap, dengan alasan mau ke tempat teman baikku yang rumahnya jauh di luar kota, aku berhasil meminjam mobil kakakku. Jadi deh aku meluncur ke rumahnya. Tapi aku sempat bingung juga mencari alamat rumahnya. Dengan sedikit usaha, bertanya ke sini sini, akhirnya dapat juga menemukan almatnya. Aku ketuk pintunya, rupanya dia sudah menungguku sejak tadi. Kami ngobrol agak lama hingga sempat berkenalan dengan adik dan orang tuanya. Karena akrabnya, aku sempat mengerjakan PR matematika adiknya yang masih duduk di bangku SD. Sekitar jam tujuh malem kami keluar, rencananya kami mau ke cafe di Batu raden tapi Rina bilang kepada orang tuanya mau ke rumah Lina dan nanti dia tidak pulang tapi menginap di rumah Lina. Akupun pura-pura sekalian pamit mengantarkan Rina ke rumah Lina.

Sesampainya di Cafe kami enjoy saja di sana. Dia ternyata punya bakat menyanyi. Kami berkaraoke dan menyanyi bersama, sambil saling berdekatan dan pelukan kami menyanyikan lagu cinta. Aku sudah lupa judulnya, pokoknya asyik sekali waktu itu. Kami bernyanyi, bercanda, tertawa dan akhirnya kita kecapekan. Dia membaringkan tubuhnya di pangkuanku sambil tengadah memandangku.
“Der, aku suka ama kamu”, dia ucapkan kata itu sambil menampakkan garis wajahnya dengan sendu.
“Aku juga suka ama kamu Rin”.

Kemudian kudekatkan wajahku ke mukanya dekat sekali dan kurasakan hangat nafasnya menambah gairahku. Langsung saja kucium bibirnya. Kulumat bagian atasnya dan kumainkan lidahku. Dia pun membalasnya, rupanya Rina sudah berpengalaman juga. Kumasukkan tanganku ke dalam BH-nya dan kumainkan puting susunya sambil memijit dengan halus seluruh bagian payudaranya. Tiba-tiba dia menghentikan aktivitasku dan berkata, “Udah aah, nggak enak dilihat orang”. Dengan menghela napas kuhentikan aktivitasku. Dia memandangku, rupanya dia mengerti kalau aku sedikit kesal. Jam 11 malam kamipun akhirnya pulang. Dalam perjalanan aku mencoba untuk mengajaknya ke hotel dengan dalih kata-katanya tadi.
“Rin, ke hotel yuk aku pingin ngelanjutin yang tadi, di cafe kan diliat orang tapi kalo di hotel kan nggak ada yang ngeliat”.
Ternyata diluar dugaanku, dia langsung mengiyakan ajakanku tadi, “Ayo.., siapa takut!”, katanya. Tanpa ragu lagi aku langsung menuju salah satu hotel di Batu Raden.

Aku sengaja mengambil kamar paling atas, di lantai dua. Dari jendela kaca yang besar aku bisa melihat kota Purwokerto yang tampak seperti tebaran bintang yang jatuh ke bumi. Rina sangat menikmati pemandangan itu, akupun merangkulnya dari belakang. Terasa penisku menegang dan mungkin Rina merasakan itu karena penisku menempel di belahan pantatnya yang montok.

Kemudian aku gesekkan penisku sambil menggerakannya naik turun. Diapun membalasnya dengan goyangan pantatnya. Karena sudah tidak tahan lagi akhirnya aku jilati lehernya, kuping dan pangkal lehernya dengan liar. Nafas kami semakin menggebu-gebu dan gerakan kami sangat liar dan erotis, seliar deruan nafas kami. Dengan masih mempertahankan posisi, aku mulai melucuti pakaiannya, disusul dengan pelucutan pakaianku sendiri. Kujilati habis lehernya sampai ke pipinya. Dia menolehkan wajahnya dan langsung menciumi bibirku.

“Rin, buka dong celana kamu”, pintaku dengan nafas masih ngos-ngosan seperti habis lari keliling lapangan. Dia pun membuka celana sekaligus CD-nya. Langsung aku balikkan tubuhnya dan kujilati payu daranya yang ternyata sangat indah, putih bersih dihiasi puting yang memerah hitam menonjol congkak di puncak payudaranya. Kumainkan puting kirinya dan kujilati puting kanannya sambil kupijit lembut bagian payudaranya.

“Sett”, Rina menarik nafas dengan tarikan nada yang khas, seirama dengan birahi yang mulai memanas. Setelah jenuh, kumainkan payudaranya. Aku coba telusuri garis perutnya dengan ujung lidahku. Dia mengejangkan badannya ke belakang sambil menarik nafas birahinya lagi, “Ssstt”. Aku lanjutkan pengembaraanku menuju pusarnya dan kumainkan lidahku di pusarannya dengan gerakan melingkar. Dia mulai memegang kepalaku dan rambut lurusku sambil meremas dan memainkan rambutku. Kulanjutkan lagi hingga ke bawah pusarnya. Kurapikan bulu vaginanya yang jarang-jarang tapi harum baunya.

Kubuka bibir vaginanya dan kujilati bagian dalam vaginanya. Rinapun semakin mengencangkan cengkeraman tangannya di rambutku. Aku coba untuk mencari clitorisnya. Setelah kutemukan, ternyata sudah memerah dan keras tapi lentur. Aku langsung memainkan dengan ujung lidahku. Kuhisap dan kujilati dengan bersemangat. Rina semakin tidak tenang dan meremas-remas rambutku seirama dengan ganasnya jilatanku. Sambil sesekali menarik nafas dan meremas-remas buah dadanya sendiri. Keluarlah cairan vaginanya banyak sekali dan kuhisap cairan itu sedalam-dalamnya. Karena keenakan dan semakin memuncak birahinya akhirnya dia kehilangan kesimbangannya. Dia tidak kuat lagi berdiri dan kemudian merebahkan tubuhnya di ranjang. Aku langsung menyusulnya dan rebah di atasnya, kami berciuman lagi.

Kemudian dia melepaskan ciumannya, mendorongku dan membaringkanku lalu membalikkan posisiku Celanaku yang belum sempat aku buka. Kemudian dia buka dengan kedua tangannya yang lembut sampai akhirnya kemaluanku keluar dan terlihat menantang. Dia mainkan batang penisku dan mulai menghisapnya perlahan. Dihisapnya dan dikulumnya seperti makan Cornelo. “Heemm nikmat sekalii”. Rupanya Rina sudah berpengalaman, hisapannya benar-benar asyik sehingga air maniku hampir saja keluar. “Ceplak!, ceploks!”, gerakan lidahnya bisa aku rasakan, memijit-mijit penisku dengan halus.

“Buseett!”, teriakku keenakan. Dia memandangku sambil tersenyum manis dengan sinar mata yang liar. Karena tidak tahan lagi, akhirnya aku balikkan dia sehingga sekarang dia berada di bawah. Aku langsung menerjang vaginanya dengan senapanku yang sudah basah kuyup tapi dia malah mencoba menutupi vaginanya dengan tangannya. Aku langsung mencoba menarik tangannya tapi dia tetap menahan tangannya, dia malah tersenyum. Dalam hati aku heran bercampur kesal. Kemudian dia cium bibirku dan kurangkul dia erat-erat sambil kubalas ciumannya. Aku coba memasukkan lagi penisku, tapi dia malah menghindar, sialan aku pikir. Dia masih terus memainkan lidahnya dalam mulutku.

“Nggak kuat yach”, sindirnya.
“Ayo dong.., kenapa sich.., adikku udah nggak tahan nich..”, pintaku.
Kemudian dia membimbing penisku untuk memasuki ke bibir liang kenikmatannya. Langsung saja aku masukkan penisku perlahan-lahan. Rina langsung menggeliat pelan keenakan. Kumasukkan penisku perlahan namun pasti sampai ke dasar vaginanya, kemudian kutarik lagi dan kumasukan lagi. Dengan irama slow kugenjot naik turun sambil kunikmati wajahnya yang cantik dan kubelai rambutnya.

Dia membuka matanya dan kami saling berpandangan. Aku benar-benar menikmati momen itu dengan terus melancarkan serangan ke vaginanya. Aku mendekatkan wajahku dan terdengarlah nafasnya yang hangat menerpa wajahku. Kunikmati bibirnya yang telah merekah dan hangat tanpa menurunkan tempo genjotanku. Sekonyong-konyong dia memelukku erat dan bersamaan dengan itu kumasukkan dalam-dalam penisku ke vaginanya hingga tenggelam habis. Tubuh kami seperti melekat menjadi satu bersama keringat kami yang bercucuran.

Kemudia dia pererat lagi pelukannya dan kurasakan tubuhnya mengejang dan di dalam vaginanya terasa ada cairan yang menyemprot batang penisku. Dia sudah mengalami orgasme pertamannya. Mengetahui hal itu aku langsung menarik pelan batang kejantananku dan memasukannya lagi perlahan. Dia melepaskan ciumannya dan memandangku dengan sendu. Karena aku belum keluar, maka aku masih belum mencabut penisku di liang surganya. Dia juga tahu kalau aku belum keluar sehingga dia mencoba untuk menggoyangkan pantatnya sekaligus menjepit-jepit penisku dengan vaginanya. Uuuhh gilee.., nikmat banget!, penisku seperti di pijat-pijat hangat, dan tidak bisa dilukiskan dengan kata-kata.

Baru beberapa genjotan aku langsung mau keluar. Kukeluarkan maniku di luar. “Crot.., croott”, membasahi bagian atas vagina dan perutnya. Kubersihkan senjataku dengan selimut dan mulai lagi aku masukkan penisku ke dalam vaginanya. Inilah kelebihanku yang mungkin jarang di miliki oleh lelaki lain, aku bisa orgasme lebih dari sekali, walaupun sudah keluar mani pertamaku penisku tidak langsung lemas malah menegang terus.

Aku genjot lagi vaginanya. Kemudian aku angkat kedua kaki Rina ke atas sambil aku pegang kakinya. Kusetubuhi dia dengan mesra. Aku mempelajari gaya ini dari BF yang sering kutonton. Rina semakin hanyut dan terbang. Hal ini dapat kulihat di wajahnya. Dia sangat menikmati permainanku. Merasa kecapekan aku minta pada Rina untuk mengganti posisi, supaya dia yang di atas. Kemudian kami ganti posisi dia jongkok di atas penisku dan memegang penisku lalu dimasukkannya ke dalam vaginanya yang basah dan hangat. Rupanya dia tidak mau kalah dengan permainanku. Dia goyangkan tubuhnya, vaginanya mulai mengeluarkan jurusnya menjepit dan memijat yang membuat penisku kaku keenakan. Kupegang pingulnya dan kuikuti iramanya.

Dia meronta-ronta dan sesekali menekukkan badannya ke belakang sambil terus menggenjot dan memutar-mutar vaginanya. Aku serasa terbang tinggi. Deruan nafas kami semakin kencang, “Aaahh.., mmhh.., sstt”.

Kemudian Rina menjatuhkan badannya dan sekarang kami berpelukan dengan mesra. Sambil melancarkan jurusnya dia menciumi habis leher, telinga dan bibirku. Tangannya meremas sprei tempat tidur sambil mendesah, “eemmh”. Rupanya dia hampir orgasme kedua dan dugaanku emang benar, sedetik kemudian keluarlah cairannya dan menyemprot penisku di dalam vaginannya yang terasa hangat sekali. Rina langsung lemas dan terjatuh di sampingku sambil tidak melepaskan pelukannya sehingga aku mengikuti gerakannya. Sementara penisku terlepas dari vaginanya dan sekarang aku di atas lagi.
“Rin, kamu masih kuat..?”, tanyaku.
Sambil memejamkan mata dengan raut muka kepuasan dia menjawab sambil menganggukkan kepalanya, “Hheemm”.

Tanpa basa basi lagi aku masukkan penisku perlahan diiringi desahan Rina. Aku genjot lagi. Rina kembali menggoyang pantatnya dan menjepitkan vaginanya. Aku setubuhi dia terus kira-kira 5 menit. Dia orgasme yang ketiga kalinya, tapi kali ini cairannya cuma sedikit.

Setelah orgasme yang ketiga dia lemas, kecapekan dan terkesan pasrah tidak melakukan jurusnya lagi. Dapat kurasakan cairan di dalam vaginanya menjadi hangat. Sementara aku juga sudah merasakan tanda-tanda orgasmeku. Karena dia sudah kecapekan, maka aku goyang sendiri penisku dan kupercepat tempo genjotanku. Rina merintih, “mmaahh.., aahh..”, dan akhirnya keluarlah maniku yang cuma tinggal sedikit, karena sudah habis di orgasmeku yang pertama. Akupun jadi lemas dan terbaring di samping Rina sambil membelai dan menciumnya. Rina membalas ciumanku dan mengeluskan tanganku di pipinya.

“Rin kamu puas?”, tanyaku.
Dia mengangguk sambil tersenyum manis sekali, “Eem”.
“Aku senang kalau lawan mainku bisa puas dan itu merupakan kepuasanku juga”, kataku.
Dia menanggapi, “Kamu hebat Der yang jadi istri kamu pasti puas”
Aneh kok dia bilang begitu jadi dia cuma ingin Gaya Amerika saja, tidak apa-apa malah bagus, lagian Valentinaku yang di Jogja mau ku kemanain.

Kemudian kita tertidur telanjang di balik sprei yang sudah basah terkena keringat dan mani. Menjelang subuh aku terbangun dan aku rasakan penisku tegang lagi nich. Sementara Rina masih tertidur perlahan, kubangunkan dia dengan ciuman lembut dan jilatan lembut di kedua payudaranya. Rina mulai terangsang dan membalas ciumanku. Langsung kumasukkan lagi penisku ke dalam vaginanya yang mulai basah. Kamipun melakukan satu babak lagi pagi itu. Setelah selesai kami tertidur lagi dan bangun jam 8 pagi.

Kami mandi bersama, saling sabun menyabuni. Rina menyabuni adikku yang tegang terus dengan hati-hati dan penuh kasih sayang. Setelah kami sabun semua tubuh kami, kami biarkan tubuh kami bersih dari sabun. Rina mengencangkan semprotan airnya dan dia jongkok, kemudian mengulum batang penisku. Karena keenakan aku jadi tidak tahan berdiri. Lalu aku ajak dia memakai gaya 69. Kujilati habis vagina Rina yang indah itu dengan clitoris mungilnya yang indah, di bawah guyuran air kami melakukan seks sekali lagi. Vagina Rina kembali beraksi lagi dengan jepitan dan pijatannya yang khas Rina. Vagina Rina membuat kejang dan kali ini aku biarkan maniku kusemprotkan habis ke dalam vaginanya. Beberapa detik kemudian Rina menggelinjang dan di kamar mandi itu kami mendaki puncak kenikmatan bersama-sama. Setelah mandi kami ketawa mesra, kami baru sadar dari semalam kita bercinta tiga kali hingga membuat penisku jadi agak sakit over dosis, apalagi di ronde pertama mainnya lama hingga Rani sampai orgasme tiga kali, vagina Ranipun jadi rada sakit juga kecapean.

Pagi itu kami cabut dari hotel jam 10.00, kemudian kami makan di restoran Pring Sewu. Setelah makan aku antar Rina ke rumah Lina. Itulah pengalaman yang paling mengesankan bersama Rina yang manis. Setelah kejadian itu kalau aku mudik, aku selalu bermain cinta bersama Rina tapi kami jarang sampai nginep, habis takut orang tuanya curiga, paling berangkat jam 5 sore pulang jam 10 malam, yah cuman satu Ronde saja jadinya. Tapi sekarang aku sibuk di Jogja sehingga aku jarang pulang lagian Rani sekarang sudah punya pacar lagi. Salam buat Rani di Purwokerto aku tidak akan melupakan malam itu dan aku tidak akan melupakan vaginanya yang nikmat dengan jurus mautnya.

TAMAT